Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Menipisnya cadangan minyak bumi serta pencemaran lingkungan merupakan isu global
yang meresahkan manusia dalam kurun waktu beberapa dekade terakhir. Hal ini berakibat
melonjaknya harga minyak dunia yang memberikan dampak besar terhadap perekonomian dunia
tak terkecuali negara berkembang seperti Indonesia. Kenaikan harga BBM secara langsung
berakibat pada naiknya biaya transportasi, biaya produksi industri dan pembangkitan tenaga listrik.
Pertambahan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat
berdampak pada makin meningkatnya kebutuhan akan sarana transportasi dan aktivitas industri.
Sejalan dengan peningkatan tersebut maka kebutuhan bahan bakar mesin diesel yaitu solar
juga mengalami peningkatan. Masalah lain yang muncul dari penggunaan bahan bakar diesel
adalah pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, perlu dicari sumber energi alternatif
pengganti bahan bakar solar yang menghasilkan emisi pembakaran yang lebih ramah
lingkungan serta tidak menambah akumulasi gas CO2 di atmosfer, sehingga akan mengurangi
efek pemanasan global. Menurut sumber dari BP Migas, cadangan gas bumi saat ini di Indonesia
sebesar 107 triliun standar kaki kubik dan diperkirakan akan habis hingga 40 tahun ke depan.

Kegiatan eksplorasi yang agresif, membuat cadangan minyak dan gas bumi tidak akan
cepat habis. Disamping itu selain eksplorasi perlu adanya energy alternatif untuk mengatasi
masalah kelangkaan BBM serta menipisnya bahan bakar fosil (Anonim, 2014). Biodiesel atau
metal ester merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak
diesel atau solar. Penggunaan biodiesel sebagai sumber energi merupakan solusi menghadapi
kelangkaan energi fosil pada masa mendatang. Hal ini karena biodiesel bersifat dapat diperbaharui
(renewable) ,dapat terurai (biodegradable) dan memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin
karena termasuk kelompok minyak tidak mengering (non-drying oil) dan mampu mengurangi
emisi karbon dioksida dan efek rumah kaca. Biodiesel juga bersifat ramah lingkungan karena
menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik dibandingkan diesel/solar, yaitu bebas sulfur,
bilangan asap (smoke number) rendah, terbakar sempurna (clean burning), dan tidak menghasilkan
racun (non toxic)(Anonim, 2014).

Energi Alternatif sudah menjadi trend dan kebutuhan masa sekarang. Salah satu
pemanfaatan energi alternatif yang terbarukan adalah penggunaan Biodiesel. Biodiesel dalam
bentuk FAME (Fatty Acid Methyl Ester) adalah bentuk yang banyak digunakan sebagai alternatif
dari Diesel Murni turunan dari minyak bumi (Petro Diesel).Pada beberapa mesin, biodiesel ini
digunakan sepenuhnya 100%. Namun pada banyak aplikasi biodiesel merupakan campuran
tambahan atas Petro Diesel. Dan biasanya biodiesel campuran disebut dengan penamaan Bxx, xx
merupakan nilai presentase jumlah biodiesel pada campuran. Jumlah campuran hingga 5% atas
Biodiesel akan disebut dengan B5. Dalam jumlah yang kecil seperti ini Biodiesel masih bersifat
sebagai additive. Menurut Tyson (2004) minyak atau lemak yang mengandung FFA 10% dapat
menurunkan rendemen biodiesel hingga mencapai 30%, minyak yang mengandung kadar FFA
yang tinggi akan membentuk sabun pada proses produksi biodiesel sehingga akan menyulitkan
proses pencucian dan memungkinkan hilangnya produk (Canakci dan Gerpen, 2001).

