Email: msfaisalms@gmail.com
Abstraks
Revolusi Industri 4.0 memiliki implikasi yang positif bagi tata dunia modern. Namun
perlu diketahui, revolusi Industri 4.0 juga memiliki implikasi negatif untuk masa
depan ideologi, sistem sosial, agama dan manusia. Secara menyakinkan sains dan
high-technology memberikan alternatif bagi terciptanya tatanan dunia baru. Dunia
yang terbebas dari ideologi, sistem sosial, agama dan manusia mainstream. Sains dan
high-technology menawarkan hal yang benar-benar baru, yakni keabadian (immortal)
dan manusia super (homo deus) guna menggantikan dimensi mainstream tersebut
serta untuk mengelola suatu negara atau dunia dengan berbasiskan data (dataisme).
Lantas apakah kesaktian Pancasila mampu mengimbangi kesaktian Revolusi Industri
4.0? atau justru Pancasila tereliminir dan tergerus seperti Ideologi, sistem sosial,
agama dan manusia mainstream itu?
Kata Kunci: Ideologi, Pancasila dan Revolusi Industri 4.0
Abstroracic
The 4.0 Industrial revolution has positive implications for modern world governance.
But keep in mind, the 4.0 Industrial Revolution also has negative implications for
future ideology, social systems, religion and human beings. Convincing science and
high-technology provides an alternative to the creation of a new world order. A world
free of ideology, social systems, religions and mainstream humans. Science and high-
technology offer a whole new thing, namely immortality (immortal) and superhuman
(Homo deus) to replace the mainstream dimension and to manage a
country or world with data based (dataism). Then what is the supernatural powers to
compensate the supernatural powers of Industrial Revolution 4.0? Or thus Pancasila
was eliminated and eroded such as ideology, social system, religion and the
mainstream human being?
Keywords: Ideology, Pancasila and the Industrial Revolution 4.0
Pendahuluan
Pada 1818, Mary Shelley menerbitkan Frankenstein, kisah tentang seorang
ilmuwan yang menciptakan mahluk artifisial yang tak terkendali dan membuat
kekacuan. Dalam 2 abad yang terakhir, cerita yang sama telah diceritakan berulang-
ulang dalam versi-versi yang tak terhitung jumlahnya. Ia telah menjadi pilar utama
mitologi saintifik baru abad ini. Pada mulanya, cerita Frankenstein tampaknya
mengingatkan kepada manusia bahwa jika manusia mencoba bermain menjadi Tuhan
dan insinyur kehidupan, manusia akan menerima hukuman yang sangat hebat.
Namun, kisah itu memiliki makna yang lebih dalam.1
Premis diatas merupakan gambaran sederhana atas dampak apa yang sekarang
disebut sebagai Revolusi Industri 4.0. Revolusi Industri 4.0 merupakan bentuk lain
dari nama yang diberikan untuk tren otomatisasi-mekanisasi dan pertukaran data saat
1
Yuval Noah Harari, 2017, Sapiens: Sejarah Ringkas Umat Manusia Dari Zaman Batu Hingga
Perkiraan Kepunahannya, Tangerang: Alvabet, hal. 490
2
Ibid, hal. 492
ini yang mencakup berbagai sistem seperti cyber-fisik, internet, komputasi awan dan
komputasi kognitif, begitu juga dengan ragam AI diantaranya Artificial Intelligence,
Internet of Things, Robotics dan Bio-Tecnology. Semua ini adalah progam utama
dari tujuan dicetuskannya Revolusi Industri 4.0 yang oleh Harari dianggap sebagai
media untuk menuju kepada tatanan dunia baru, yang akan di isi dan digantikan oleh
manusia super (Homo Deus). Manusia super ini merupakan segelintir orang yang
mengendalikan dunia beserta isinya dengan menggunakan penemuan-penemuan sains
dan high-techonology yang berbasis big data (dataisme).
