Anda di halaman 1dari 10

II.1.

2 Patofisiologi Penyakit pada Telinga


a. Otitis Media
Otitis media adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan
non-supuratif, dimana masing –masing memiliki bentuk akut dan kronis. Otitis media akut
termasuk kedalam jenis otitis media supuratif. Selain itu terdapat juga jenis otitis media spesifik,
yaitu otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitik dan otitis media adhesive (Ghanie, 2010).
Senturia et al (1980) membagi otitis media berdasarkan durasi penyakit yaitu akut (otitis
media yang berlangsung selama < 3 minggu), subakut (otitis media yang berlangsung selama 3-12
minggu) dan kronis (otitis media yang berlangsung selama >12 minggu). Sade (1985); Klein et al
(1989) pada third and fourth International Symposium on otitis media membagi otitis media
berdasarkan gejala klinis yang terdiri atas 4 kelompok yaitu miringitis, otitis media supuratif akut
(OMSA), otitis media sekretori (OMS) dan otitis media supuratif kronis (OMSK).

Otitis media supuratif kronis (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata atau dalam
masyarakat Indonesia biasa disebut congek adalah infeksi kronis pada telinga tengah karena
adanya perforasi membran timpani dan sekret (encer atau kental dan bening atau berupa nanah)
yang keluar dari lubang telinga luar secara terus-menerus atau hilang timbul (Djafaar et al., 2007).
1. Etiologi
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media. Pertahanan
tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam
telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga merupakan salah satu faktor penyebab yang
paling sering walaupun perkembangan dari OMSK merupakan lanjutan dari mulainya infeksi akut,
bakteri yang ditemukan pada sekret otitis media supuratif kronis berbeda dengan yang ditemukan
pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering di jumpai pada OMSK adalah Pseudomonas
aeruginosa, Staphylococcus aureus dan Proteus sp. Sedangkan bakteri pada OMSA yaitu
Streptococcus pneumoniae, H. influenza dan Morexella kataralis (Nursiah, 2003).
Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK yaitu E. Coli, Difteroid, Klebsiella dan bakteri
anaerob seperti Bacteriodes sp. Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari
hidung, sinus parasanal, adenoid atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah
Pneumococcus, Streptococcus atau Haemophylus influenzae. Tetapi pada OMSK keadaan ini agak
berbeda karena adanya perforasi membran timpani, infeksi lebih sering berasal dari luar yang
masuk melalui perforasi
tadi. Pengobatan penyakit infeksi ini sebaiknya berdasarkan kuman penyebab dan hasil uji
kepekaan kuman (Nursiah, 2003).

Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak dan
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis dan sinusitis) mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius. Fungsi tuba
eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft
palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba patulous menyebabkan refluk isi nasofaring yang
merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat (Nursiah, 2003).

