Anda di halaman 1dari 13

A.

Gempa Bumi
Gempa bumi merupakan sebuah guncangan hebat yang menjalar ke permukaan bumi yang
disebabkan oleh gangguan di dalam litosfir (kulit bumi). Gangguan ini terjadi karena di dalam
lapisan kulit bumi dengan ketebalan 100 km terjadi akumulasi energi akibat dari pergeseran kulit
bumi itu sendiri. Lapisan kulit bumi mempunyai temperatur relatif jauh lebih rendah
dibandingkan lapisan di bawahnya (mantel dan inti bumi) sehingga terjadi aliran konvektif.
Akibat gerakan-gerakan ini, maka kulit bumi terpecah-pecah menjadi bagian-bagian berupa
lempengan yang saling bergerak satu sama lain disebut dengan lempeng tektonik. Umumnya
gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh
lempengan yang bergerak. Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan tektonik
tersebut. Tapi gempa bumi yang paling kuat biasanya terjadi di perbatasan lempengan
kompresional (akibat tekanan atmosfer) dan translasional (lempeng yang selalu bergerak).
Bahdrul Mustafa 2010.
1. Berdasarkan penyebabnya, gempa bumi dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a) Gempa Tektonik
adalah Gempa yang di sebabkan oleh pergeseran lempeng tektonik. Lempeng tektonik
bumi kita ini terus bergerak, ada yang saling mendekat saling menjauh, atau saling
menggeser secara horizontal. Karena tepian lempeng yang tidak rata, jika terjadi
gesekan, maka timbulah friksi. Friksi ini kemudian mengakumulasi energi yang kemudian
dapat melepaskan energi goncangan menjadi sebuah gempa.
b) Gempa Vulkanik
adalah gempa yang disebabkan oleh kegiatan gunung api. Magma yang berada pada
kantong di bawah gunung tersebut mendapat tekanan dan melepaskan energinya
secara tiba-tiba sehingga menimbulkan getaran tanah. Gempa ini disebabkan oleh
kegiatan vulkanik (gunung merapi). Magma yang berada pada kantong di bawah gunung
tersebut mendapat tekanan dan melepaskan energinya secara tiba-tiba sehingga
menimbulkan getaran tanah. Gempa vulkanik dapat menjadi gejala/petunjuk akan
terjadinya letusan gunung berapi. Namun gempa vulkanik ini biasanya tidak merusak
karena kekuatannya cukup kecil, sehingga hanya dirasakan oleh orang-orang yang
berada dalam radius yang kecil saja dari sebuah gunung merapi.
c) Gempa Runtuhan
adalah gempa lokal yang terjadi apabila suatu gua di daerah topografi karst atau di
daerah pertambangan runtuh atau massa batuan yang cukup besar di sebuah lereng
bukit runtuh/longsor. Kekuatan gempa akibat runtuhan massa batuan ini juga kecil
sehingga tidak berbahaya. Sebenarnya mekanisme gempa tektonik dan vulkanik sama.
Naiknya magma ke permukaan juga dipicu oleh pergeseran lempeng tektonik pada sesar
bumi. Biasanya ini terjadi pada batas lempeng tektonik yang bersifat konvergen (saling
mendesak). Hanya saja pada gempa vulkanik, efek goncangan lebih ditimbulkan karena
desakan magma, sedangkan pada gempa tektonik, efek goncangan langsung
ditimbulkan oleh benturan kedua lempeng tektonik.

2. Pengelompokan gempa berdasarkan kedalaman focus


Berdasarkan kedalaman fokus (pusat gempa), maka gempa dibagi ke dalam tiga kelompok:
a) Gempa dangkal : berpusat < 60 km
b) Gempa menengah: berpusat antara 60 sampai 300 km
c) Gempa dalam: berpusat > 300 km

3. Berdasarkan Kekuatan Gempa


Kekuatan sebuah gempa bumi disebut juga magnitudo, adalah besarnya energi yang
dilepaskan oleh sumber gempa, diukur dengan satuan skala Richter. Skala magnitudo ini
dihitung menggunakan angka dari 0 sampai 10, dan dapat menggunakan koma. Berdasarkan
magnitudo gempa, maka gempa dapat pula digolongkan ke dalam 4 (empat) kelompok,
yakni:
a) Gempa lemah : Magnitudo < 3,5 SR
b) Gempa sedang : Magnitudo antara 3,5 sampai 5,5 SR
c) Gempa kuat : Magnitudo 5,5 sampai 7 SR
d) Gempa sangat kuat : Magnitudo > 7 SR