Pada 2016 sampai sekarang, dunia didominasi oleh paket ideologi seperti liberal
individualisme, hak-hak asasi manusia, humanisme, demokrasi, pasar bebas dan lain
sebagainya. Namun pada abad 21 sains sedang mencoba meruntuhkan fondasi-
fondasi yang terlah tertanam dalam berbagai ideologi dunia saat ini termasuk juga
idelogi Pancasila. Pancasila adalah warisan jenius Nusantara yang telah menjadi
genus ideologi bagi Indonesia. Pancasila dihasilkan dari proses komukasi
intersubjektif dan argumen sosial, politik dan teologis para pendiri bangsa dalam
upaya menemukan titik konsensus dengan menghadirkan semua celah dan
mengisinya demi kebaikan bersama. Semua perdebatan mengenai kapitalisme-
liberalisme versus marxisme atau sosialisme, hak asasi manusia, demokrasi bahkan
sampai negara islam pun mewarnai perumusan ideologi Pancasila pada waktu itu.
Pembahasan
Sebuah ideologi selalu bertolak dari suatu keyakinan filsafati tertentu, yaitu
pandangan tentang apa, siapa dan bagaimana manusia itu sebagai pendukungnya,
terutama dalam kaitannya dengan kebebasan pribadi dalam konteks hak dan
kewajibannya terhadap masyarakat dan negara, baik dalam dimensi material maupun
3 A. Aco Agus, “Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka Di Era Reformasi”, Jurnal Office,
Para pendiri bangsa (Founding Father) telah sepakat untuk menjadikan Pancasila
sebagai ideologi bagi bangsa Indonesia. Yang oleh Bung Karno, Pancasila disebut
sebagai Philosofusche Grondslag, dengan sebutan itulah Pancasila dapat dijadikan
fundamen, filsafat, pikiran sedalam-dalamnya, jiwa hasrat yang sedalam-dalamnya
7
untuk diatasnya didirikan gedung Indonesia merdeka yang kekal abadi.
Sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD NRI 1945 Pancasila memenuhi
syarat untuk disebut sebagai sebuah ideologi. Ini karena di dalam Pancasila terdapat
ajaran, gagasan dan doktrin bangsa Indonesia yang dipercayai kebenarannya,
tersusun sistematis dan memberikan petunjuk pelaksanaanya.8
Selain itu pula, Pancasila memiliki peran sebagai ideologi terbuka. Dalam
pengertian ini, ideologi Pancasila bersifat fleksibel dalam menghadapi perkembangan
zaman. Ia dapat berinteraksi dengan berbagai kondisi tanpa harus merubah makna
hakiki atau nilai yang terkandungnya. Sifat keterbukaan inilah yang cukup unik
dalam menghadapi setiap perubahan masyarakat yang dinamis dan juga perubahan
5
Noor Ms Bakri, 2010, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 178
6
Muhammad Aziz Hakim, “Repositioning Pancasila Dalam Pergulatan Ideologi-Ideologi
Gerakan Di Indonesia Pasca Reformasi”, Jurnal Kontemplasi, (Volume 04, Nomor 01, Agustus 2016),
hal. 135
7
Ibid, hal. 61
8
Muhammad Chairul Huda, “ Meneguhkan Pancasila Sebagai Ideologi Bernegara:
Implementasi Nilai-Nilai Keseimbangan Dalam Upaya Pembangunan Hukum DI Indonesia, Jurnal
Resolusi, ( Volume 1, Nomor 1 Juni 2018), hal. 91
modernitas yang tidak bisa dipungkiri kehadirannya.9 Sebagai ideologi terbuka maka
Pancasila memiliki dimensi sebagai berikut:10
a. Dimensi idealis, yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang
bersifat sistemastis dan rasional yaitu hakikat nilai-nilai yang terkandung dalam
lima sila; Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan, maka
dimensi idealis Pancasila bersumber pada nilai-nilai filosofis yaitu filsafat
Pancasila. Oleh karena itu dalam setiap ideologi bersumber dari pandangan
hidup nilai-nilai filosofis.
c. Dimensi realistis, suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas yang hidup
dan berkembang dalam masyarakat oleh karena itu Pancasila selain memiliki
dimensi nilai-nilai ideal normatif, maka Pancasila harus dijabarkan dalam
kehidupan nyata sehari-hari baik dalam kaitannya bermasyarakat maupun dalam
segala aspek penyelenggaraan negara. Dengan demikian Pancasila sebagai
ideologi terbuka tidak bersifat utopis yang hanya berisi ide-ide yang mengawang,
namun bersifat realistis artinya mampu dijabarkan dalam kehidupan yang nyata
dalam berbagai bidang.
