Anda di halaman 1dari 58

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia memiliki sumber daya alam berupa lautan yang sangat luas.

Dengan sumber daya alam tersebut diharapkan Indonesia mampu menghasilkan

produk kelautan yang melimpah berupa ikan dan biota laut lainnya. Akan tetapi

melihat aktifitas penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan di perairan

Indonesia membuat beberapa ekosistem laut Indonesia menjadi rusak sehingga

hasil tangkapan ikan berkurang.

Berkurangnya hasil penangkapan ikan ini membuat sebagian masyarakat

Indonesia beralih untuk melakukan budidaya ikan di daratan. Komoditas ikan

yang sering dibudidayakan oleh sebagian masyarakat Indonesia adalah dari jenis

ikan air tawar seperti Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Ikan Nila merupakan

jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas

penting dalam bisnis ikan air tawar dunia ( Sucipto, dalam Noerkhaerin, 2010).

Budidaya Ikan Nila di Provinsi Jambi banyak dilakukan di Sungai Batanghari

dengan sistem keramba jaring apung. Hal ini dilakukan karena cara pembuatannya

mudah dilakukan. Akan tetapi kendala yang dihadapi petani saat ini adalah

tingginya kematian Ikan Nila. Hal ini disebabkan oleh serangan bakteri

Streptococcus agalictiae yang menyerang pada Ikan Nila.Gejalanya adalah sering

muncul abonormalitas pada mata (Exopthalmia,Opacity dan Purulens) dan

kehilangan keseimbangan (Whirling disease). Apabila serangan akut terjadi, maka

akan terjadi kematian yang diduga karena adanya toksin, kehilangan cairan pada

saluran pencernaan dan tidak berfungsinya sebagian organ (Dwinanti, et al.,

2011). Oleh karena itu sebelum ikan terkena penyakit tersebut cara yang paling

efektif dilakukan adalah dengan tindakan preventif atau pencegahan

1
Salah satu cara efektif untuk pencegahan adalah dengan membuat kekebalan

spesifik pada ikan melalui pemberian vaksin. Hal ini karena vaksin dapat

merangsang kekebalan spesifik dan kekebalan yang timbul relatif tinggi. Vaksin

DNA dapat dijadikan sebagai vaksin alternatif karena kelebihannya yang dapat

memperbaiki beberapa kelemahan vaksin tradisional (vaksin hidup dan vaksin

mati) seperti resiko terjadinya infeksi (Hirono dalam Nuryati2010). Diharapkan

setelah dilakukan vaksinasi maka Ikan Nila dengan sendirinya akan resisten

terhadap jenis penyakit tersebut.

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui respons imun

benih Ikan Nila terhadap Vaksin Streptococcus agalctiae melalui pakan.

1.3 Manfaat

Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah

1. Menekan angka kematian benih Ikan Nila yang disebabkan oleh bakteri

Streptococcus agalictiae

2. Meningkatkan produksi Ikan Nila

3. Meningkatkan pendapatan pembudidaya Ikan Nila

1.4 Hipotesis

H0 : Tidak ada pengaruh penggunaan vaksin Streptococcus agalactiae melalui


pakan terhadap respons imun benih Ikan Nila

H1 : Ada pengaruh penggunaan vaksin Streptococcus agalactiae melalui


pakan terhadap respons imun benih Ikan Nila

2
II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila

Ikan Nila berasal dari daerah Afrika bagian timur seperti di bawah sungai

Nil, Danau Tangayika, Nigeria yang pada awal perkembangan Ikan Nila masih

digolongkan dalam kelompok Tilapia. Dalam perkembangannya para taksonom

menggolongkan ikan ini ke jenis Sarathrodon niloticus atau kelompok Tilapia

yang mengerami telur dalam ikan betina yang disebut Mouth Breeder. Nama Ikan

Nila diambil dari tempat asalnya yaitu sungai Nil (Satyani,,dalam Rehulina,2012).

Satyani dalam Rehulina, (2012) menjelaskan bahwa Ikan Nila

diklasifikasikan sebagai berikut :

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Pernoprophi

Sub Ordo : Perchoidae

Famili : Chicildidae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus.

Selama ini Ikan Nila dikenal sebagai jenis ikan yang cepat tumbuh, teknik

budidayanya relatif mudah serta relatif tahan terhadap penyakit. Dengan demikian

Ikan Nila diharapkan dapat menjadi primadona budidaya ikan air tawar sebagai

pemasok protein hewani bagi masyarakat Indonesia. Kecenderungan tersebut

dapat dilihat dari peningkatan produksi yang tinggi dari tahun 2007 hingga tahun

3
2011 yaitu 206.904 ton menjadi 481.440 ton pertahun (Kelautan dan Perikanan

dalam Angka, 2011).

Ikan Nila memiliki bagian tubuh yang memanjang ramping dan relatif

pipih. Sisiknya besar dan kasar, bentuknya ctenoid, gurat sisi terputus-putus di

bagian tengah badan ikan ( Gambar 1). Warna sisik abu-abu kecoklatan (nila

hitam) dan putih atau merah (nila merah). Posisi mulut terletak di ujung mulut dan

terminal. Pada sirip punggung terdapat jari-jari sirip punggung yang keras dan

garis-garis vertical yang bulat dan berwarna kemerahan. (Suyanto, dalam

Rehulina, 2012).

Gambar 1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Ikan Nila memiliki ciri pada tubuh secara fisik perbandingannya adalah

2:1 antara panjang dan tinggi. Sirip punggung dengan 16-17 duri tajam dan 11-15

duri lunak dan pada bagian anal terdapat 3 duri dan 8-11 jari-jari. Tubuh berwarna

kehitaman atau keabuan dengan beberapa pita hitam belang yang semakin

memudar atau samar-samar kelihatan pada saat ikan dewasa. (Satyani, 2001

dalam Rehulina 2012).

4
Cara membedakan antara jantan dan betina dapat dilihat melalui bentuk

dan alat kelamin yang ada pada bagian tubuh ikan. Ikan jantan memiliki sebuah

lubang kelamin yang bentuknya memanjang dan menonjol. Berfungsi sebagai alat

pengeluaran sperma dan air seni. Warna sirip memerah, terutama pada saat

matang gonad. Ikan betina memiliki dua lubang kelamin di dekat anus, berbentuk

seperti bulan sabit dan berfungsi untuk keluarnya telur. Lubang yang kedua

berada di belakang saluran telur dan berbentuk bulat dan berfungsi sebagai tempat

keluarnya air seni (Hans dalam Rehulina,2012).

2.2 Ekosistem Ikan Nila

Ikan Nila banyak hidup di daerah sungai dan danau. Ikan Nila sangat

cocok dengan dipelihara pada perairan yang tenang, kolam atau reservoir. Ikan

Nila merupakan ikan tropis yang hidup pada perairan hangat yang berasal dari

benua Afrika dan memiliki sifat cepat tumbuh dan berkembang biak pada umur

masih muda, sekitar 3.6 bulan (khoironi dalam Rehulina, 2012).

Dilihat dari segi makanannya Ikan Nila termasuk jenis ikan omnivore

dimana pada habitat aslinya ikan ini memakan semua jenis makanan seperti

fitoplankton, zooplankton, perifiton, tumbuhan air yang lunak dan cacing. Ikan

nila akan memperlihatkan pertumbuhan yang baik apabila diberi pakan dengan

formasi seimbang yang didalamnya terkandung protein,karbohidrat,

lemak,vitamin dan mineral (Noerkhaerin, 2010)

2.3. Bakteri Streptococcus agalictiae

2.3.1 Klasifikasi Streptococcus agalactie

Wijayani dalam Lehmann and Neumann, 1896 menyebutkan bahwa

klasifikasi bakteri Streptococcus agalactiae adalah sebagai berikut :

5
Kingdom : Bacteria

Filum : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Ordo : Lactobacillales

Family : Streptococcacea

Genus : Streptococcus

Spesies : Streptococcus agalactie

Gambar 2. Bakteri Streptpcoccus

2.3.2. Morfologi

Streptococcus agalactiae adalah sel eferis, coccus tunggal berbentuk

batang atau ovolid fan tersusun seperti rantai.Coccus membelah pada bidang yang

tegak lurus sumbu panjang rantai. Panjang rantai bervariasi dipengaruhi oleh

faktor lingkungan. Streptoccus agalactiae merupakan bakteri gram positif, namun

pada biakan yang lama dan bakteri yang mati Streptococcus agalactiae akan

kehilangan gram positifnya dan terlihat seperti gram negatif. (Jawets dkk, 2007)

6
2.3.3. Bakteri Streptococcus agalactiae Pada Ikan

Penyakit Streptococcus agalactiae pada ikan pertama kali dilaporkan

menyerang budidaya ikan rinbow trout pada tahun 1957 di Jepang, sedangkan

pada ikan air tawar pertama kali ditemukan pada ikan golden sea bream. Saat ini

streptococcosis menyerang budidaya Ikan Nila hampir di setiap negara Asia

seperti di Cina, Vietnam, Filipina, Thailand dan Indonesia sedangkan di negara

Amerika Latin ditemukan di Ekuador, Honduras, Meksiko dan Brazil (Dwinanti,

et al., 2011).

Sejalan dengan perkembangan budidaya ikan nila yang makin intensif

dalam mendukung program industrialisasi perikanan budidaya, masalah penyakit

telah menjadi salah satu kendala yang harus mendapatkan perhatian serius dalam

pengembangan budidaya nila di Indonesia Strepococcosis (sindrom radang otak

dan slaput otak) dan Panophthalmitis (radang mata) merupakan penyakit yang

terjadi pada budidaya Ikan Nila yang berdampak pada tingkat kematian ikan 30-

80% (Evan,et al.,dalam Purwaningsih 2011).

