Anda di halaman 1dari 23

TANTANGAN DAN MASA DEPAN IDEOLOGI PANCASILA DI

ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Faisal Muhammad Safi’i

Progam Pascasarjana, Ilmu Hukum Unisri

Jl. Sumpah Pemuda 18, Kadipiro, Surakarta

Email: msfaisalms@gmail.com

Abstraks
Revolusi Industri 4.0 memiliki implikasi yang positif bagi tata dunia modern. Namun
perlu diketahui, revolusi Industri 4.0 juga memiliki implikasi negatif untuk masa
depan ideologi, sistem sosial, agama dan manusia. Secara menyakinkan sains dan
high-technology memberikan alternatif bagi terciptanya tatanan dunia baru. Dunia
yang terbebas dari ideologi, sistem sosial, agama dan manusia mainstream. Sains dan
high-technology menawarkan hal yang benar-benar baru, yakni keabadian (immortal)
dan manusia super (homo deus) guna menggantikan dimensi mainstream tersebut
serta untuk mengelola suatu negara atau dunia dengan berbasiskan data (dataisme).
Lantas apakah kesaktian Pancasila mampu mengimbangi kesaktian Revolusi Industri
4.0? atau justru Pancasila tereliminir dan tergerus seperti Ideologi, sistem sosial,
agama dan manusia mainstream itu?
Kata Kunci: Ideologi, Pancasila dan Revolusi Industri 4.0

CHALLENGE AND FUTURE OF PANCASILA IDEOLOGY IN


ERA OF INDUSTRIAL REVOLUTION 4.0
Faisal Muhammad Safi'i
Program graduate, UNISRI Legal Sciences
Jl. Sumpah Pemuda 18, Kadipiro, Surakarta
Email: msfaisalms@gmail.com

Abstroracic
The 4.0 Industrial revolution has positive implications for modern world governance.
But keep in mind, the 4.0 Industrial Revolution also has negative implications for
future ideology, social systems, religion and human beings. Convincing science and
high-technology provides an alternative to the creation of a new world order. A world
free of ideology, social systems, religions and mainstream humans. Science and high-
technology offer a whole new thing, namely immortality (immortal) and superhuman
(Homo deus) to replace the mainstream dimension and to manage a
country or world with data based (dataism). Then what is the supernatural powers to
compensate the supernatural powers of Industrial Revolution 4.0? Or thus Pancasila
was eliminated and eroded such as ideology, social system, religion and the
mainstream human being?
Keywords: Ideology, Pancasila and the Industrial Revolution 4.0

Pendahuluan
Pada 1818, Mary Shelley menerbitkan Frankenstein, kisah tentang seorang
ilmuwan yang menciptakan mahluk artifisial yang tak terkendali dan membuat
kekacuan. Dalam 2 abad yang terakhir, cerita yang sama telah diceritakan berulang-
ulang dalam versi-versi yang tak terhitung jumlahnya. Ia telah menjadi pilar utama
mitologi saintifik baru abad ini. Pada mulanya, cerita Frankenstein tampaknya
mengingatkan kepada manusia bahwa jika manusia mencoba bermain menjadi Tuhan
dan insinyur kehidupan, manusia akan menerima hukuman yang sangat hebat.
Namun, kisah itu memiliki makna yang lebih dalam.1

Mitos Frankenstein menghadapkan Homo Sapiens pada fakta bahwa hari-hari


akhir sedang mendekat. Jika tidak ada intervensi nuklir atau bencana ekologis,
demikian menurut cerita itu, kecepatan perkembangan teknologi akan segera menuju
penggantian Homo Sapiens dengan mahluk yang sama sekali berbeda, yang memiliki
tidak hanya jiwa yang berbeda, tetapi sesuatu yang bakal membingungkan sebagian
besar Sapiens. Jika hal itu benar-benar segera tersibak pada sejarah sapiens, kita para
anggota salah satu generasi terakhir harus mencurahkan waktu untuk menjawab salah
satu pertanyaan terakhir: manusia ingin menjadi apa? Pertanyaan ini, terkadang
dikenal sebagai pertanyaan penguatan manusia, mengerdilkan perdebatan-perdebatan
yang kini menyibukkan para politisi, filsuf, sarjana, dan masyarakat biasa. Lagi pula,
perdebatan masa kini antara agama, ideologi, negara dan kelas-kelas masa kini dalam
semua skenario akan lenyap bersama Sapiens.2

Premis diatas merupakan gambaran sederhana atas dampak apa yang sekarang
disebut sebagai Revolusi Industri 4.0. Revolusi Industri 4.0 merupakan bentuk lain
dari nama yang diberikan untuk tren otomatisasi-mekanisasi dan pertukaran data saat

1
Yuval Noah Harari, 2017, Sapiens: Sejarah Ringkas Umat Manusia Dari Zaman Batu Hingga
Perkiraan Kepunahannya, Tangerang: Alvabet, hal. 490
2
Ibid, hal. 492
ini yang mencakup berbagai sistem seperti cyber-fisik, internet, komputasi awan dan
komputasi kognitif, begitu juga dengan ragam AI diantaranya Artificial Intelligence,
Internet of Things, Robotics dan Bio-Tecnology. Semua ini adalah progam utama
dari tujuan dicetuskannya Revolusi Industri 4.0 yang oleh Harari dianggap sebagai
media untuk menuju kepada tatanan dunia baru, yang akan di isi dan digantikan oleh
manusia super (Homo Deus). Manusia super ini merupakan segelintir orang yang
mengendalikan dunia beserta isinya dengan menggunakan penemuan-penemuan sains
dan high-techonology yang berbasis big data (dataisme).

Pada 2016 sampai sekarang, dunia didominasi oleh paket ideologi seperti liberal
individualisme, hak-hak asasi manusia, humanisme, demokrasi, pasar bebas dan lain
sebagainya. Namun pada abad 21 sains sedang mencoba meruntuhkan fondasi-
fondasi yang terlah tertanam dalam berbagai ideologi dunia saat ini termasuk juga
idelogi Pancasila. Pancasila adalah warisan jenius Nusantara yang telah menjadi
genus ideologi bagi Indonesia. Pancasila dihasilkan dari proses komukasi
intersubjektif dan argumen sosial, politik dan teologis para pendiri bangsa dalam
upaya menemukan titik konsensus dengan menghadirkan semua celah dan
mengisinya demi kebaikan bersama. Semua perdebatan mengenai kapitalisme-
liberalisme versus marxisme atau sosialisme, hak asasi manusia, demokrasi bahkan
sampai negara islam pun mewarnai perumusan ideologi Pancasila pada waktu itu.

Bahkan sampai sekarang ketegangan ideologi tersebut masih terus berkelanjutan,


dan hanya Pancasila yang mampu mensistensiskan dan mengkromikan ketegangan
yang terjadi antara kapitalisme-liberalisme dengan marxisme-sosialisme dan
islamlisme-nasionalisme karena Pancasila merupakan ideologi yang bersifat inklusif
disatu sisi, sedangkan disisi lain berdasarkan Pancasila negara Indonesia bukan
negara agama dan negara sekuler. Dengan demikian, Pancasila adalah satu-satunya
ideologi sekaligus falsafah serta dasar negara Indonesia.