Tiga dimensi tersebut tidak terpisah satu sama lain, tetapi merupakan satu
kesatuan yang tak terpisahkan, artinya Pancasila tidak hanya merupakan sistem ide-
ide belaka yang jauh dari kenyataan hidup sehari-hari, Pancasila juga bukan hanya
merupakan doktrin yang bersifat normatif, dan juga bukan hanya bersifat pragmatis
yang hanya menekankan segi praktis dan realistis belaka tanpa idealisme rasional,
ideologi Pancasila yang bersifat terbuka pada dasarnya berisi nilai-nilai
9
Ibid.
Husein Muslimin, “ Tantangan Terhadap Pancasila Sebagai Ideologi Dan Dasar Negara Pasca
10
Menurut As’ad Said Ali tantangan ideologi Pancasila Pasca-Reformasi ini empat
diantaranya bersumber dari pemikiran Barat, dan satu lagi bersumber dari gagasan
keagamaan (islam). Kelima tipologi ideologi itu memiliki varian masing-masing
yang saling berbeda dan bahkan bertentangan satu sama lain. Kelima tipologi
11
Ibid.
12
Firmanzah, 2007, Mengelola Partai Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal. Xxxvii-
xliii
Kemenangan ini masih bersifat sementara karena kedepan masih muncul potensi
kemungkinan-kemungkinan yang tumbuh dan berkembangnya ideologi diatas atau
mungkin malah ideologi dan paham yang sama sekali baru serta melampaui semua
ideologi dan paham-paham ideologi konvensional tersebut. Maka oleh karena itu
untuk memproteksi ideologi Pancasila dari ideologi dan paham fundamentalisme
yang akan muncul dikemudian hari, diperlukan yang namanya “radikalisasi
Pancasila”. 17 Selain itu, urgensi untuk memposisikan Pancasila sebagai kontrak
15
Muhammad Aziz Hakim, Op.Cit, hal. 144
16
Jimmly Asshiddiqie, “Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila Dan Tantangan Revolusi Biru
Indonesia”, ]www.jimly.com/makalah/namafile/194/REVOLUSI_BIRU_LEMHANAS.pdf, di unduh
17 Juni 2019, hal. 4
17
Radikalisasi dalam arti ini adalah revolusi gagasan, demi membuat Pancasila tegar, efektif dan
menjadi petunjuk bagaimana negara ini ditata-kelola dengan benar. Radikalisasi ini dimaksudkan
adalah (1) mengembalikan Pancasila sebagai ideologi negara, (2) mengembangkan Pancasila sebagai
ideologi menjadi Pancasila sebagai ilmu, (3) mengusahakan Pancasila mempunyai konsisensi dengan
produk-produk perundang-undangan, koherensi antarsial, dan korespodensi dengan realistas sosial, (4)
Pancasila yang semula hanya melayani kepentingan vertikal (negara) menjadi Pancasila yang melayani
kepentingan horizontal, dan (5) menjadikan Pancasila sebagai kritik kebijakan negara. (Muhamamad
Aziz Hakim, Op.Cit, hal. 157)
sosial dan bukan sebagai ideologi. Dengan diletakkan sebagai kontrak sosial,
Pancasila tidak mungkin berbenturan dengan ideologi-ideologi atau pandangan dunia,
baik yang bersifat sekuler ataupun keagamaan.18
Dengan begitu maka kedepan Pancasila tidak lagi terjebak pada “kiri” dan
“kanan”, komunis atau kapitalis, utara atau selatan, tetapi sudah jelas Indonesia
memiliki cita-cita politik dan ideologi bangsa sendiri, yang merupakan derivasi dari
kutub-kutub ideoloi dunia, yakni Pancasila. Pancasila mengakui indivualisme
sekaligus kolektifisme, Pancasila mengakui kebebasan individu dengan tetap
menghormati dan menghargai kebersamaan. Bahwa liberalisme dan sosialisme, atau
marxisme dan kapitalisme sebagai ideologi masing-masing memiliki pandangan
dunianya sendiri.19
Istilah Industri 4.0 lahir dari ide revolusi industri ke empat. European
Parliamentary Research Service menyampaikan bahwa revolusi industi terjadi empat
kali. Revolusi industri pertama terjadi di Inggris pada tahun 1784 dimana penemuan
mesin uap dan mekanisasi mulai menggantikan pekerjaan manusia. Revolusi industri
yang kedua terjadi pada sekitar abad ke-19 dimana mesin-mesin produksi yang
ditenagai oleh listrik digunakan untuk kegiatan produksi secara massal. Penggunaan
teknologi komputer untuk otomasi manufaktur mulai tahun 1970 menjadi tanda
18
Ibid.
