Anda di halaman 1dari 9

3.

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara dari bulan Januari-
bulan Maret 2010. Analisis aspek reproduksi dilakukan di Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Lokasi penelitian dan penangkapan ikan tembang disajikan pada
gambar berikut.

Gambar 3. Peta lokasi penangkapan ikan tembang (S. maderensis)


(BAKOSURTANAL BOGOR).

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain timbangan digital dengan
ketelitian 1 gram dan 0,0001 gram, penggaris dengan ketelitian 1 milimeter, alat
tulis, botol sampel, alat bedah, toples, label, mikrometer okuler, gelas objek, pipet
tetes, gelas ukur, cawan petri, kantong plastik, dan tisu. Bahan yang digunakan
adalah larutan formalin 10% untuk pengawetan ikan dan formalin 5% untuk
pengawetan gonad selama pengamatan.
15

3.3. Skema Pengambilan Data Ikan Tembang


Berikut merupakan skema pengambilan data ikan yang diperoleh dari hasil
penelitian :

Sampel ikan hasil tangkapan Hubungan Pola


panjang-berat pertumbuhan

Pengukuran panjang dan Faktor kondisi


berat ikan
Kaitkan dengan
lokasi/habitat
Koefisien
pertumbuhan

Pembedahan ikan
Kesesuaian
habitat

Pengamatan dan pengukuran


organ ikan

Gonad ikan Hati ikan

Penentuan Pengamatan Penimbangan Penimbangan Pendugaan Pengukuran


jenis struktur Bobot gonad hati ikan jumlah telur diameter
kelamin anatomi telur

Nisbah TKG IKG HSI Fekunditas Pola


kelamin pemijahan

Kaitkan
dengan ukuran Potensi
panjang/bobot reproduksi

Kaitkan dengan Kaitkan dengan Kaitkan dengan


musim lokasi ukuran

Musim Tempat Ukuran pertama


pemijahan pemijahan kali matang gonad

Gambar 2. Bagan alir data ikan tembang (S. maderensis)


16

3.4. Metode Kerja


3.4.1. Pengumpulan ikan contoh
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersumber pada
data primer dan data sekunder. Proses pengumpulan data dilakukan dengan
pengambilan sampel yang dilakukan sebanyak tujuh kali dengan interval waktu
pengamatan selama 10 hari. Ikan tembang yang dikumpulkan berasal dari nelayan
yang menangkap ikan tembang. Jumlah contoh ikan tiap pengamatan dan total
contoh yang dianalisis selama penelitian sebanyak 315 ekor. Dari seluruh contoh
tersebut, yang diamati diameter telur sebanyak 62 gonad ikan betina. Jumlah telur
yang diamati sebanyak 50 butir tiap gonad contoh. Ikan contoh dibedah di lokasi
pengambilan ikan contoh untuk diambil gonad dan hati selanjutnya diawetkan
dengan formalin 5% dan dibawa ke Laboratorium Biologi Makro I, Departemen
Manajemen Sumberdaya Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
untuk dianalisis.

3.4.2. Analisis laboratorium


3.4.2.1. Panjang dan berat ikan contoh
Panjang total dikumpulkan dengan mengukur panjang total menggunakan
penggaris dengan ketelitian 1 milimeter. Data berat dikumpulkan dengan melakukan
penimbangan berat total ikan dengan menggunakan timbangan digital yang memiliki
ketelitian 1 gram. Data panjang dan berat kemudian dicatat dan ditabulasikan dalam
form. Data tersebut selanjutnya digunakan pada tahap analisis pertumbuhan.

3.4.2.2. Pembedahan ikan contoh


Penentuan jenis kelamin dilakukan dengan pembedahan ikan dan mengamati
gonadnya. Ikan dibedah mulai dari bagian anus sampai kepala dan tidak merusak
organ pada ikan yang dianalisis. Selanjutnya dilakukan pemisahan organ reproduksi
untuk diawetkan pada formalin 5% pada botol film.
17

3.4.2.3. Jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad (TKG)


Penentuan tingkat kematangan gonad didasarkan pada ciri morfologis
berdasarkan bentuk, ukuran dan warna dan gonad (Effendie 1997). Gonad tersebut
dipisahkan antara gonad ikan jantan dan gonad ikan betina. Setelah itu, gonad
diamati secara morfologis. Untuk membedakan tahap pengamatan gonad, maka
digunakan pedoman pembagian TKG gonad ikan tembang yang dimodifikasi Cassie
(Effendie 1997). Klasifikasi tingkat kematangan gonad secara morfologis dapat
dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Tahapan TKG berdasarkan hasil modifikasi Cassie (Effendie 1997)