Purwaningsih (2011) menyebutkan bahwa kasus Streptococcosis

dibeberapa sentra budidaya Ikan Nila umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri

streptococcus agalictiae sebanyak (80%) dan S. Iniae (25%). Gejala umum

seperti lemah, warna tubuh gelap, hilang nafsu makan, hilang keseimbangan,

bilateral exopthalmia dengan kornea mata berwarna pucat, pendarahan pada

bagian eksternal serta luka. Selanjutnya dikatakan bahwa secara laboratoris,

infeksi S.agalactiae pada ikan Nila bersifat akut, Sedangkan infeksi S. Iniae lebih

bersifat kronis. Fakta tersebut mengindikasikan bahwa bakteri S.agalactiae lebih

berpotensi sebagai penyebab penyakit streptoccosis yang lebih serius pada tingkat

budidaya.

7
Evans,et al., (2008) menerangkan bahwa penularan penyakit ini dapat

terjadi melalui persinggungan dengan ikan sakit. Gejala yang ditimbulkan

tergantung pada tingkat serangan, yaitu akut dan kronis. Pada tingkat kronis,

gejala yang nampak yaitu adanya memar seperti luka dipermukaan tubuh, bercak

merah pada sirip, berenang lambat, sering berada di dasar akuarium dan

menyebabkan nafsu makan menurun. Gejala lain yang sering muncul

abonormalitas pada mata (exopthalmia, Opacity dan Purulens) dan kehilangan

keseimbangan (whirling disease). Apabila serangan akut terjadi, maka akan terjadi

kematian yang diduga karena adanya toksin, kehilangan cairan pada saluran

pencernaan dan tidak berfungsinya sebagian organ. Streptococcus agalactie

menyebabkan meningoenchephalitis dan septikemia pada ikan. Organ target yang

diserang adalah bagian otak (Cerebellum) dimana terjadi degenerasi dan nekrosa

di bagian kranial dan terjadi kongesti (pembendungan) pada pembuluh darah

otak belakang. Sedangkan pendarahan juga terjadi pada jaringan dalam organ.

Penyebaran S. agalactiae ke dalam organ ikan melalui darah, dimana bakteri ini

masuk kedalam aliran darah, dapat tumbuh dan berkembang serta menyebar

melalui darah (Hardi, 2011).

Pada mulanya, antibiotik digunakan untuk mengatasi penyakit

streptococcosis. Namun penggunaan antibiotik memiliki efek samping karena

dapat meningkatkan resistensi bakteri tersebut terhadap antibiotik. Beberapa

antibiotik juga sudah dilarang penggunaannya di berbagai negara karena dapat

mencemari lingkungan. Oleh karena itu diperlukan tindakan alternatif untuk

menanggulangi penyakit ini. Salah satu alternatif untuk mencegah penyakit

streptococcosis adalah dengan penggunaan vaksin (Ellis dalam Febransya 2014).

8
2.4. Sistem Imun Pada Ikan

2.4.1 Prinsip Dasar Kekebalan

Sistem kekebalan pada ikan terbagi atas sistem pertahanan non spesifik

dan sistem pertahanan spesifik. Proses pertahanan tubuh yang sederhana

ditampilkan oleh organisme sebagai bentuk pertahanan dengan mengandalkan

struktur fisik, kerja mekanik alat pertahanan dan pengeluaran substansi kimiawi

yang sangat sederhana, namun sangat penting sebagai wujud pertahanan non

spesifik. Ketika ikan mengalami infeksi mikroba pathogen, mekanisme

kekebalan non spesifik akan bekerja untuk menghentikan proses infeksi

tersebut. Jika mekanisme tersebut tidak bekerja efektif, maka infeksi akan

berlanjut dan mampu menimbulkan gejala klinis penyakit. Pada saat itu sistem

kekebalan spesifik mulai terjadi, dan jika ikan mampu bertahan hidup maka

ikan akan terbentuk anti bodi spesifik ada gen infeksi pada level titel protektif

dan terbentuk pula sel-sel memori. Jika terjadi terinfeksi oleh agen penyakit

sejenis, maka ikan tersebut akan kebal, mampu menahan infeksi karena

respon kekebalan skunder akan terjadi, sebagai efek booster. Sistem kekebalan

tubuh ada 2 jenis yaitu :

1. Sistem Kekebalan Non Spesifik

Kekebalan non spesifik adalah sistem pertahanan tubuh yang berfungsi

untuk melawan segala jenis pathogen yang menyerang dan bersifat alamiah.

Kekebalan spesifik merupakan immunitas bawaan (innate immunity) yaitu respon

perlawanan terhadap zat asing yang dapat terjadi walaupun tubuh

sebelumnya tidak pernah terpapar oleh zat tersebut.

Sistem kekebalan non sepesifik mencakup pertahanan pertama dan

pertahanan kedua. Pertahanan pertama yaitu pertahanan fisik meliputi sisik,

9
kulit dan mukus. Mukus memiliki fungsi menghambat kolonisasi

mikroorganisme pada kulit, insang dan mukosa. Mukus ikan mengandung

imunoglobulin alami dan bukan sebagai respon dari pemaparan anti gen.

imunoglobulin merupakan anti bodi yang dapat menghancurkan pathogen yang

menyerang tubuh. Adapun sisik dan kulit berperan dalam melindungi ikan dari

kemungkinan luka dan sangat penting peranananya dalam pengendalian

osmoralitas tubuh. Kerusakan pada sisik atau kulit dapat mempermudah

pathogen menginfeksi inang.

2. Sistem Kekebalan Spesifik

Ada beberapa substansi sel dan organ yang berperan dalam sistem

pertahanan tubuh suatu organisme.Elemen-elemen tersebut sering disebut

dengan sistem kekebalan (Immune system). Organ yang termasuk dalam sistem

kekebalan adalah sistem “ Raticulo Endothelial”. Limfost, Plasmosit dan Fraksi

seru protein tertentu.

Sel yang berperan dalam sistem tanggap kebal terdiri dari dua jenis sel

limfosit yaitu limfosit-B dan limfosit-T. Aktifitas yang pasti dari sel-T pada ikan

belum banyak diketahui tapi yang jelas peran utamanya adalah sistem

kekebalan seluler dan biasanya disebut dengan imun perantara sel (Sel mediated

immunity) Sel B berperan dalam memproduksi imunoglobulin diproduksi oleh

tertentu pada limpa dan mungkin juga pada organ hati (Supriyadi et al, 1997).

2.4.2 Faktor Yang Berperan Pada Sistem Kekebalan Tubuh Ikan

Faktor yang dapat mempengaruhi respon kekebalan tubuh pada ikan

antara lain :

10
1. Suhu

Ikan merupakan hewan poikilotermik Proses fisiologi yang terjadi dalam

tubuh ikan sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungannya. Sebagian besar

mekanisme pertahanan tubuh adalah sangat tergantung pada suhu dan berkembang

lebih cepat pada suhu lingkungan yang optimal untuk organisme yang

bersangkutan. Suhu rendah diketahui sebagai faktor pembatas dalam proses

metabolisme organisme termasuk proses induksi kekebalan tubuh. Namun

demikian, suhu yang terlalu tinggi juga dapat menekan fungsi kekebalan tubuh.

Proses rekasi anti gen – anti body yang dimulai dengan celluler co-operation antar

sel makrofag dengan sel limfosit adalah sangat dipengaruhi oleh suhu. Fungsi

normal sel limfosit ikan sangat tergantung pada adaptasi homoviscois darikondisi

lipid membran sel, dan juga terhadap aktifitas membrane-associated receptors

dengan enzyme. Beberapa hasil kajian juga telah membuktikan bahwa respon

kekebalan tubuh (CMI dan Humoral) ikan relatif lambat pada suhu rendah

(Moekti. 1997).

2. Kondisi Stres

Stres sangat berpengaruh terhadap status kesehatan ikan.Stress dapat

disebabkan oleh faktor biologis, kimia maupun fisik. Respon stress akan diikuti

dengan penurunan kadar limfosit dalam darah dan juga dalam organ-organ

limfoid (Moekti, 1997).

Beberapa respon yang terjadi apabila ikan mengalami tekanan : (1).

Peningkatan gula darah akibat sekresi hormon dari kelenjar adrenalin. Persediaan

gula seperti glykogen dalam hati dimetabolisme sebagai persediaan energi untuk

emergensi. (2). Osmoregulai kacau akibat perubahan metabolisme mineral, pada

kondisi tersebut ikan air tawar cenderung mengabsorsi air dari lingkungan (Over-

11
hydrate). Ikan air laut cenderung kehilangan air dari dalam tubuh (Hydrate).

Kondisi ini perlu energe ekstra untuk memelihara keseimbangan osmoregulasi.

(3). Pernafasan meningkat, tensi darah meningkat, dan persediaan sel darah

merah direlease kesistem resirkulasi, dan (4). Respon inflamasi ditekan oleh

hormon yang dikeluarkan dari kelenjar adrenalin.

3. Polutan dan Logam Berat

Unsur-unsur polutan dan logam berat diketahui memiliki potensi yang

besar terhadap sistem kekebalan tubuh, dengan akibat yang sangat variatif

tergantung pada jenis kualitas dan kuantitas dari polutan atau logam berat

tersebut. Obat-obatan atau bahan kimia antibiotik juga dapat berperan sebagai

unsur immunosupressive (menekan sistem kerja imun).

Jenis bahan kimia tertentu (pestisida, insektisida, pollutan limbah industri,

limbah rumah tangga dll) dapat menyebabkan ikan sakit dengan berbagai kondisi.