B. Lokasi Bencana Gempa Bumi


1. Gempa dan Tsunami Aceh 26 Desember 2004
a) Karakteristik bencana
Di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdapat satu pulau di barat, yakni Simeulue
yang merupakan sebuah kabupaten dengan penduduk berjumlah lebih kurang 70.000
jiwa. Pada tanggal 26 Desember 2004 pukul 07.58 WIB terjadi sebuah gempa besar 9,2
SR di utara pulau ini, tepatnya di koordinat 3,307 LU 95,94 BT yang kemudian diikuti oleh
tsunami. Pusat gempa pada kedalaman 10 km (sangat dangkal), sehingga intensitasnya
sangat besar, kemudian menimbulkan tsunami, yang menelan korban yang sangat
banyak, yakni lebih dari 250.000 jiwa melayang. Banyak bangunan hancur, baik di pulau
Simeulue maupun di daratan Aceh.

b) Identifikasi program pemerintah dlm penanggulangan bencana


Tragedi Gempa bumi dan Tsunami yang melanda Aceh dan sekitarnya pada
tahun 2004 silam telah mendorong perhatian serius Pemerintah Indonesia dan dunia
Internasional dalam manajemen penanggulangan bencana. Dalam merespon sistem
penanggulangan bencana saat itu, Pemerintah indonesia sangat serius membangun
legalisasi, lembaga maupun budgetting. Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor
24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pemerintah kemudian mengeluarkan
Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB). BNPB memiliki fungsi pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan
penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.
Dalam rangka implementasi Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki
tanggal 15 Agustus 2005, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh khususnya pasal 10 dan pasal 100, dan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana yaitu pasal 18, pasal 19 dan pasal 25, serat didukung
oleh Qanun Aceh Nomor 5 tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana dan Qanun
Aceh Nomor 6 tahun 2010 tentang Pembentukan Susunan organisasi dan Tata kerja
Badan Penanggulangan Bencana Aceh, Pemerintah Aceh telah membentuk Badan
Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA). Sedangkan seluruh Kabupaten / kota yang ada
dalam wilayah Aceh telah membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah
kabupaten/ kota (BPBD kabupaten/ kota). BPBA adalah suatu kerja perangkat Aceh yang
dibentuk untuk melaksanakan tugas dan fungsi dalam rangka penanggulangan bencana
di Aceh. BPBA dengan segala kerterbatasan kapasitasnya mulai sejak terbentuk pada
tanggal 22 Juni 2010, telah berupaya secara maksimal untuk melakukan tugas pokok dan
fungsi dalam menyelenggarakan pelayanan penanggulangan bencana. Namun demikian,
atas dasar masukan dan saran dari berbagai mitra kerja, pelayanan penanggulangan
masih harus lebih ditingkatkan lagi kualitasnya, masih banyak hal yang harus menjadi
perhatian untuk menuju perbaikan serta penyempurnaannya.
Evaluasi Hasil Pelaksanaan Rencana Kerja BPBA dan Pencapaian RENSTRA BPBAS.D
Tahun 2018 Provinsi Aceh.