Setelah perluasan mandatori bauran Biodiesel 20% (B20) diberlakukan September 2018
lalu, saat ini pemerintah terus berupaya agar B25 dan B30 bisa segera terlaksana. Direktur Industri
Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian menyebutkan pemerintah berharap agar
mandatory B30 dapat di percepat, sayangnya masih terdapat sejumlah kendala dalam
perencanaannya. Salah satu kendala yang dialami adalah kebijakan harus menggunakan teknologi
cracking dengan, tapi biaya yang di butuhkan lebih mahal. Selain masalah penggunaan teknologi
yang masih mahal, kesiapan mesin juga menjadi faktor penting dalam penerapan B30 nantinya.
B30 ini akan dilakukan pada 2020, tapi konsumennya siap atau tidak dengan B30, baik mobilnya,
mesin dan alat beratnya. Jangan sampai usai penerapan B30, mesin-mesin mogok semua. Apabila
mesin industri bermasalah kerugian yang dialami sampai miliaran rupiah. Untuk perluasan B20
yang baru saja di tetapkan sejauh ini masih berjalan dengan baik, hanya saja di beberapa sektor
aplikasi B20 belum dapat diterapkan. Misalkan saja dataran tinggi Freeport dan beberapa peralatan
mesin persenjataan, mengingat resiko yang terlalu besar yang akan menyebabkan kerugian yang
besar pula.
Tabel 1.1.1 Data konsumsi dan produksi di negara Indonesia

Dari table dapat di ketahui bahwa jumlah produksi dari tahun 2009 sampai dengan 2018
mengalami kenaikan yang signifikan, di iringi dengan jumlah konsumsi yang sebanding dengan
jumlah nilai produksi sehingga dapat di simpulkan bahwa Indonesia sudah mencukupi kebutuhan
biodiesel dalam negeri dan tidak perlu mengimport biodiesel dari negara lain. Namun, setelah
perluasan mandatori bauran Biodiesel 20% (B20) diberlakukan September 2018 lalu, saat ini
pemerintah terus berupaya agar B25 dan B30 bisa segera terlaksana, yang diperkirakan akan di
berlakukan pada tahun 2020. Hal ini akan menyebabkan jumlah kebutuhan biodiesel pada tahun
2020 dan seterusnya akan mengalami kenaikan.

Tabel 1.1.2 Data produksi dan konsumsi di negara Cina


Dari table dapat di ketahui bahwa jumlah produksi dari tahun 2008 di negara China sampai
dengan 2017, Cina selalu mengimport kebutuhan biodiesel dalam negeri dari negara lain hal ini
dikarenakan Cina belum mampu memproduksi sesuai dengan jumlah kebutuhan biodiesel. China
menerapkan program B5 atau biodiesel campuran 5% dengan solar. Penggunaan biodiesel di China
menjadi pasar potensial untuk meningkatkan ekspor produk biodiesel di Indonesia. Kebutuhan
bahan bakar solar China sebesar 180 juta Kl. Apanila dikalikan 5% sama dengan 9 juta ton.
Kebijakan ini berdampak positif bagi industri biodiesel di Indonesia. Dalam kasus biodiesel, target
yang di tetapkan untuk tahun 2020 adalah 2 juta ton. Bahan baku alternatif, seperti minyak limbah
dan buah minyak yang memiliki semak yang tidak dapat dimakan (misalkan, pohon jarak), masing-
masing memiliki kapasitas teknis untuk memenuhi target. Hambatan utama China adalah biaya
biodiesel yang relative mahal dibandingkan harga solar di China. China memilih mengimport
biodiesel dari Indonesia dengan harga yang jauh lebih murah untuk memenuhi kebijakan B5
tersebut. Dan hal ini akan berdampak positif bagi pengembangan kerjasama Indonesia dan China
dalam pengembangan biodiesel.

Guna menutupi kekurangan kebutuhan biodiesel dalam negeri dan mengekspor ke negara
China, maka diperlukan adanya pembangunan pabrik berbasis sumber energi terbaharukan seperti
minyak nabati sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Dalam website resmi Pertamina, harga
biodiesel domestik adalah Rp11.300/liter. Pada hakekatnya proses pembuatan biodiesel sangatlah
sederhana yaitu dihasilkan melalui reaksi transesterifikasi minyak nabati atau minyak hewani.
Transesterifikasi merupakan proses reaksi antara trigliserida dengan alkohol menghasilkan metil
ester asam lemak (Fatty Acids Methyl Esters / FAME) atau biodiesel dan gliserol sebagai produk
samping. Reaksi transesterifikasi secara umum ditunjukkan pada Gambar 1.1.1