19
Asmanaeny Aziz, Op.Cit, hal. 58
revolusi industri ketiga. Saat ini, perkembangan pesat dari teknologi sensor,
interkoneksi dan analisis data memunculkan gagasan untuk mengintergrasikan
seluruh teknologi tersebut kedalam berbagai bidang industri. Gagasan inilah yang
diprediksi akan menjadi revolusi industri yang berikutnya.20
Industri 4.0 merupakan fenomena yang unik jika dibandingkan dengan tiga
revolusi industri yang mendahuluinya,. Industri 4.0 diumumkan secara apriori karena
peristiwa nyatanya belum terjadi dan masih dalam bentuk gagasan.21 Era revolusi
industri 4.0 ini diwarnai oleh kecerdasan buatan (articial intelligence),22 Advanced
Robotics,23 Internet Of Things (IoT),24 rekayasa genetika, teknologi nano serta,
mobil otomatis dan inovasi lainnya. Perubahan tersebut terjadi dalam kecepatan
eksponensial yang akan berdampak terhadap ekonomi, industri, pemerintahan dan
politik. Pada era ini semakin terlihat wujud dunia yang telah menjadi kampung global
Meskipun revolusi industri 4.0 belum sebagian besar terjadi dan masih
menghadirkan prognosis masa depan, revolusi industri 4.0 memilki potensi untuk
memberdayakan individu dan masyarakat, karena ia dapat menciptakan peluang baru
bagi ekonomi, sosial, pemerintahan maupun pengembangan pribadi. Tetapi ia juga
bisa menyebabkan pengkerdilan dan marjinalisasi beberapa kelompok, memperburuk
ketimpangan sosial, menciptakan resiko keamanan yang baru, serta dapat merusak
hubungan antar manusia bahkan mendisrupsi ideologi suatu bangsa.
Disrupsi pada awalnya merupakan fenomena yang terjadi dalam dunia ekonomi,
khususnya di bidang bisnis. Disrupsi sendiri merupakan kondisi ketika sebuah bisnis
dituntut untuk terus berinovasi mengikuti perkembangan, sehingga bisnis tidak hanya
Hoedi Prasetyo dan Wahyudi Sutopo, “Industri 4.0: Telaah Klasifikasi Aspek Dan Arah
20
Perkembangan Riset”, Jurnal Teknik Industri, (volume 13, Nomor 1, Januari 2018), hal. 17
21
Ibid.
22
Artifcial Intelligence (AI) adalah sistem mesin berteknologi komputer yang mampu
mengadopsi kemampuan manusia. Ini dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas,
sekaligus meminimalisir resiko kesalahan yang bisa dilakukan oleh tenaga kerja manusia.
23
Advanced robotics (AR) merupakan peralatan yang digunakan secara mandiri, yang mampu
berinteraksi secara langsung dengan manusia, serta menyesuaikan perilaku berdasarkan sensor data
yang diberikan . Fungsi utamanya adalah untuk memperpendek waktu tunggu dann layanan, sehingga
menghasilkan efisiensi.
24
Internet of things (IoT) merupakan teknologi yang memungkinkan setiap instrumen terkoneksi
satu sama lain secara virtual, sehingga mampu mendukung kinerja operasional usaha, pengawasan
terhadap perfoma menajamen, serta peningkatan nilai guna output.
