Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERKEMBANGBIAKAN HEWAN MELALUI TUNAS (BUDDING)

DISUSUN OLEH :

1. DEWI AYU RAUDHLATUL JANAH (17312241025)


2. FATONI ISNAN DARMAWAN (17312244005)
3. NABILAH AL ‘AINA HIDAYAT (17312244006)
4. TALCHA AINUN RIMA NURFAJRI (17312244026)
5. HAFIZHAH FITRIANA DEWI (17312244029)

KELOMPOK 2
PENDIDIKAN IPA C 2017

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019
A. Tujuan
1. Menjelaskan definisi perkemangbiakan tunas (budding) pada hewan.
2. Menyebutkan hewan-hewan yang melakukan perkembangbiakan melalui tunas
(budding).
3. Menjelaskan proses reproduksi hewan yang melakukan perkembangbiakan melalui
tunas (budding).
4. Menjelaskan bagian atau organ yang berperan dalam reproduksi melalui tunas
(budding).

B. Pembahasan
1. Definisi
Pembentukan tunas (budding) atau membentuk kuncup, yakni perkembangbiakan
yang ditandai dengan pembentukan kuncup-kuncup dari induknya, yang kemudian
kuncup-kuncup tersebut melepaskan diri menjadi makhluk hidup baru yang lengkap.
Individu baru ini dapat pula masih melekat pada tubuh induk. Misalnya porifera dan
coelenterata. (Ihsan, 2010:3)
2. Hewan yang Melakukan
a. Filum Porifera
Porifera bereproduksi secara seksual maupun aseksual. Reproduksi aseksual
dilakukan dengan membentuk tunas (budding) ataupun dengan membentuk
sekelompok sel-sel esensial, terutama sel amebocyte, yang kemudian akan
dilepaskan. Beberapa jenis spons laut dan air tawar membentuk gemmula, yang
berfungsi membawa spesies melewati kondisi dingin, kekeringan dan kondisi yang
tidak cocok lainnya. Gemmula terbentuk dari kumpulan sel di dalam mesenkim yang
diperkaya dengan makanan dan dikelilingi oleh penutup resisten. Seiring dengan
kematian spons, gemmula kecil melepaskan diri untuk bertahan hidup sampai
kondisi cocok kembali, sehingga masing-masing tumbuh sebagai spons baru.
(Yanuhar, 2018:42)
Porifera memiliki berbagai cara untuk mendapatkan makanan yaitu dengan
memakan bakteri serta partikel makanan yang masuk bersama dengan air melalui
pori-pori, bekerja sama dengan organisme yang melakukan fotosintesis, dan untuk
porifera yang hidup di daerah yang sulit untuk mendapatkan makanan berubah
menjadi hewan karnivora atau pemakan daging yang memakan krustasea kecil.
(Lidia, 2017:3)
Porifera tidak memiliki sistem pencernaan, sistem saraf dan sistem peredaran
darah. Mereka menggunakan aliran air untuk mendapatkan makanan, oksigen dan
membuang limbah dari tubuhnya. Tubuh porifera terdiri dari mehosil yang diapit
dua lapisan tipis sel yang tidak memiliki tugas khusus dan kelebihannya dapat
menjadi tipe sel lain serta dapat berpindah antara sel utama dan mehosil. Hewan
yang tergolong dalam hewan tingkat rendah ini berkembangbiak dengan cara
bertunas. (Lidia,2017:3)
b. Filum Coleanterata (Cnidria)
Filum Cnidaria dibagi ke dalam tiga kelas utama : Hydrozoa, Scyphozoa, dan
Anthozoa sebagai berikut.
1) Kelas Hydrozoa
Sebagian besar hewan hydrozoa melakukan pergiliran bentuk antara polip
dan medusa, seperti pada siklus hidup Obelia. Tahapan polip, suatu koloni polip
yang saling berhubungan pada kasus Obelia, lebih mudah ditemukan
dibandingkan dengan tahap medusa. Hidra, salah satu dari beberapa hewan
Cnidaria yang ditemukan hidup di air tawar, adalah anggota Kelas Hydrozoa yang
unik karena mereka hanya ditemukan dalam bentuk polip. Ketika kondisi
lingkungan memungkinkan, hidra akan bereproduksi secara aseksual dengan
pertunasan (budding), yaitu pembentukan suatu penonjolan yang kemudian