Pancasila sendiri dalam setiap silanya terdapat nilai-nilai seperti ketuhanan


(transendental), kemanusian (humanisme), persatuan (unity), musyawarah
(deliberatif), dan keadilan (justice) yang menjadi dasar rujukan dalam
penyelenggaraan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Nilai-nilai ideal yang
terkandung pada Pancasila tersebut apakah mampu untuk menjadi bintang pemandu
di era revolusi industri 4.0 atau malah sebaliknya revolusi industri 4.0 mendikte
negara dan masyarakat untuk mendistorsi nilai-nilai Pancasila dengan progam-
progam super yang dibuat oleh revolusi industri 4.0 seperti keabadian dan keilahian
manusia super (homo deus)? Penulisan ini bertujuan untuk melihat sejauh mana
kesaktian Pancasila dalam menghadapi tantangan di era saintifik atau revolusi
industri 4.0 dan implikasinya bagi penyelanggara negara serta masyarakat modern
apakah tetap setia mengikuti kredo Pancasila atau kredo baru yang ditawarkan oleh
revolusi industri 4.0.

Pembahasan

Pancasila Sebagai Ideologi

Posisi ideologi dalam pemerintahan menjadi fundamental bagi setiap bangsa.


Ideologi merupakan perangkat ide koheren yang menyediakan basis bagi tindakan
politik terorganisasi baik untuk mempertahankan, atau sebaliknya memodifikasi,
maupun digunakan untuk mengganti sistem kekuasaan. Kegagalan dalam
mengaktualisasikan ideologi dapat mengakibatkan munculnya ideologi tandingan.
Istilah ideologi berasal dari kata idea, yang artinya gagasan, konsep, pengertian,
dasar, cita-cita, dan logos yang berarti ilmu. Ideologi secara etimologis, artinya ilmu
tentang ide-ide, atau ajaran tentang pengertian dasar.3

Menurut Ian Adam, Ideologi adalah pembimbingan bagi tindakan politik.


Ideologi memberi kita yang ideal untuk dinyakini, tujuan untuk di usahakan, dan
alasan untuk diperjuangkan. Dengan demikian, ideologi memberi arti bagi identitas
dan tujuan individu tertentu pada mereka yang mempercayainya.4 Dalam pengertian
tersebut, dapat ditangkap beberapa komponen penting dalam sebuah ideologi, yaitu
sistem, arah, tujuan, cara berpikir, progam dan politik.

Sebuah ideologi selalu bertolak dari suatu keyakinan filsafati tertentu, yaitu
pandangan tentang apa, siapa dan bagaimana manusia itu sebagai pendukungnya,
terutama dalam kaitannya dengan kebebasan pribadi dalam konteks hak dan
kewajibannya terhadap masyarakat dan negara, baik dalam dimensi material maupun
3 A. Aco Agus, “Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka Di Era Reformasi”, Jurnal Office,

(volume 2, No. 2 Tahun 2016), hal. 230


4
Asmaeny, 2017, Dasar Negara; Hubungan Pancasila, Marheinisme, Marxisme, Kapitalisme
Dalam Skema Politik Indonesia, Yogyakarta: Ruas Media, hal. 22
dimensi spiritual.5 Roeslan Abdulgani memiliki pendapat yang menarik mengenai
hubungan atau keterkaitan antara filsafat dengan ideologi yakni bahwa filsafat
sebagai pandangan hidup (Philosofusche Grondslag) pada hakikatnya merupakan
sistem nilai yang secara epistemologis kebenarannya telah dinyakini sehingga
dijadikan dasar atau pedoman bagi manusia dalam memandang realitas alam semesta,
manusia, masyarakat, bangsa dan negara, tentang makna hidup serta sebagai dasar
dan pedoman bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam
hidup dan kehidupan. Filsafat dalam pengertian demikian ini telah menjadi suatu
sistem cita-cita atau keyakinan yang telah menyangkut praksis, karena dijadikan
landasan idil bagi cara hidup manusia atau suatu kelompok masyarakat dalam
berbagai bidang kehidupannya. Hal itu berarti bahwa filsafat telah beralih dan
menjelma menjadi ideologi.6

Para pendiri bangsa (Founding Father) telah sepakat untuk menjadikan Pancasila
sebagai ideologi bagi bangsa Indonesia. Yang oleh Bung Karno, Pancasila disebut
sebagai Philosofusche Grondslag, dengan sebutan itulah Pancasila dapat dijadikan
fundamen, filsafat, pikiran sedalam-dalamnya, jiwa hasrat yang sedalam-dalamnya
7
untuk diatasnya didirikan gedung Indonesia merdeka yang kekal abadi.
Sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD NRI 1945 Pancasila memenuhi
syarat untuk disebut sebagai sebuah ideologi. Ini karena di dalam Pancasila terdapat
ajaran, gagasan dan doktrin bangsa Indonesia yang dipercayai kebenarannya,
tersusun sistematis dan memberikan petunjuk pelaksanaanya.8

Selain itu pula, Pancasila memiliki peran sebagai ideologi terbuka. Dalam
pengertian ini, ideologi Pancasila bersifat fleksibel dalam menghadapi perkembangan
zaman. Ia dapat berinteraksi dengan berbagai kondisi tanpa harus merubah makna
hakiki atau nilai yang terkandungnya. Sifat keterbukaan inilah yang cukup unik
dalam menghadapi setiap perubahan masyarakat yang dinamis dan juga perubahan
5
Noor Ms Bakri, 2010, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 178
6
Muhammad Aziz Hakim, “Repositioning Pancasila Dalam Pergulatan Ideologi-Ideologi
Gerakan Di Indonesia Pasca Reformasi”, Jurnal Kontemplasi, (Volume 04, Nomor 01, Agustus 2016),
hal. 135
7
Ibid, hal. 61
8
Muhammad Chairul Huda, “ Meneguhkan Pancasila Sebagai Ideologi Bernegara:
Implementasi Nilai-Nilai Keseimbangan Dalam Upaya Pembangunan Hukum DI Indonesia, Jurnal
Resolusi, ( Volume 1, Nomor 1 Juni 2018), hal. 91
modernitas yang tidak bisa dipungkiri kehadirannya.9 Sebagai ideologi terbuka maka
Pancasila memiliki dimensi sebagai berikut:10

a. Dimensi idealis, yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang
bersifat sistemastis dan rasional yaitu hakikat nilai-nilai yang terkandung dalam
lima sila; Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan, maka
dimensi idealis Pancasila bersumber pada nilai-nilai filosofis yaitu filsafat
Pancasila. Oleh karena itu dalam setiap ideologi bersumber dari pandangan
hidup nilai-nilai filosofis.

b. Dimensi normatif, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila perlu dijabarkan


dalam suatu sistem norma, sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD
NRI 1945 yang memiliki kedudukan tertinggi dalam tertib hukum Indonesia.
Dalam pengertian ini maka pembukaan yang didalamnya memuat Pancasila
dalam Alinea IV, berkedudukan sebagai staatfundamentalnorm, agar ideologi
mampu dijabarkan ke dalam langkah operasional perlu memiliki norma yang
jelas.

c. Dimensi realistis, suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas yang hidup
dan berkembang dalam masyarakat oleh karena itu Pancasila selain memiliki
dimensi nilai-nilai ideal normatif, maka Pancasila harus dijabarkan dalam
kehidupan nyata sehari-hari baik dalam kaitannya bermasyarakat maupun dalam
segala aspek penyelenggaraan negara. Dengan demikian Pancasila sebagai
ideologi terbuka tidak bersifat utopis yang hanya berisi ide-ide yang mengawang,
namun bersifat realistis artinya mampu dijabarkan dalam kehidupan yang nyata
dalam berbagai bidang.

Tiga dimensi tersebut tidak terpisah satu sama lain, tetapi merupakan satu
kesatuan yang tak terpisahkan, artinya Pancasila tidak hanya merupakan sistem ide-
ide belaka yang jauh dari kenyataan hidup sehari-hari, Pancasila juga bukan hanya
merupakan doktrin yang bersifat normatif, dan juga bukan hanya bersifat pragmatis
yang hanya menekankan segi praktis dan realistis belaka tanpa idealisme rasional,
ideologi Pancasila yang bersifat terbuka pada dasarnya berisi nilai-nilai
9
Ibid.