Kolam-kolam ikan didaerah dataran rendah, umumnya memperoleh sumber air

dari aliran sungai yang melewati daerah pemukiman, daerah industri atau daerah

pertanian.Sebelum masuk kekolam budidaya air tersebut membawa segal limbah

eksternal yang terkandung didalamnya. Limbah tersebut dapat berupa padatan

terlarut hasil pengikisan atau erosi tanah permukaan akibat pengelolaan lahan

yang kurang baik atau unsur-unsur kimia yang berbahaya bagi kehidupan ikan,

terutama logam berat.

Logam berat berbahaya bagi kehidupan ikan karena sifat toksitisasnya,

berturut-turut antara lain Hg, Cd, Cu, Zn, Ni, Pb, Cr, Al dan Co. Sifat racun dari

masing-masing logam berat tersebut dapat meningkat apabila komposisi ion-ion

didalam air terdiri dari jenis ion-ion yang sinergetik, dan sebaliknya melemah

apabila kandungan ion-ion tersebut bersifat antagonistik. Nilai pH air juga

12
berpengaruh pada tingkat kelarutan ion-ion logam, umumnya kelarutan dan

aktifitas ion logam akan meningkat pada pH air yang rendah.Sebagai gambaran

pengaruh unsur Hg terhadap ikan dapat meracuni sistem syaraf ikan, dan unsur Cd

bersifat cyto-toksi terhadap jaringan insang ikan.

Kontaminasi ringan unsur logam berat di lingkungan perairan akan

dideposit oleh ikan-ikan induk kemudian dkonsenterasikan dalam minyak ynag

tersimpan dalam telur-telur mereka. Kontaminasi demikian pada akhirnya akan

mematikan telur-telur tersebut pada saat berkembang sebelum menjadi larva, dan

lain-lain.

4. Keseimbangan Nutrisi

Kecakupan pakan (kualitas dan kuantitas) sesuai dengan kebutuhan optimal

ikan sangat berpengaruh terhadap sistem kekebalan tubuh ikan. Kondisi ini juga

sangat nyata terhadap optimalisasi pertumbuhan serta menjamin kualitas pangan

asal ikan bagi kebutuhan konsumsi manusia.

5. Mikro Nutrien

Anti oksidan seperti vitamin c dan vitamin e (a-tocopherol) dan unsur

imunostimulan lainnya seperti glukan, lipopolisakarida, dll. Dimana materi

biologis tersebut telah terbukti dapat meningkatkan daya tahan tubuh ikan

terutama sistem pertahanan non spesifik. Unsur-unsur imunostimulan tersebut

telah terbukti sangat potensial sebagai unsur yang memiliki pengaruh sangat baik

terhadap sistem kekebalan tubuh ikan apabila diberikan pada dosis yang tepat dan

berkelanjutan. Kandungan unsur karotin dalam diet pakan ikan juga

menunjukkan pengaruh yang baik terhadap status kesehatan ikan, terutama ikan-

ikan berpigmen

13
6. Immunomodulators

Adjuvant merupakan unsur yang apabila dicampur dengan anti gen untuk

keperluan vaksinasi akan meningkatkan efektivitas vaksin (meningkatkan level

respon kekebalan spesifik), dan juga akan melipat gandakan produksi sel-sel

fungsional yang berperan dalam sistem kekebalan non-spesifik. Umumnya

unsur adjuvant berperan sebagai materi yang dapat memperlambat proses

pelepasan antigen, sehingga antigen akan kontak lebih lama dengan sel

makrofag dan limfosit, sehingga akan meningkatkan kualitas respon kekebalan

spesifik (antibodi) yang dihasilkannya. Prinsip pemberian unsur adjuvant ke

dalam vaksin adalah untuk tujuan tersebut.

Seperti halnya mikronutrien, beberapa unsur yang bersifat

immunostimulator seperti vitamin c dan vitamin E ( a-tocopherol) dan unsur

immunostimulan lainnya seperti glukan, lipopolisakarida, muramil peptida dll,

juga telah terbukti sangat bermanfaat sebagai unsur immunomodulator terutama

sistem pertahanan non-spesifik (Supriyadi et al,1997).

2.5. Darah

Pemeriksaan darah penting untuk membantu peneguhan diagnosa

suatu penyakit. Darah akan mengalami perubahan yang serius khususnya

apabila terkena penyakit infeksi. Pemeriksaan darah dapat digunakan sebagai

indikator tingkat keparahan suatu penyakit (Bastiawan et al., 2001). Parameter

darah yang dapat diamati diantaranya adalah nilai hematokrit, konsentrasi

haemoglobin, jumlah eritrosit (sel darah merah), dan jumlah leukosit (sel darah

putih).

Peningkatan kekebalan tubuh pada ikan sehat yang berpotensi karier

maupun ikan terinfeksi virus dapat dilakukan melalui pemeriksaan jumlah sel

14
darah dan differensiasi Leukosit (Malole 2006). Menurut Malole (2006) ikan

yang mengalami serangan penyakit akan meningkatkan kekebalan tubuhnya

dengan memperbanyak sel darah putih sehingga konsentrasi darah putih akan

meningkat dari kadar normal. Sedangkan penghitungan komposisi sel darah putih

dapat digunakan untuk diagnose awal serangan penyakit ikan dengan hipotesa

sebagai berikut :

1. Apabila terdapat banyak lymposit dan monosit maka dicurigai ikan tersebut

terinfeksi virus;

2. Apabila terdapat banyak eosinofil ikan dicurigai terinfeksi parasit;

3. Apabila terdapat banyak netrofil ikan dicurigai terinfeksi bakteri;

4. Apabila terdapat banyak basofil ikan dicurigai terinfeksi jamur (Malole,

2006).

Darah adalah jaringan yang tersusun dari sel-sel yang disirkulasikan

dalam bentuk medium cair, plasma dan pada beberapa invetrebrata disebut

haemolymph. Darah berfungsi mendistribusikan oksigen, sari makanan dan sisa-

sisa produk buangan (eksetori) ke seluruh, antar dan dari jaringan-jaringan dan

organ tubuh. Darah disirkulasikan oleh aktivitas otot-otot di pembuluh darah dan

jantung (Murwantoko, 2007). Sel darah terdiri dari dua komponen utama yaitu sel

darah merah dan sel darah putih.

Pada ikan, penelitian tentang profil darah lebih banyak dikaitkan dengan

timbulnya sistem kekebalan tubuh karena adanya suatu perlakuan seperti

pemberian hormon dan immunostimulan. Jumlah sel darah merah pada ikan

teleostei adalah 1,05-3 x 106sel/mm3 dan jumlah sel darah putih adalah 15.000-

300.000 sel/mm3. (Irianto 2005) . Jumlah sel darah sangat bervariasi tergantung

species dan kondisi kesehatan ikan dalam species tersebut.

15
Pada ikan-ikan musim empat seperti rainbouw trout jumlah sel darah

merah berkisar antara 0,77 hingga 1,58 x 106 sel/mm3 dan jumlah sel darah putih

antara 7,8-20,9 x 106 sel/mm3, dengan komposisi sel darah merah dan sel darah

putih pada ikan normal antara 96-98% : 2-3,5%. Pemeriksaan profil darah untuk

mengetahui serangan patogen dimungkinkan karena menurut Malole (2006)

walaupun ikan adalah vertebrata yang paling primitif tetapi memiliki sistem

immun untuk melindungi diri terhadap infeksi. Ikan-ikan yang hidup di

lingkungan hangat (warm environment) membutuhkan respons imun yang sangat

sempurna karena semua agen patogen pada ikan yaitu partikel virus, bakteri,

fungi, toxin dan parasit mengandung antigen. Sedangkan menurut Wuryastuti

(1998), pemeriksaan darah pada ikan merupakan salah satu prosedur yang dapat

mempunyai arti penting terutama dalam meyakinkan diagnosis dan membantu

prognosis.

2.5.1. Sel darah merah (Eritrosit)

Sel darah merah atau eritrosit merupakan sel-sel yang berinti dan

mengandung pigmen warna haemoglobin (protein berpigmen merah). Eritrosit

bertugas untuk mendistribusikan gas-gas terutama oksigen ke seluruh bagian

tubuh. Molekul oxygen dibawa dalam molekul haemoglobin dalam sel. Eritrosit

pada ikan terdiri dari dua kelompok yaitu eritrosit yang sudah matang (mature

erythrocyte) yang berbentuk memanjang, bulat panjang atau oval dengan inti

terletak di tengah dan eritrosit yang belum matang (immature eryhtrocyte) biasa

juga disebut polychromatocytes yang berbentuk lebih membulat, dengan inti sel

yang lebih besar.

Jumlah eritrosit pada ikan sangat bervariasi tergantung pada species dan

kondisi kesehatan ikan dalam species tersebut, sebagai contoh pada ikan

16
Rainbouw Trout (Oncorhynchus mykiss) jumlah eritrosit berkisar antara 0.77

hingga 1.58 x 106 sel /mm3. Sedangkan komposisi eritrosit dalam darah Ikan Sea

Bass (Dicentrarchus labrax) adalah sebanyak 96.5%, pada Ikan White Bream

(Diplodus sargus) sebanyak 96.5% dan pada Ikan Saupe (Sarpa salpa) sebanyak

98%.Menurut Royan et al. (2014),jumlah normal eritrosit ikan teleostei adalah

1,05 x 106– 3,0 x 106 sel/mm3(Irianto,2005). Jumlah eritrosit yang tinggi

menandakan bahwa ikan dalam keadaan stres sedangkan rendahnya eritrosit

merupakan indicator terjadinya anemia.

Ukuran eritrosit bervariasi antara 10-15μm atau 8-12 μm dengan jumlah

sel yang immatur relatif sedikit dibanding sel yang mature.

2.5.2. Sel Darah Putih ( Leukosit )

Leukosit ikan merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh yang

bersifat non spesifik. Leukosit beredar dalam berbagai tipe di saluran darah.

