Berita
Berita
REPUBLI KA TV
GERAI
I HRAM
LOGI N
HOME
NEWS
O
O
KHAZANAH
INTERNASIONAL
O
O
EKONOMI
REPUBLIKBOLA
O
O
LEISURE
KOLOM
REPUBLIKA TV
O
SASTRA
RETIZEN
INDEKS
LAINNYA
NEWS
Tuesday, 12 Zulhijjah 1440 / 13 August 2019
o LOGI N
o REGI STER
HOME
POLITIK
HUKUM
PENDIDIKAN
UMUM
NUSANT ARA
JABODETABEK
NEWS ANALYSIS
UMM
UBSI
TELKO HIGHLIGHT
INDONESIA BERDAY A
PORA
UM AMI
Home >
News >
Nasional
4
1
Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Penolakan umumnya muncul karena ada kekhawatiran anak lain akan tertular
HIV.
Baca Juga
Cerita Ibu Pengidap HIV Positif Lahirkan Anak
Retno berujar, pada 2011, pernah terjadi penolakan serupa di salah satu
sekolah di Jakarta. Kemudian pada 2012 terjadi di Gunung Kidul yogjakarta
dan pada 2018 kejadian serupa menimpa enam anak di Nainggolan, Samosir,
Sumatra Utara.
Atas kejadian ini, KPAI mendorong Kemendikbud RI, Pemerintah Kota Solo,
dan masyarakat untuk melindungi serta memenuhi hak-hak dasar anak
korban penderita HIV. Karena hal itu tertuang dalam UU RI No 35 Tahun
2014 Tentang Perubahan Atas UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak.
Retno menegaskab, mendiskriminasi apalagi menolak seorang anak dengan
HIV jelas melanggar seluruh ketentuan peraturan perundangan.
Mengeluarkan anak dengan HIV dari sekolah merupakan bentuk kekerasan
terhadap anak yang akan berdampak berat pada psikologisnya. Kondisi
tersebut dikhawatirkan berdampak pada menurunnya kondisi kesehatan
anak-anak tersebut.
Selanjutnya, KPAI juga mendorong dan meminta negara hadir dan segera
memenuhi hak atas pendidikan anak-anak dengan HIV/AIDS. Sehingga
mereka dapat bersekolah di tempat yang mereka ingin, yaitu sekolah formal.