Husein Muslimin, “ Tantangan Terhadap Pancasila Sebagai Ideologi Dan Dasar Negara Pasca
10

Reformasi”, Jurnal Cakrawala Hukum, (Volume 7, Nomor 1 Juni 2016), hal. 33


dasar sila-sila Pancasila yang bersifat tetap, yang kemudian dijabarkan dan
dilaksanakan secara dinami, terbuka dan senantiasa mengikuti perkembangan zaman.
Pancasila juga senatiasa terbuka terhadap pengaruh budaya asing, akan tetapi nilai-
nilai dasar yang ada dalamnya bersifat tetap. Dengan kata lain, bahwa Pancasila bisa
menerima pengaruh budaya asing dengan prinsip dari substansi Pancasila yakni,
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan serta keadilan sosial yang bersifat
tetap dan final.11

Tantangan Pancasila Sebagai Ideologi Pasca-Reformasi Terhadap Ideologi


Gerakan Di Indonesia

Menurut Eiken kematian ideologi adalah mustahil. Karena kegiatan politik


manusia tidak dapat dilepaskan dari agenda dan kepentingan politik yang diturunkan
dari prinsip dasar dan falsafah berpolitik. Maka muncullah sebuah tesis never ending
ideology.12 Posisi ideologi dalam pemerintahan menjadi fundamental bagi setiap
bangsa. Ideologi merupakan perangkat ide koheren yang menyediakan basis bagi
tindakan politik terorganisasi baik untuk mempertahankan, atau sebaliknya
memodifikasi, maupun digunakan untuk mengganti sistem kekuasaan.13

Kegagalan dalam mengaktualisasikan ideologi dapat mengakibatkan munculnya


ideologi tandingan. Ini dibuktikan tidak saja dengan kebangkrutan ideologi
komunisme di bekas Uni Soviet pada 21 Desember 1991, tetapi juga saat itu ketika
munculnya gerakan populisme di beberapa kawasan dunia, termasuk negara di Asia
Tenggara, antara lain di Indonesia dan sampai saat ini realitas inilah yang dihadapi
oleh Indonesia yakni battle ground ideologi dunia.14

Menurut As’ad Said Ali tantangan ideologi Pancasila Pasca-Reformasi ini empat
diantaranya bersumber dari pemikiran Barat, dan satu lagi bersumber dari gagasan
keagamaan (islam). Kelima tipologi ideologi itu memiliki varian masing-masing
yang saling berbeda dan bahkan bertentangan satu sama lain. Kelima tipologi

11
Ibid.
12
Firmanzah, 2007, Mengelola Partai Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal. Xxxvii-
xliii

Prayudi, “ Ancaman Bagi Ideologi Pancasila Di Tengah Demokratisasi Pemerintahan?”, Puslit


13

BKD, (Volume X, Nomor 24, Desember 2018), hal. 26


14
Ibid.
ideologi itu adalah kiri radikal, kiri moderat, kanan konservatif, kanan liberal,
kapitalisme dan islamisme.15 Tidak jauh berbeda dari pendapat As’sad Said Ali,
Jimmly Assiddiqie memberikan gambaran mengenai tantangan yang dihadapi
Pancasila Pasca-Reformasi, beliau membagi dalam tiga macam kelompok, Pertama,
kelompok fundamentalisme pasar bebas, Kedua, fundamentalisme agama yang
16
radikal, dan Ketiga, fundamentalisme etnis dan feudalisme. Ketiga
fundamentalisme inilah yang menjadi ancaman disamping ideologi gerakan yang
telah mengakar di Indonesia.

Pancasila sebagai ideologi bangsa sudah sering dibenturkan atau bahkan


mendapatkan ancaman dari paham-paham ideologi tersebut, namun posisi dan nilai
pada setiap sila sudah dengan tegas diakui serta disepakati secara kolektif oleh para
Founding Father dan segenap elemen bangsa yakni bersifat tetap dan final. Bahkan
efektivitas Pancasila dalam mengatasi berbagai tantangan dari beberapa macam
paham ideologi diatas dikatan berhasil dan dimenangkan oleh Pancasila meski masih
ada paham-paham ideologi yang belum sepenuhnya mau tunduk dan mengalah
kepada kesaktian Pancasila namun hal tersebut tidak terlalu mempengaruhi eksistensi
Pancasila sebagai ideologi negara yang paripurna.

Kemenangan ini masih bersifat sementara karena kedepan masih muncul potensi
kemungkinan-kemungkinan yang tumbuh dan berkembangnya ideologi diatas atau
mungkin malah ideologi dan paham yang sama sekali baru serta melampaui semua
ideologi dan paham-paham ideologi konvensional tersebut. Maka oleh karena itu
untuk memproteksi ideologi Pancasila dari ideologi dan paham fundamentalisme
yang akan muncul dikemudian hari, diperlukan yang namanya “radikalisasi
Pancasila”. 17 Selain itu, urgensi untuk memposisikan Pancasila sebagai kontrak
15
Muhammad Aziz Hakim, Op.Cit, hal. 144
16
Jimmly Asshiddiqie, “Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila Dan Tantangan Revolusi Biru
Indonesia”, ]www.jimly.com/makalah/namafile/194/REVOLUSI_BIRU_LEMHANAS.pdf, di unduh
17 Juni 2019, hal. 4
17
Radikalisasi dalam arti ini adalah revolusi gagasan, demi membuat Pancasila tegar, efektif dan
menjadi petunjuk bagaimana negara ini ditata-kelola dengan benar. Radikalisasi ini dimaksudkan
adalah (1) mengembalikan Pancasila sebagai ideologi negara, (2) mengembangkan Pancasila sebagai
ideologi menjadi Pancasila sebagai ilmu, (3) mengusahakan Pancasila mempunyai konsisensi dengan
produk-produk perundang-undangan, koherensi antarsial, dan korespodensi dengan realistas sosial, (4)
Pancasila yang semula hanya melayani kepentingan vertikal (negara) menjadi Pancasila yang melayani
kepentingan horizontal, dan (5) menjadikan Pancasila sebagai kritik kebijakan negara. (Muhamamad
Aziz Hakim, Op.Cit, hal. 157)
sosial dan bukan sebagai ideologi. Dengan diletakkan sebagai kontrak sosial,
Pancasila tidak mungkin berbenturan dengan ideologi-ideologi atau pandangan dunia,
baik yang bersifat sekuler ataupun keagamaan.18

Dengan begitu maka kedepan Pancasila tidak lagi terjebak pada “kiri” dan
“kanan”, komunis atau kapitalis, utara atau selatan, tetapi sudah jelas Indonesia
memiliki cita-cita politik dan ideologi bangsa sendiri, yang merupakan derivasi dari
kutub-kutub ideoloi dunia, yakni Pancasila. Pancasila mengakui indivualisme
sekaligus kolektifisme, Pancasila mengakui kebebasan individu dengan tetap
menghormati dan menghargai kebersamaan. Bahwa liberalisme dan sosialisme, atau
marxisme dan kapitalisme sebagai ideologi masing-masing memiliki pandangan
dunianya sendiri.19

Terlepas mau meradikalisasi Pancasila ataupun menempatkan Pancasila sebagai


kontrak sosial bukan ideologi atau sebaliknya, yang jelas bahwa Pancasila adalah
suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat terbuka, reformatif dan
dinamis. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat aktual,
dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan
zaman, pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat.
Keterbukaann ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yang
terkandung di dalamnya, namun mengekplisitkan wawasannya secara lebih konkrit,
sehingga miliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan masalah-masalahh
aktual yang senantiasa berkembang seiring kemajuan zaman dan aspiras masyarakat.