TKG Morfologi Gonad Jantan Morfologi Gonad Betina


Testis seperti benang, lebih pendek Ovari seperti benang, panjang sampai
I dan terlihat ujungnya dirongga ke depan rongga tubuh, warna jernih,
tubuh, warna jernih permukaan licin
Ukuran testis lebih besar, warna Ukuran ovari lebih besar, warna lebih
II putih seperti susu, bentuk lebih jelas
gelap kekuning-kuningan, telur belum
daripada TKG I terlihat jelas tanpa kaca pembesar
Permukaan testis makin bergerigi, Ovari berwarna, secara morfologi
warna makin putih dan makin besar.butir-butir telur mulai kelihatan dengan
III
Dalam keadaan diawetkan mudah mata. Butir-butir minyak makin
putus kelihatan
Seperti TKG III tampak lebih jelas,
Ovari bertambah besar, telur berwarna
testis makin pejal kuning, mudah dipisah-pisahkan, butir-
IV butir minyak tidak tampak, ovari
mengisi 1/2 – 2/3 rongga perut dan
rongga perut terdesak
Testis bagian anterior kempis dan Ovari berkerut, dinding tebal, butir
V bagian posterior berisi telur sisa terdapat di bagian posterior,
banyak telur seperti TKG II

3.4.2.4. Bobot hati


Data berat hati dikumpulkan dengan melakukan penimbangan berat hati total
ikan dengan menggunakan timbangan digital yang memiliki ketelitian 0,0001 gram.
Data berat hati kemudian dicatat dan ditabulasikan dalam form. Data tersebut
selanjutnya digunakan untuk mengetahui indeks hepatosomatik.
18

3.4.2.5. Fekunditas
Prosedur penentuan fekunditas dilakukan dengan metode gabungan antara
gravimetrik dan volumetrik. Gonad ikan betina TKG IV yang sebelumnya telah
diawetkan dengan formalin 5%, dikeringkan lalu ditimbang berat totalnya (G).
Setelah itu, diambil 3 bagian secara acak dari satu gonad yang akan diamati, lalu
ditimbang beratnya (Q). Gonad contoh lalu diencerkan ke dalam 10 ml air (V).
Sebanyak 1 ml volume pengenceran diambil dengan menggunakan pipet tetes untuk
dihitung jumlah gonadnya (X). Proses ini dilakukan sebanyak 1 kali untuk satu
sampel ikan betina dewasa.

3.4.2.6. Diameter telur


Pengukuran diameter telur dilakukan pada telur yang telah mencapai TKG IV.
Kemudian contoh telur diambil dari bagian posterior, tengah dan anterior. Telur
yang diambil disusun pada gelas objek. Selanjutnya telur diamati di bawah
mikroskop yang telah dilengkapi dengan mikrometer okuler dengan metode sensus.
Data diameter yang terukur dicatat, kemudian ditabulasi pada form data sheet yang
telah disiapkan.

3.5. Analisis Data


3.5.1. Sebaran frekuensi panjang
Analisis sebaran frekuensi panjang diperlukan untuk mengetahui sebaran
frekuensi panjang ikan berdasarkan ukuran panjang menurut Walpole (1995) adalah
sebagai berikut:
a. Menentukan lebar kelas, r = pb-pk (r = lebar kelas, pb = panjang tertinggi, pk
= panjang terpendek)
b. Menentukan jumlah kelas 1 + 3,32 log N (N = Jumlah data)
c. Menghitung lebar kelas, L = r / Jumlah kelas (L = lebar kelas, r = wilayah
kelas)
d. Memilih ujung bawah kelas interval
19

e. Menentukan frekuensi jumlah masing-masing selang kelas yaitu jumlah


frekuensi dibagi jumlah total dikalikan 100.