Leukosit beredar lebih sedikit jumlahnya dibanding sel darah merah, namun

dalam keadaan infeksi bakteri, netrofil akan meningkat dengan hebat. Sedangkan

pada infeksi viral jumlah netrofil menurun dan limposit meningkat. Menurut

Blaxhall (1972 dalam Hendriyanto, 2007) Perubahan nilai leukosit dan hitungan

jenis leukosit dapat dijadikan indikator adanya penyakit infeksi tertentu yang

terjadi pada ikan. Leukosit umumnya terdapat dalam aliran darah biasa

dikelompokkan menjadi granulosit dan agranulosit Granulosit ditandai dengan

adanya granula yang khas dalam sitoplasmanya.

Berdasarkan reaksinya terhadap pewarnaan, terdapat tiga jenis granulosit

yaitu : netrofil, eosinofil dan basofil. Netrofil granularnya halus dan bening (tidak

menyerap warna). Eosinofil granularnya kasar berwarna merah (menyerap warna

asam) dan basofil granular agak lebih halus dari eosinofil warna biru (menyerap

17
basa). Granulosit pada ikan berbeda dengan mamalia. Tiap spesies ikan

menunjukkan variasi bentuk dan reaksi pewarnaan sehingga sampai saat ini belum

dapat ditetapkan nomenklaturnya. Namun berdasarkan morfologi dan kesamaan

fungsinya dengan mamalia, granulosit ikan masih digolongkan menjadi neutrofil,

eosinofil & basofil.

Sedangkan agranulosit meliputi limfosit dan monosit. Limfosit intinya

lebih besar dibandingkan dengan sisa sitoplasmanya adalah limfosit besar

sedangkan limfosit kecil intinya kecil daripada sisa sitoplasmanya dan untuk

monosit ukurannya relatif lebih besar dan intinya tunggal seperti kacang. Limfosit

yang intinya lebih besar dibandingkan dengan sisa sitoplasmanya adalah limfosit

besar, sedangkan limfosit kecil intinya kecil daripada sisa sitoplasmanya (VI-3-9).

Lymposit merupakan sel-sel respon pertahanan tubuh terpenting pada ikan dan

diklasifikasikan dalam 2 sub-klas yaitu Sel T dan Sel B. Sel B mempunyai

kemampuan untuk bertranformasi menjadi sel plasma yaitu sel yang memproduksi

antibodi. Sedangkan sel T sangat berperan dalam mengontrol respon imun.

Monosit ukurannyarelative lebih besar dan intinya tunggal seperti kacang (VI-3-

11). Monosit berperan penting sebagai fagosit utama yang menghancurkan

pathogen

Penghitungan jumlah sel darah dilakukan pada kamar hitung Neubaeur

dengan menggunakan cairan pengencer Hayem untuk sel darah merah dan Turk

untuk sel darah putih. Darah ikan diambil dengan spuit yang telah diberi

antikoagulan, kemudian dihisap dengan pipet pengencer sampai ke batas tera

(0,5). Tambahkan cairan pengencer Hayem atau Turk kemudian hisap sampai

batas tera 101 untuk sel darah merah dan 11 untuk sel darah putih. Homogenkan

cairan dalam pipet dengan cara membuat gerakan bolak balik seperempat

18
lingkaran atau gerakan angka delapan, posisi pipet mandatar. Kemudian teteskan

cairan ke ujung kaca penutup pada kamar hitung, biarkan sampai sel darah

mengendap dengan sempurna dan lihat di mikroskop.

Penghitungan dapat dilakukan apabila penebaran sel telah merata. Sel

darah merah dihitung pada kotak-kotak yang terdapat ditengah kamar hitung,

yaitu pada empat kotak pojok dan kotak tengah sedangkan sel darah putih

dihitung pada 4 x 16 kotak yang terdapat di empat sudut kamar hitung. Hasil

Penghitungan Akhir (HPA) jumlah sel darah merah : n x 10.000 dihitung sebagai

jumlah per ml3. sedangkan HPA sel darah putih n x 40 dihitung sebagai jumlah

per ml3.

Untuk melakukan differensiasi leukosit digunakan metoda preparat ulas

darah dan diberi pewarnaan giemsa. Darah dengan atau tanpa antikoagulan

diteteskan di atas objek glass, kemudian diratakan dengan menggunakan ujung

objek glass lainnya ke sepanjang permukaan objek glass dan biarkan kering.

Fiksasi pada methanol selama 5 menit dan biarkan kering, kemudian rendam

dalam giemsa 10% selama 30-60 menit, angkat dan keringkan. Cuci dengan

aquades atau alir mengalir dan keringkan. Tetesi dengan immersi oil, amati di

mikroskop. Masing-masing jenis darah putih dihitung pada area tepi ulas darah.

Penghitungan dilakukan hingga sel darah ke-100. Kemudian masing-masing darah

dipersentasekan.

Kisaran normal leukosit ikan Nila 20.000 sel/mm3-150.000 sel/mm3.

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah leukosit adalah kondisi dan kesehatan

tubuh ikan. Leukosit merupakan sel darah yang berperan dalam sistem kekebalan

tubuh. Leukosit membantu membersihkan tubuh dari benda asing, termasuk

infeksi patogen melalui sistem tanggap kebal dan respon lainnya. Leukosit dapat

19
digunakan sebagai penanda adanya infeksi dalam tubuh. Tubuh akan

memproduksi lebih banyak leukosit ketika ada benda asing yang masuk kedalam

tubuh (Matofani, dkk.,2013).

2.5.3. Hemoglobin

Hemoglobin (Hb) berfungsi mengikat oksigen yang kemudian akan

digunakan untuk proses katabolisme sehingga dihasilkan energy (Bastiawan et al

2001). Kemampuan mengikat oksigen dalam darah tergantung pada jumlah

hemoglobin yang terdapat pada sel darah merah. Rendahnya kadar Hb

menyebabkan laju metabolism menurun dan energi yang dihasilkan menjadi

rendah. Hal ini menyebabkan ikan lemah dan tidak memiliki nafsu makan serta

terlihat di dasar perairan atau menggantung di bawah permukaan air.

Menurut Salasia et al. (2001), kadar hemoglobin kan nila berkisar 5,05-

8,33 g/dl. Kadar hemoglobin yang rendah berdampak pada jumlah oksigen yang

rendah pula didalam darah. Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya kadar

hemoglobin. Kadar hemoglobin dibawah kisaran normal mengindikasikan

rendahnya kandungan protein pakan, defisiensi vitamin dan kualitas air buruk atau

ikan mandapat infeksi.

2.5.4. Hematokrit

Hematokrit dalah presentasi eritrosit dalam darah (Guyton, 1997 ).

Hematokrit digunakan untuk mengukur perbandingan antara eritrosit dengan

plasma, sehingga hematokrit memberikan rasio total eritrosit dengan total darah

dalam tubuh. Nilai hematokrit dipengaruhi oleh ukuran dan jumlah eritrosit (

Ganong, 1995). Nilai hematokrit pada ikan teleostei berkisar antara 20 -30%

dan pada ikan laut bernilai sekitar 42% (Bond, 1979). Presentase nilai hematokrit

ikan lele ( Clariasspp) normal berkisar antara 30,8 -45,5% (Angkaet

20
al.,1985). Nilaihematokrit secara langsung berhubungan dengan jumlah eritrosit

dan konsentrasihemoglobin (Swenson, 1977). Nilai hematokrit di bawah 30%

menunjukan adanyadefisiensi eritrosit (Nabib dan Pasaribu ,

1989).Amlacher (1970) melaporkan bahwa selain infeksi bakteri, nafsu

makan juga berpengaruh pada jumlah eritrosit sehingga berpengaruh pula

terhadap nilai hematokrit dan konsentrasi hemoglobin di dalam sirkulasi darah.

2.6. Vaksin Streptococcus agalictiae

Vaksin merupakan suatu substansi yang mengandung zat antigenik yang

mampu membangkitkan sistem imun untuk memproteksi inang dari serangan

patogen. Vaksinasi merupakan salah satu cara pengendalian penyakit dalam

budidaya ikan. Ada beberapa macam vaksin yang biasa digunakan dalam

budidaya ikan antara lain vaksin sel utuh, vaksin dari komponen sel dan vaksin

DNA. Pemilihan vaksin yang digunakan bergantung pada jenis bakteri yang

digunakan, kondisi ikan dan lingkungan. Ada beberapa hal yang perlu

dipertimbangkan dalam pembuatan vaksin seperti antigen yang heterogen,

imunitas yang relatif rendah dan cara aplikasinya di lapangan (Pasaribu dalam

Nuryati S. et al 2010). Selain itu, efikasi vaksin sangat bergantung pada jenis dan

kualitas vaksin, teknik pemberian vaksin, kondisi ikan dan lingkungan.

Vaksin yang dapat digunakan untuk menangkal serangan bakteri

Streptococcus agalactie adalah Vaksin Strepto-vac. Vaksin Strepto-vac

merupakan vaksi inaktif bakteri Streptococcus agalictiae-N14G untuk pencegahan

penyakit Streptococcosis pada ikan nila. Vaksin tersebut mampu mulai aktif 1-2

minggu pasca vaksinasi, dan proteksi berlangsung selama 3-4 bulan. Untuk

meningkatkan kadar antibodi serta periode proteksi hingga lebih dari 4 bulan perlu

dilakukan vaksinasi ulang atau Booster. Aplikasi vaksin ini dapat dilakukan

21
dengan 3 cara yaitu perendaman, melalui pakan dan penyuntikan. (Pasaribu dalam

Nuryati S. et al 2010)

22
III. METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada Bulan Januari 2018 sampai

bulan Februari 2018, di Laboratorium Program Studi Budidaya Perikanan

Kampus Politeknik Negeri Lampung.