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekarang, namun dapat mengantisipasi
kebutuhan dimasa mendatang.25
Fenomena disrupsi tidak hanya terjadi dalam dunia bisnis saja, namun telah
meluas dalam bidang lainnya seperti pendidikan, pemerintahan, budaya, politik,
hukum, dan ideologi. Pada bidang politik, misalnya, gerakan-gerakan politis untuk
mengumpulkan masa melalui konsentrasi masa telah digantikan dengan gerakan
berbasis media sosial. Bidang pemerintahan pun kini juga ditantang untuk
melaksanakan birokrasi secara efektif efisien berbasis e governance.26
Sektor budaya pun juga ikut terdisrupsi. Perkembangan media sosial yang masif,
telah merekontruksi struktur budaya masyarakat. Relasi sosial hubungan masyarakat
kini lebih erat terbangun dalam dunia maya, sehingga hubungan dalam dunia nyata
justru menjadi relatif. Singkatnya dalam disrupsi akan terjadi disrupsi peraturan,
disrupsi budaya, disrupsi pemikiran, disrupsi sumber daya manusia, disrupsi pasar
dan disrupsi ideologi.
Meski revolusi industri 4.0 dianggap merupakan sebagai kemajuan zaman yang
menawarkan berbagai kemudahan dan menyajikan efisiensi dari segi waktu dan
sumber daya manusia namun prototipe revolusi industri seperti AI, AR, IoT dan lain
sebagainya secara tidak langsung telah memberikan sebuah pesan nubuwat kepada
manusia dan negara bahwa sains atau revolusi industri 4.0 adalah ancaman masif atas
ideologi, sistem sosial, hukum dan manusia.
Maka karena itu pemerintah perlu menyusun upaya-upaya yang harus dilakukan
untuk menjawab tantangan di era revolusi industri 4.0, antara lain:27
25
Banu Prasetyo dan Umi Trisyanti, “Revolusi Industri 4.0 Dan Tantangan Perubahan Sosial”,
B Prasetyo, U Trisyanti - IPTEK Journal of Proceedings Series, 2018 - iptek.its.ac.id, di Unduh 18
Juni 2019
26
Ibid.
27
Murti Ningsih, “Pengaruh Perkembangan Revolusi Industri 4.0 Dalam Dunia Teknologi
Indonesia”,https://osf.io/pswmu/download/?format=pdf, di unduh 1 Juli 2019, hal 10
2. Menganalisa dampak pemanfaatan teknologi dalam jangka panjang,
terutama terhadap serapan tenaga kerja dan lingkungan hidup.
Walapun konsep revolusi industri 4.0 masih sangat awal, namun konsep ini
tidaklah premature. Laju perkembangan teknologi yang mendorongnya, membuat
para penggagasnya tidak bisa bersantai-santai. Hal ini membuat pemerintah AS dan
Uni Eropa membuat suatu kebijakan sebagai langkah untuk menghadapi tantangan
revolusi industri 4.0 yang disarikan oleh Prof. Sadiyoko sebagai berikut:28
1. Berikan ruang dan investasi bagi konsep revolusi industri 4.0 untuk
berkembang. Pemerintah harus percaya bahwa perkembangan revolusi
industri 4.0 akan memberikan dampak yang besar dan positif kepada
pertumbugan produktivitas nasional apabila disikapi dengan penuh hikmat
dan kebijaksanaan. Dukungan pemerintah pada lembaga penelitian dan juga
perguruan tinggi akan sangat membantu dalam proses perkembangan
revolusi industri 4.0 yang selaras dengan kondisi nasional.
2. Berikan pendidikan dan latihan bagi para pekerja dan calon pekerja,
pekerjaan masa depan. Revolusi industri 4.0 akan mengubah hampir semua
pola kerja dan keterampilan yang dibutuhkan oleh pasar tenaga kerja. Semua
pekerja dan juga calon pekerja perlu diberikan pelatihan yang sesuai
sehingga mereka mampu menyelaraskan diri dengan kemajuan teknologi.
Sikap untuk terus mau belajar harus ditanamkan dari dini sehingga mereka
tidak merasa bosan pada pekerjaan/keahlihaannya.
Sejarah adalah milik manusia (sapiens). Pernyataan ini mungkin berlaku dalam
beberapa abad sebelum abad 21 ini. Dalam abad 21 tidak demikian, karena pada abad
21 manusia menciptakan teknologi-teknologi terbarukan yang dipadukan dengan
penemuan sains yang spektakuler. Kedepan bukan tidak mungkin, sejarah akan
menjadi milik manusia super (deus) dan merekalah nanti yang akan menuliskan
sejarah kepunahan manusia, termasuk ideologi, sistem sosial, dan agama.