Indikator Kinerja Realisasi Target Tahun Realisasi Target Tahun


Program/Kegiatan 2017 2018
Jumlah genset mini untuk 4 unit 4 unit
kebencanaan
Jumlah kendaraan minibus rescue 3 unit 2 unit
bencana
Jumlah kendaraan rescue book 1 unit 1 unit
logistic kebencanaan
Jumlah tenda evakuasi korban 200 unit 200 unit
bencana
Jumlah tandu evakuasi korban 200 unit 200 unit
bencana
Panjang jalan aspal dalam 650 m 650 m
lingkungan gudang
Luas garasi parkir gudang logistik 65 m 65 m
Luas tempat genset 12 m 12 m
Jumlah Laporan Monitoring dan 4 dokumen 1 dokumen
Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan
Penanggulangan Bencana
Jumlah Laporan Pelaksanaan 4 dokumen 1 dokumen
Kegiatan Pendidikan dan
Pelatihan Penanggulangan
Bencana
Jumlah dokumen rencana 3 dokumen 1 dokumen
kontigensi
Jumlah masyarakat yang 720 orang 720 orang
berpartisipasi dalam pelaksanaan
kegiatan simulasi/drill bencana
Jumlah dokumen laporan 2 lap 2 lap
koordinasi pelayanan rehabilitasi
dan rekonstruksi pasca bencana
Jumlah laporan operasional pusat 2 lap 2 lap
kendali operasi dan laporan
penialaian cepat kerusakan
akiobat bencana
Jumlah paket bantuan logistik 18 paket 18 paket
kebencanaan
c) Kritisi program menilai kelebihan dan kekurangan
Kelebihan:
Kelebihan dalam progam pemerintah BPBA ini adalah BPBA memperbaiki kinerja
sehingga terwujud upaya penanggulangan yang efektif dan efisien yang antara lain
dilaksanakan melalui:
(1) Peningkatan dan pengembangan kepemimpinan;
(2) Peningkatan akuntabilitas pelaksanaan penanggulangan bencana dalam rangka
mendukung pelaksanaan tata pemerintahan yang baik,
(3) Penambahan dan peningkatan mutu sumber daya manusia penyelenggaran
pelayanan penanggulangan bencana dalam memenuhi standar minimal pelaksanaan
penanggulangan bencana;
(4) Sebagai lembaga yang relatif baru, BPBA dituntut untuk terus mensosialisasikan
keberadaannya sehingga tidak terjadi tumpang tindih fungsi dan peran kelambagaan
dengan lembaga yang telah ada terlebih dahulu ada;
(5) Meningkatkan fungsi koordinasi, komando dan pelaksanaan yang diarahkan kepada
peran fasilitasi bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam upaya-upaya
pelaksanaan pelayanan penanggulangan bencana, baik di tingkat provinsi maupun di
tingkat kabupaten/kota; dan yang terakhir adalah
(6) Terus berupaya melaksanakan evaluasi terhadap setiap pelaksanaan upaya
pelayanan penanggulangan bencana dalam rangka perubahan dan perbaikan
bersama. Berkaitan dengan implementasi manajemen risiko bencana, maka arah
penanganannya dilaksanakan dengan memadukan upaya-upaya penanganan dan
pengurangan risiko bencana secara komprehensif dan sistematis dengan didukung
oleh suatu komitmen yang kuat dari semua pihak. Sehingga mampu mensinergikan
kapasitas penanganan dan pengurangan risiko bencana baik di tingkat pusat,
provinsi, kabupaten/kota hingga lapisan-lapisan masyarakat di tingkat gampong.
Sehingga kebijakan, strategi, program, dan kegiatan dikonstruksikan atas tujuan,
sasaran dan indikator yang realistis guna menjadi patokan penjabaran kebijakan
penanganan mitigasi bencana Aceh 5 (lima) tahun mendatang.
Selain itu kelebihan lainnya adalah Rencana Strategis Badan Penanggulangan Bencana
Aceh (BPBA) periode 2012-2017 mengacu pada Rencana Strategis Badan
Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) periode 2012-2017 mengacu pada Landasan
Hukum. Dasar-dasar hukum yang dapat menjadi acuan dalam penyusunan dokumen
Rencana Strategis Badan Penanggulangan Bencana Aceh tersebut, yaitu:
(1) Undang-Undang Dasar Republik IndonesiaTahun 1945;
(2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 2003 Nomor 47, tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286);
(3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
(4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemerikasaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara;
(5) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional;
(6) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
(7) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia)
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4438);
(8) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005-2025, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
(9) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
(10) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh
(11) Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
(12) Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana.
(13) Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan
Bencana.
(14) Qanun Aceh Nomor 1 tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Aceh.
(15) Qanun Aceh Nomor 5 tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana.
(16) Qanun Aceh Nomor 6 tahun 2010 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Aceh.
(17) Peraturan Gubernur Aceh Nomor 7 tahun 2011 tentang Rincian Tugas Pokok dan
Fungsi Pemangku Jabatan Struktural dilingkungan Badan Penanggulangan Bencana
Aceh.
(18) Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah.
(19) Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan
Evaluasi Pembangunan.
(20) Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara,
Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Daerah.
(21) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga
Internasional dan Lembaga Asing Non Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana.
(22) Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2010-2014
(23) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara, Penyusunan,
Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah
(24) Peraturan Kepala BNPB Nomor 3 tahun 2010 tentang Rencana Nasional
Penanggulangan Bencana
(25) Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014