3.2 Rancangan Percobaan

Rancangan Percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dimana menggunakan 3 (tiga) perlakuan dan 2 (dua) ulangan secara linear.

P1 : Menggunakan vaksin Strepto-vac pada benih umur 3-5 minggu

P2 : Menggunakan vaksin Strepto-vac pada benih umur 6-8 minggu

P3 : Menggunakan vaksin Strepto-vac pada benih umur 9-11 minggu

Model rancangan yang akan dilakukan adalah rancangan acak lengkap

(RAL) (Steel dan Torrie, 1989), sebagai berikut :

Yij = µ + Ti + Eij

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan unit percobaan yang mendapat perlakuan 1 dengan


ulangan ke-j
µ=Rata-rata umum
Ti = Pengaruh perlakuan ke-i
Eij = Pengaruh sisa dari unit percobaan uang mendapat perlakuan ke-iperlakuan
ke-j
3.3 Persiapan Penelitian

Alat peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Aquarium 80cm x 40cm x 40 cm

Aquarium ini digunakan untuk wadah pemeliharaan selama proses

penelitian ini berlangsung.

23
b. Baskom

Baskom ini digunakan untuk wadah sementara saat ikan sedang

disampling yaitu saat diukur panjang dan beratnya

c. Aerasi

Penambahan aerasi ini penting dilakukan mengingat Ikan Nila

merupakan jenis ikan yang memerlukan kandungan DO yang cukup tinggi.

Oleh karenanya penambahan aerasi ini digunakan untuk mengurangi resiko

kematian ikan akibat kekurangan oksigen.

d. Alat ukur berupa penggaris dan Timbangan

Penggaris digunakan untuk mengukur panjang ikan selama proses

penelitian, sedangkan timbangan untuk mengukur berat ikan

e. Alat kualitas air berupaDO teskit, NH3/NH4 teskit dan pH meter

Pengukuran kualitas air penting dilakukan untuk memastikan bahwa air

media penelitian layak digunakan dan selalu termonitor.

f. Alat pengukur darah yaitu hematologi analyzer.

Alat ini digunakan untuk menghitung jumlah kandungan leukosit, eritrosit,

hemoglobin dan hematokrit.

Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah sebagai berikut :

a. Ikan Uji

Ikan uji yang digunakan adalah Ikan Nila dengan jumlah 100 ekor per

akuarium yang berasal dari daerah Desa Hajimena Kabupaten Lampung Selatan

Provinsi Lampung

b. Vaksin strepto-vac

Vaksin Strepto-Vac merupakan komponen utama dalam penelitian.Vaksin ini

diperoleh dari BBIH, Depok.

24
c. Pakan Ikan

Pakan ini adalah pakan komersial dan merupakan pakan jenis pakan apung

dengan ukuran 0,5mm- 1 mm dengan kandungan protein 38-40 %.). Persiapan

percobaan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Persiapan aquarium sebanyak 6 buah sebagai media penelitian

2. Pengisian air media sebanyak 80% dari volume aquarium yaitu sebanyak 102

liter

3. Persiapan ikan uji berupa benih Ikan Nila . Adapun ikan umur 3-5 minggu

dimasukkan ke dalam akuarium A1 dan A2 dengan jumlah masing-masing

100 ekor. Sedangkan ikan berumur 6-8 minggu dimasukkan ke dalam

akuarium B1 dan B2 dengan jumlah masing-masing 100 ekor. Dan Ikan

berumur 9-11 minggu dimasukkan kedalam akuarium C1 dan C2 dengan

jumlah masing-masing 100 ekor

4. Persiapan vaksin

Vaksin yang digunakan adalah vaksin strepto-vac. Pemberian vaksin strepto-

Vac dilakukan melalui pakan dengan cara di semprotkan pada pakan yang

akan diberikan pada ikan. Penyemprotan vaksin pada pakan dilakukan pada

suhu dingin atau dibawah 20˚c.Hal ini dilakukan untuk menghindari

kontaminasi bakteri lain pada saat penyemprotan.

5. Persiapan pakan ikan yang digunakan adalah pakan apung ukuran 1mm

dengan kandungan nutrisi sebagai berikut :

a. Protein minimal 38 %

b. Lemak minimal 6%

c. Kadar Air maksimal 12 %

25
3.4. Jumlah Sel Darah Ikan Nila Sebelum Penelitian

Berikut ini adalah jumlah sel darah Ikan Nila sebelum penelitian

Jumlah Sel Darah Sebelum Penelitian

Hemoglobin(Hgb)(g/ Hematokrit

Leukosit (Wbc)(µl) Eritrosit (Rbc)(µl) Dl) (Hct)(%)

A 5 x 10 ³̽ _ _ _

B 10 x 10 ³̽ 1,25 .10 ⁶̽ 6.25 15

C 5 x 10 ³̽ 0.3 .10 ⁶̽ 2 3.5

Tabel 1. Rata – rata jumlah sel darah sebelum divaksin

Tabel diatas menerangkan bahwa perlakuan A yang merupakan ikan umur

3-5 minggu memiliki sel darah yang sangat sedikit sehingga tidak terbaca oleh

alat hematologi analizer. Sedangkan bila diamati secara visual bentuk sel

darahnya pun sangat kecil. Hal ini dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Sel Darah Benih Ikan Nila Sebelum Penelitian

26
3.5. Pelaksanaan Percobaan

Pertama kali yang dilakukan adalah menyiapkan akuarium dengan jumlah

6 buah sesuai dengan rancangan percobaan yang akan dilakukan. Setelah

aquarium dipasang maka ikan uji ditebar sesuai dengan nomor akuarium yang

telah disiapkan. Penebaran ikan uji dilakukan pada pagi hari untuk menghindari

suhu yang tinggi.

Pemberian pakan dilakukan 3 kali dalam sehari secara kenyang yaitu pada

Jam 8 pagi, jam 2 siang dan jam 5 sore. Pakan yang digunakan adalah pakan

apung dengan ukuran size 0,5-1mm dengan protein 38-40%.

Pemberian vaksin pada ikan percobaan dilakukan melalui pakan, yaitu

dengan cara vaksin tersebut dicampurkan dengan pakan dengan dosis 0,3ml/kg

ikan. Pemberian vaksin ini dilakukan saat awal masa pemeliharaan selama 7 hari.

Proses pencampuranya dilakukan dengan cara di semprotkan pada pakan

menggunakan alat penyemprot (suntikan).

Proses selanjutnya adalah monitoring. Proses monitoring ini dilaksanakan

dengan cara penghitungan sel darah, menghitung tingkat kelangsungan hidup

ikan, sampling bobot, sampling ukuran panjang ikan dan sampling kualitas air.

Proses sampling ini dilaksanakan setiap satu minggu sekali selama proses

percobaan. Proses sampling harus dilakukan secara perlahan, hal ini bertujuan

agar ikan tidak stress sehingga tidak menimbulkan kematian.

27
3.6. Parameter Penelitian

3.6.1. Jumlah dan ukuran darah

Parameter darah yang diuji meliputi hematokrit, konsentrasi haemoglobin,

jumlah eritrosit (sel darah merah), dan jumlah leukosit (sel darah putih) yang

diukur menggunakan Hematologi analyzer dengan cara sebagai berikut:

i. Menyambungkan kabel power pada stabilisator

ii. Menyalakan Alt (saklar on/off yang berada pada sisi kanan atas alat)

iii. Alat akan beroperasi sendiri

iv. Memastikan alat berada pada posisi siap

v. Menghomogenkan sampel darah yang akan digunakan dan menggunakan

antikoagulan

vi. Menekan tombol Whole Blood (WB) pada layar monitor

vii. Memasukkan tombol ID dan memasukkan nomor sampel yang akan

digunakan, lalu tekan enter.

viii. Menekan bagian atas dari tempat sampel dan letakkan sampel kedalam

adaptor

ix. Menutup tempat sampel hingga rapat kemudian tekan “ RUN”

x. Secara otomatis hasil akan muncul pada layar monitor

xi. Mencatat hasil pemeriksaan.

Selain jumlah, ukuran darah juga akan menjadi salah satu parameter yang

dilihat, hal ini diperlukan untuk dapat melihat perubahan ukuran darah setelah

dilakukannya pemberian vaksin, dimana perubahan ukuran darah tersebut diukur

dengan membandingkan ukuran darah pada mikroskop yang telah difoto dengan

cara sebagai berikut:

28
1) Darah dihisap dengan pipet yang berisi bulir pengaduk warna putih yang

telah ditambah dengan anti koagulan Na-Sitrat 3,8% sampai skala 0,5.

2) Menambahkan larutan Turk’s sampai skala 11, pipet diayun membentuk

angka delapan selama 3 – 5 menit hingga darah bercampur rata. Larutan

Turk’s ini bersifat asam yang akan mengakibatkan lisisnya sel darah

merah sehingga yang tertinggal hanya sel darah putih.

3) Membuang dua tetes pertama larutan darah dari dalam pipet, kemudian

teteskan larutan pada hemocytometer kemudian ditutup dengan glass

penutup. Cairan akan memenuhi ruang hitung secara kapiler.

4) Melihat sel darah dengan bantuan mikroskop binokuler olympus cx21 dan

memfoto gambar sel darah yang terlihat, kemudian membandingkan

ukuran darah sebelum dan setelah divaksin melalui foto kamera Asus.