Gambar 1.1.1 Reaksi Transesterifikasi


Pada Gambar 1.1.1 diperlihatkan bahwa pada reaksi transesterifikasi terjadi pengubahan gugus
gliserida yang digantikan oleh metil atau etil dari alkohol dan gliserida diubah menjadi gliserol.
Alkohol yang digunakan pada proses transesterifikasi adalah alkoholrantai pendek karena bereaksi
lebih cepat dengan trigliserida. Gliserida yang terkandung dalam minyak nabati pada umumnya
terbagi dalam tiga golongan yaitu monogliserida, digliserida, dan trigliserida. Semua jenis
gliserida tersebut dapat mengalami reaksi transesterifikasi.Pada prosesreaksi transesterifikasi
dalam pembuatan biodiesel memerlukan bantuan katalis yang berfungsi untuk mempercepat
reaksi. Percepatan reaksi tersebut terjadi karena katalis mempengaruhi mekanisme reaksi yang
berlangsung, dimana penggunaan katalis asam atau basa melibatkan mekanisme yang berbeda.
Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium hidroksida) untuk
bahan bakurefined oilatau minyak nabati dengankandungan FFA rendah. Esterifikasi dengan
katalis asam (umumnya menggunakan asam sulfat) untuk minyak nabati dengan kandungan FFA
tinggi dilanjutkan dengan transesterifikasidengan katalis basa. Secara umum diketahui bahwa
reaksi transesterifikasi diawali dengan reaksi antara alkohol dengan katalis untuk menghasilkan
spesies aktif yang selanjutnya bereaksi dengan asam lemak.

Reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel dipengaruhi beberapa faktor, antara lain


adalah waktu reaksi, pengadukan, katalis dan suhu reaksi.Secara umum, untuk reaksi kimia
diketahui bahwa semakin lama waktu reaksi maka interaksi antar molekul semakin intensif dan
menghasilkan produk yang lebih banyak. Prinsip dasar reaksi ini juga berlaku untuk reaksi
transesterifikasi, sehingga faktor ini telah dikaji dalam banyak penelitian. Dalam penelitian
sebelumnya (Samart et al.,2010), dipelajari pengaruh waktu terhadap reaksi transesterifikasi
minyak kacang kedelai, dengan melangsungkan reaksi pada waktu yang berbeda, yakni 6, 8, dan
10 jam, dan melaporkan bahwa waktu optimum adalah 8 jam dengan persen konversi sebesar
95,2%.Minyak nabati yang sama juga telah diteliti oleh Sunet al.(2014),dengan memvariasi kan
waktu reaksi antara 0,5 sampai 4 jam, 12 dan melaporkan waktu optimum adalah 4 jam dengan
persen konversi sebesar 94,3%.Beberapa penelitian juga telah dilakukan dengan minyak nabati
yang lain, dan melaporkan waktu reaksi yang bervariasi, antara lain minyak kelapa 1,5 jam
(Padildkk., 2010), minyak kelapa sawit 1 jam (Jitputti et al., 2006), minyak jarak pagar 2,5 jam
(Zhu et al.,2006), dan minyak biji kapas 8 jam (Chen et al., 2007).Selain waktu, pengadukan juga
merupakan factor yang mempengaruhi efektifitas suatu reaksi kimia, karena perlakukan ini akan
menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga
mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna. Pengadukan sangat penting karena minyak,
katalis, dan metanol merupakan campuran yang immiscible.
Transesterifikasi minyak kedelai dilakukan dengan NaOH 1%, temperatur 60 C, rasio
molar KOH 1%, temperatur 60 C, rasio metanol terhadap minyak 6:1, waktu 30 menit dengan
reaktor batch menghasilkan biodiesel dengan konversi 90 - 98% (Darnoko dan Cheryan, 2000).
Proses transesterifikasi minyak nabati dilakukan dengan menggunakan KOH atau NaOH 0,5 - 1%,
temperatur 60 - 80 C, tekanan 1 atmosfer, rasio molar metanol-minyak 6:1 dan dengan pengadukan
5-10 menit setelah penambahan methanol (Lele, 2005). Proses transesterifikasi minyak jarak pagar
dilakukan dengan NaOH 0,5%, suhu 60 C, waktu 30 menit dan metanol 10% (Sudradjat ., 2005).
Menurut Canakci dan Gerpen (2003), transesterifikasi terhadap minyak yang mempunyai bilangan
asam 1,54 mg KOH/g dilakukan dengan menggunakan katalis NaOCH 0,82%, rasio metanol
minyak 6:1 yang keduanya dihitung dari jumlah minyak, suhu 55 - 60 C, waktu 1 jam, kemudian
dilanjutkan dengan pencucian sebanyak empat kali dan setiap kali pencucian menggunakan air
panas bersuhu 60 Csebanyak 50% dari berat ester.