Kekurangan:

d) Saran dan rekomendasi untuk program perbaikan program penanggulangan bencana


kedepan
e) Analisis masalah dgn menggunakan referensi
2. Gempa Bumi di Lombok 5 Agustus 2018
a) Karakteristik bencana
Gempa yang terjadi pada tanggal 5 Agustus 2018 pukul 18:47 WITA ini
mengguncang Lombok dengan kekuatan 7 skala richter. Gempa ini merupakan gempa
type II karena telah didahului oleh gempa lain beberapa hari sebelumnya.
Guncangannya berpusat di koordinat 8,26 lintas selatan, dan 116,55 bujur timur
(Lombok Timur). Gempa ini cukup besar sehingga mengakibatkan 70% bangunan lokal
runtuh.
Ketika gempa terjadi pada pukul 18:47, BMKG mengumumkan waspada
tsunami. Keputusan ini diambil setelah menganalisis kedangkalan gempa namun
menimbulkan robekan akibat pergeseran sesar mulai dari daratan Lombok hingga
wilayah laut. Hal ini menimbulkan potensi tsunami. Walau kemungkinan ketinggian
gelombang hanya setengah meter saja, namun warga diminta untuk waspada dan naik
ke tempat yang lebih tinggi. Hasilnya, memang telah terjadi kenaikan gelombang laut
yang datang di berbagai daerah Lombok. Diantaranya adalah Benoa (2 cm), Desa
Lembar (9 cm), Desa Badas (10 cm), dan Desa Carik (13,5 cm). Tak lama kemudian
bahaya tsunami ini kemudian ditarik oleh BMKG pada pukul 20:25 pada hari yang sama.
BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) menjelaskan bahwa
gempa yang terjadi pada tanggal 5 Agustus 2018 ini merupakan gempa utama (main
shock) dari rangkaian gempa yang pernah terjadi sebelumnya (fore shock). Sebelumnya
juga telah terjadi gempa di daerah yang sama, yaitu pada tanggal 29 Juli 2018 (6,4 sr).
Setelah itu gempa susulan setelah main shock tentu akan terjadi, tercatat sebanyak 163
gempa bumi kecil terjadi hingga esok harinya pukul 13.00 WIB. Menurut BMKG
Denpasar, Yohanes Agus Tiawan, gempa bumi ini terjadi akibat aktivitas Sesar Naik
Flores yang memanjang dari Nusa Tenggara Timur hingga Bali. Penilaian ini disimpulkan
dari menganalisa gerakan mekanisme sumber gempa berupa pergeseran bebatuan yang
bergerak naik. Gerakan sesar naik ini juga yang bertanggung jawab atas terjadinya
gempa bumi dan tsunami di utara Flores pada tahun 1992 yang lalu.
Gempa ini memang terjadi di daratan, namun guncangannya sampai ke lautan,
hal ini yang mengakibatkan BMKG memberi peringatan waspada tsunami. Statusnya
hanya berupa “waspada”, karena perkiraan gelombang yang datang tidak akan melebihi
0,5 meter tingginya. Sesar adalah retakan tanah dalam lapisan bumi. Biasanya, sesar
dihubungkan dengan atau terbentuk oleh lempengan tektonik Bumi. Pada sesar yang
aktif, bagian dari lempengan bumi bergerak terus sepanjang waktu. Pergerakan ini
dapat mengakibatkan gempa bumi. Adapun jenis pergerakan lapisan ini memiliki banyak
jenis, divergen (bergerak menjauh), konvergen (lempeng-lempeng saling bertumbukan
sehingga mengakibatkan benturan), dan transform (lempeng-lempeng saling bergeseran
tanpa merusak litosfer). Bisa dibilang, aktivitas inilah yang membentuk wajah bumi
seperti sekarang ini.
Selain itu, gempa ini juga merupakan jenis gempa kerak dangkal dengan
kedalaman hiposenter 24 km. Hiposenter sedangkal ini sudah cukup untuk
mengakibatkan skala guncangan berintensitas VI-VII MMI. Dengan perkiraan percepatan
gerakan tanah yang melebihi 120 gal, sudah cukup untuk menimbulkan kerusakan pada
permukaan tanah tersebut.
Peristiwa ini juga menjadi cukup merusak karena daerah tempat terjadinya
gempa tersebut merupakan kawasan perbukitan yang tersusun dari batuan gunung
berapi seperti misalnya lava, tufa, dan breksi. Kawasan seperti ini sangat rentan untuk
terjadi efek topografi horizontal. Dengan begitu, semakin curam lereng, semakin besar
guncangannya. Ironisnya, berdasarkan data yang ada, jumlah korban jiwa pada peristiwa
ini sebagian besar diakibatkan karena para korban terjebak oleh reruntuhan bangunan,
ketimbang gempa secara langsung. Tentunya faktor arsitektur juga turut berpengaruh
terhadap besarnya kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa ini. Bangunan yang berdiri
di atas lokasi terjadinya gempa itu tidak memiliki pertahanan standar terhadap gempa.
Menilai dari bangunan-bangunan yang runtuh akibat gempa bumi tersebut, mereka
tidak menggunakan bebatuan bermutu baik dengan tulangan yang cukup kuat untuk
menahan guncangan dari bawah tanah. Padahal sesungguhnya rumah berbahan kayu
atau bambu bisa lebih aman untuk melindungi penghuninya dari serangan gempa.