2. Tanda dan Gejala


a. Telinga berair
Secret bersifat purulent (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung
stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga
tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus tidak berbau busuk dan
sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan
infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan
infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang
(Nursiah, 2003).
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga. Sekret yang sangat bau,
berwarna kuning abu - abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat
terlihat keping - keping kecil, berwarna putih dan mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara
luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi, polip telinga
dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair
tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberculosis (Nursiah, 2003).
b. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari drajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli
konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun
proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteaton dapat menghambat
bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Apabila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang
dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari
rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya
ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas
sistem pengantaran suara ke telinga tengah (Nursiah, 2003
Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai
tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara
sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati- hati. Penurunan
fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan - lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin
melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif.
Apabila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat
menggambarkan sisa fungsi kohlea (Nursiah, 2003).
c. Otalgia (nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada merupakan suatu tanda yang
serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti
adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau
dinding sinus lateralis serta ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi
mungkin karena adanya otitis eksterna sekunder dan nyeri merupakan tanda berkembangnya
komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis (Nursiah,
2003).
d. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo
seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau
pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran
timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat
komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius karena infeksi kemudian dapat
berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan mungkin
dapat berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat
vertigo, uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani, dengan
demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah (Nursiah, 2003)
3. Pemeriksaan Klinik
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi
dapat pula dijumpai adanya tuli sensori neural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak
perforasi membrane timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem penghantaran suara ditelinga
tengah (Nursia, 2003).
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya
karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang
oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan
vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang
serius karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam
sehingga timbul labirinitis dan mungkin dapat berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu
dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo, uji ini memerlukan pemberian tekanan
positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga
telinga tengah (Nursiah, 2003)
c. Bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan lanjutan dari mulainya infeksi akut,
bakteriologi yang ditemukan pada secret yang kronis berbeda dengan yang ditemukan pada otitis
media supuratif akut. Pada OMSK keadaan ini agak berbeda karena adanya perforasi membrane
timpani, infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi. Pengobatan
penyakit infeksi ini sebaiknya berdasarkan kuman penyebab dan hasil kepekaan kuman (Nursiah,
2003).
b. Tinitus
Tinitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar bunyi
tanpa ada rangsang bunyi dari luar. Keluhan ini bisa berupa bunyi mendengung, mendenging,
menderu, atau mendesis, atau berbagai macam bunyi yang lain. Frekuensi tinitus bisa berlangsung
secara terus-menerus atau hilang timbul. Tinitus tidak menbuat penderita menjadi sakit kepala
secara langsung, tetapi sangat mengganggu dan tidak menyenangkan. Akhirnya, bisa berdampak
pada kondisi psikis dan fisik yang selanjutnya bisa menurunkan produktifitas penderitanya, apalagi
jika tinnitus berkembang menjadi ketulian
Tinitus dibedakan menjadi dua jenis yakni tinitus objektif dan tinnitus subjektif. Tinitus
objektif terjadi jika suara juga bisa didengar oleh pemeriksa atau dengan auskultasi disekitar
telinga. Tinitus jenis ini berasal dari transmisi vibrasi (getaran) sistem muskuler atau
kardiovaskuler di sekitar telinga, misalnya gangguan vaskuler berupa aneurisma, aterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah), dan tumor katoris; gangguan mekanis berupa tuba eustachius
terbuka sehingga ketika bernapas membran timpani bergerak dan terjadi tinitus, atau karena kejang
klonus otot tensor timpani, otot stapedius, dan otot palatum. Sedangkan tinitus subjektif terjadi
jika suara hanya dapat didengar oleh pasien sendiri. Biasanya disebabkan proses iritatif atau
degeneratif traktus auditorium dari sel-sel rambur getar koklea sampai pusat saraf pendengaran.
Misalnya, karena intoksikasi obat dan hipertensi endolimfatik seperti penyakit Meniere.

Pada dasarnya tinitus bukan penyakit, tetapi gejala adanya masalah lainnya. Beberapa hal
yang bisa menimbulkan tinitus antara lain penyumbatan saluran atau liang telinga oleh rumah lilin,
alergi makanan tertentu atau alergi lain, reaksi terhadap obat-obatan kimia tertentu, infeksi telinga
tengah (radang kronis), ketidakberesan saluran darah di otak, ketidaknormalan saraf auditori
(karena rentan terhadap suara keras), diabetes mellitus, kolesterol tinggi, pilek, hipertensi, tumor
otak, susah tidur, serta vertigo.

Penyebab Tinitus

Banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya tinnitus. Beberapa diantaranya adalah :
1. Kelainan vascular baik pada arteri atau vena
2. Kelainan muscular
3. Lesi pada saluran telinga dalam
4. Gangguan kokhlea: trauma akibat bising, trauma tulang temporal
5. Ototoksisitas
6. Kelainan telinga tengah

II.2.1.2 Terapi Farmakologi Penyakit pada Telinga


1. Otitis media
Untuk mengatasi otitis media dapat digunakan obat-obatan untuk mengurangi gejala yang
dideritanya, yaitu :
a. Analgesik non-narkotil dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) mempunyai
karakteristik mengatasi nyeri radang, mempengaruhi reseptor nyeri perifer, dampak pada
sistem pencernaan.
b. Analgesik narkotik atau opiate
Analgesik umumnya diresepkan dan digunakan untuk nyeri sedang sampai berat, seperti
pascaoperasi dan nyeri maligna. Analgesik ini bekerja pada sistem saraf pusat untuk
menghasilkan kombinasi efek mendepresi dan menstimulasi.
c. Obata tambahan (adjuvant)
Meningkatkan control nyeri atau menghilangkan gejala lain yang terkait dengan nyeri
seperti mual dan muntah. Obat-obat ini dapat menimbulkan rasa kantuk dan kerusakn
koordinasi, keputusasaan, dan kewaspadaan mental.