Revolusi Industri 4.0: Kemajuan dan Ancaman

Istilah Industri 4.0 lahir dari ide revolusi industri ke empat. European
Parliamentary Research Service menyampaikan bahwa revolusi industi terjadi empat
kali. Revolusi industri pertama terjadi di Inggris pada tahun 1784 dimana penemuan
mesin uap dan mekanisasi mulai menggantikan pekerjaan manusia. Revolusi industri
yang kedua terjadi pada sekitar abad ke-19 dimana mesin-mesin produksi yang
ditenagai oleh listrik digunakan untuk kegiatan produksi secara massal. Penggunaan
teknologi komputer untuk otomasi manufaktur mulai tahun 1970 menjadi tanda

18
Ibid.
19
Asmanaeny Aziz, Op.Cit, hal. 58
revolusi industri ketiga. Saat ini, perkembangan pesat dari teknologi sensor,
interkoneksi dan analisis data memunculkan gagasan untuk mengintergrasikan
seluruh teknologi tersebut kedalam berbagai bidang industri. Gagasan inilah yang
diprediksi akan menjadi revolusi industri yang berikutnya.20

Industri 4.0 merupakan fenomena yang unik jika dibandingkan dengan tiga
revolusi industri yang mendahuluinya,. Industri 4.0 diumumkan secara apriori karena
peristiwa nyatanya belum terjadi dan masih dalam bentuk gagasan.21 Era revolusi
industri 4.0 ini diwarnai oleh kecerdasan buatan (articial intelligence),22 Advanced
Robotics,23 Internet Of Things (IoT),24 rekayasa genetika, teknologi nano serta,
mobil otomatis dan inovasi lainnya. Perubahan tersebut terjadi dalam kecepatan
eksponensial yang akan berdampak terhadap ekonomi, industri, pemerintahan dan
politik. Pada era ini semakin terlihat wujud dunia yang telah menjadi kampung global

Meskipun revolusi industri 4.0 belum sebagian besar terjadi dan masih
menghadirkan prognosis masa depan, revolusi industri 4.0 memilki potensi untuk
memberdayakan individu dan masyarakat, karena ia dapat menciptakan peluang baru
bagi ekonomi, sosial, pemerintahan maupun pengembangan pribadi. Tetapi ia juga
bisa menyebabkan pengkerdilan dan marjinalisasi beberapa kelompok, memperburuk
ketimpangan sosial, menciptakan resiko keamanan yang baru, serta dapat merusak
hubungan antar manusia bahkan mendisrupsi ideologi suatu bangsa.

Disrupsi pada awalnya merupakan fenomena yang terjadi dalam dunia ekonomi,
khususnya di bidang bisnis. Disrupsi sendiri merupakan kondisi ketika sebuah bisnis
dituntut untuk terus berinovasi mengikuti perkembangan, sehingga bisnis tidak hanya

Hoedi Prasetyo dan Wahyudi Sutopo, “Industri 4.0: Telaah Klasifikasi Aspek Dan Arah
20

Perkembangan Riset”, Jurnal Teknik Industri, (volume 13, Nomor 1, Januari 2018), hal. 17
21
Ibid.
22
Artifcial Intelligence (AI) adalah sistem mesin berteknologi komputer yang mampu
mengadopsi kemampuan manusia. Ini dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas,
sekaligus meminimalisir resiko kesalahan yang bisa dilakukan oleh tenaga kerja manusia.
23
Advanced robotics (AR) merupakan peralatan yang digunakan secara mandiri, yang mampu
berinteraksi secara langsung dengan manusia, serta menyesuaikan perilaku berdasarkan sensor data
yang diberikan . Fungsi utamanya adalah untuk memperpendek waktu tunggu dann layanan, sehingga
menghasilkan efisiensi.
24
Internet of things (IoT) merupakan teknologi yang memungkinkan setiap instrumen terkoneksi
satu sama lain secara virtual, sehingga mampu mendukung kinerja operasional usaha, pengawasan
terhadap perfoma menajamen, serta peningkatan nilai guna output.
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekarang, namun dapat mengantisipasi
kebutuhan dimasa mendatang.25

Fenomena disrupsi tidak hanya terjadi dalam dunia bisnis saja, namun telah
meluas dalam bidang lainnya seperti pendidikan, pemerintahan, budaya, politik,
hukum, dan ideologi. Pada bidang politik, misalnya, gerakan-gerakan politis untuk
mengumpulkan masa melalui konsentrasi masa telah digantikan dengan gerakan
berbasis media sosial. Bidang pemerintahan pun kini juga ditantang untuk
melaksanakan birokrasi secara efektif efisien berbasis e governance.26

Sektor budaya pun juga ikut terdisrupsi. Perkembangan media sosial yang masif,
telah merekontruksi struktur budaya masyarakat. Relasi sosial hubungan masyarakat
kini lebih erat terbangun dalam dunia maya, sehingga hubungan dalam dunia nyata
justru menjadi relatif. Singkatnya dalam disrupsi akan terjadi disrupsi peraturan,
disrupsi budaya, disrupsi pemikiran, disrupsi sumber daya manusia, disrupsi pasar
dan disrupsi ideologi.

Meski revolusi industri 4.0 dianggap merupakan sebagai kemajuan zaman yang
menawarkan berbagai kemudahan dan menyajikan efisiensi dari segi waktu dan
sumber daya manusia namun prototipe revolusi industri seperti AI, AR, IoT dan lain
sebagainya secara tidak langsung telah memberikan sebuah pesan nubuwat kepada
manusia dan negara bahwa sains atau revolusi industri 4.0 adalah ancaman masif atas
ideologi, sistem sosial, hukum dan manusia.

Maka karena itu pemerintah perlu menyusun upaya-upaya yang harus dilakukan
untuk menjawab tantangan di era revolusi industri 4.0, antara lain:27

1. Mengidentifikasi area strategis dalam rangka meningkatkan kecepatan,


fleksibilitas, produktivitas, dan kualitas output.

25
Banu Prasetyo dan Umi Trisyanti, “Revolusi Industri 4.0 Dan Tantangan Perubahan Sosial”,
B Prasetyo, U Trisyanti - IPTEK Journal of Proceedings Series, 2018 - iptek.its.ac.id, di Unduh 18
Juni 2019
26
Ibid.
27
Murti Ningsih, “Pengaruh Perkembangan Revolusi Industri 4.0 Dalam Dunia Teknologi
Indonesia”,https://osf.io/pswmu/download/?format=pdf, di unduh 1 Juli 2019, hal 10
2. Menganalisa dampak pemanfaatan teknologi dalam jangka panjang,
terutama terhadap serapan tenaga kerja dan lingkungan hidup.

3. Mempersiapkan infrastruktur, serta progam pelatihan dan keterampilan,


sehingga mampu meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dalam
penguasaan teknologi.

Walapun konsep revolusi industri 4.0 masih sangat awal, namun konsep ini
tidaklah premature. Laju perkembangan teknologi yang mendorongnya, membuat
para penggagasnya tidak bisa bersantai-santai. Hal ini membuat pemerintah AS dan
Uni Eropa membuat suatu kebijakan sebagai langkah untuk menghadapi tantangan
revolusi industri 4.0 yang disarikan oleh Prof. Sadiyoko sebagai berikut:28

1. Berikan ruang dan investasi bagi konsep revolusi industri 4.0 untuk
berkembang. Pemerintah harus percaya bahwa perkembangan revolusi
industri 4.0 akan memberikan dampak yang besar dan positif kepada
pertumbugan produktivitas nasional apabila disikapi dengan penuh hikmat
dan kebijaksanaan. Dukungan pemerintah pada lembaga penelitian dan juga
perguruan tinggi akan sangat membantu dalam proses perkembangan
revolusi industri 4.0 yang selaras dengan kondisi nasional.