melepaskan diri dari induk untuk hidup bebas. Ketika kondisi lingkungan buruk,
hidra bereproduksi secara seksual, dan membentuk zigot resisten yang tetap
dorman sampai kondisi membaik. (Campbell, 2003:217)
Pada kelas Hidrozoa, perkembangbiakan aseksual terjadi dengan cara
pembentukan tunas atau disebut budding, pada bagian samping tengah dinding
Hydra. Tunas yang dihasilkan telah memiliki mesoglea, epidermis, dan juga
rongga gastrovaskuler tunas tersebut terus berkembang dan kemudian
melepaskann diri dari tubuh induknya untuk menjadi individu yang baru.
(Yanuhar 2018:57)
Sebagian besar spons adalah hemafrodit (hemaphrodite) (Bahasa Yunani
Hermes, seorang dewa, dan Aphrodite, seorang dewi), yang berarti bahwa
masing-masing individu berfungsi sebagai jantan dan betina dalam reproduksi
seksual dengan cara menghasilkan sel-sel sperma dan telur. Gamet muncul dari
koanosit atau amoebosit. Telur tinggal dalam mesohil, tetapi sel sperma dibawa
oleh spons melalui arus air. Pembuahan silang terjadi akibat beberapa sperma
yang tertarik masuk ke dalam individu yang berdekatan. Pembuahan terjadi
dalam mesodil, di mana zigot akan berkembang menjadi larva berflagela dan
mampu berenang, yang akan menyebar dari induknya. Setelah menempel pada
suatu substrat yang cocok, larva akan berkembang menjadi spons dewasa yang
menempel diam dan memiliki koanosit internal. Spons mampu melakukan
regenerasi ekstensif, yaitu pergantian bagian-bagian tubuh yang hilang. Mereka
menggunakan regenerasi bukan hanya untuk perbaikan tetapi juga untuk
bereproduksi secara aseksual dari fragmen yang terpotong dari spons induk.
(Campbell, 2003:215)
Hydra adalah hewan pemangsa yang hidup di air tawar bersuhu tropis dan
tidak tercemar. Hewan ini hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop dan tidak
dapat dilihat dengan kasat mata. Hydra mempunyai tubuh yang panjang kira-kira
10 milimeter dan berbentuk tabung. Saat merasa ada gangguan, tubuhnya akan
berkontraksi menyerupai gumpalan kecil. Perkembangbiakan vegetatif dengan
cara bertunas pada hydra dimulai dengan munculnya tunas kecil pada hydra
dewasa. Tunas kecil tersebut akan bertumbuh dan berkembang menjadi
organisme baru yang melekat pada hydra dewasa sebagai induknya. Setelah tunas
tersebut dianggap sudah dewasa dan mampu menangkap makanannya sendiri,
tunas akan melepaskan diri dan menjadi organisme baru. (Lidia.2017:2)
Menurut Lidia (2017:2), berikut langkah-langkah perkembangbiakan Hydra
dengan bertunas.
a) Tanda pertama adalah tumbuhnya kuncup.
b) Selanjutnya, tenticles dan mulut pada hydra mulai berkembang.
c) Setelah terlihat perkembangan tenticles dan mulut hydra, dimulai proses
pemisahan tunas dari hydra dewasa. Umumnya, tunas atau organisme baru
lebih kecil dari hydra dewasa.
d) Kemudian pada langkah terakhir, tunas terputus dari induknya atau hydra
dewasa yang umumnya berukuran 3/5 dari ukuran induknya.
2) Kelas Scyphozoa
Medusa umumnya bertahan lebih lama dalam siklus hidup Kelas
Scyphozoa. Medusa dari sebagian besar spesies hidup di antara plankton sebagai
ubur-ubur. (Campbell, 2003:217)
3) Kelas Anthozoa
Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium
karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hew an karang. Karang adalah
hew an tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hewan
berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut sebagai karang (coral) mencakup karang
dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas
Hydrozoa (Silvianita, 2008: 1)