Namun hal tersebut masih bersifat prognosis, kemungkinan-kemungkinan dan
bukan merupakan sebuah risalah, jadi tidak heran apabila setiap negara maju dan
berkembang memberanikan diri untuk berspekulasi menerapkan progam revolusi
industri 4.0 untuk mendukung dan mensukseskan kinerja pemerintahan, pelaku
industri dan menambah efisiensi dari segi waktu dan sumber daya manusia.
Memang konsep revolusi industri sedang hits di Eropa Barat dan juga di negara
29
industri maju lainnya. Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Bagi Indonesia
adanya revolusi industri 4.0 harus disikapi dengan hati-hati dan diperhitungkan
secara matang. Kenapa harus hati-hati dan penuh perhitungan? Sebab revolusi
industri 4.0 berupaya meruntuhkan fondasi ideologi dan tata nilai di dunia tak
terkecuali Eropa dan negara maju lainnya. Revolusi industri mencoba memberikan
landscap terhadap manusia mengenai kemudahan-kemudahan yang dihasilkan dari
progam revolusi industri untuk memudahkan, mengefesienkan dan mengoptimalkan
kinerja dalam setiap lini kehidupan manusia.
Dalam perjalannya yang sudah lebih dari 73 tahun Pancasila telah dipergunakan
sebagai dasar ideologi negara masih tetap eksis dan selalu menjadi tempat kembali
dan rujukan kesepakatan jika terjadi konflik antar sesama warga negara bangsa.
Pancasila pernah dilawan atau dipertentangkan dan ingin diganti dengan ideologi lain
sebagaimana yang telah Penulis jelaskan diatas, baik melalui jalur inskonstitusional
seperti pemberontakan maupun melalui jalur konstitusional seperti berkontes melalui
pemilu dan berdebat di BPUPKI, PPKI, Konstituante, MPR hasil pemilu, Pancasila
selalu menang dalam menghadapi tantangan itu, itulah sebabnya ada semacam
kesepahaman umum bahwa Pancasila itu sakti atau azimat bangsa yang memberi
kesaktian.30
29
Ibid, hal. 26
30
Moh. Mahfud M.D, “Mengokohkan Ideologi Pancasila Menyongsong Generasi Z-Alpha”,
Naskan Pidato Yang Disampaikan Pada Kuliah Umum Di Universitas Soegiyopranoto, Semarang, 28
Oktober 2018, hal. 9
meruntuhkan sendi-sendi fondasi demokrasi, masyarakat demokrasi dibuat menjadi
masyarakat yang konsumerentisme dan negaranya dijadikan negara yang berorientasi
pada pasar dan pemodal.
31
Jika dilacak dari perkembangan sejarah generasi dan kebutuhannya masing-masing maka pada
saat ini kita sedang di dominasi oleh generasi milenial (Generasi Y) yang sudah mulai disusul oleh
generasi Z dan selajutnya Generasi Alpha. Generasi Alpha adalah generasi yang lahir tahun 2010
sampai dengan sekarang. Sekarang mereka ini sudah mulai hadir sebagai tunas-tunas bangsa. Mereka
ini lahir pada saat semakin berkembang pesat dan cepatnya teknologi informasi. Dalam usia yang
masih dini mereka sudah mengenal gadget, smartphone, dan berbagai kecanggihan teknologi. Orang
tua mereka juga sudah mulai ada pada masa-masa awal kecanggihan teknologi. Mereka sangat
terpengaruh oleh cara berpikir terbukam transpformatf, dan inovatif. Kebutuhan mereka sudah
semakin mudah dipenuhi oleh teknologi sehingga mulai ada kecenderungan mereka memenuhi
kebeutuhannya sendiri secara sangat instan tanpa bantuan dan basa-basi dengan orang lain, termasuk
dengan keluarganya sendiri. Ibid, hal. 10
32
Yuval Noah Harari, Op.Cit, hal. 481
manusia bukanlah hal yang baru. Lebih dari 2.000 tahun lalu para pemikir India,
China dan Yunani berpendapat bahwa diri individual adalah ilusi.33
Dalam abad ke-21, tiga perkembangan sains atau revolusi industri 4.0 akan
melakukan revisi atas tesis kehendak dan individual bebas manusia dengan dasar