2. Berikan pendidikan dan latihan bagi para pekerja dan calon pekerja,
pekerjaan masa depan. Revolusi industri 4.0 akan mengubah hampir semua
pola kerja dan keterampilan yang dibutuhkan oleh pasar tenaga kerja. Semua
pekerja dan juga calon pekerja perlu diberikan pelatihan yang sesuai
sehingga mereka mampu menyelaraskan diri dengan kemajuan teknologi.
Sikap untuk terus mau belajar harus ditanamkan dari dini sehingga mereka
tidak merasa bosan pada pekerjaan/keahlihaannya.

3. Pada masa transisi perubahan teknologi, pemerintah harus menyiapkan


bantuan bagi pekerja yang terkena imbas perkembangan teknologi ini. Para
pembuat kebijakan harus memastikan bahwa para pekerja dan pencari kerja,
keduanya mampu mengejar kesempatan kerja yang terbaik dan posisi terbaik
bagi mereka sesuai dengan kemampuannya. Juga harus dipastikan bahwa
28 Sadiyoko, “ Industri 4.0: Ancama, Tantangan, atau Kesempatan? Sebuah Intropeksi
Menyambut Kemajuan Teknologi Saat Ini,”, Orasi Ilmiah Dies Natalis XXIIV Teknologi Industri
Universitas Katolik Parahyangan, Bandung: Universitas Parahyangan, 20 April 2017, hal. 31
mereka menerima upah penyesuaian kerja yang sesuai untuk pekerjaan
mereka dalam bentuk kenaikan upah. Termasuk pada langkah ini adalah
usaha untuk memodernisasi sistem sosial tenaga kerja dan jaminan sosial
lainnya.

4. Meningkatkan kesadaran tentang tantangan dan peluang pada sektor-sektor


yang terlibat dalam konsep revolusi industri 4.0. Membantu
mengidentifikasi dan mengembangkan pasar utama untuk produk dan jasa
yang terkain dengan revolusi industri 4.0.

Dapat diketahui bahwa upaya-upaya diatas merupakan bentuk jawaban bagi


sektor sumber daya manusia dan alam terhadap laju gelombang revolusi industri 4.0
yang saat ini banyak sekali diminati oleh berbagai negara, salah satunya adalah
Indonesia. Namun upaya demikian, bagi negara AS dan Uni Eropa atau negara maju
lainnya sudah tepat, tapi berbeda halnya dengan Indonesia, sebab iklim ideologi serta
kultur manusianya pun berbeda. Sehingga upaya tersebut, menurut Penulis hanya
berguna untuk memberdayakan dan melindungi manusia Indonesia terutama generasi
yang akan datang dari terjangan gelombang besar yakni revolusi industri 4.0.
Sedangkan untuk melindungi dan menjaga ideologi Pancasila dari dampak negatif
revolusi industri 4.0 Penulis akan memberikan sebuah konsep yang memadukan
antara pembuatan kebijakan dan pendidikan manusia Indonesia dengan meradikalkan
Pancasila pada setiap prosesnya. Hal ini penting, karena tanpa meradikalkan
Pancasila sebagai ideologi dan ilmu, kekacauan dalam setiap kebijakan akan
bermunculan ditambah manusia Indonesia semakin tidak peduli terhadap ideologinya
sendiri akibat kurangnya pemahaman yang komprehensif atas Pancasila. Pada
pembahasan selanjutnya Penulis akan mulai memaparkan konsep yang telah Penulis
utarakan tersebut.

Masa Depan Ideologi Pancasila di Era Revolusi Industri 4.0

Sejarah adalah milik manusia (sapiens). Pernyataan ini mungkin berlaku dalam
beberapa abad sebelum abad 21 ini. Dalam abad 21 tidak demikian, karena pada abad
21 manusia menciptakan teknologi-teknologi terbarukan yang dipadukan dengan
penemuan sains yang spektakuler. Kedepan bukan tidak mungkin, sejarah akan
menjadi milik manusia super (deus) dan merekalah nanti yang akan menuliskan
sejarah kepunahan manusia, termasuk ideologi, sistem sosial, dan agama.
Namun hal tersebut masih bersifat prognosis, kemungkinan-kemungkinan dan
bukan merupakan sebuah risalah, jadi tidak heran apabila setiap negara maju dan
berkembang memberanikan diri untuk berspekulasi menerapkan progam revolusi
industri 4.0 untuk mendukung dan mensukseskan kinerja pemerintahan, pelaku
industri dan menambah efisiensi dari segi waktu dan sumber daya manusia.

Memang konsep revolusi industri sedang hits di Eropa Barat dan juga di negara
29
industri maju lainnya. Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Bagi Indonesia
adanya revolusi industri 4.0 harus disikapi dengan hati-hati dan diperhitungkan
secara matang. Kenapa harus hati-hati dan penuh perhitungan? Sebab revolusi
industri 4.0 berupaya meruntuhkan fondasi ideologi dan tata nilai di dunia tak
terkecuali Eropa dan negara maju lainnya. Revolusi industri mencoba memberikan
landscap terhadap manusia mengenai kemudahan-kemudahan yang dihasilkan dari
progam revolusi industri untuk memudahkan, mengefesienkan dan mengoptimalkan
kinerja dalam setiap lini kehidupan manusia.

Dalam perjalannya yang sudah lebih dari 73 tahun Pancasila telah dipergunakan
sebagai dasar ideologi negara masih tetap eksis dan selalu menjadi tempat kembali
dan rujukan kesepakatan jika terjadi konflik antar sesama warga negara bangsa.
Pancasila pernah dilawan atau dipertentangkan dan ingin diganti dengan ideologi lain
sebagaimana yang telah Penulis jelaskan diatas, baik melalui jalur inskonstitusional
seperti pemberontakan maupun melalui jalur konstitusional seperti berkontes melalui
pemilu dan berdebat di BPUPKI, PPKI, Konstituante, MPR hasil pemilu, Pancasila
selalu menang dalam menghadapi tantangan itu, itulah sebabnya ada semacam
kesepahaman umum bahwa Pancasila itu sakti atau azimat bangsa yang memberi
kesaktian.30

Bahkan kesaktian Pancasila itu pun melebihi ideologi-ideologi tua seperti


demokrasi, kapitalisme, liberalisme, komunisme, sosialisme dan lain sebagainya,
namun semua ideologi tersebut saling menyerang dan menghancurkan antara satu
ideologi ke ideologi yang lain. Seperti halnya, demokrasi, kapitalisme berhasil

29
Ibid, hal. 26
30
Moh. Mahfud M.D, “Mengokohkan Ideologi Pancasila Menyongsong Generasi Z-Alpha”,
Naskan Pidato Yang Disampaikan Pada Kuliah Umum Di Universitas Soegiyopranoto, Semarang, 28
Oktober 2018, hal. 9
meruntuhkan sendi-sendi fondasi demokrasi, masyarakat demokrasi dibuat menjadi
masyarakat yang konsumerentisme dan negaranya dijadikan negara yang berorientasi
pada pasar dan pemodal.

