Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


OKSIGENASI DI RUANG ASTER 5 RS MOEWARDI SOLO

Disusun oleh:

Sri Lestari

P.1337420114057

DIII KEPEAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN


SEMARANG

2015/2016

1
A. KLINIKAL PATHWAY

Konsep Medis
 Pengertian

Menurut Irman Sumantri (2009), Kor pulmonal adalah terjadinya pembesaran dari jantung
kanan (dengan atau tanpa gagal jantung kiri) sebagai akibat dari penyakit yang
mempengaruhi struktur atau fungsi dari paru-paru atau vaskularisasinya.

2
Pulmonary heart disease adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau dilatasi)
yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol
pernafasan. Penyebab pulmonary heart disease akut tersering adalah emboli paru masif,
sedangkan pulmonary heart disease kronik sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK). Pada pulmonary heart disease kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel
kanan, sedangkan pada pulmonary heart disease akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.

Tidak semua pasien PPOK akan mengalami pulmonary heart disease, karena banyak usaha
pengobatan yang dilakukan untuk mempertahankan kadar oksigen darah arteri mendekati
normal sehingga dapat mencegah terjadinya Hipertensi Pulmonal. Pada umumnya, makin
berat gangguan keseimbangan ventilasi perfusi, akan semakin mudah terjadi ganguan analisis
gas darah sehingga akan semakin besar terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart
disease. Penyakit yang hanya mengenai sebagian kecil paru tidak akan begitu mempengaruhi
pertukaran gas antara alveoli dan kapiler sehingga jarang menyebabkan terjadinya Hipertensi
Pulmonal dan pulmonary heart disease. Tuberculosis yang mengenai kedua lobus paru secara
luas akan menyebabkan terjadinya fibrosis disertai gangguan fungsi paru sehingga
menyebabkan terjadinya pulmonary heart disease. Hipoventilasi alveoli sekunder akibat sleep
apnea syndrome tidak jarang disertai dengan Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart
disease Kronik.

 Etiologi

Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:

1) Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.

2) Alergi

3) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll

c. Manifestasi klinis

1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana
akanmeningkatkan produksi mukus.

2) Mukus lebih kental

3) Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh


karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan
kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi
hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat.

4) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan
normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi
mukus yang banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran
udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi
biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.

3
5) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama
selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal
dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan
asidosis.

6) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul,
dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2.

7) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia
(overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang
hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.

8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan
FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya
menuju penyakit cor pulmonal dan CHF

Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas yang
dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :

1. asap rokok

a. perokok aktif

b. perokok pasif

2. polusi udara

a. polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor

b. polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan

3. polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)

a. infeksi saluran nafas bawah berulang

 . PATOFISIOLOGI

Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk
keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme.
Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses
masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara
alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah
teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan
pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran
napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital
(KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas
vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).

4
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari
saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi
dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses
ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD,
2009).

Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada


paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di
paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi
akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila
tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara
kolaps (GOLD, 2009).

Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil, komposisi
seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap
rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan
elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan
(Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan
adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya
inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi
berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).

 . MANIFESTASI KLINIS

Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk bersifat
produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang
hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid
kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin bertambahnya
parahnya batuk penderita.

Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang hari, tidak
hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita
PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada
saat mengalami eksaserbasi akut.

Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:

1) Batuk bertambah berat

2) Produksi sputum bertambah

5
3) Sputum berubah warna

4) Sesak nafas bertambah berat

5) Bertambahnya keterbatasan aktifitas

6) Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis

7) Penurunan kesadaran

 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan radiologi

a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari
hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.

2) Corak paru yang bertambah

b. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan
ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.

2) Corakan paru yang bertambah.

3) Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP
yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan
arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan
VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut,
sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada
emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

2. Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang
pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu
penyebab payah jantung kanan.

3. Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal
terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS

6
rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet.

4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

5. Laboratorium darah lengkap

 KOMPLIKASI

1. Hipoxemia

Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai
saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan
konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.

2. Asidosis Respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain :
nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

3. Infeksi Respiratory

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan


rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.

4. Gagal jantung

Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan
bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.

5. Cardiac Disritmia

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.

6. Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini
sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi
yang biasa diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali
terlihat.

 PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut,
tetapi juga fase kronik.

2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.

7
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,


menghindari polusi udara.

2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak
perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi
yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.

4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid


untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih kontroversial.

5. Pengobatan simtomatik.

6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.