3.6.2.Tingkat kelangsungan hidup

Tingkat kelangsungan hidup adalah persentase jumlah kehidupan ikan

setelah akhir budidaya. Rumus yang digunakan untuk menghitung kelangsungan

hidup ikan menurut Efendi (1979) adalah


𝑁𝑡
SR = x 100%
𝑁𝑜

Keterangan:

SR : Kelangsungan hidup
Nt : Jumlah Ikan yang hidup sampai akhir pemeliharaan (ekor)
No : Jumlah Ikan yang hidup saat awal pemeliharaan (ekor)

3.6.3. Pertumbuhan mutlak

Tingkat pertumbuhan ini dihitung setiap seminggu sekali dengan cara

melakukan pengukuran panjang ikan menggunakan penggaris. Selain itu

pertumbuhan ikan juga diukur dengan cara penimbangan bobot ikan

29
menggunakan alat timbang digital. Proses penimbangan dan pengukuran panjang

ini dilakukan setiap seminggu sekali untuk mendapatkan pertumbuhan bobot

mutlak dan pertumbuhan panjang mutlak.

Menurut Effendi (1997), pertumbuhan berat mutlak dapat dinyatakan

dengan rumus :

G= Wt – Wo G= Wt

Keterangan :

G = Pertumbuhan mutlak (gr)

Wt = Berat rata-rata akhir ikan (gr)

Wo = Berat rata-rata awal benih ikan (gr)

Menurut Effendi (1997), pertumbuhan panjang mutlak dapat dinyatakan

dengan rumus :

G= Pt – Po

Keterangan :

G = Pertumbuhan mutlak (gr)

Pt = Panjang rata-rata akhir ikan (gr)

Po = Panjang rata-rata awal benih ikan (gr)

3.6.4 Kualitas air

Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, pH, DO dan Amonia.

Pengamatan dilakukan 1 minggu sekali menggunakan alat kualitas air yaitu

Termometer, pH meter, DO testkit dan NH3/NH4 Testkit.

30
Parameter Satuan Alat Ukur
Suhu C Termometer
pH pH Meter
DO Mg/l DO Teskit
NH3 Mg/l NH3/NH4 Teskit

Tabel 2.Parameter kualitas air yang diukur

3.7. Analisa Data

Data yang diperoleh dari variable percobaan disajikan dalam bentuk table

dan dianalisa statistic sidik ragam (Anova). Apabila nilai variable menunjukkan

perbedaan nyata maka pengujian dilakukan dengan uji BNT. Parameter yang tidak

diuji statistic maka dianalisa seacara deskriptif.

31
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1. Pengamatan Sel Darah

Pengamatan darah dilakukan pada minggu ke 4 yaitu akhir pemeliharaan.

Hal ini dilakukan untuk melihat respons imun pada benih Ikan Nila terhadap

vaksin Strepto-vac. Adapun data hasil pengamatan sel darah Ikan NIla dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Sel Darah Setelah Divaksin

Jumlah Sel Darah Setelah Divaksin

Leukosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit

Perlakuan (Wbc)(µl) (Rbc)(µl) Hgb)(g/Dl) (Hct)(%)

A 7.5 x 10 ³̽ 1,5 .10 ̽⁶ 10 15

B 18,5 x 10 ³̽ 2,06 .10 ⁶̽ 9,37 21.25

C 8,12 x 10 ³̽ 01,18 .10 ⁶̽ 5 13.75

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh masing-masing nilai leukosit,

eritrosit, hemoglobin dan hematokrit tertinggi ada pada perlakuan B yaitu dengan

nilai setelah aplikasi vaksin, leukosit 18,5 x 10 ̽³, eritrosit 2,06 x 10 ̽⁶,

hemoglobin 9,37 dan hematokrit 21.25. Data jumlah sel darah Ikan Nila setelah

vaksin dapat dilihat pada tabel 3. Pada ikan, penelitian tentang profil darah lebih

banyak dikaitkan dengan timbulnya sistem kekebalan tubuh karena adanya suatu

perlakuan seperti pemberian hormon dan immunostimulan. Jumlah sel darah

merah pada ikan teleostei adalah 1,05-3 x 106sel/mm3 dan jumlah sel darah

putih adalah 15.000-300.000 sel/mm3. (Irianto 2005) . Dan nilai standar

hemoglobin pada darah ikan nila sebesar 5,05-8,33 gr/dl (Salasia et al., 2001)

serta nilai hematokrit sebesar 20-30 %. (Angka, et al., 1985)

32
Pemeriksaan sel darah penting untuk membantu peneguhan diagnosa

suatu penyakit. Darah akan mengalami perubahan yang serius khususnya

apabila terkena penyakit infeksi pemeriksaan darah dapat digunakan sebagai

indikator tingkat keparahan suatu penyakit (Bastiawan et al., 2001). Jumlah

gambaran sel darah tertinggi secara kuantitatif setelah perlakuan terdapat pada

perlakuan B (Tabel 3). Adapun gambar darah putih benih Ikan Nila dapat dilihat

pada gambar 4.

Gambar 4. Sel Darah Benih Ikan Nila Percobaan Setelah Vaksin

Gambar diatas menunjukkan bahwa benih Ikan Nila yang telah divaksin

memiliki ukuran sel darah yang lebih besar dibandingkan dengan sel darah

sebelum vaksin. Artinya terdapat respon imun benih Ikan Nila terhadap vaksin

Strepto-vac sebagai bentuk pencegahan serangan bakteri Streptococcus

agalctactiae pada benih Ikan Nila.

Vaksin merupakan suatu substansi yang mengandung zat antigenik

yang mampu membangkitkan sistem imun untuk memproteksi inang dari

serangan patogen. (Pasaribu dalam Nuryati S. et al 2010). Penggunaan vaksin

paling efektif adalah pengunaan vaksin pada ikan yang berumur 6-8 minggu atau

berukuran 3 – 5 cm, hal ini berdasarkan tabel 3 yang menunjukan nilai gambaran

33
darah tertinggi terdapat pada perlakuan B dengan ikan perlakuan yang berumur

6-8 minggu dimana ikan yang mengalami serangan benda asing (vaksin) akan

meningkatkan kekebalan tubuhnya dengan memperbanyak sel darah putih

sehingga konsentrasi darah putih akan meningkat dari kadar normal (Tabel 1),

dengan ini dapat diasumsikan bahwa vaksin yang diberikan pada ke tiga perlakuan

masuk kedalam benih Ikan Nila efektif pada perlakuan B. Berdasarkan hasil

perhitungan ANOVA, selama pemeliharaan 4 minggu diperoleh jumlah perubahan

leukosit rata-rata P-value 0,68, Eritrosit P-value 0,18, dan Hematokrit P-value

0,052 (Lampiran 8). Artinya ketiga perlakuan penggunaan vaksin Streptococcus

agalactiae dengan umur yang berbeda tidak berpengaruh secara signifikan atau

tidak berbeda nyat. Sedangkan untuk hemoglobin p-value 0,013 yaitu beda nyata

respons imun benih Ikan Nila terhadap umur yang berbeda.

4.2. Tingkat Kelangsungan hidup

Tingkat Kelangsungan hidup merupakan presentase ikan yang hidup dari

jumlah seluruh ikan yang dipelihara dalam suatu wadah (Effendi, 1978).

Rata – rata kelangsungan hidup ikan tertinggi terdapat pada perlakuan B yaitu

99%, Hal ini menunjukkan bahwa ikan uji pada perlakuan B memiliki tingkat

kelangsungan hidup paling tinggi dibanding perlakuan A dan C meski secara

keseluruhan survival rate pada semua perlakuan (A,B dan C) memiliki nilai SR

yang tinggi yaitu ≥ 90% (SNI 7550: 2009). Rata – rata tingkat kelangsungan

hidup ikan selama penelitian dapat dilihat pada gambar 5.

34
Kelangsungan Hidup (%)
99
100
Survival Rate
95 91.5
90
90 Survival Rate rata rata
(%)
85
A B C
Akuarium

Gambar 5. Grafik Kelangsungan Hidup (SR)Benih Ikan Nila Selama Penelitian

Perhitungan statistik kelangsungan hidup benih Ikan Nila menunjukkan

bahwa nilai P-Value sebesar 0,52 (lampiran 3). Hal ini berarti kelangsungan

hidup benih Ikan Nila terhadap respons imun tidak berbeda nyata karena nilai p-

Value > 0,05.

4.3. Pertumbuhan Mutlak

Pertumbuhan sering didefinisikan sebagai perubahan panjang atau berat

dari suatu ikan selama waktu tertentu. Pertumbuhan panjang mutlak adalah

perubahan panjang rata-rata individu pada tiap perlakuan dari awal hinga akhir

pemeliharaan. Pertumbuhan bobot mutlak adalah perubahan bobot rata-rata

individu pada tiap perlakuan dari awal hinga akhir pemeliharaan (Effendi, 1997).

Pertumbuhan panjang dan bobot mutlak ikan selama penelitian dapat di lihat pada

tabel 4 dibawah ini:

Tabel 4. Pertumbuhan panjang dan bobot mutlak

Pertumbuhan Bobot Pertumbuhan Panjang


Akuarium
Mutlak (gram) Mutlak (cm)

A 0.7 0.65

B 1.2 0.75

C 1.3 0.65

35
Data diatas merupakan data pertumbuhan panjang dan bobot mutlak benih

Ikan Nila. Bobot tertinggi benih Ikan Nila terdapat pada perlakuan C yaitu 1,3

gram. Sedangkan bobot terendah benih Ikan Nila rata-rata terdapat pada

perlakuan A yaitu 0,7. Sedangkan bobot rata-rata perlakuan B adalah 1,2 gram.

Adapun dari hasil data statistik menunjukkan bahwa bobot mutlak pada benih

Ikan Nila memiliki nilai P-value 0,0026. Hal ini dapat diartikan bahwa bobot

mutlak terhadap respons imun benih Ikan Nila berbeda nyata pada umur benih

yang berbeda.