Kemungkinan besar saat ini Pancasila masih menghadapi tantangan ideologi-


ideologi transnasional namun kedepan untuk beberapa tahun lagi, Pancasila akan
menghadapi suatu tantangan yang benar-benar berbeda dari tantangan sebelumnya
bahkan demokrasi, liberalisme, komunisme, agama dan etika-moral menuju
ketidaksanggupan untuk mengimbangi tantangan ini. Menurut Moh. Mahfud
M.D tantangan yang dihadapi oleh Pancasila adalah tantangan dari generasi Z-
Alpha. 31 Generasi Alpha ini merupakan potret adanya kehidupan lain selain manusia,
yakni kehidupan bionic. Menurut Harari, kehidupan bionic bisa mengubah hukum
kehidupan, salah satunya rekayasa cyborg. Cyborg adalah mahluk yang
menggabungkan bagian-bagian organik dan in-organik, seperti satu manusia dengan
tangan besi. Dalam satu pengertian, hampir semua manusia modern saat ini termasuk
generasi alpha adalah bionic masa sekarang karena indra dan fungsi-fungsi alamiah
manusia diperkuat oleh alat-alat seperti kacamata, alat pacu jantung, ortotik, dan
bahkan komputer dan smartphone (yang membebaskan otak dari penyimpanan dan
pemrosesan data).32

Manusia sudah berdiri diambang menjadi cyborg yang sesungguhnya, memiliki


fitur-fitur in-organik yang tak terpisahkan dari tubuh manusia, fitur-fitur yang
memodifikasi kemampuan manusia, hasrat-hasrat, personalitas dan idenditas manusia
secara keseluruhan. Dikatakan demikian, karena sains menganggap bahwa kehendak
bebas dan indivu yang bebas hanyalah fiksi yang dikarang oleh sebuah susunan
algoritma biokimia. Keraguan sains atas kehendak bebas dan individual bebas pada

31
Jika dilacak dari perkembangan sejarah generasi dan kebutuhannya masing-masing maka pada
saat ini kita sedang di dominasi oleh generasi milenial (Generasi Y) yang sudah mulai disusul oleh
generasi Z dan selajutnya Generasi Alpha. Generasi Alpha adalah generasi yang lahir tahun 2010
sampai dengan sekarang. Sekarang mereka ini sudah mulai hadir sebagai tunas-tunas bangsa. Mereka
ini lahir pada saat semakin berkembang pesat dan cepatnya teknologi informasi. Dalam usia yang
masih dini mereka sudah mengenal gadget, smartphone, dan berbagai kecanggihan teknologi. Orang
tua mereka juga sudah mulai ada pada masa-masa awal kecanggihan teknologi. Mereka sangat
terpengaruh oleh cara berpikir terbukam transpformatf, dan inovatif. Kebutuhan mereka sudah
semakin mudah dipenuhi oleh teknologi sehingga mulai ada kecenderungan mereka memenuhi
kebeutuhannya sendiri secara sangat instan tanpa bantuan dan basa-basi dengan orang lain, termasuk
dengan keluarganya sendiri. Ibid, hal. 10
32
Yuval Noah Harari, Op.Cit, hal. 481
manusia bukanlah hal yang baru. Lebih dari 2.000 tahun lalu para pemikir India,
China dan Yunani berpendapat bahwa diri individual adalah ilusi.33

Dalam abad ke-21, tiga perkembangan sains atau revolusi industri 4.0 akan
melakukan revisi atas tesis kehendak dan individual bebas manusia dengan dasar
bahwa manusia akan kehilangan kegunaan ekonomi dan militernya, karena itu sistem
ekonomi dan politik akan berhenti menempelkan nilai pada mereka, disamping itu
sistem akan terus menemukan nilai pada manusia secara kolektif, tetapi tidak pada
individu-individu unik dan sistem masih akan menemukan nilai pada individu-
individu unik tertentu, tetapi ini semua akan menjadi elite baru manusia super yang
sudah terbarukan, bukan massa populasi.34

Konsekuensi dari tiga perkembangan atas revolusi industri 4.0 adalah bahwa,
teknologi akan membuat manusia secara ekonomi dan militer tidak berguna, tidak
akan membuktikan bahwa liberalisme salah pada level filosofis, tetapi dalam praktik
akan sulit melihat bagaimana demokrasi, pasar bebas, dan institusi liberal bisa
35
bertahan menghadapi pukulan semacam itu. Sedangkan pada level ekonomi,
kemampuan untuk memegang palu atau menekan tombol menjadi semakin lebih tak
berguna ketimbang sebelum-sebelumnya, yang akan membahanyakan aliansi penting
antara liberalisme dan kapitalisme. Pada masa lalu, ada banyak hal yang hanya bisa
dilakukan oleh manusia. Namun sekarang, robot dan komputer semakin pintar dan
bisa segera mengungguli manusia dalam sebagian besar pekerjaan. Benar, komputer
berfungsi sangat berbeda dari manusia, dan tampaknya tidak mungkin bahwa

33
Yuval Noah Harari, 2018, Homo Deus: Masa Depan Umat Manusia, Tangerang: Pustaka
Alvabet, hal. 350
34
Ibid, hal. 352
35
Misalnya, dalam soal militer, dari masa Nebukadnezzar sampai ke masa Saddam Husein,
perang dilancarkan dengan jadwal organik. Diskusi-diskusi berlangsung berjam-jam, pertempuran-
pertempuran membutuhkan waktu berhari-hari, dan perang bisa molor sampai bertahun-tahun. Namun,
perang Cyber bisa berlangsung hanya beberapa menit. Ketika suatu Letnan yang berjaga di komando
Cyber menemukan sesuatu yang aneh sedang terjadi, dia bisa mengangkat telpon untuk menghubungi
atasannya, yang langsung memberi peringatan ke Gedung Putih. Sayang, saat Presiden meraih Headset
merahnya, mereka sudah kalah perang. Dalam beberapa detik saja, serangan Cyber yang cukup
canggih bisa memadamkan jaringan listrik Amerika Serikat, mengacaukan pusat-pusat kendali
penerbanganmya, menyebabkan banyak kecelakaan industri di instalasi-instalasi nuklir dan kimianya,
mengacaukan jaringan komukasi polisi, militer, dan intelijennya dan menghapus seluruh rekaman
finansial sehingga trilyunan dolar bisa lenyap tanpa jejak dan tak seorang pun yang memilikinya. Satu-
satunya yang membendung histeria publik adalah bahwa, dengan matinya internet, televisi, dan radio,
orang tidak akan menyadari magnitude keseluruhan bencana itu (Ibid, hal, 355)
komputer akan menjadi seperti manusia dalam waktu segera. Terutama sekali,
tampaknya komputer tidak akan segera memiliki kesadaran dan mulai
mengalamiemosi dan sensasi. Selama setengah abad terakhir sudah banyak sekali
kemajuan dalam kecerdasan komputer, tetapi masih benar-benar nol dalam hal
kesadaran.36

Namun, manusia sekarang sedang mengembangkan jenis-jenis baru kecerdasan


non-kesadaran yang bisa menjalankan tugas-tugas manusia seperti bermain catur,
menyetir mobil, mendiagnosis pasien, atau mengidentifikasi teroris dan lainnya jauh
lebih bagus dari manusia itu sendiri. Karena semua tugas ini menurut sains hanya
berbasis pengenalan pola, dan algoritma non-kesadaran mungkin segera mengungguli
kesadaran manusia dalam mengenali pola-pola.37

Proyek baru abad-21 atau sering disebut sebagai revolusi industri 4.0 bertujuan
untuk mendapatkan imortalitas, kebahagian dan keilahian serta juga bertujuan
melayani dengan memberikan berbagai macam kemudahan dan efesiensi bagi umat
manusia. Namun karena proyek-proyek ini lebih bertujuan melampaui ketimbang
melindungi norma, hasil yang lebih mungkin adalah menciptakan kasta baru manusia
super yang akan meninggalkan akal-akar liberalnya dan memperlakukan manusia
normal tak lebih baik dari perlakuan orang Eropa abad ke-19 terhadap orang Afrika.