1.2 Bahan Baku

Terdapat berbagai macam biomassa yang tersedia dalam menghasilkan liquid biofuel
(bahan bakar cair) bagi transportasi. Bahan baku biomassa tersebut diklasifikasi menjadi : minyak
hewani yaitu minyak yang berasal dari hewan, kemudian lignoselula, gula amorf (amorphous
sugars) dan minyak nabati, yaitu minyak yang disari/diesktrak dari berbagai bagian tumbuhan.
Minyak ini digunakan sebagai makanan, bahan penggorengan, pelumat, bahan bakar, bahan
pewangi (parfum), pengobatan, dan berbagai penggunaan industri. Berikut adalah contoh dari
bahan baku biodiesel :

 Minyak Hewani : Minyak lemak ayam, minyak babi


 Lignoselula : Bongkol jagung, sisa tanaman, sisa limbah pabrik kertas, rumput
hijau dan serpihan kayu
 Amosphous Sugar : Pati, glukosa dan fruktosa
 Minyak Nabati : Minyak kedelai, minyak kelapa sawit, minyak kanola, minyak
kelapa, minyak jarak, minyak alga, tallow, brown grease, minyak goring bekas dan minyak biji
nyamplung.
Minyak nabati sebagai sumber utama biodiesel dapat dipenuhi oleh berbagai macam jenis
tumbuhan tergantung pada sumber daya utama yang banyak terdapat di suatu tempat / negara.
Indonesia mempunyai banyak sumber daya bahan baku diesel. Sumber nabati potential bahan
baku biodiesel di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.2.1

Tabel 1.2.1 Sumber Nabati Potensial Sebagai Bahan Baku Biodiesel

Calophyllum inophyllum L adalah tumbuhan dengan biji buah yang berpotensi


menghasilkan minyak dengan kandungan sekitar 50 – 70 % dari beratnya, bahkan ketahanan bakar
6x lebih lama dari minyak tanah, dan memiliki rendemen minyak nyamplung yang sudah kering
bisa mencapai 74% dengan variasi antara 30-74%, minyak ini yang kemudian menjadi bahan baku
biodiesel (Balitbang, 2012). Tanaman nyamplung tersebar secara luas di beberapa daerah di
Sumatra hingga Papua, luasnya mencapai 255,35 ribu ha (Balitbang Kehutanan, 2008). Luas tanah
untuk membudidayakan tanaman nyamplung lebih rendah di bandingkan tanaman jarak. Produksi
tanaman nyamplung tiap tahun mencapai 100 kg biji perpohon (Dweek dan Meadows, 2002;
Friday dan Okano 2005). Sedangkan jenis dan komposisi asam lemak yang terdapat di dalam
minyak nyamplung ditampilkan pada Tabel 1.2.2

Tabel 1.2.2 Komposisi asam lemak minyak nyamplung

Tabel 1.2.3 Potensi budidaya nyamplung di Indonesia

Dari table 1.2.3 dapat dilihat bahwa beberapa wilayah di Indonesia memiliki wilayah yang
masih cukup luas untuk menambah budidaya nyamplung khususnya di wilayah Kalimantan yang
memiliki total luas lahan yang berpotensial untuk budidaya nyamplung seluas 29.300 hektar,
dimana sudah ditanami seluas 10.100 hektar dan masih terdapat lahan kosong yang siap untuk di
tanami seluas 19.200 hektar. Kelompok pohon ini tumbuh mulai dari hutan di pegunungan hingga
di rawa-rawa. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 30 m dan diameternya dapat mencapai 0,8 m.
Daun tanaman ini mengkilap batang pohon ini berwarna abuabu hingga putih. Warna kayu pohon
ini dapat bervariasi tergantung spesies. Berdasarkan hasil ekplorasi Zuhud (1995), jenis ini
terdapat di hutan Cagar Alam Tanjung Pangandaran dan pada umumnya jenis ini tumbuh di daerah
pesisir pantai.