Gambar Anthozoa
Sistem reproduksi anthozoa ada 2 macam, yaitu (Silvianita, 2008:3)
1. Aseksual (vegetatif)
Reproduksi yang tidak melibatkan peleburan gamet jantan (sperma) dan
gamet betina (ovum). Pada reproduksi ini, polip/koloni karang membentuk
polip/koloni baru melalui pemisahan potongan-potongan tubuh atau rangka.
Ada pertumbuhan koloni dan ada pembentukan koloni baru.
2. Seksual (generatif)
Reproduksi yang melibatkan peleburan sperma dan ovum (fertilisasi). Sifat
reproduksi ini lebih komplek karena selain terjadi fertilisasi, juga melalui
sejumlah tahap lanjutan (pembentukan larva, penempelan baru kemudian
pertumbuhan dan pematangan).

Karang memiliki mekanisme reproduksi seksual yang beragam yang


didasari oleh penghasil gamet dan fertilisasi. Keragaman itu meliputi (Silvianita,
2008: 4)
a. Berdasar individu penghasil gamet, karang dapat dikategorikan bersifat:
 Gonokoris
Sebagian besar karang bersifat gonokoris. Dalam satu jenis
(spesies), telur dan sperma dihasilkan oleh individu yang berbeda. Jadi
ada karang jantan dan karang betina Contoh: dijumpai pada genus
Porites dan Galaxea.
 Hermafrodit
Bila telur dan sperma dihasilkan dalam satu polip. Karang yang
hermaprodit juga kerap kali memiliki waktu kematangan seksual yang
berbeda, yaitu :
o Hermaprodit yang simultan menghasilkan telur dan sperma pada
waktu bersamaan dalam kesatuan sperma dan telur (egg-sperm
packets). Meski dalam satu paket, telur baru akan dibuahi 10-40
menit kemudian yaitusetelah telur dan sperma berpisah. Contoh:
jenis dari kelompok Acroporidae, Favidae.
o Hermaprodit yang berurutan, ada dua kemungkinan yaitu : individu
karang tersebut berfungsi sebagai jantan baru yang menghasilkan
sperma, kemudian menjadi betina (protandri), atau jadi betina dulu,
menghasilkan telur setelah itu menjadi jantan (protogini) Contoh:
Stylophora pistillata dan Goniastrea favulus.
b. Berdasarkan mekanisme pertemuan telur dan sperma
 Brooding/planulator
Telur dan sperma yang dihasilkan, tidak dilepaskan ke kolom
air sehingga fertilisasi secara internal. Zigot berkembang menjadi
larva planula di dalam polip, untuk kemudian planula dilepaskan ke
air. Planula ini langsung memiliki kemampun untuk melekat di
dasar perairan untuk melanjutkan proses pertumbuhan. Contoh:
Pocillopora damicornis dan Stylophora.
 Spawning
Melepas telur dan sperma ke air sehingga fertilisasi secara
eksternal. Pada tipe ini pembuahan telur terjadi setelah beberapa
jam berada di air. Contoh: pada genus Favia
3. Proses Reproduksi
Reproduksi pada hewan dapat terjadi secara seksual maupun aseksual. Konsep
reproduksi aseksual tidak dapat didefinisikan dengan tepat (karena terlalu banyak
variasi), tetapi jelas bahwa proses ini tidak berkaitan dengan proses pembentukan
gamet. Reproduksi aseksual dapat berlangsung dengan cara pembelahan, fragmentasi,
atau budding/bertunas. (Isnaeni, 2006:260)
Gemasi atau budding atau bertunas merupakan proses pembentukan individu baru
yang biasanya dimaksudkan untuk menambah koloni. Gemasi sulit dibedakan dari
fragmentasi. Dalam hal ini, tunas yang terbentuk berukuran lebih kecil daripada
induknya, terletak di samping (lateral), dan dibentuk dari sekelompok sel embrional.
Pembentukan tunas samping pada tubuh hidra akan terjadi jika pasokan atau
ketersediaan makanan di lingkungannya dalam keadaan baik. (Isnaeni, 2006:260)
a. Hydra
Menurut Lidia (2018:2), siklus perkembangbiakan secara seksual biasanya akan
dilakukan oleh hyrda jika berada dalam kondisi mendesak. Perkembangbiakan
seksual hanya akan dilakukan oleh hewan yang satu ini, jika kondisi lingkungan
tempat dimana dia hidup, mengalami kekurangan dalam jumlah makanan. Pola
siklus perkembangbiakan seksual seperti berikut ini.