b) Identifikasi program pemerintah dlm penanggulangan bencana


4 program pemerintah dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur akibat
gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
(1) pemenuhan kebutuhan dasar, antara lain pelayanan kesehatan, pendidikan,
bantuan logistik, dan bantuan perbaikan rumah.
(2) percepatan pembersihan puing.
(3) percepatan pembangunan rumah penduduk swakelola.
(4) akan dilakukan percepatan pembangunan fasilitas.

Pemerintah menargetkan, rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur akibat gempa


Lombok ini selesai dalam waktu enam bulan. Target itu menjadi implementasi dari
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2018 tentang percepatan rehabilitasi dan
rekonstruksi pascabencana gempa bumi di NTB yang telah ditandatangani Presiden
Jokowi pada 23 Agustus 2018

c) Kritisi program menilai kelebihan dan kekurangan


Kelebihan:

Kekurangan:

d) Saran dan rekomendasi untuk program perbaikan program penanggulangan bencana


kedepan
e) Analisis masalah dgn menggunakan referensi

3. Gempa Bumi dan Tsunami di Sulawesi 28 September 2018


a) Karakteristik bencana
Gempa bumi dan tsunami Sulawesi 2018 adalah peristiwa gempa bumi
berkekuatan 7,4 Mw diikuti dengan tsunami yang melanda pantai barat Pulau Sulawesi,
Indonesia, bagian utara pada tanggal 28 September 2018, pukul 18.02 WITA. Pusat
gempa berada di 26 km utara Donggala dan 80 km barat laut kota Palu dengan
kedalaman 10 km. Guncangan gempa bumi dirasakan di Kabupaten Donggala, Kota Palu,
Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Sigi, Kabupaten Poso, Kabupaten Tolitoli,
Kabupaten Mamuju bahkan hingga Kota Samarinda, Kota Balikpapan, dan Kota
Makassar. Gempa memicu tsunami hingga ketinggian 5 meter di Kota Palu.
Pusat gempa bumi (episentrum) berada di darat, sekitar Kecamatan Sirenja,
Kabupaten Donggala. Guncangan gempa bumi ini dilaporkan telah dirasakan cukup kuat
di sebagian besar provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan sebagian Kalimantan
Timur serta Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Sulawesi Utara.Di Makassar misalnya,
getaran sempat dirasakan beberapa detik. Di Menara Bosowa, karyawan berlarian
meninggalkan gedung. Di Palopo, Sulawesi Selatan, guncangan membuat warga
berlarian meninggalkan rumah. Di Samarinda, gempa turut dirasakan sampai warga
keluar berhamburan dari gedung dan pusat perbelanjaan. Di Balikpapan, guncangan
gempa turut dirasakan di rusunawa, dan hotel. Secara umum gempa dirasakan
berintensitas kuat selama 2-10 detik. Dengan memperhatikan lokasi episentrum dan
kedalaman hiposenttrum gempa bumi, tampak bahwa gempa bumi dangkal ini terjadi
akibat aktivitas di zona sesar Palu Koro. Sesar ini merupakan sesar yang teraktif di