Penyebarannya yang merata hampir di seluruh daerah didukung oleh daya survival
tanaman nyamplung yang sangat tinggi. Menurut Bustomi et al. (2008), potensi sebaran
nyamplung terutama pada daerah pesisir pantai di Indonesia antara lain di Taman Nasional (TN)
Alas Purwo, TN Kepulauan Seribu, TN Baluran, TN Ujung Kulon, Cagar Alam (CA) Pananjung
Pangandaran, Kawasan Wisata (KW) Batu Karas, Pantai Carita Banten, P. Yapen, Jayapura, Biak,
Nabire, Manokwari, Sorong, Fakfak (wilayah Papua), Halmahera dan Ternate (Maluku Utara), TN
Berbak (Pantai Barat Sumatera). Hasil penafsiran tutupan lahan dari Citra satelit Landsat7 ETM+
seluruh pantai di Indonesia tiap provinsi (2003), diduga tegakan alami nyamplung mencapai total
luasan 480.000 Ha, dan sebagian besar (± 60 %) berada dalam kawasan hutan.

Gambar 1.2.1 Peta indikasi sebaran (spot) wilayah pantai bertegakan nyamplung di
Indonesia (Bustomi et al,2008)
Tabel 1.2.4 Perbandingan produksi biodiesel

Berdasarkan pertimbangan dari analisis ketersediaan bahan baku dan jumlah produksi
minyak, maka bahan baku utama yang berpotensi untuk digunakan dalam pembuatan biodiesel
ini ialah tanaman nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) walaupun komposisi asam laurat lebih
banyak terkandung pada minyak kelapa. Hal ini dikarenakan pemilihan tanaman nyamplung ini
ditinjau dari segi ketersediaannya dalam jangka waktu yang lama, harga, serta compatible terhadap
proses. Selain itu, ketersedian tanaman nyamplung yang sangat melimpah di Indonesia potensial
untuk dimanfaatkan. Sampai saat ini, bagian pohon nyamplung yang telah dimanfaatkan yaitu
kayu dan bijinya. Tanaman nyamplung tersebut memiliki biji yang berpotensi menghasilkan
minyak nyamplung, terutama biji yang sudah tua. Kandungan minyaknya mencapai 40-70% dan
mempunyai ketahanan bakar dua kali lipat lebih lama dibandingkan minyak tanah. (Heyne, 1987)

Nyamplung selain bermanfaat sebagai bahan baku biofuel, kayunya termasuk kayu
komersial, dapat digunakan untuk bahan pembuatan perahu, balok, tiang, papan lantai dan papan
pada bangunan perumahan dan bahan kontruksi ringan (Martawidjaja et al., 2005). Getahnya dapat
disadap untuk mendapatkan minyak yang dikenal dengan nama minyak tamanu (Tahiti), minyak
undi (India), minyak domba (Afrika). Bahan aktif dari getah ini diindikasikan berkhasiat untuk
menekan pertumbuhan virus HIV. Daunnya mengandung senyawa costatolide-A, saponin dan acid
hidrocyanic yang berkhasiat sebagai obat oles untuk sakit encok, bahan kosmetik untuk perawatan
kulit, menyembuhkan luka seperti luka bakar dan luka potong. Bunganya dapat digunakan sebagai
campuran untuk mengharumkan minyak rambut. Sedangkan bijinya setelah diolah menjadi
minyak bermanfaat untuk pelitur, minyak rambut dan minyak urut, berkhasiat juga untuk obat
urus-urus dan rematik.
Minyak nyamplung terkait dengan proses awal hingga akhir pembuatannya dapat memberi
berbagai macam kegunaan yaitu :

1. Minyak dari biji nyamplung sebagai bahan baku biodisel.

2. Minyak nyamplung dapat digunakan sebagai bahan bakar pencampur minyak tanah
(biokerosine).

3. Metil stearat (stearin) yang dihasilkan dari endapan biodisel setelah dipadatkan dan
dihilangkan racunnya dapat dibuat coklat putih dengan harga Rp. 20.000,-/kg

4. Limbah pengepresan biji berupa bungkil yang terdiri dari campuran tempurung, daging
biji, dan minyak yang dapat digunakan untuk pembuatan briket bungkil atau briket arang.