bahwa manusia akan kehilangan kegunaan ekonomi dan militernya, karena itu sistem
ekonomi dan politik akan berhenti menempelkan nilai pada mereka, disamping itu
sistem akan terus menemukan nilai pada manusia secara kolektif, tetapi tidak pada
individu-individu unik dan sistem masih akan menemukan nilai pada individu-
individu unik tertentu, tetapi ini semua akan menjadi elite baru manusia super yang
sudah terbarukan, bukan massa populasi.34
Konsekuensi dari tiga perkembangan atas revolusi industri 4.0 adalah bahwa,
teknologi akan membuat manusia secara ekonomi dan militer tidak berguna, tidak
akan membuktikan bahwa liberalisme salah pada level filosofis, tetapi dalam praktik
akan sulit melihat bagaimana demokrasi, pasar bebas, dan institusi liberal bisa
35
bertahan menghadapi pukulan semacam itu. Sedangkan pada level ekonomi,
kemampuan untuk memegang palu atau menekan tombol menjadi semakin lebih tak
berguna ketimbang sebelum-sebelumnya, yang akan membahanyakan aliansi penting
antara liberalisme dan kapitalisme. Pada masa lalu, ada banyak hal yang hanya bisa
dilakukan oleh manusia. Namun sekarang, robot dan komputer semakin pintar dan
bisa segera mengungguli manusia dalam sebagian besar pekerjaan. Benar, komputer
berfungsi sangat berbeda dari manusia, dan tampaknya tidak mungkin bahwa
33
Yuval Noah Harari, 2018, Homo Deus: Masa Depan Umat Manusia, Tangerang: Pustaka
Alvabet, hal. 350
34
Ibid, hal. 352
35
Misalnya, dalam soal militer, dari masa Nebukadnezzar sampai ke masa Saddam Husein,
perang dilancarkan dengan jadwal organik. Diskusi-diskusi berlangsung berjam-jam, pertempuran-
pertempuran membutuhkan waktu berhari-hari, dan perang bisa molor sampai bertahun-tahun. Namun,
perang Cyber bisa berlangsung hanya beberapa menit. Ketika suatu Letnan yang berjaga di komando
Cyber menemukan sesuatu yang aneh sedang terjadi, dia bisa mengangkat telpon untuk menghubungi
atasannya, yang langsung memberi peringatan ke Gedung Putih. Sayang, saat Presiden meraih Headset
merahnya, mereka sudah kalah perang. Dalam beberapa detik saja, serangan Cyber yang cukup
canggih bisa memadamkan jaringan listrik Amerika Serikat, mengacaukan pusat-pusat kendali
penerbanganmya, menyebabkan banyak kecelakaan industri di instalasi-instalasi nuklir dan kimianya,
mengacaukan jaringan komukasi polisi, militer, dan intelijennya dan menghapus seluruh rekaman
finansial sehingga trilyunan dolar bisa lenyap tanpa jejak dan tak seorang pun yang memilikinya. Satu-
satunya yang membendung histeria publik adalah bahwa, dengan matinya internet, televisi, dan radio,
orang tidak akan menyadari magnitude keseluruhan bencana itu (Ibid, hal, 355)
komputer akan menjadi seperti manusia dalam waktu segera. Terutama sekali,
tampaknya komputer tidak akan segera memiliki kesadaran dan mulai
mengalamiemosi dan sensasi. Selama setengah abad terakhir sudah banyak sekali
kemajuan dalam kecerdasan komputer, tetapi masih benar-benar nol dalam hal
kesadaran.36
Proyek baru abad-21 atau sering disebut sebagai revolusi industri 4.0 bertujuan
untuk mendapatkan imortalitas, kebahagian dan keilahian serta juga bertujuan
melayani dengan memberikan berbagai macam kemudahan dan efesiensi bagi umat
manusia. Namun karena proyek-proyek ini lebih bertujuan melampaui ketimbang
melindungi norma, hasil yang lebih mungkin adalah menciptakan kasta baru manusia
super yang akan meninggalkan akal-akar liberalnya dan memperlakukan manusia
normal tak lebih baik dari perlakuan orang Eropa abad ke-19 terhadap orang Afrika.