2. Tinnitus

Untuk mengatasi otitis media dapat digunakan obat-obatan untuk mengurangi gejala yang
dideritanya, yaitu :

a. Sedative
Sedative dalam dosis ringan seperti fenobarbital atau trankulizer seperti diazepam (Valium)
sering menolong pasien rileks dan menurunkan frekuensi serangan vertigo

b. Antihistamin dan antiemetic


Antihistamin dan antiemetic tertentu efektif menghentikan atau mengurangi keparahn
seringan vertigo pada pasien

c. Depresan vestibuler
Depresan vestibuler digunakan untuk mencegah atau mengurangi keparahan serangan
vertigo dan untuk terapi pasien selama eksaserbasi penyakit ini sampai terjadi remisi
spontan.

II.3.2 Terapi non-farmakologi penyakit pada telinga


1. Otitis media
Manajemen nyeri nonfarmakologis merupakan tindakan menurunkan respons nyeri tanpa
menggunakan agen farmakologi. Dalam melakukan intervensi keperawatan, manajemen nyeri
nonfarmakologis merupakan tindakan independen dari seorang perawat dalam mengatasi respons
nyeri pasien (Andarmoyo, 2013).
a. Bimbingan atisipasi
Bimbingan antisipasi adalah memberikan pemahaman kepada pasien mengenai nyeri yang
dirasakan. Pemahaman yang diberikan oleh perawat ini bertujuan untuk memberikan informasi
kepada pasien, dan mencegah salah interpretasi tentang peristiwa nyeri. Informasi yang diberikan
kepada pasien antara lain :
1. Kejadian, awitan dan durasi nyeri yang akan dialami
2. Kualitas, keparahan, dan lokasi nyeri
3. Informasi tentang cara keamaan pasien telah dipastikan
4. Penyebab nyeri
5. Metode mengatasi nyeri yang digunakan oleh perawat dan pasien
6. Harapan pasien selama menjalani prosedur

b. Terapi Es dan Panas / Kopres panas dan dingin


c. Distraksi
d. Relaksasi
e. Imajinasi terbimbing
f. Hipnosis

2. Tinnitus
Terapi non farmakologi, diantaranya :
a. Pemberian vitamin
Pemberian vitamin berdasarkan atas teori bahwa penyait tinnitus akibat defisiensi vitamin.

b. Diet rendah garam


Diet rendah garam dimaksudkan adalah agar menurunkan jumlah cairan tubuh dengan
harapan juga menurunkan cairan endolimfe.

c. Program pantang makanan


Terapi ini kadang digunakan apabila pasien yang bias disebabkan akibat terjadinya suatu
alergi makanan

II.1.2 Obat-obat sintesis untuk penyakit pada telinga


Contoh obat wajib apotek yang dapat digunakan untuk swamedikasi gangguan telinga
umumnya hanya untuk mengurangi nyeri dan sebagai antibiotic.
a. Obat telinga sebagai antinyeri
Paracetamol
Nama Sediaan : Panadol®, Dumol®
Bentuk Sediaan : Tablet, sirup
Dosis :
 Dewasa : 500 mg-1000 mg per kali, diberikan tiap 4-6 jam dengan maksimum 4 g
per hari.
 Anak : usia 1-6 tahun 60-120 mg/kali untuk anak usia 6-12 tahun 150-300 mg/
kali
Aturan Pakai : Dengan atau tanpa makanan
Efek Samping : reaksi alergi, ruam kulit berupa eritema atau urtikaria, hipotensi.
Kontraindikasi : hipersensitif, gangguan hati.
Penandaan Obat : Obat bebas
Aspirin
Nama Sediaan : Aspirin® ; Aptor® ; Aspilets®
Bentuk sediaan : tablet;
Dosis : Dewasa : 325 – 650 mg/kali diberikan peroral setiap 4-6 jam
Efek samping : gangguan saluran cerna (iritasi saluran cerna), reaksi hipersensitivitas
Kontraindikasi : anak dan remaja < 16 tahun, ibu menyusui, riwayat / sedang menderita
saluran cerna, hipersensitivitas.
b. Obat telinga sebagai antimikroba
Kloramfenikol
Nama Sediaan : Kalmicetine®
Bentuk Sediaan : tablet
Dosis : dosis umum , dewasa : 50 mg/kgBB/hari per oral dibagi dalam 3-4 dosis
Efek Samping : kelainan darah yang reversible dan ireversibel seperti anemia aplastic,
neuritis perifer, neuritis optic, gangguan saluran cerna (mual, muntah, diare)
Kontraindikasi : pasien gangguan hati, hipersensitif. Wanita hamil, menyusui dan
pasien porfiria.
II.2.2 Obat-obat Herbal untuk Penyakit pada Telinga
a. Pegagan