Sulawesi, dan bisa pula disenut paling aktif di Indonesia dengan pergerakan 7 cm
pertahun. Sesar yang diteliti di LIPI baru sampai sesar darat. Sedangkan sesar di laut
sama sekali nihil dari penelitian. Identifikasi program pemerintah dlm penanggulangan
bencana
Akibat guncangan gempa bumi, beberapa saat setelah puncak gempa terjadi
muncul gejala likuefaksi (pencairan tanah) yang memakan banyak korban jiwa dan
material. Dua tempat yang paling nyata mengalami bencana ini adalah Kelurahan
Petobo dan Perumnas Balaroa di Kota Palu. Balaroa ini terletak di tengah-tengah sesar
Palu-Koro. Saat terjadinya likuifaksi, terjadi kenaikan dan penurunan muka tanah.
Beberapa bagian amblas 5 meter, dan beberapa bagian naik sampai 2 meter. Di Petobo,
ratusan rumah tertimbun lumpur hitam dengan tinggi 3-5 meter. Terjadi setelah gempa,
tanah di daerah itu dengan lekas berubah jadi lumpur yang dengan segera menyeret
bangunan-bangunan di atasnya. Di Balaroa, rumah amblas, bagai terisap ke tanah.
Peneliti LIPI, menyebut bahwa di bagian tengah zona Sesar Palu-Koro, tersusun endapan
sedimen yang berumur muda, dan belum lagi terkonsolidasi/mengalami pemadatan.
Karenanya ia rentan mengalami likuefaksi jika ada gempa besar.
Laporan dan rekaman likuefaksi juga muncul dari perbatasan Kabupaten Sigi
dengan Kota Palu. Lumpur muncul dari bawah permukaan tanah dan menggeser tanah
hingga puluhan meter dan akhirnya menenggelamkan bangunan dan korban hidup-
hidup. Menurut data, likuefaksi yang terjadi di Perumnas Balaroa menenggelamkan
sekitar 1.747 unit rumah; sementara di Kelurahan Petobo sekitar 744 unit rumah
tenggelam. Jumlah korban jiwa belum dapat dikumpulkan hingga 2 Oktober 2018.
Sebagai akibat dari likuefaksi ini, sampai 3 Oktober, tim SAR menemukan korban di
Perumnas Balaroa 48 orang meninggal dunia, dan di Petobo 36 orang, juga meninggal
dunia. Di Jono Oge, Kabupaten Sigi, mencapai 202 hektar, 36 bangunan rusak, dan 168
lain juga kemungkinan rusak. Di Petobo, Palu, luasan mencapai 180 hektar, bangunan
rusak 2.050, dan bangunan mungkin rusak 168. Di Petobo, tujuh alat berat dikerahkan.
Di wilayah Balaroa luasan mencapai 47,8 hektar, menyebabkan 1.045 bangunan rusak,
lima alat berat dikerahkan. Di luar Petobo dan Balaroa, terjadi pula kerusakan parah di
Desa Tosale, Desa Towale, dan Desa Loli, Kabupaten Donggala. Adapun dalam bidang
infrastruktur, daerah Kecamatan Sigi Biromaru, Sigi, ada Jalur Palu-Napu yang jadi akses
untuk ke Poso, terutama lembah Napu. Terlihat, jalan aspal terbuka menganga, didapati
kebun jagung dan kelapa terseret ke kampung itu. Tanah retak, bergelombang. Aspal
terperosok hingga kedalaman lebih dari 3 meter. Lahan juga terlihat bergelombang.