Pertumbuhan panjang tertinggi benih Ikan Nila terdapat pada perlakuan B

yaitu 0,75 cm. Sedangkan pada perlakuan A dan C rata-rata pertumbuhan panjang

mutlak benih Ikan Nila adalah 0,65 cm.

Pada pengamatan data statistik nilai P-value pada panjang mutlak benih

Ikan Nila adalah 0,89. Hal ini menunjukkan bahwa panjang mutlak terhadap

respons imun benih Ikan Nila tidak berbeda nyata pada umur benih yang berbeda.

4.4. Kualitas Air

Kualitas air merupakan faktor pendukung dalam pertumbuhan ikan selama

masa pemeliharaan (Khairuman dan Amri, 2002). Parameter kualitas air yang

diukur selama penelitian meliputi suhu, ammonia, Do, dan pH, Kualitas air media

pemeliharan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai kualitas air media

pemeliharaan selama penelitian masih berada pada kisaran yang ideal bagi

pertumbuhan ikan nila (Tabel 5). Suhu optimal untuk ikan nila antara 24 – 32oC.

Pertumbuhan ikan nila biasanya akan terganggu apabila suhu habitatnya lebih

rendah dari 14oC atau pada suhu tinggi 38oC. Ikan nila akan mengalami kematian

pada suhu 6oC atau 42oC (Khairuman dan Amri, 2011). Ikan nila dapat tumbuh

dengan baik pada kisaran pH 6.5-9 (Arie, 1998 dalam Nugroho A, et al., 2013),

36
hal ini berarti pH selama penelitian berada pada kisaran yang ideal. Oksigen

terlarut selama pemeliharaan adalah ≥5 mg/l, nilai ini dapat dikatakan optimum

sesuai dengan (BSN 7550: 2009) bahwa kandungan oksigen terlarut dalam media

budidaya ikan nila harus lebih tinggi dari 3,0 mg/L. Kualitas air yang baik dan

sesuai untuk kehidupan ikan berpengaruh terhadap tingginya nilai Survival Rate

(SR) pada semua perlakuan, hal ini sesuai dengan pernyataan Spote (1987) dalam

Badare (2001) bahwa kualitas air turut mempengaruhi SR dan pertumbuhan dari

organisme perairan yang dibudidayakan.

Tabel 5. Data Hasil Pengukuran Kualitas Air Selama Penelitian


Kualitas Air Selama Penelitan
Sebelum Penelitian Setelah Peneltian
A B C A B C

Suhu (ͦ◦C) 25 25 25 25-26 25-26 25-26

NH4 (mg/l) 0-1 0-1 0-1 0-1 0-5 0-5

NH3(mg/L) 0- 0.006 0- 0.006 0- 0.006 0- 0.006 0-0.03 0.006 - 0.03

O2 (mg/l) ≥8 ≥8 ≥8 ≥8 ≥8 ≥5

6.93 -
pH 6.93 - 7.58 6.93 - 7.58 6,69-7.59 7.06 - 8.08 6.93 - 7.58
7.58

37
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pemberian vaksin strepto-vac untuk pencegahan bakteri Streptococcus

agalictiae efektif diberikan pada ikan berusia 6-8 minggu dengan dosis 3 ml

(perlakuan B). Hal ini dilihat dari bentuk sel darah Ikan Nila setelah divaksin

lebih besar dari pada sel darah Ikan Nila sebelum divaksin. Ikan Nila pada

perlakuan B juga memiliki nilai tingkat kelangsungan hidup paling tinggi yaitu B

99 %.

5.2 Saran

Agar dapat meningkatkan sistem imun pada benih Ikan Nila, dari hasil

penelitian ini dianjurkan pemberian vaksin strepto-vac pada umur 6-8 minggu

dengan dosis 3 ml. Selain itu perlu adanya penelitian lanjutan untuk pemberian

vaksin Strepto-vac pada benih Ikan Nila dengan dosis yang berbeda dan

penelitian menggunakan kontrol.

38
DAFTAR PUSTAKA

Badare, A. I. 2001. Pengaruh Pemberian Beberapa Makroalga Terhadap


Pertumbuhan dan Kelulus hidupan Juvenil Abalone (Holiotis spp) Yang
Dipelihara Dalam Kurungan Terapung. Program Studi Budidaya Perairan .
Fakultas Pertanian Universitas cendana Kupang.

Bastiawan, D; A. Wahid; M. Alifudin, dan I. Agustiawan. 2001. Gambaran Darah


Lele dumbo (Clarias spp.) yang Diinfeksi Cendawan Aphanomyces sp
pada pH yang Berbeda. Jurnal penelitian Indonesia 7(3): 44-47

BSN (Badan Standar Nasional). 2009. Produksi Ikan Nila (Oreochromis niloticus
Bleeker). Kelas Benih Sebar. BSN (Badan Standar Nasional). SNI
7550:2009. 12 hlm.

Dwinanti SH, Sukenda, Yuhana M, Lusiastuti AM., 2014.Toksisitas dan


Imunogenisitas Produk Ekstraseluler Streptococcus agalactiae Tipe Non-
Hemolitik Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus).Jurnal Akuakultur
Rawa Indonesia, 2(1) :105-116

Evans JJ et al. 2008. Genomic diversity of Streptoccocus agalactiae isolates from


multiple hosts and theirinfectivity in nile tilapia. Proceedings of the 8th
International Symposium on Tilapia in Aquaculture. Cairo, Egypt 12-14
Oktober 2008. Volume 2: hlm 11991209.

Hardi EH. 2011. Kandidat Vaksin Potensial Streptococcus agalactiae untuk


Pencegahan Penyakit Streptococcosis Pada Ikan Nila Oreochromis
niloticus [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor

Hardi EH. 2011. Toksisitas Produk Ekstrasellular (ECP) Streptococcus agalactiae


pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) [disertasi]. Jurnal Natur Indonesia
13(3), Juni 2011: 187-199

Irianto Agus.2005. Patologi Ikan Teleostei . Gadjah Mada University


Press.Yogyakarta

Jawetz, E.J. melnick, et al.2005.Jakarta: EGC Jawetz, melnick &Adelberg


Mikrobiologi Kedokteran.

Khairuman dan Amri.2002. Budidaya Ikan Gurame secara Intensif. Agro media
pustaka. Bogor.

Malole, M.B. 2006. Biosekuriti Penting, Karena Vaksinasi Tidak Selalu Berhasil.
Majalah Poultry Indonesia. September 2006.

39
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta

Matofani AS, Hastuti S, basuki f.2013. Profil darah ikan nila kunti (oreochromis
niloticus) yang diinjeksi streptococcus agalactiae dengan kepadatan
berbeda. Journal of Managemen t and Technology Volume 2, Nomor 2,
Tahun 2013, Halaman 64- 72.

Nugroho A, Arini E, Elfitasari T. 2013. Pengaruh Kepadatan Yang Berbeda


Terhadap Kelulushidupan Dan Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis
Niloticus) Pada Sistem Resirkulasi Dengan Filter Arang. Journal of
Aquaculture Management and Technology Volume 2, Nomor 3, Tahun
2013, Halaman 94-100

Nuryati,S dkk, 2010, “Pengembangan vaksin DNA penyandi glikcoprotein virus


KHV (Koi Herpesvirus) menggunakan isolate local, tesis, Bogor.

Noerkhaerin,A.P, 2010, “Kajian Probioti, Prebiotik dan SInbiotik Untuk


meningkatkan kerja pertumbuhan Ikan Nila” Tesis, Bogor.

Rehulina, R.T, 2012, “Sistematika,anatomi,fisiologi dan morfologi Ikan Nila


http://ranifiskimper.blogspot.com/2012/05/rani-tarigan.html

Supriyadi, H.; Taukhiddan G. Moekti. 1997. Sistim Kekebalan (Imunitas) pada


Ikan

Taukhid, dkk,2014 “ Aplikasi Vaksin Streptococcus agalictiae Untuk Pencegahan


Penyakit Streptococcus Pada Budidaya Ikan Nila

Taukhid dan U Purwaningsih. 2011. Penapisan isolat bakteri Streptococcus spp.


sebagai kandidat antigen dalam pembuatan vaksin, serta efikasinya untuk
pencegahan penyakit streptococciasis pada ikan nila, Oreochromis
niloticus. Jurnal Riset Akuakultur Volume 6 Nomor 1, hal 103-118.

Utami, D.T., dkk, 2013 “ Gambaran Parameter Hematologis Pada Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) Yang Diberi Vaksin DNA Streptococcus iniae
Dengan Dosis Yang Berbeda, Sukabumi

Wijayani, C “Streptococcus agalactiae” Yogyakarta.