Gambar: Pegagan
Nama daerah : Peugaga (Aceh), jalukap (Banjar), daun kaki kuda (Melayu), ampagaga (batak),
antanan, dulang sontak(Sunda), gagan-gagan, rendeng, cowek-cowekan, pane gowang (Jawa),
piduh (Bali), bebele (Lombok), sandanan (Irian) broken copper coin, semanggen
(Indramayu,Cirebon), pagaga (Makassar), daun tungke (Bugis), Pigago (Minang), daun tapak
kudo (solok), jelukap/jalukap (Kutai/Borneo)
Bagian yang digunaka : herba
Kandungan kimia : Asiaticoside, thankuniside, isothankuniside, madecassoside, brahmoside,
brahminoside, brahmic acid, madasiatic acid, meso-inositol, centellose, carotenoids, garam-garam
mineral seperti garam kalium, natrium, magnesium, kalsium, besi, vellarine, zat samak.
Senyawaan glikosida triterpenoida yang disebut asiaticoside dan senyawaan sejenis, mempunyai
kasiat anti lepra (Morbus Hansen)
Cara membuat : Herba pegagan segar sebanyak 20g direbus dengan 5 gelas air hingga tersisa 3
gelas.
Aturan pakai : ramuan diminum 3 kali sehari pada pagi, siang dan sore hari sebelum
makan.sekali minum 1 gelas
b. Sambiloto

Gambar: Sambiloto
Nama daerah : sambilata (Melayu); ampadu tanah (Sumatera Barat); sambiloto, ki pait, bidara,
andiloto (Jawa Tengah); ki oray (Sunda); pepaitan (Madura), sedangkan nama asingnya Chuan xin
lien (Cina)
Bagian yang digunakan : herba
Kandungan kimia : Deoksiandrografolid, andrografolid (zat pahit), neoandrografolid, 14-deoksi-
11-12- didehidroandrografolid, dan homoandrografolid. Juga terdapat flavonoid, alkane, keton,
aldehid, mineral (kalium, kalsium, natrium), asam kersik, dan damar. Flavotioid diisolasi
terbanyak dari akar, yaitu polimetoksiflavon, andrografin, pan.ikulin, mono-0- metilwithin, dan
apigenin-7,4- dimetileter.
Cara membuat : Herba sambiloto kering sebanyak 5 – 10 gram direbus dengan 5 gelas air hingga
tersisa 3 gelas.
Aturan pakai : diminum 3 kali sehari pada pagi, siang dan sore hari sebelum makan. Sekali
minum 1 gelas.
c. Daun dewa

Gambar: Daun Dewa


Bagian yang diguanakan : daun
Kandungan kimia : Flavanoid, asam fenolat, asam klorogenat, asam kafeat, asam p-kumarat,
asam p- hidroksibenzoat dan asam vanilat. Kandungan dan manfaat senyawa flavanoid, saponin,
dan minyak atsiri.
Cara membuat : Daun dewa sebanyak 4 lembar atau bisa digantikan dengan umbinya sebanyak
5 iris direbus dengan 5 gelas air hingga tersisa 3 gelas.
Aturan pakai : diminum 3 kali 1 gelas, pagi, siang dan sore sebelum makan.
d. Tempuyung

Gambar: Tempuyung
Bagian yang digunakan : herba
Kandungan kimia : Oc-laktuserol, P-laktuserol, manitol, inositol, silika, kalium, flavonoid, dan
taraksasterol.
Cara membuat : Herba tempuyung segar sebanyak 7 lembar yang dibilas dengan air matang, lalu
digiling atau ditumbuk hingga halus dan airnya diperas menggunakan air bersih.
Aturan pakai : Air perasan selanjutnya diteteskan ke telingasebanyak 2 tetes 3 – 4 kali sehari
hingga dengung di telinga menghilang.

II.2.3 Sediaan Jadi Herbal untuk Penyakit pada Telinga


Gold-G Sea Cucumber Jelly

Khasiat: Meredakan Sinusitis dan Otitis Media


Komposisi: Sea Cucumber Extract
Aturan Pemakaian: Untuk menjaga kesehatan, cukup 1-2 x sendok makan sehari, Untuk
terapi sakit ringan-sedang, minumlah 3 x sendok makan sehari. Untuk terapi sakit berat,
minumlah 3-4 x sendok makan sehari
Diproduksi Oleh : Biogene R & D SDN BHD – Malaysia
Diimpor oleh: PT. GNE Indonesia – DKI Jakarta

Anda mungkin juga menyukai