Gambar 1. Perkembangbiakan Hydra


Sumber : Lidia (2018:2)
1) Hal pertama yang selalu terjadi dalam siklus perkembangbiakan Hydra adalah
diawali dengan munculnya tunas.
2) Tahap selanjutnya adalah pelepasan sel sperma oleh Hydra jantan. Pelepasan sel
sperma ini akan melalui organ yang bernama gonad jantan.
3) Tahap berikutnya adalah sep sperma tersebut akan diterima oleh ovarium hydra
betina.
4) Tahap selanjutnya pelepasan sel telur oleh hydra betina, biasanya dalam proses
pelepasan ini akan bersamaan dengan kematian pada hydra tersebut.
5) Tahap terakhir adalah sel telur yang telah dibuahi akan berubah menjadi embrio.
Dari embrio tersebut akan berubah menjadi polip untuk kemudian berkembang
menjadi hydra muda.
Menurut Lidia (2018:2), siklus perkembangbiakan melalui tunas akan dilakukan
oleh hydra ketika sumber makanan berlimpah. Jika kondisi lingkungan tempat hidup
hydra tersebut memiliki sumber makanan yang berlimpah, maka Hydra akan cenderung
lebih memilih untuk melakukan perkembangbiakan secara tunas. Siklus
perkembangbiakan melalui tunas seperti berikut ini.
1) Tahap pertama yang akan di munculnya kuncup pada badan induk.
2) Tahap berikutnya adalah munculnya tentakel dan mulut pada kuncup tersebut
3) Setelah itu tunas tersebut akan melelui proses pemisahan diri. Pada proses ini, hydra
yang memisahkan diri akan berukuran kecil. Biasanya pada hydra yang masih baru
ini akan memiliki ukuran 3/5 ukuran induk
Dengan siklus kehidupan yang sangat unik tersebut, bisa dikatakan bahwa hydra
dapat hidup dalam kondisi lingkungan yang cukup keras. Pada proses pertumbuhan dan
perkembangan yang ada, bisa dikatakan bahwa hydra memiliki siklus hidup yang cukup
lama. Namun, siklus hidup tersebut akan sangat bergantung pada kondisi dari
lingkungan dimana hydra tersebut hidup. (Lidia, 2018:3)
b. Porifera

Porifera belum memiliki sistem saraf sementara Colenterata telah memiliki sistem
saraf sederhana yang disebut sistem saraf diffuse/bentuk jala.Proses Stimulus-
Responnya adalah sbb: Stimulus menuju sel sensoris menuju sel saraf menuju
ganglion terdekat. Ganglion tersebut akan memberikan respon yang diteruskan ke
sel saraf menuju efektor.
Pada Porifera reproduksi vegetatif dengan membentuk tunas luar oleh archeocyte
(sel embrionik yang secara aktif membelah membentuk tunas luar) sementara pada
Coelenterata tunas luar dibentuk oleh sel interstitial (sel embrionik). Selain tunas
luar, Porifera dapat pula membentuk gemule (tunas dalam). Gemule umumnya
dibentuk apabila keadaan lingkungan merugikan. Gemule juga dibentuk oleh
beberapa buah archeocyte melebur lalu membentuk dinding yang tebal sehingga
tahan terhadap pengaruh luar. Apabila keadaan lingkungan kembali membaik, maka
gemule ini akan dapat tumbuh menjadi Porifera yang baru. Porifera yang hidup di
air tawar umumnya paling sering membentuk gemule, misalnya: Spongilla lacustris
dan Spogilla fragilis
c. Coelenterata
Reproduksi aseksual dilakukan dengan pembentukan kuncup/ tunas yang
menempel pada tubuh induknya. Pembentukan tunas selalu terjadi pada
Coleanterata yang berbentuk polip. Tunas tumbuh dideket kaki polip dan akan tetap
melekat pada tubuh induknya dan induknya tetap membentuk kuncup sehingga
membentuk koloni, yaitu pada kakinya dan akan membesar sehingga terbentuk
tentakel kemudian terlepas sehigga dapat menjadi individu baru.
Reproduksi Seksual. Coleanterata berkembang biak secaa seksual, yaitu
dengan penyatuan sperma dan sel telur yang akan terbentuk zigot. Sperma yang
telah masak dikeluarkan dalam air dan akan berenang menuju ocum. Jika bertemu,
terjadilah pembuahan dan zigot yang akan dihasilkan tumbuh menjadi larva bersilis
yang disebut planula. Zigot ini dapat berenang meninggalkan induknya dengan
tujuan agar tidak terjadi perebutan makanan. Jika terdapat pada suatu perairan yang
cocok, maka akan tumbuh membentuk individu baru. Proses reproduksi seksual
terjadi peleburan sel telur (dari ovarium) dengan sperma. Hasil peleburan
membentuk zigot yang akan berkembang sampai stadium gastrula. Kemudian
embrio ini akan berkembang membentuk kista dengan dinding dari zat tanduk.
Kista ini dapat berenang bebas dan ditempat yang sesuai akan melekat pada obyek
di dasar perairan. Kemudian bila keaadaan lingkungan membaik, inti kista pecah
dan embrio tumbuh menjadi baru. Reproduksi vegetatif dan generatif pada
coleanterata berlangung secara bergantian, sehingga coleanterata mengalami
pergiliran keturunan/ siklus hidup/ metagenesis.