40
LAMPIRAN

41
Lampiran 1. Denah penelitian

Akuarium
B1

Akuarium
Ket : A2
Akuarium A: Benih umur 3-5 minggu
Akuarium B: Benih umur 6-8 minggu
Akuarium C: Benih umur 9-11 minggu
Akarium
B2

Akuarium
C2

Akuarium
A1

Akuarium
C1

42
Lampiran 2. Data Jumlah Sel Darah Benih Ikan Nila Setelah Vaksin

Leukosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit

Perlakuan (Wbc)(µl) (Rbc)(µl) Hgb)(g/Dl) (Hct)(%)

A 7.5 x 10 ³̽ 1,5 .10 ̽⁶ 10 15

B 18,5 x 10 ³̽ 2,06 .10 ⁶̽ 9,37 21.25

C 8,12 x 10 ³̽ 01,18 .10 ⁶̽ 5 13.75

Data Statistik Jumlah Sel Darah Setelah Vaksin


a. Leukosit
Summary
Groups Count Sum Average Variance
A 2 5 2,5 0
B 2 17 8,5 144,5
C 2 6,25 3,125 7,03125

Annova
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 43,52083 2 21,76042 0,43081 0,684743 9,5520945
Within Groups 151,5313 3 50,51042

Total 195,0521 5

b. Eritrosit
Summary
Groups Count Sum Average Variance
A 2 3 1,5 0
B 2 1,62 0,81 0,0722
C 2 1,77 0,885 0,19845

Anova
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 0,5733 2 0,28665 3,177351 0,181609 9,5520945
Within Groups 0,27065 3 0,090217

Total 0,84395 5

43
c. Hemoglobin
Summary
Groups Count Sum Average Variance
A 2 20 10 0
B 2 6,25 3,125 0,78125
C 2 6 3 3,125

Anova
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between
Groups 64,1875 2 32,09375 24,648 0,01374 9,552094
Within Groups 3,90625 3 1,302083

Total 68,09375 5

d. Hematokrit
Summary

Groups Count Sum Average Variance


A 2 30 15 0
B 2 12,5 6,25 0
C 2 20,5 10,25 12,5

Anova
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between
Groups 76,75 2 38,375 9,21 0,052415 9,552094
Within 4,16666666
Groups 12,5 3 7

Total 89,25 5

44
Lampiran 3. Data Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila ( Oreochromis niloticus)
selama Penelitian .

Minggu Hari ke Perlakuan


ke
A1 A2 B1 B2 C1 C2
1 - - - - -
2 2 2 1 - - 3
3 - - - - - -
4 - - - - - 1
1 5 - - - - - -
6 - - - - - 3
7 - 4 - - - 4
9 - - - - - -
9 - - - - - -
10 - - - - - -
Mati 2 6 1 - - 11
11 - - - - - -
12 - 2 - - - -
13 - - - - - -
2 14 - - - - - -
15 - - - - - -
16 - - - - - -
Mati - 2 - - - -
17 - - - - - -
19 - - - - - -
20 - - - - - -
3 21 - - - - - -
22 - - - - - -
23 - - - - - -
24 - - - - - -
25 - - - - - -
Mati - - - - - -
26 - - - - - -
27 2 1 1 - - -
28 - - - - - -
4 29 - 4 - - 2 3
30 - - - - - -
31 - - - - - -
32 - - - - - 4
33 - - - - - -
Mati 2 5 1 - 2 7
Total 4 13 2 0 2 18
Kematian

45
Perlakuan Survival Rate rata rata (%)
A 91.5
B 99
C 90

Statistik Kelangsungan hidup


SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
A 2 183 91,5 40,5
B 2 198 99 2
C 2 180 90 128

ANOVA
Source of Variation SS df MS F P-value F crit
0,81818 0,52049 9,55209
Between Groups 93 2 46,5 2 4 4
56,8333
Within Groups 170,5 3 3

Total 263,5 5

46
Lampiran 4. Data Pertumbuhan Benih Ikan Nila

Data Panjang Benih Ikan Nila


MINGGU KE (cm)
PERLAKUAN ULANGAN
0 1 2 3 4
1 2 2,2 2,7 3 3
A
2 2 2 2 2,3 2,3
TOTAL 4 4,2 4,7 5,3 5,3
RATA-RATA 2 2,1 2,35 2,65 2,65
1 4 4 4 4,5 4,6
B
2 3,2 3,6 3,8 4 4,1
TOTAL 7,2 7,6 7,8 8,5 8,7
RATA-RATA 3,6 3,8 3,9 4,25 4,35
1 5,8 6 6,2 6,2 6,5
C
2 5,5 5,5 5,8 6 6,1
TOTAL 11,3 41 43,25 46,7 47,6
RATA-RATA 5,65 5,75 6 6,1 6,3

Statistik Panjang Benih Ikan Nila


Summary
Groups Count Sum Average Variance
A 2 1,3 0,65 0,245
B 2 1,5 0,75 0,045
C 2 1,6 0,8 0,02

Anova
Source of Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 0,023333 2 0,011667 0,112903 0,89686 9,552094
Within Groups 0,31 3 0,103333

Total 0,333333 5

47
Data Bobot Benih Ikan Nila
MINGGU KE (gram)
PERLAKUAN ULANGAN
0 1 2 3 4
1 0,3 0,3 0,4 0,4 1,1
A
2 0,3 0,44 0,3 0,4 0,9
TOTAL 0,6 0,74 0,7 0,8 2
RATA-RATA 0,3 0,37 0,35 0,4 1
1 1,1 1,44 1,2 1,42 2,3
B
2 0,8 1,5 1,1 1,6 2
TOTAL 1,9 2,94 2,3 3,02 4,3
RATA-RATA 0,95 1,47 1,15 1,51 2,15
1 4,2 4 4,3 3,7 5,6
C
2 3,3 3,3 3,3 3,7 4,5
TOTAL 7,5 7,3 7,6 7,4 10,1
RATA-RATA 3,75 3,65 3,8 3,7 5,05

Statistik Bobot Benih Ikan Nila


Summary
Groups Count Sum Average Variance
A 2 1,4 0,7 0,02
B 2 2,4 1,2 0
C 2 2,6 1,3 0,02

Anova
Source of Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 0,413333 2 0,206667 15,5 0,02621 9,552094
Within Groups 0,04 3 0,013333

Total 0,453333 5

48
Lampiran 5. Data Pengukuran Kualitas Air

Sampling 0
Sampling Kualitas Air 0 ( 25/1/18)
Akuarium
A1 A2 B1 B2 C1 C2
Suhu (ͦ◦C) 25 25 25 25 25 25
NH4 (mg/l) 1 1 0.5 1 5 1
NH3(mg/L) 0,006 0,006 0,003 0,006 0,03 0,006
O2 (mg/l) 11 8 11 11 11 11
PH 7.07 6.86 7.13 7.062 7.055 7.14

Sampling 1
Sampling Kualitas Air 1 ( 4/2/18)
Akuarium
A1 A2 B1 B2 C1 C2
Suhu (ͦ◦C) 25 25 25 25 25 25
NH4 (mg/l) 0 0.5 0 5 5 1
NH3(mg/L) 0 0,003 0 0,03 0,09 0,02
O2 (mg/l) 11 11 11 11 11 8
PH 7.02 6.87 7.2 7.16 7.53 7.52

Sampling 2
Sampling Kualitas Air 2 ( 10/2/18)
Akuarium
A1 A2 B1 B2 C1 C2
Suhu (ͦ◦C) 25 25 25 25 25 25
NH4 (mg/l) 0 0 0 1 0.5 5
NH3(mg/L) 0 0 0 0,006 0,009 0,03
O2 (mg/l) 11 8 11 11 11 8
PH 7.36 7.03 7.55 7.38 7.4 7.3

Sampling 3

Sampling Kualitas Air 3 ( 19/2/18)


Akuarium
A1 A2 B1 B2 C1 C2
Suhu (ͦ◦C) 25 25 25 25 25 25
NH4 (mg/l) 0 0 0 0 0 1
NH3(mg/L) 0 0 0 0 0 0,02
O2 (mg/l) 11 8 11 11 11 8
PH 7.59 7.37 8.08 7.38 7.58 7.51

49
Sampling 4

Sampling Kualitas Air 4 ( 19/2/18)


Akuarium
A1 A2 B1 B2 C1 C2
Suhu (ͦ◦C) 25 25 25 25 25 25
NH4 (mg/l) 0 0.5 0.5 0 0 5
NH3(mg/L) 0 0,003 0,003 0 0 0,03
O2 (mg/l) 8 8 11 8 8 5
PH 7 6.69 7.1 7.07 6.93 7.168

Tabel Amoniak ( Merk sera NH4 NH3 Test)


NH4 (mg/L) PH-value
7 7,5 8 8,5 9

0,5 0,003 0,009 0,03 0,08 0,18


Actual NH3
1 0,006 0,02 0,05 0,15 0,36
Level im
2 0,01 0,03 0,11 0,3 0,72 mg/L
5 0,03 0,09 0,27 0,75 1,8
10 0,06 0,17 0,53 1,51 3,6

Tabel rata-rata kualitas air selama penelitian

Kualitas Air Selama Pemeliharaan


Akuarium

A1 A2 B1 B2 C1 C2
Suhu (ͦ◦C) 25-26 25-26 25-26 25-26 25-26 25-26
NH4
(mg/l) 0-1 0-1 0-0.5 0-5 0-5 0-5
0- 0.006 -
NH3(mg/L) 0.006 0-0.006 0-0.003 0-0.03 0-5 0.03
O2 (mg/l) ≥8 ≥8 ≥8 ≥8 ≥8 ≥5
6.69 - 7.1 - 7.06 - 6.93 -
PH 7-7.59 7.37 8.08 7.38 7.58 7.16 - 7.52

50
Lampiran 6. Gambar Kegiatan Percobaan Ikan Nila Divaksinasi

Gambar 1.Vaksin strepto-vac

Gambar 2. Suntikan untuk pengambilan vaksin

51
Gambar 3. Pencampuran vaksin pada pakan

Gambar 4. Timbangan analitik

52
Gambar 5. Sample darah ikan yang akan diuji

Gambar 6. Uji Kandungan darah

53
Gambar 7. Uji darah di layar Hematology Analizer

54
Gambar 8. Melakukan penyiponan

Gambar 9. Test kit Kualitas Air

55
Gambar 10. Aquarium untuk pemeliharaan

56
Lampiran 7. Jumlah pakan selama pemeliharaan

Jumlah
Pakanselama
pemeliharaan
Akuarium (gram) FCR EP (%)

A1 100 1,23 81,2


A2 100 1,56 64
B1 150 1,21 82,2
B2 150 1,25 80
C1 200 1,36 73,5
C2 250 1,34 74,4

57
58

Anda mungkin juga menyukai