b) Identifikasi program pemerintah dalam penanggulangan bencana


Sejumlah langkah yang telah dilakukan pemerintah terkait bencana di Sulawesi Tengah
(1) Kementerian Kominfo
Sejak terjadinya bencana yang melanda wilayah Donggala dan Palu, jaringan listrik
tak bergungsi sebagai mana mestinya yang menyebabkan sebagian besar layanan
operator komunikasi terputus. Kemkominfo melakukan sejumlah langkah untuk
menangani gangguan komunikasi, yaitu dengan pengadaan telepon satelit.
(2) Kementerian Perhubungan
Kementerian Perhubungan membentuk posko Quick Response Team (QRT) di lokasi
bencana dan di Kantor Pusat Kemenhub. Selain itu, kemenhub juga
memberangkatkan dua kapal yang bermuatan bantuan logistik, yaitu KN Pasatimpo
(PLP Bitung) dan KN Miang Besar (Disnav Samarinda). Dua kapal itu menuju
Donggala dan Palu untuk membantu dan meringankan korban bencana.
(3) Kementerian Sosial
Pihak kementerian memberikan bantuan logistik berupa, velbed, Tenda serbaguna
keluarga, tenda gulung, tenda serbaguna, peralatan dapur dan sembako untuk
menunjang kegiatan sehari-hari. Pihak Kemensos juga melakukan koordinasi dengan
Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tengah untuk menyiapkan pengerahan Tagana
(Taruna Siaga Bencana). Salah satunya adalah mendirikan enam dapur umum untuk
pengungsi.
(4) Kemenetrian Kesehatan
Kementererian Kesehatan memberikan bantuan kesehatan untuk korban bencana di
wilayah Palu dan Donggala.
(5) Kementerian BUMN
Kementerian BUMN juga memberikan bantuannya kepada korban bencana.
Sebanyak 125 personel tim gabungan PLN Sulawesi telah tiba di Palu, Sulawesi
Tengah. Kedatangan tim ini adalah tahap pertama dari sejumlah Tim PLN yg akan
bergabung di Palu untuk membantu upaya percepatan recovery pasokan listrik.
Selain itu, melalui Pertamina terus mengupayakan pelayanan BBM khususnya solar
di Rumah Sakit, PLN dan Badan Penanggulanan Bencana Daerah (BPBD), pasca-
bencana alam gempa bumi dan tsunami di Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah.
(6) Pemerintah Bentuk Satgas Tanggap Darurat Gempa Donggala melalui Kantor
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan memutuskan untuk membentuk
Satuan Tugas Tanggap Darurat Gempa Donggala dan Palu. Menteri Koordinator
Politik, Hukum dan Keamanan mengatakan satuan tugas dibentuk untuk menyusun
rencana pemberian bantuan bagi korban gempa dari pemerintah pusat. Program ini
sebagai langkah tanggap darurat penanggulangan bencana gempa dan tsunami di
Palu dan Donggala.
(7) Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2018 tentang Percepatan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Sulawesi Tengah menargetkan masa pemulihan hingga
31 Desember 2020. Namun demikian, dalam implementasi tahapan pemulihan
menghadapi isu-isu penting, seperti sebagian masyarakat belum bersedia
menempati hunian sementara (huntara) karena lokasi jauh dari tempat tinggal
semula, keterbatasan pasokan listrik, dan air bersih, dan kendala status tanah pada
rencana pembangunan hunian tetap (huntap) di lahan relokasi.

c) Kritisi program menilai kelebihan dan kekurangan


Kelebihan:

Kekurangan:
d) Saran dan rekomendasi untuk program perbaikan program penanggulangan bencana
kedepan
e) Analisis masalah dengan menggunakan referensi

C. Referensi

Mustafa, Bahdrul. Jurnal Ilmu Fisika (JIF), Vol 2 No 1, Maret 2010

PDF. Pemerintah Aceh Badan Penanggulangan Bencana Aceh. Rencana Kerja Tahun Anggaran
2019. Banda Aceh. Pancacita.

Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018

Anda mungkin juga menyukai