Jika revolusi industri 4.0 membelah populasi manusia menjadi massa yang tak
berguna dan segelintir elite manusia super yang sudah terbarukan, atau jika otoritas
beralih sekaligus dari makhluk ke tangan alogritma-algoritma yang sangat pintar,
maka ideologi, agama, dan tatan sosial lainnya akan runtuh. Semua ini merupakan
paket revolusi industri 4.0 yang akan menantang Pancasila sebagai ideologi. Pada era
revolusi industri 4.0 Pancasila dengan segenap nilai yang melekat padanya harus
berhadapan dengan perkembangan sains dan teknologi beserta paradigma berpikir

36
Ibid, hal. 357
37
Beberapa ekonom memprediksi bahwa cepat atau lambat manusia yang terbarukan benar-
benar tak berguna. Termasuk generasi alpha itu sendiri. Robot dan printer 3D sudah menggantikan para
pekerja pada pekerjaan-pekerjaan manual seperti manufaktur baju, sementara algoritma-algoritma yang
sangat pintar akan mengerjakan hal yang sama pada korporasi-korporasi kerah putih. Pegawai-pegawai
bank dan agen-agen perjalanan, yang belum lama berselang tampaknya selamat dari otomatisasi, sudah
menjadi spesies yang terancam. Berapa banyak biro perjalanan yang kita butuhkan ketika kita bisa
menggunakan telepon pintar untuk membeli tiket pesawat dari algoritma? Demikian pula juga para
pialang saham, pengacara, dokter serta masih banyak profesi lainnya yang akan terancam oleh badai
otomatisasi ini (Ibid, hal. 359).
masyarakat Indonesia. Pertanyaannya sekarang, apakah perkembangan sains dan
teknologi di era revolusi industri dapat mempengarui paradigma berpikir masyarakat
Indonesia? Sains dan teknologi secara stimultan telah berevolusi menjadi suatu
ideologi dengan menawarkan kemudahan dan kecanggihan kepada manusia, dan
mengubah pola berpikirnya secara signifikan.

Sehingga dapat dikatakan posisi Pancasila sebagai ideologi sangat terancam


posisinya apabila revolusi industri 4.0 tidak disikapi oleh Pemerintah dan masyarakat
Indonesia secara hikmat penuh kebijaksanaan. Munculnya dogma dari sains yang
menyatakan bahwa organisme adalah algoritma dan kehidupan adalah pemrosesan
data dan kecerdasan sedang berpisah dari kesadaran ditambah lagi algoritma non-
kesadaran tetapi sangat pintar mungkin segera mengenal manusia lebih baik daripada
manusia itu sendiri, menjadikan Pancasila kedepan berpotensi kehilangan makna
bahkan eksistensinya sebagai ideologi. Karena implikasi dogma sains tersebut
berdampak pada munculnya kelas tak berguna, sebuah kelas yang sudah tidak peduli
lagi dengan kehidupannya sendiri dan kelas ini pun sangat lemah karena mereka tahu
bahwa yang dihadapi bukanlah sekedar manusia biasa melainkan manusia-manusia
super, robot, mesin-mesin produksi berteknologi tinggi, dan big data. Dengan begitu
manusia kehilangan nilai dan makna sehingga tidak diragukan lagi roda
pemerintahan akan dipegang oleh sekelompok elite dan mereka bekerja sama demi
menggapai kebahagian, imortalitas dan keilahian dengan mengesampingkan nilai-
nilai Pancasila dan segala aturan norma serta hukum yang berlaku. Ingat sains
berkembang bukan untuk melindungi ideologi, norma ataupun hukum melainkan
sains akan melampauinya sekaligus meruntuhkannya lewat penemuan serta teknologi
yang ia ciptakan tersebut.

Potensi Pancasila kehilangan eksistensi sebagai ideologi di gelombang revolusi


industri 4.0 bisa saja terjadi apabila Pemerintah selaku penyelenggara negara dan
masyarakat pada umumnya tidak bekerja sama untuk saling menumbuhkan kesadaran
mengenai pentingnya nilai-nilai Pancasila bagi kehidupan bersama dimasa yang akan
datang. Diharapkan kedepan Pemerintah Indonesia dapat membuat suatu kebijakan
yang mencerminkan nilai Pancasila dan Konstitusi untuk mengatur persoalan
menyangkut penemuan dan perkembangan sains serta teknologi di Indonesia. Pada
tingkat paling ekstrim hasil kebijakan tersebut adalah, bahwa segala penemuan,
perkembangan dan evolusi sains serta teknologi di era revolusi industri 4.0 harus
sesuai dengan nilai dan kaidah dari ideologi Pancasila. Hal ini perlu dipertimbangkan
oleh Pemerintah karena beberapa sebab, Pertama, ideologi dunia seperti demokrasi,
liberalisme, komunisme, bahkan agama oleh sains telah diruntuhkan fondasi-
fondasinya beserta masyarakatnya. Kedua, perkembangan sains dan teknologi di
dunia menyebabkan manusia kehilangan makna dan eksistensi, manusia di era
revolusi industri 4.0 dimanjakan dengan berbagai kemudahan, ditambah otak mereka
sudah tidak lagi berfungsi sebagai penyimpan data, karena telah digantikan oleh big
data yang mereka genggam yakni smartphone ataupun komputer, dan Ketiga, demi
menciptakan kebahagian, keabadian, serta keilahian, sains dan teknologi
mengorbankan nilai kemanusiaan dan keadilan, terlebih lagi hak asasi manusia.

Disamping itu, penguatan pendidikan Pancasila perlu dilakukan terhadap


generasi-generasi milenial saat ini melalui institusi-insitusi pendidikan yang ada di
Indonesia, dengan menjadikan Pancasila sebagai ilmu, disamping sebagai ideologi.
Sebab, Pancasila memiliki nilai-nilai profetik yang relevan untuk dipelajari dan dikaji
oleh generasi milenial untuk menghadapi perkembangan revolusi industri 4.0 di masa
yang akan datang. Dengan konsep seperti ini, maka Pancasila sebagai ideologi tetap
eksis dan diakui meski pun manusia Indonesia menghadapi dan menikmati kemajuan
akibat revolusi industri dan paradigma berpikir manusia Indonesia mengenai
pentingnya Pancasila sebagai ideologi tetap konsisten sehingga membuat nilai-nilai
yang terkandung pada Pancasila dapat diamalkan secara paripurna di era revolusi
industri 4.0.