5. Apabila tempurungnya dapat dipisahkan dari limbah, maka tempurung tersebut dapat
dimanfaatkan untuk arang aktif yang daging limbah harganya tinggi.

Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk Indonesia maka konsumsi akan


minyak nabati yaitu minyak nyaplung turut meningkat. Penggunaan minyak nyamplung pada
industri lainnya merupakan ancaman bagi industri pembuatan biodiesel ini. Salah satu penyebab
meningkatnya pemakaian minyak kelapa sawit adalah karena kegunaannya yang sangat beragam.
Mulai dari penggunaannya untuk kebutuhan rumah tangga seperti minyak herbal dan tabir surya,
sampai penggunaannya dalam produk-produk kecantikan, produk-produk farmasi, minyak hidrolis
dan minyak pelumas hingga penggunaannya sebagai bahan bakar.

Pada saat ini, daya saing terbesar dalam penggunaan bahan baku minyak nyamplung ialah
industri minyak herbal. Namun, penggunaan minyak nyamplung untuk keperluan industri minyak
herbal dan lainnya masih dapat terpenuhi karena adanya peningkatan produksi minyak nyamplung
dari tahun ke tahun yang diikuti dengan perluasan lahan budidaya tanaman nyamplung di
Indonesia. Hal ini juga, didorong oleh permintaan global yang terus meningkat. Sebenarnya,
kondisi bahan baku yang melimpah saat ini, tidak akan membuat kekurangan bahan baku industri
turunannya, hanya saja diperlukan regulasi yang holistik dan jangka panjang serta menguntungkan
semua pihak. ( Dirjen Industri Agro dan Kimia, 2009). Oleh karena itu ketersediaan minyak
nyamplung untuk pembuatan biodiesel di Indonesia khususnya Kalimantan Timur masih memiliki
potensi yang sangat besar dalam pemanfaatan minyak nyamplung.

Dalam perancangan pabrik biodiesel ini, bahan baku minyak nyamplung didapatkan dari
petani yang membudidayakan nyamplung yang berlokasi di kawasan industri KIPI Maloy,
Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur.

1.3 Analisa Pasar

Biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak nabati, turunan
tumbuh-tumbuhan yang banyak tumbuh di Indonesia seperti kelapa sawit, kelapa, kemiri, jarak pagar,
nyamplung, kapok, kacang tanah dan masih banyak lagi tumbuh-tumbuhan yang dapat meproduksi bahan
minyak nabati (BBN) dan dalam penelitian ini bahan bakar nabati berasal dari minyak kacang tanah setelah
mengalami beberapa proses seperti ektraksi, transesterifikasi diperoleh metil ester (biodiesel), kemudian
biodiesel dicampur dengan bahan bakar solar. Hasil campuran itu disebut B10,B20 dengan tujuan agar
bahan bakar B10, B20 ini mempunyai sifat-sifat fisis mendekati sifat-sifat fisis solar sehingga B10 B20
dapat dipergunakan sebagai pengganti solar.

Pemenuhan sumber energi dalam bentuk cair terutama solar pada sektor transportasi dan Industri
merupakan sektor paling kritis dan perlu mendapat perhatian khusus. Dengan meningkatnya
konsumsi solar dalam negeri, berarti impor dari luar negeri adalah hal yang tidak bisa ditunda lagi,
jika tidak maka kekurangan pasokan tidak dapat dihindari, pada saat ini kurang lebih 20%
kebutuhan solar dalam negeri telah menjadi bagian yang di Impor yang artinya adalah pengurasan
devisa negara.

Table 1.3.1 konsumsi solar


Oleh karena itu sudah saatnya dipikirkan untuk dapat disubtitusi dengan bahan bakar
alternatif lainnya terutama bahan bakar yang berkesinambungan terus pengadaannya (renewable)
dalam upaya meningkatkan security of supply dan mengurangi kuantitas impor bahan baku
tersebut. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif dari bahan mentah terbaharukan (renewable)
selain bahan bakar diesel dari minyak bumi. Biodiesel tersusun dari berbagai macam ester asam
lemak yang dapat diproduksi dari minyak-minyak tumbuhan seperti minyak sawit (palm oil),
minyak kelapa, minyak nyamplung, minyak jarak pagar, minyak biji kapok randu, dan masih ada
lebih dari 30 macam tumbuhan Indonesia yang potensial untuk dijadikan sumber energi bentuk
cair ini.