7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran
lambat 1 - 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.

2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang
paling efektif.

3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran
jasmani.

4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula

Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)

1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara

2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :

a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini umumnya
disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-
0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat
diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang
memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau
doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat
penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-

8
10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.

b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2

c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.

d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan


adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau
ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56
IV secara perlahan.

3. Terapi jangka panjang di lakukan :

a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-0,5/hari dapat


menurunkan kejadian eksaserbasi akut.

b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka
sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.

c. Fisioterapi

4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik

5. Mukolitik dan ekspektoran

6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan
PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)

Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi,
untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.

9
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan


produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan
iritan jalan napas.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan


kebutuhan oksigen.

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelamahan,
efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.

6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya
pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

C. RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN

Bersihan jalan napas tidak NOC : 1. Beri pasien 6 sampai 8 gelas


1. efektif b.d cairan/hari kecuali terdapat kor
bronkokontriksi, v Respiratory status : pulmonal.
peningkatan produksi Ventilation
sputum, batuk tidak 2. Ajarkan dan berikan
v Respiratory status : Airway dorongan penggunaan teknik
efektif, patency
kelelahan/berkurangnya pernapasan diafragmatik dan
tenaga dan infeksi batuk.

10
bronkopulmonal. v Aspiration Control 3. Bantu dalam pemberian
tindakan nebuliser, inhaler dosis
Kriteria Hasil : terukur
v Mendemonstrasikan batuk 4. Lakukan drainage postural
efektif dan suara nafas yang dengan perkusi dan vibrasi pada
bersih, tidak ada sianosis dan pagi hari dan malam hari sesuai
dyspneu (mampu mengeluarkan yang diharuskan.
sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada 5. Instruksikan pasien untuk
pursed lips) menghindari iritan seperti asap
rokok, aerosol, suhu yang
v Menunjukkan jalan nafas ekstrim, dan asap.
yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi 6. Ajarkan tentang tanda-tanda
pernafasan dalam rentang dini infeksi yang harus dilaporkan
normal, tidak ada suara nafas pada dokter dengan segera:
abnormal) peningkatan sputum, perubahan
warna sputum, kekentalan
v Mampu mengidentifikasikan sputum, peningkatan napas
dan mencegah factor yang pendek, rasa sesak didada,
dapat menghambat jalan nafas keletihan.

7. Berikan antibiotik sesuai


yang diharuskan.

8. Berikan dorongan pada


pasien untuk melakukan
imunisasi terhadap influenzae dan
streptococcus pneumoniae.

2. Pola napas tidak NOC : 1. Ajarkan klien latihan


efektifberhubungan bernapas diafragmatik dan
dengan napas pendek, v Respiratory status : pernapasan bibir dirapatkan.
mukus, bronkokontriksi Ventilation
dan iritan jalan napas 2. Berikan dorongan untuk
NOC menyelingi aktivitas dengan
v Respiratory status : Airway periode istirahat.
patency 3. Biarkan pasien membuat
v Vital sign Status keputusan tentang perawatannya
berdasarkan tingkat toleransi
Kriteria Hasil : pasien.

v Mendemonstrasikan batuk 4. Berikan dorongan


efektif dan suara nafas yang penggunaan latihan otot-otot
bersih, tidak ada sianosis dan

11
dyspneu (mampu mengeluarkan pernapasan jika diharuskan.
sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada
pursed lips)

v Menunjukkan jalan nafas


yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas
abnormal)

v Tanda Tanda vital dalam


rentang normal (tekanan darah
(sistole 110-130mmHg dan
diastole 70-90mmHg), nad (60-
100x/menit)i, pernafasan (18-
24x/menit))

3. Gangguan pertukaran v Respiratory status : 1. Deteksi bronkospasme


gasberhubungan dengan Ventilation saatauskultasi .
ketidaksamaan ventilasi
perfusi Kriteria Hasil : 2. Pantau klien terhadap
dispnea dan hipoksia.
v Frkuensi nafas normal (16-
24x/menit) 3. Berikan obat-obatan
bronkodialtor dan kortikosteroid
v Itmia dengan tepat dan waspada
v Tidak terdapat disritmia kemungkinan efek sampingnya.

v Melaporkan penurunan 4. Berikan terapi aerosol


dispnea sebelum waktu makan, untuk
membantu mengencerkan sekresi
v Menunjukkan perbaikan sehingga ventilasi paru
dalam laju aliran ekspirasi mengalami perbaikan.