Jika revolusi industri 4.0 membelah populasi manusia menjadi massa yang tak
berguna dan segelintir elite manusia super yang sudah terbarukan, atau jika otoritas
beralih sekaligus dari makhluk ke tangan alogritma-algoritma yang sangat pintar,
maka ideologi, agama, dan tatan sosial lainnya akan runtuh. Semua ini merupakan
paket revolusi industri 4.0 yang akan menantang Pancasila sebagai ideologi. Pada era
revolusi industri 4.0 Pancasila dengan segenap nilai yang melekat padanya harus
berhadapan dengan perkembangan sains dan teknologi beserta paradigma berpikir
36
Ibid, hal. 357
37
Beberapa ekonom memprediksi bahwa cepat atau lambat manusia yang terbarukan benar-
benar tak berguna. Termasuk generasi alpha itu sendiri. Robot dan printer 3D sudah menggantikan para
pekerja pada pekerjaan-pekerjaan manual seperti manufaktur baju, sementara algoritma-algoritma yang
sangat pintar akan mengerjakan hal yang sama pada korporasi-korporasi kerah putih. Pegawai-pegawai
bank dan agen-agen perjalanan, yang belum lama berselang tampaknya selamat dari otomatisasi, sudah
menjadi spesies yang terancam. Berapa banyak biro perjalanan yang kita butuhkan ketika kita bisa
menggunakan telepon pintar untuk membeli tiket pesawat dari algoritma? Demikian pula juga para
pialang saham, pengacara, dokter serta masih banyak profesi lainnya yang akan terancam oleh badai
otomatisasi ini (Ibid, hal. 359).
masyarakat Indonesia. Pertanyaannya sekarang, apakah perkembangan sains dan
teknologi di era revolusi industri dapat mempengarui paradigma berpikir masyarakat
Indonesia? Sains dan teknologi secara stimultan telah berevolusi menjadi suatu
ideologi dengan menawarkan kemudahan dan kecanggihan kepada manusia, dan
mengubah pola berpikirnya secara signifikan.
Kesimpulan
Gelombang revolusi industri 4.0 telah memberikan perubahan pada dunia secara
keseluruhan, hampir tak terkecuali di Indonesia, sebagai negara berkembang dengan
penuh kenyakinan menerima kedatangan gelombang revolusi 4.0 untuk
memaksimalkan sekaligus mendukung proses kemajuan baik dalam bidang industri,
pendidikan maupun pemerintahan. Pancasila bagi Indonesia adalah sebuah ideologi
yang bersifat terbuka. Sehingga Pancasila mudah beradaptasi dengan berbagai
ideologi yang masuk di Indonesia. Mulai dari komunisme, demokrasi, liberalisme,
islamisme dan lain sebagainya ini tidak membuat Pancasila kehilangan eksistensinya
justru Pancasila menjadi ideologi yang berada ditengah arus dari ideologi tersebut.
Daftar Pustaka
Buku
Yuval Noah Harari, 2017, Sapiens: Sejarah Ringkas Umat Manusia Dari Zaman
Batu Hingga Perkiraan Kepunahannya, Tangerang: Alvabet, hal. 490
Yuval Noah Harari, 2018, Homo Deus: Masa Depan Umat Manusia, Tangerang:
Pustaka Alvabet
Jurnal Ilmiah
Hoedi Prasetyo dan Wahyudi Sutopo, “Industri 4.0: Telaah Klasifikasi Aspek Dan
Arah Perkembangan Riset”, Jurnal Teknik Industri, (volume 13, Nomor 1,
Januari 2018)
Orasi Ilmiah
Internet
Banu Prasetyo dan Umi Trisyanti, “Revolusi Industri 4.0 Dan Tantangan Perubahan
Sosial”, B Prasetyo, U Trisyanti - IPTEK Journal of Proceedings Series, 2018 -
iptek.its.ac.id, di Unduh 18 Juni 2019