Biodiesel adalah salah satu sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui (renewable)
dan mempunyai beberapa keunggulan dari segi lingkungan apabila dibandingkan dengan
petroleum diesel (solar). Menurut Allen et al. (1999), biodiesel dapat berupa minyak kasar atau
mono-alkil ester dari asam lemak. Menurut Darnoko et al. (2001), secara kimia biodiesel termasuk
dalam golongan mono-alkil ester atau metil ester dengan panjang rantai karbon antara C12 sampai
C20, pada sektor transportasi dan industri digunakan sebagai bahan campuran untuk mengurangi
emisi dan menekan pengurasan devisa Negara dikarenakan impor solar. Oleh karena itu,
perkembangan pada sektor transportasi dan industry di Indonesia menyebabkan terjadinya
peningkatan permintaan biodiesel dalam negeri. Sejak 2006 konsumsi biodiesel mengalami
peningkatan tiap tahunnya seperti pada gambar

Konsumsi biodiesel di China


2500

2000

1500

1000

500

0
2010.5 2011 2011.5 2012 2012.5 2013 2013.5 2014 2014.5

(a)
Produksi biodiesel di China
1400
1200
1000
800
y = 135.5x - 271729
600
400
200
0
2010.5 2011 2011.5 2012 2012.5 2013 2013.5 2014 2014.5

(b)

Gambar 1.3.1 (a)Konsumsi, dan (b)Produksi Biodiesel di China

Konsumsi biodiesel di Indonesia


4000

3000

2000

1000

0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

(a)

Produksi biodiesel di Indonesia


4000

3000

2000
y = 45.714x - 89779
1000

0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

(b)

Gambar 1.3.2 (a) konsumsi, dan (b) produksi biodiesel di Indonesia


Pada gambar diatas menunjukkan adanya peningkatan prosuduksi seiring dengan
peningkatan konsumsi yang signifikan di China pada tahun 2010 sampai 2014 dan diiperkirakan
setiap tahunnya akan mengalami peningkatan. Begitu pula dengan Indonesia, dengan di
terapkannya kebijakan pemerintah pada tahun 2020 maka kebutuhan biodiesel dalam negeri akan
mengalami kenaikan. Kebutuhan biodiesel yang terus meningkat seiring dengan peningkatan
permintaan solar pada sector transportasi, disebabkan oleh factor peningkatan alat transportasi di
Indonesia dan China, serta pada sektor industri, pada peningkatan jumlah unit operasi yang
menggunakan solar sebagai bahan bakarnya.

Table perencanaan penggunaan biodiesel di Indonesia

Dengan meningkatnya produksi biodiesel dalam negeri tetap tidak dapat menutupi
kekurangan kebutuhan biodiesel mengingat rencana target penggunaan biodiesel sebagai
campuran solar pada tahun 2020-2025 yang begitu tinggi dibandingkan perkembangan
produksinya. Maka dari itu, dengan adanya pembangunan pabrik biodiesel dapat meningkatkan
produktivitas biodiesel di Indonesia yang menjadikan terpenuhinya kebutuhan biodiesel di
Indonesia dan mengekspor biodiesel ke negara China, sehingga terpenuhi pula kebutuhan
biodieselnya.

1.4 Pemilihan Lokasi

Letak geografis suatu pabrik memberikan pengaruh besar terhadap suksesnya suatu
industri. Oleh karena itu, penentuan letak atau lokasi pabrik harus didasarkan atas pertimbangan-
pertimbangan baik secara teknis maupun ekonomis, antara lain meliputi: biaya produksi, distribusi
bahan baku dan produk, disamping tidak mengabaikan kelestarian lingkungan hidup. Lokasi yang
dipilih akan cenderung mendekati lokasi bahan baku utama yaitu perkebukan tanaman nyamplung
yang diperoleh dari petani yang membudidayakan tanamnya nyamplung yang berada di Kabupaten
Kutai Timur. Oleh karena itu, lokasi yang dipilih untuk berdirinya pabrik pembuatan biodiesel ini
adalah di Kawasan Industri Maloy, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Selain
itu, pertimbangan bahan baku lainnya berupa Methanol (CH3OH) didapatkan melalui pengiriman
transportasi darat. Hal ini dilakukan karena jarak antara lokasi produsen dan lokasi pabrik jauh
yaitu berjarak 403 km.