d. Antozoa
Sistem reproduksi anthozoa ada 2 macam, yaitu (Silvianita, 2008:3)
1. Aseksual (vegetatif)
Reproduksi yang tidak melibatkan peleburan gamet jantan (sperma) dan
gamet betina (ovum). Pada reproduksi ini, polip/koloni karang membentuk
polip/koloni baru melalui pemisahan potongan-potongan tubuh atau rangka.
Ada pertumbuhan koloni dan ada pembentukan koloni baru.
2. Seksual (generatif)
Reproduksi yang melibatkan peleburan sperma dan ovum (fertilisasi). Sifat
reproduksi ini lebih komplek karena selain terjadi fertilisasi, juga melalui
sejumlah tahap lanjutan (pembentukan larva, penempelan baru kemudian
pertumbuhan dan pematangan).

Karang memiliki mekanisme reproduksi seksual yang beragam yang


didasari oleh penghasil gamet dan fertilisasi. Keragaman itu meliputi (Silvianita,
2008: 4)
c. Berdasar individu penghasil gamet, karang dapat dikategorikan bersifat:
 Gonokoris
Sebagian besar karang bersifat gonokoris. Dalam satu jenis
(spesies), telur dan sperma dihasilkan oleh individu yang berbeda. Jadi
ada karang jantan dan karang betina Contoh: dijumpai pada genus
Porites dan Galaxea.
 Hermafrodit
Bila telur dan sperma dihasilkan dalam satu polip. Karang yang
hermaprodit juga kerap kali memiliki waktu kematangan seksual yang
berbeda, yaitu :
o Hermaprodit yang simultan menghasilkan telur dan sperma pada
waktu bersamaan dalam kesatuan sperma dan telur (egg-sperm
packets). Meski dalam satu paket, telur baru akan dibuahi 10-40
menit kemudian yaitusetelah telur dan sperma berpisah. Contoh:
jenis dari kelompok Acroporidae, Favidae.
o Hermaprodit yang berurutan, ada dua kemungkinan yaitu : individu
karang tersebut berfungsi sebagai jantan baru yang menghasilkan
sperma, kemudian menjadi betina (protandri), atau jadi betina dulu,
menghasilkan telur setelah itu menjadi jantan (protogini) Contoh:
Stylophora pistillata dan Goniastrea favulus.

4. Bagian atau Organ yang Berperan dalam Reproduksi


Organ yang berperan dalam reproduksi jika ia aseksual atau dengan tunas (budding),
maka, hanya ada tunas saja yang menjadi organ reproduksi aseksualnya. Jika
menggunakan reproduksi seksual, ada gamet jantan dan betina yang kemudian akan
melebur menjadi zigot (fertilisasi). Setelah adanya fertilisasi, akan terjadi tahaan
selanjutnya yaitu pembentukan larva, penempelan baru, pertumbuhan dan
pematangan.