3.5.2. Hubungan panjang-berat dengan fekunditas


Analisis regresi linier didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal
satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Hubungan regresi linier ini
untuk menduga bentuk hubungan antara panjang-berat dengan fekunditas. Model
dugaan yang digunakan adalah sebagai berikut (Walpole 1995):

Y adalah variabel dependen yang diprediksikan, a adalah konstanta, b adalah


koefisien regresi X terhadap Y, dan X adalah variabel independen yang mempunyai
nilai tertentu.
Koefisien regresi (b) akan bernilai positif apabila nilai X berbanding lurus
terhadap nilai Y, sebaliknya b akan bernilai negatif apabila nilai X berbanding
terbalik terhadap nilai Y. Nilai a dan b dapat dicari dengan persamaan berikut:

3.5.3. Aspek biologi reproduksi


3.5.3.1. Nisbah kelamin
Nisbah kelamin ditentukan dengan melihat perbandingan frekuensi ikan jantan
dan ikan betina. Untuk mengetahui keseimbangan nisbah kelamin maka digunakan
rumus berikut (Effendie 1997) :
20

X adalah nisbah kelamin, J adalah jumlah ikan jantan (ekor), B adalah jumlah
ikan betina (ekor).
Untuk mengetahui hubungan antara jantan-betina dari suatu populasi ikan
yang diteliti maupun pemijahannya perlu dilakukan analisis nisbah kelamin (sex
ratio) ikan. Analisis nisbah kelamin ikan jantan dan betina dapat diperoleh dengan
menggunakan uji Chi – square (X2) (Steel & Torrie 1993 in Pellokila 2009) yaitu :

X2 adalah sebuah nilai bagi peubah acak X2 yang sebaran penarikan


contohnya menghampiri sebaran khi kuadrat (Chi-square), Oi adalah frekuensi ikan
jantan dan atau ikan betina yang diamati, Ei adalah frekuensi harapan, yaitu (ikan
jantan + ikan betina) / 2.

3.5.3.2. Indeks kematangan gonad (IKG)


IKG ditentukan dengan menggunakan rasio antara berat gonad dengan berat
tubuh, dengan rumus sebagai berikut (Effendie 1997) :

BG adalah berat gonad (gram), BT adalah berat tubuh (gram).

3.5.3.3. Fekunditas
Rumus yang digunakan untuk menghitung fekunditasnya adalah sebagai
berikut (Effendie 1997):

F adalah fekunditas (butir), G adalah berat gonad total (gram), V adalah isi
pengenceran, X adalah jumlah telur tiap cc, Q adalah berat gonad contoh (gram)
21

Fekunditas sering dihubungkan dengan panjang tubuh daripada dengan berat


karena penyusutan panjang relatif kecil sekali, tidak seperti berat yang dapat
berkurang dengan mudah (Effendie 1997). Hubungan tersebut sebagai berikut:

F adalah fekunditas total (butir), L adalah panjang total ikan (cm), a dan b
adalah konstanta. Model diatas selanjutnya di formula dalam model persamaan
linier.

3.5.3.4. Ukuran ikan pertama kali matang gonad


Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata ikan tembang
pertama kali matang gonad yaitu Spearman-Karber (Udupa 1986 in Ambarwati
2008):

m adalah log panjang ikan pada kematangan gonad pertama, xk adalah log
nilai tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad, x adalah log
pertambahan panjang pada nilai tengah, pi adalah proporsi ikan matang gonad pada
kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan pada selang panjang ke-i, ni adalah jumlah
ikan pada kelas panjang ke-i, qi adalah 1 – pi, M adalah panjang ikan pertama kali
matang gonad sebesar antilog m.

3.5.3.5. Indeks hepatosomatik (HSI)


Indeks hepatosomatik (HSI) merupakan rasio antara berat hati dengan berat
tubuh ikan dengan rumus sebagai berikut:
22

BH adalah berat hati dan BT adalah berat tubuh.

Semakin tinggi HSI maka semakin tinggi kesempatan ikan menjadi dewasa
ketika dalam kondisi baik pada usia dan panjang tertentu.

3.5.3.6. Faktor kondisi


Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan baik dilihat dari segi kapasitas fisik
untuk bertahan hidup maupun untuk bereproduksi. Jika pertumbuhan ikan tembang
termasuk pertumbuhan isometrik (b = 3) maka nilai faktor kondisi (K) dapat
dihitung dengan rumus berikut (Effendie 1997):

Namun, jika pertumbuhan allometrik (b ≠ 3) maka digunakan rumus berikut


(Effendie 1997) :

K adalah faktor kondisi, W adalah berat ikan contoh (gram), L adalah panjang
ikan contoh (mm), a dan b adalah konstanta regresi.

Anda mungkin juga menyukai