Kawasan Industri Maloy direncanakan sebagai kawasan industri berbasis bahan bakar
nabati yaitu biodiesel yang akan difokuskan untuk mengolah hasil pertanian tanaman nyamplung,
yaitu minyak nyamplung yang langsung diolah menjadi biodiesel. Hal ini dikarenakan belum
adanya pesaing dalam bentuk industri hilir di Kalimanta Timur. Kawasan industri KIPI Maloy I
ini memiliki luas area total sebesar 1000 ha (Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah
Provinsi Kalimantan Timur, 2015). Berikut ini merupakan peta lokasi perencanaan pendirian
pabrik bioavtur yang akan di bangun di Kawasan Industri KIPI Maloy I pada Gambar 1.4.2 Bahan
baku

Bahan baku utama biji nyamplung nyamplung diperoleh petani nyamplung yang berada di
Kabupaten Kutai Timur dengan total keseluruhan produksi mencapai 533.800 ton/jam ,
diantaranya ialah PT. Fairco Agro Mandiri, PT. Indonesia Plantation Energy, PT.Sawit Prima
Nusantara, PT. Bima Palma Nugraha, PT. Anugerah Energitama, PT. Etam Bersama Lestari,
PT. Gunta Samba, PT.Multi Pacific International, PT.Telen, PT. Gunta Samba Jaya dan
sebagainya. Letaknya yang berdekatan dengan lokasi yang direncanakan untuk berdirinya
pabrik pembuatan biodiesel akan memudahkan akses dan juga mendukung kegiatan suplai
bahan baku serta meminimalisasi biaya transportasi untuk suplai bahan baku. Namun, bahan
baku lainnya berupa methanol CH3OH) diperoleh dari PT Kaltim Methanol Industri terletak
di kawasan industri PT. Kaltim Industrial Estate (salah satu anak perusahaan PT. Pupuk
Kalimantan Timur) kota Bontang, sekitar 110 kilometer sebelah utara kota Samarinda, Ibukota
Propinsi Kalimantan Timur melalui pengiriman transportasi darat. Hal ini dilakukan karena
jarak antara lokasi produsen dan lokasi pabrik jauh yaitu berjarak 403 km..
a. Pemasaran Lokasi
pemasaran akan sangat mempengaruhi harga produk dan biaya transportasi. Letak yang
sangat berdekatan dengan pasar utama merupakan pertimbangan yang sangat penting karena
akan lebih mudah terjangkau oleh konsumen. Target pasar produk biodiesel adalah di wilayah
Indonesia, khususnya di Pulau Kalimantan.
b. Tenaga Kerja
Penyediaan tenaga kerja di Kalimantan Barat tidak sulit karena dari tahun ke tahun angka
tenaga kerja selalu bertambah. Tenaga kerja dapat diambil dari daerah setempat atau dapat
didatangkan dari daerah lain di sekitarnya. Sedangkan tenaga ahli dapat diperoleh dari daerah
setempat maupun didatangkan dari daerah lain. Begitu juga dengan tingkat pendidikan yang
relatif tinggi.

c. Transportasi dan Telekomunikasi


Dalam hal ini dipertimbangkan dari segi kemudahan dan kelancarannya namun dalam hal
ini bersifat relatif karena ada kalanya kemudahan transportasi tercipta karena berdirinya suatu
pabrik. Sistem transportasi yang dominan adalah darat dan laut.
d. Utilitas
Utilitas yang utama adalah air, steam, bahan bakar dan listrik. Untuk kebutuhan listrik
didapat dari PLN dan generator, kebutuhan bahan bakar dipenuhi dari Pertamina atau
perusahaan petrolium lain, sedangkan kebutuhan air dipenuhi dari sungai yang ada di sekitar
pabrik.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka Kutai, Kalimantan Timur


sangat tepat bila dijadikan sebagai lokasi pendirian pabrik biodiesel

Anda mungkin juga menyukai