C. Kesimpulan
1. Pembentukan tunas (budding) atau membentuk kuncup, yakni perkembangbiakan yang
ditandai dengan pembentukan kuncup-kuncup dari induknya, yang kemudian kuncup-
kuncup tersebut melepaskan diri menjadi makhluk hidup baru yang lengkap. Individu
baru ini dapat pula masih melekat pada tubuh induk.
2. Hewan-hewan yang melakukan perkembangbiakan melalui tunas (budding)yaituFilum
Porifera, Filum Coleanterata (Cnidria) yang meliputiHydrozoa, Scyphozoa, dan
Anthozoa.
3. Reproduksi pada hewan dapat terjadi secara seksual maupun aseksual. Reproduksi
aseksual dapat berlangsung dengan cara pembelahan, fragmentasi, atau
budding/bertunas.
a. Siklus perkembangbiakan melalui tunas pada hydra seperti berikut ini.
1. Tahap pertama yang akan di munculnya kuncup pada badan induk.
2. Tahap berikutnya adalah munculnya tentakel dan mulut pada kuncup tersebut
3. Setelah itu tunas tersebut akan melelui proses pemisahan diri. Pada proses ini,
hydra yang memisahkan diri akan berukuran kecil. Biasanya pada hydra yang
masih baru ini akan memiliki ukuran 3/5 ukuran induk.
b. Pada Porifera, reproduksi vegetatif dengan membentuk tunas luar oleh archeocyte
(sel embrionik yang secara aktif membelah membentuk tunas luar) sementara pada
Coelenterata tunas luar dibentuk oleh sel interstitial (sel embrionik). Selain tunas
luar, Porifera dapat pula membentuk gemule (tunas dalam).
c. Coleanterata berkembang biak secara seksual, yaitu
1. Penyatuan sperma dan sel telur yang akan terbentuk zigot.
2. Sperma yang telah masak dikeluarkan dalam air dan akan berenang menuju
ocum. Jika bertemu, terjadilah pembuahan dan zigot yang akan dihasilkan
tumbuh menjadi larva bersilis yang disebut planula.
3. Zigot ini dapat berenang meninggalkan induknya dengan tujuan agar tidak
terjadi perebutan makanan. Jika terdapat pada suatu perairan yang cocok,
maka akan tumbuh membentuk individu baru.
4. Proses reproduksi seksual terjadi peleburan sel telur (dari ovarium) dengan
sperma. Hasil peleburan membentuk zigot yang akan berkembang sampai
stadium gastrula.
5. Kemudian embrio ini akan berkembang membentuk kista dengan dinding dari
zat tanduk.
6. Kista ini dapat berenang bebas dan ditempat yang sesuai akan melekat pada
obyek di dasar perairan.
7. Kemudian bila keaadaan lingkungan membaik, inti kista pecah dan embrio
tumbuh menjadi baru.
4. Organ yang berperan dalam reproduksi jika ia aseksual atau dengan tunas (budding),
maka, hanya ada tunas saja yang menjadi organ reproduksi aseksualnya. Jika
menggunakan reproduksi seksual, ada gamet jantan dan betina yang kemudian akan
melebur menjadi zigot (fertilisasi). Setelah adanya fertilisasi, akan terjadi tahaan
selanjutnya yaitu pembentukan larva, penempelan baru, pertumbuhan dan
pematangan.
Daftar Pustaka

Campbell, Neil A. et al. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid II. Jakarta : Erlangga.
Ihsan, Moh. Nur. 2010. Ilmu Reproduksi Ternak Dasar. Malang : UB Press.
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta : Kanisius.
Silvianita, Timotius. 2008. Makalah Training Course: Karakteristik Biologi Karang dengan
Judul “Biologi Terumbu Karang”. Diunduh dari
https://www.unimondo.org/content/download/16748/110831/file/biologikarang.pdf
hari Selasa, 1 Oktober 2019 pukul 21.30 WIB
Yanuhar, Uun. 2018. Avertebrata. Malang : UB Press.
Lidia, Maslina. 2017. Perkembangbiakan Hewan. Diause dari
https://materiipa.com/perkembangbiakan-vegetatif-pada-hewanpada tanggal 1
Oktober 2019 pukul 17.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai