Anda di halaman 1dari 5

6.

3 INSTRUMEN PENGUKURAN

Anggaplah seorang mahasiswa sedang menyelesaikan karya akhir untuk menyelesaikan proses
belajarnya. Mahasiswa tersebut mengkaji kepuasan kerja akuntan profesional, dan karya tersebut
sedang didiskusikan dengan pembimbing. Mahasiswa tersebut mengajukan 4-5 definisi kepuasan
kerja, dan merasa mantap karena dalam benaknya menyatakan bahwa semakin banyak definisi
semakin baik isi proposalnya. Selanjutnya, mahasiswa menyusun definisi operasional dan menyusun
instrumen pengukuran berdasarkan definisi atau definisi-definisi tersebut. Pembimbing menyatakan
bahwa ilmiah cara demikian adalah benar.

6.3.1 Persoalan Definisi

Bisa dipahami jika penetapan sejumlah definisi dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa
terhadap konsep yang hendak diukur. Dalam konteks ini, sebaiknya mahasiswa bertanya pada
dirinya:

1. Definisi mana yang hendak saya bawa dan sekaligus menjiwai keseluruhan karya ilmiah?
2. Apa teori dasar yang menjiwai definisi ini? apakah dual-factor theory dari Herzberg, theory of
work adjustment atau lainnya?

Keterkaitan antara teori dasar dengan definisi sering tidak ditemukan. Benar, bahwa karya ilmiah
dipenuhi dengan landasan konseptual atau teoritis, namun keterkaitannya tidak jelas sehingga
beberapa bagian dari karya ilmiah cenderung merupakan "keranjang literatur."

6.3.2 Persoalan Pengukuran

Apa jadinya bila suatu konsep atau konstruk tidak dapat diukur? Lambat laun akan ditinggalkan.
Buku teks metodologi penelitian menguraikan bagaimana mengoperasional suatu definisi,
memberikan panduan dalam menyusun kuesioner dan penskalaan. Dengan panduan tersebut,
mahasiswa mampu menyusun kuesioner untuk mengukur konsep kepuasan kerja. Apakah hal
tersebut sepenuhnya tepat? Nampaknya ya, ukuran-ukuran validitas dan reliabilitas instrumen
memenuhi kriteria-kriteria yang ditetapkan menjadi argumen yang sah. Namun apakah mahasiswa
tersebut peneliti ahli dengan reputasi besar dalam bidangnya? Uma Sekaran memberikan panduan
mengenai reliabilitas dan validitas.

Reliabilitas. Reliabilitas suatu ukuran mengindikasikan sejauh mana pengukuran bebas dari
kesalahan dan karenanya merupakan pengukuran yang konsisten sepanjang waktu (across time) dan
konsisten pada berbagai item pada instrumen tersebut. Ukuran reliabilitas seperti Cronbach alpha
dan metode belah dua merupakan ukuran konsistensi internal yang mengindikasikan homogenitas
item dalam instrumen. Benar bahwa mahasiswa melakukan ini, sehingga homogenitas item dapat
dipertanggungjawabkan. Tetapi, apakah instrumen tersebut berlaku dalam waktu yang mencukupi?
Instrumen pengukuran harus memiliki kemampuan untuk menjaga stabilitas sepanjang waktu
meskipun situasi penelitian berubah-ubah. Karenanya, diperlukan pengujian stabilitas pengukuran
misalnya dengan test- retest reliability. Dengan demikian, apakah instrumen yang disusun
mahasiswa tersebut reliabel?

Validitas. Jika reliabilitas mengukur konsistensi, validitas mengukur ketepatan instrumen. Ada
beragam validitas, dan minimum yang dipersyaratkan adalah validitas muka (face validity). Cara yang
paling mudah digunakan adalah mengkorelasikan tiap item terhadap total item dengan teknik
korelasi Pearson. Persoalannya sama dengan reliabilitas, apakah instrumen yang disusun oleh
mahasiswa berlaku dalam jangka waktu yang panjang (accros time), di berbagai tempat (accross
place) dan situasi? Dengan kata lain, sudah teruji? Masalah validitas dan reliabilitas instrumen dapat
diringkas: Bagaimana mungkin seseorang yang baru belajar bernyanyi, kemampuannya disejajarkan
dengan, misalnya, Mariah Carey?

Adaptasi. Penyusunan instrumen pengukuran pada tahap pengembangan. Sebagai contoh,


operasionalisasi konsep kepuasan kerja terjadi sampai tahun 1930-an, dan selanjutnya
dikembangkan berbagai instrumen sebagai sarana pengukuran kepuasan kerja Saat ini sudah
tersedia beragam instrumen pengukuran kepuasan kerja serta instrumen pengukuran konsep -
konsep lainnya. Karenanya, disarankan supaya mahasiswa mengadaptasi instrumen pengukuran
yang sudah ada dan sudah teruji. Melalui adaptasi tersebut, pengukuran reliabilitas dan validitas
instrumen lebih dapat dipertanggung-jawabkan. Namun, kenapa masih banyak, bahkan sangat
banyak, penelitian yang mengembangkan kuesioner sendiri? Ada beberapa kemungkinan. Pertama,
ketidaktahuan mengenai reliabilitas kuesioner. Kedua, ingin mencari jalan pintas. Ketiga, merasa
sudah ahli. Padahal, sebagian besar dari kita baru belajar meneliti, itupun karena harus
menyelesaikan pendidikan, urusan konsultasi, atau mengejar angka kredit, bukan bertujuan
mengembangkan ilmu pengetahuan.

6.3.3 MODE RISET

Beragam ahli menyatakan beragam klasifikasi mode riset. Abraham Maslow mengemukakan adanya
3 mode dalam studi perilaku manusia:

1. Mode identifikasi, identifikasi variabel-variabel yang dikaji.


2. Mode asosiasi, mengungkapkan hubungan antar variabel.
3. Mode aplikasi, memanipulasi beberapa variabel.

Model hirarkhi kebutuhan Maslow merupakan model identifikasi yang menghasilkan kategorisasi
kebutuhan manusia. Hubungan dinamis antara kategori-kategori kebutuhan tersebut merupakan
mode asosiasi, dengan menempatkan kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan awal. Pada mode
aplikasi, Maslow menyata kan bahwa aktualisasi diri mendorong konsekuensi tertentu bagi individu
maupun masyarakat.

6.3.4 DATA, STATISTIK DAN KAUSALITAS

Study of accountant dan studi-studi keperilakuan lainnya berhubungan dengan keperilakuan


manusia. Konsekuensinya, sebagai besar (hampir keseluruhan) data ditarik dari sikap akuntan.
Persoalan pertama yang muncul adalah apakah data tergolong pada jenis data ordinal atau interval?
Persoalan ini berlanjut pada pemilihan teknik analisis (statistik) yang digunakan. Para peneliti
akuntansi lebih menyukai teknik parametrik ketimbang non-parametrik. Namun teknik parametrik
mensyaratkan data sekurang-kurangnya memiliki skala interval. Perdebatan ordinal-interval dan
penggunaan teknik statiştik merupakan isu klasik para ahli keperilakuan (behaviorist). Sekaran (2000)
menganggap bahwa, misalnya, skala tipe-Likert berada pada level interval, karena selisih respon
antara dua titik pada skala adalah sama. Peneliti lain memandangnya sebagai- skala ordinal, atau
diperlakukan sebagai skala interval. Ahli psikometrik Nunnally (2000) meyakini bahwa metode
pengukuran dalam psikologi dan ilmu keperilakuan lainnya dapat dibenarkan sebagai skala interval.

Jika skala sikap atau perilaku manusia dianggap sebagai interval, tidak menjadi masalah dalam
pemilihan metode statistik, misalnya penggunaan analisis jalur. Namun bagaimana jika skala tetap
dianggap ordinal? Pandangan pertama menganggap bahwa penggunaan teknik parametrik untuk
skala yang lebih rendah dari skala interval dapat menciptakan distorsi. Penggunaan teknik regresi,
misalnya, terhadap data ordinal tidak dapat dibenarkan. Pandangan kedua menganggap bahwa
penggunaan data ordinal dalam teknik parametrik dapat dibenarkan Peneliti dipersilakan untuk
mengadopsi pandangan yang mana, keduanya memiliki justifikasi teoritis dan empiris. Namun,
alasan terpenting penggunaan statistik parametrik untuk data ordinal didasarkan pada anggapan
bahwa teknik parametrik lebih powerfull, lebih sensitif, memberikan penafsiran lebih jelas, dan
memberikan informasi lebih baik mengenai sifat data yang dianalisis

Beberapa teknik statistik yang paling sering digunakan oleh peneliti akuntansi adalah teknik
parametrik uji-t, Analysis of Variance (ANOVA), korelasi Pearson, regresi, dan variasi dari teknik-
teknik tersebut seperti analisis jalur (path analysis) dan model persamaan struktural (Structural
Squation Method - SEM). Beberapa teknik non-parametrik seperti korelasi Spearman dan Kendall's
Tau juga dipergunakan meskipun. Riset-riset awal study of accountant mengacu pada mode
identifikasi faktor-faktor tertentu yang menjadi kepentingan peneliti. Uji-t merupakan teknik analisis
yang paling sering digunakan. Misalnya, peneliti ingin memahami faktor-faktor apa yang
mempengaruhi keputusan mahasiswa dalam memilih KAP sebagai tempat bekerja. Riset ini tidak
menentukan hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan jenis KAP. Hubungan (asosiasi) secara a
priori sudah ditetapkan peneliti.

Pada riset klasifikasi mode asosiasi peneliti mencoba menetapkan hubungan antara suatu faktor
dengan faktor lainnya. Misalnya, peneliti ingin mengkaji kepuasan kerja akuntan berdasarkan hirarki
atau ukuran organisasi. Beberapa peneliti menggunakan teknik ANOVA atau MANOVA sabagai alat
analisis. Beberapa peneliti lain menggunakan teknik korelasi atau regresi sederhana. Pada klasifikasi
aplikasi peneliti mencoba mengkaji hubungan kausal antara suatu faktor dengan faktor lainnya.
Misalnya, peneliti ingin mengkaji hubungan antara kepuasan kerja sebagai "penyebab" (kausa)
dengan penarikan diri sebagai akibat (efek). Teknik-teknik regresi ganda, analisis jalur atau SEM
sering digunakan pada klasifikasi riset jenis ini.

Beberapa kehati-hatian perlu dikemukakan. Beberapa peneliti akuntansi menggunakan teknik


ANOVA untuk mengungkap hubungan sebab-akibat. Namun, ANOVA pada dasarnya adalah
pengujian untuk mengkaji perbedaan rata -rata berdasarkan suatu kondisi (misalnya demografis)
tertentu. Demikian pula dengan teknik korelasi. Korelasi tidak mengurai hubungan sebab-akibat,
meskipun besarnya koefisien korelasi sedemikian tinggi (misalnya 0.90). Korelasi tidak membuktikan
hubungan kausal, melainkan bertindak sebagai langkah awal untuk mengidentifikasi potensi sebab-
akibat.

Kehati-hatian juga diperlukan dalam menafsirkan "sebab-akibat." Berbeda dengan ilmu-ilmu natural,
dalam ilmu sosial tujuan penelitian adalah menguraikan hubungan-hubungan (relationships) antar
fenomena sosial dan "diharapkan" dapat menyibak hubungan sebab-akibat antar fenomena.
Kausalitas dalam ilmu-ilmu sosial bersifat longgar. Mungkin, kata korelasional (bukan korelasi) lebih
sesuai. Sebab-akibat tidak bersifat deterministik, dimana salah satu hasil akhir dari riset ilmu sosial
adalah prediksi. Berdasarkan model tertentu, peneliti melakukan prediksi, bukan menentukan
akibat, meskipun dinyatakan dalam kata-kata sebab-akibat. Perlu juga ditegaskan, bahwa sebab-
akibat tidak berasal dari statistik, tetapi berasal dari teori.

6.3.5 PERBANDINGAN MODEL

Beberapa peneliti akuntansi melakukan riset untuk mencari, menyusun, menetapkan dan
membandingkan model. Nissim Aranya dan koleganya, misalnya, merupakan peneliti akuntansi
keperilakuan yang dalam risetnya secara kontinyu mencari dan membandingkan model-model
penarikan diri akuntan menurut konsep-konsep psikologi atau organisasi. Demikian pula, dua
peneliti Indonesia melaku kan perbandingan beberapa model dalam memprediksi keinginan
berhenti akuntan publik. Sebagian besar riset pemodelan dalam lingkup study of accountant
mengacu pada penyusunan model-model penarikan diri. Dalam riset yang menggunakan metode
statistik, perbandingan model dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria statistik, baik berdasarkan
analisis jalur maupun strunctural equation modeling.