5. Pantau pemberian oksigen

4. Intoleransi NOC : 1. Kaji respon individu


aktivitasberhubungan terhadap aktivitas; nadi, tekanan
dengan v Energy conservation darah, pernapasan
ketidakseimbangan antara v Self Care : ADLs
suplai dengan kebutuhan 2. Ukur tanda-tanda vital
oksigen Kriteria Hasil : segera setelah aktivitas,
istirahatkan klien selama 3 menit
v Berpartisipasi dalam kemudian ukur lagi tanda-tanda
aktivitas fisik tanpa disertai

12
peningkatan tekanan darah, vital.
nadi dan RR
3. Dukung pasien dalam
v Mampu melakukan aktivitas menegakkan latihan teratur
sehari hari (ADLs) secara dengan menggunakan treadmill
mandiri dan exercycle, berjalan atau
latihan lainnya yang sesuai,
seperti berjalan perlahan.

4. Kaji tingkat fungsi pasien


yang terakhir dan kembangkan
rencana latihan berdasarkan pada
status fungsi dasar.

5. Sarankan konsultasi dengan


ahli terapi fisik untuk menentukan
program latihan spesifik terhadap
kemampuan pasien.

6. Sediakan oksigen
sebagaiman diperlukan sebelum
dan selama menjalankan aktivitas
untuk berjaga-jaga.

7. Tingkatkan aktivitas secara


bertahap; klien yang sedang atau
tirah baring lama mulai
melakukan rentang gerak
sedikitnya 2 kali sehari.

8. Tingkatkan toleransi
terhadap aktivitas dengan
mendorong klien melakukan
aktivitas lebih lambat, atau waktu
yang lebih singkat, dengan
istirahat yang lebih banyak atau
dengan banyak bantuan.

9. Secara bertahap tingkatkan


toleransi latihan dengan
meningkatkan waktu diluar
tempat tidur sampai 15 menit tiap
hari sebanyak 3 kali sehari.

5. Perubahan nutrisi kurang NOC : 1. Kaji kebiasaan diet,


dari kebutuhan masukan makanan saat ini. Catat
v Nutritional Status : food and

13
tubuhberhubungan Fluid Intake derajat kesulitan makan. Evaluasi
dengan dispnea, berat badan dan ukuran tubuh.
kelamahan, efek samping Kriteria Hasil :
obat, produksi sputum 2. Auskultasi bunyi usus
v Adanya peningkatan berat
dan anoreksia, mual badan sesuai dengan tujuan 3. Berikan perawatan oral
muntah. sering, buang sekret.
v Berat badan ideal sesuai
dengan tinggi badan 4. Dorong periode istirahat I
jam sebelum dan sesudah makan.
v Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi 5. Pesankan diet lunak, porsi
kecil sering, tidak perlu dikunyah
v Tidak ada tanda tanda lama.
malnutrisi
6. Hindari makanan yang
Tidak terjadi penurunan berat diperkirakan dapat menghasilkan
badan yang berarti gas.

7. Timbang berat badan tiap


hari sesuai indikasi.

6. Kurang perawatan NOC : 1. Ajarkan mengkoordinasikan


diriberhubungan dengan pernapasan diafragmatik dengan
keletihan sekunder akibat v Self care : Activity of Daily aktivitas seperti berjalan, mandi,
peningkatan upaya Living (ADLs) membungkuk, atau menaiki
pernapasan dan Kriteria Hasil : tangga
insufisiensi ventilasi dan
oksigenasi v Klien terbebas dari bau 2. Dorong klien untuk mandi,
badan berpakaian, dan berjalan dalam
jarak dekat, istirahat sesuai
v Menyatakan kenyamanan kebutuhan untuk menghindari
terhadap kemampuan untuk keletihan dan dispnea berlebihan.
melakukan ADLs Bahas tindakan penghematan
energi.
v Dapat melakukan ADLS
dengan bantuan 3. Ajarkan tentang postural
drainage bila memungkinkan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Irman, Sumantri. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
Nuzurul . 2012. Asuhan Keperawatan Cor Pulmonal. Diakses Tanggal 29 November 2012
Jam 20.00 Wib Http://Nuzulul-Fkp09.Web.Unair.Ac.Id/Artikel_Detail-35530-
Kep%20Respirasi-Askep%20Cor%20Pulmonal.Html
Pubmed. 2012. Jounal Cor Pulmonal. Diakses Tgl 2 Desember 2012 Jam 22.00
WibHttp://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Pubmed/23199841
Syarifudin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC

15

Anda mungkin juga menyukai