Upaya untuk terus menerus mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila pada


kehidupan nasional seperti membangun sistem hukum Pancasila dan penguatan
pendidikan Pancasila adalah langkah antisipatif agar Pancasila sebagai ideologi yang
sarat dengan nilai ketuhanan, kemanusian, kebersatuan, deliberatif, gotong royong,
dan keadilan sosial, semua nilai ini diharapkan dapat terus mengawal perjalanan
bangsa Indonesia dari generasi ke generasi. Langkah ini harus terus dikembangkan
lagi, supaya manusia Indonesia masa depan tetap menjadi manusia yang mempunyai
sifat cerdas dan kesadaran bukan hanya manusia yang seperti robot yang hanya
memiliki kecerdasan, meski tidak menutup kemungkinan di era yang akan datang
robot juga memiliki kesadaran sebagaimana manusia namun tetaplah manusia
Indonesia harus lebih unggul supaya dapat mengendalikan proyek revolusi industri
4.0 dengan berlandaskan pada nilai-nilai ideologi Pancasila.
Argumentasi ini dibangun oleh Penulis, karena kenyakinan Penulis kepada
Pancasila sebagai ideologi negara akan tetap sangat dibutuhkan dalam menghadapi
segala dinamika atau pergolakan situasi dan kondisi yang mengancam atupun
memberikan kedamaian serta kemudahan kepada manusia Indonesia seperti halnya
revolusi industri 4.0 yang berkembang saat ini. Pancasila sebagai ideologi bukan
hanya berisi seperangkat nilai tentang ekonomi dan politik, tetapi juga berisi nilai
sebagaimana telah Penulis jelaskan diatas, lebih dari itu semua bahwa Pancasila
adalah pemberi arah jalan tengah atau prismatika untuk membangun kedamaian di
antara manusia sekaligus mengikat kebersatuan manusia sebagai bangsa Indonesia.
Inilah bentuk kesaktian Pancasila sebagai dasar ideologi negara Indonesia.

Kesimpulan

Gelombang revolusi industri 4.0 telah memberikan perubahan pada dunia secara
keseluruhan, hampir tak terkecuali di Indonesia, sebagai negara berkembang dengan
penuh kenyakinan menerima kedatangan gelombang revolusi 4.0 untuk
memaksimalkan sekaligus mendukung proses kemajuan baik dalam bidang industri,
pendidikan maupun pemerintahan. Pancasila bagi Indonesia adalah sebuah ideologi
yang bersifat terbuka. Sehingga Pancasila mudah beradaptasi dengan berbagai
ideologi yang masuk di Indonesia. Mulai dari komunisme, demokrasi, liberalisme,
islamisme dan lain sebagainya ini tidak membuat Pancasila kehilangan eksistensinya
justru Pancasila menjadi ideologi yang berada ditengah arus dari ideologi tersebut.

Sebaliknya, ideologi-ideologi tersebut kecuali Pancasila, oleh perkembangan


sains dan teknologi dianggap tidak lagi berguna bagi manusia. Oleh sebab itu, sains
dan teknologi berhasil meruntuhkan nilai-nilai atas ideologi tersebut dan meleburnya
untuk tunduk mengikuti kredo sains dan teknologi. Indonesia telah menerima
gelombang revolusi industri 4.0 hal ini berarti secara tidak langsung telah
menghadapkan Pancasila dengan sains dan teknologi, dengan begitu maka eksistensi
Pancasila sebagai ideologi harus dilindungi bersama-sama oleh pemerintah dan
masyarakat agar nilai-nilai dan eksistensi Pancasila tidak melebur seperti ideologi-
ideologi lainnya tersebut.

Pemerintah selaku penyelanggara negara dapat membuat kebijakan ataupun


regulasi yang menyangkut perkembangan dari revolusi industri 4.0. Kebijakan atau
regulasi ini dibuat sedemikian rupa untuk mengarahkan proyek-proyek revolusi
industri 4.0 agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai ideologi Pancasila. Disamping
itu, penguatan pendidikan Pancasila perlu dilakukan terhadap generasi-generasi
milenial saat ini melalui institusi-insitusi pendidikan yang ada di Indonesia, dengan
menjadikan Pancasila sebagai ilmu, disamping sebagai ideologi. Sebab, Pancasila
memiliki nilai-nilai profetik yang relevan untuk dipelajari dan dikaji oleh generasi
milenial untuk menghadapi perkembangan revolusi industri 4.0 di masa yang akan
datang. Dengan konsep seperti ini, maka Pancasila sebagai ideologi tetap eksis dan
diakui meski pun manusia Indonesia menghadapi dan menikmati kemajuan akibat
revolusi industri dan paradigma berpikir manusia Indonesia mengenai pentingnya
Pancasila sebagai ideologi tetap konsisten sehingga membuat nilai-nilai yang
terkandung pada Pancasila dapat diamalkan secara paripurna di era revolusi industri
4.0.

Daftar Pustaka

Buku

Yuval Noah Harari, 2017, Sapiens: Sejarah Ringkas Umat Manusia Dari Zaman
Batu Hingga Perkiraan Kepunahannya, Tangerang: Alvabet, hal. 490

Asmaeny, 2017, Dasar Negara; Hubungan Pancasila, Marheinisme, Marxisme,


Kapitalisme Dalam Skema Politik Indonesia, Yogyakarta: Ruas Media

Noor Ms Bakri, 2010, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

Firmanzah, 2007, Mengelola Partai Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Yuval Noah Harari, 2018, Homo Deus: Masa Depan Umat Manusia, Tangerang:
Pustaka Alvabet

Jurnal Ilmiah

A. Aco Agus, “Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka Di Era Reformasi”,


Jurnal Office, (volume 2, No. 2 Tahun 2016)

Muhammad Aziz Hakim, “Repositioning Pancasila Dalam Pergulatan Ideologi-


Ideologi Gerakan Di Indonesia Pasca Reformasi”, Jurnal Kontemplasi, (Volume
04, Nomor 01, Agustus 2016)
Muhammad Chairul Huda, “ Meneguhkan Pancasila Sebagai Ideologi Bernegara:
Implementasi Nilai-Nilai Keseimbangan Dalam Upaya Pembangunan Hukum
DI Indonesia, Jurnal Resolusi, ( Volume 1, Nomor 1 Juni 2018),

Husein Muslimin, “ Tantangan Terhadap Pancasila Sebagai Ideologi Dan Dasar


Negara Pasca Reformasi”, Jurnal Cakrawala Hukum, (Volume 7, Nomor 1 Juni
2016)

Prayudi, “ Ancaman Bagi Ideologi Pancasila Di Tengah Demokratisasi


Pemerintahan?”, Puslit BKD, (Volume X, Nomor 24, Desember 2018),

Hoedi Prasetyo dan Wahyudi Sutopo, “Industri 4.0: Telaah Klasifikasi Aspek Dan
Arah Perkembangan Riset”, Jurnal Teknik Industri, (volume 13, Nomor 1,
Januari 2018)

Orasi Ilmiah

Sadiyoko, “ Industri 4.0: Ancama, Tantangan, atau Kesempatan? Sebuah Intropeksi


Menyambut Kemajuan Teknologi Saat Ini,”, Orasi Ilmiah Dies Natalis XXIIV
Teknologi Industri Universitas Katolik Parahyangan, Bandung: Universitas
Parahyangan, 20 April 2017

Moh. Mahfud M.D, “Mengokohkan Ideologi Pancasila Menyongsong Generasi Z-


Alpha”, Naskan Pidato Yang Disampaikan Pada Kuliah Umum Di Universitas
Soegiyopranoto, Semarang, 28 Oktober 2018

Internet

Banu Prasetyo dan Umi Trisyanti, “Revolusi Industri 4.0 Dan Tantangan Perubahan
Sosial”, B Prasetyo, U Trisyanti - IPTEK Journal of Proceedings Series, 2018 -
iptek.its.ac.id, di Unduh 18 Juni 2019

Jimmly Asshiddiqie, “Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila Dan Tantangan Revolusi


BiruIndonesia”,www.jimly.com/makalah/namafile/194/REVOLUSI_BIRU_LE
MHANAS.pdf, di unduh 17 Juni 2019

Murti Ningsih, “Pengaruh Perkembangan Revolusi Industri 4.0 Dalam Dunia


Teknologi Indonesia”,https://osf.io/pswmu/download/?format=pdf, di unduh 1
Juli 2019

Anda mungkin juga menyukai