Analisis Jalur

Riset perbandingan model dengan teknik analisis jalur dilaku kan Lachman dan Aranya. Pada riset ini,
mereka mencari model yang paling sesuai dengan bidang yang dikaji. Prosedur yang mereka lakukan
diuraikan berikut.

1. Tentukan model teoritis tertentu sebagai model dasar yang dikembangkan berdasarkan survey
literatur.
2. Susun matriks korelasi antar variabel. Korelasi antar variabel yang signifikan akan digunakan
untuk penyusunan model, sementara korelasi yang tidak signifikan dikeluarkan dari penyusunan.
3. Gunakan analisis jalur untuk mengestimasi seluruh koefisien jalur pada model. Peneliti dapat
melakukan modifikasi dengan menambah jalur baru, sejauh memiliki justifikasi teoritis. Buanglah
jalur yang tidak signifikan (trimmed), dengan kriteria besarnya koefisien adalah tidak signifikan
jika kurang dari dua kali deviasi standar atau nilainya terlalu kecil (P < 0.15). Laku kan estimasi
ulang.
4. Bandingkan besarnya koefisien korelasi dengan koefisien jalur. Suatu model dianggap
mencukupi jika selisih koefisien tersebut setinggi-tingginya 0.05.

Strucural Equation Modeling

Komparasi model dengan teknik ini memberikan akurasi yang lebih tinggi, namun sekaligus
merupakan pekerjaan yang kompleks. Perbandingan model dilakukan jika:

1. Model yang dispesifikan telah memenuhi kriteria-kriteria kesesuaian model (goodness-of-fit)


serta pemenuhan asumsi-asumsinya. Jika terdapat model yang tidak memenuhi kriteria
tersebut, peneliti dapat langsung menetapkan model yang dipilihnya.
2. Jika model memenuhi kriteria-kriteria kesesuaian, komparasi dapat dilakukan dengan
menggunakan kriteria-kriteria berikut

Tiga kriteria untuk mengkonfirmasikan medel. Kriteria pertama adalah Goodness of Fit. Berdasarkan
kriteria-kriteria di atas, bisa jadi peneliti menafsirkan bahwa model yang diajukan sama baiknya
sehingga menyulitkan dalam pemilihan model. Dua kriteria berikut digunakan untuk mengantisipasi
adanya kesulitan dalam menetapkan model mana yang lebih baik.

Tabel 1.1 Kriteria Pemilihan Model SEM

Absolute fit measure

Chi-square (Discrepancy)

Non-signifikan 0.05. Namun perhatikan jumlah derajat kebebasan dan jumlah parameter. Model
terbaik adalah model yang fit dengan derajat kebebasan yang maksimum dan parameter yang
diestimasi lebih sedikit

Noncentrality Parameter (NCP)

Semakin kecil, semakin baik.


Goodness-of-fit Index (GFI)

Semakin besar, semakin baik.

Root Mean Square Residual (RMR)

Semakin kecil, semakin baik.

Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)

Semakin kecil, semakin baik.

Incremental Fit Measure

Adjusted Goodness-of-fit (AGFI)

Semakin besar, semakin baik.

Tucker-Lewis index (TLI).

Semakin besar, semakin baik.

Parsimony Fit Measure

Parsimony-adjusted Normed Fit Index (PNFI)

Semakin kecil, semakin baik. Model secara substansial berbeda jika memiliki selisih minimum 0.06.

Akaike Information Criterion (AIC) dan Expected Cross Validation Index (ECVI)

AIC dan ECVI yang lebih kecil adalah model yang lebih baik.

Komparasi kekuatan koefisien jalur. Komparasi kekuatan koefisien jalur didasarkan pada kriteria
bahwa koefisien yang lebih besar mengindikasikan suatu model lebih baik daripada model yang lain.
Koefisien yang dibandingkan satu sama lain hanyalah koefisien yang signifikan secara statistik.
Penjumlahan dilakukan dengan menggunakan angka absolut.

Komparasi Koefisien Determinasi. Kriteria terakhir adalah jumlah nilai koefisien korelasi ganda
(squared multiple correlation) tiap-tiap variabel endogen. Suatu model lebih baik daripada yang
lainnya jika memiliki jumlah koefisien determinasi yang lebih besar.

Keseluruhan kriteria tersebut tidak mutlak harus semuanya ada, peneliti berdasarkan justifikasi
statistik dapat menentukan pilihan kriteria.

Anda mungkin juga menyukai