Anda di halaman 1dari 13

Praktikum Rekayasa Forensik Geoteknik | 2016

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum adalah salah satu dari norma yang ada dalam masyarakat. Norma hukum
memiliki hukuman yang lebih tegas. Hukum merupakan untuk menghasilkan keteraturan
dalam masyarakat, agar dapat terwujud keseimbangan dalam masyarakat dimana
masyarakat tidak bisa sebebas-bebasnya dalam bermasyarakat, mesti ada batasan agar
ketidakbebasan tersebut dapat menghasilkan keteraturan.Tidak terkecuali hukum dalam
bidang konstruksi. Dalam perkembangan masyarakat saat ini, fungsi hukum dapat terdiri
dari:

1. Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat.


2. Sebagai suatu sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin.
3. Sebagai sarana penggerak pembangunan.
4. Sebagai fungsi kritis.

Jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial, dan
budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna
menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Oleh karena itu, penyelenggaraan
jasa konstruksi perlu diatur lebih lanjut untuk mewujudkan tertib pengikatan dan
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Peraturan mengenai jasa konstruksi diatur dalam
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (“UU No. 18/1999”) dan
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
(“PP No. 29/2000”) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 tentang Perubahan
atas PP No. 29/2000 (“PP No. 59/2010”).

Dalam undang-undang Republik Indonesia No 18 tahung 1999 tentang jasa konstruksi


dijelaskan bahwa:

1. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur


yang merata material, spiritual berdasarkan UUD 1945

Kelompok 2 | Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil


Praktikum Rekayasa Forensik Geoteknik | 2016

2. Jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi sosial dan
budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna
menunjang terwujudnya pembangunan nasional
3. Berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku belum berorientasi baik kepada
kepentingan pengembangan jasa konstruksi sesuai dengan karakteristiknya, yang
mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan
daya saing secara optimal, maupun bagi kepentingan masyarakat.

Oleh karena itu aspek hukum dalam jasa konstruksi sangat perlu diperhatikan agar
dapat tercapainya tujuan di atas.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa fungsi dari badan hukum dalam bidang jasa konstruksi?
2. Mengapa badan hukum diperlukan dalam bidang jasa konstruksi?
3. Bagaimana sistem kerja badan hukum dalam bidang jasa konstruksi?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui fungsi dari badan hukum di bidang jasa konstruksi.


2. Untuk memahami pentingnya badan hukum dalam bidang jasa konstruksi.
3. Agar sistem kerja badan hukum diketahui oleh mahasiswa.

Kelompok 2 | Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil


Praktikum Rekayasa Forensik Geoteknik | 2016

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Aspek Hukum Dalam Jasa Konstruksi

Pada pelaksanaan Jasa Konstruksi harus memperhatikan beberapa aspek hukum.

a. Keperdataan; menyangkut tentang sahnya suatu perjanjian yang berkaitan


dengan kontrak pekerjaan jasa konstruksi, yang memenuhi legalitas
perusahaan, perizinan, sertifikat, dan harus merupakaan kelengkapan hukum
para pihak dalam perjanjian.
b. Administrasi negara; menyangkut tatanan administrasi yang dilakukan dalam
memenuhi proses pelaksanaan kontrak dan peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang konstruksi.
c. Ketenagakerjaan; menyangkut tentang peraturan ketenagakerjaan pekerja
pelaksana jasa konstruksi.
d. Pidana; menyangkut tentang tidak adanya sesuatu unsur pekerjaan yang
menyangkut ranah pidana.

Mengenai hukum kontrak konstruksi merupakan hukum perikatan yang diatur


dalam Buku III KUHP mulai dari Pasal 123 sampai dengan Pasal 1864 KUHP. Pada
Pasal 1233 KUHP disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari perjanjian
persetujuan dan Undang-Undang. Serta dalam suatu perjanjian dianut asas Perdata
yang menerangkan; segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-
Undang bagi mereka yang membuatnya. Dimana sahnya suatu tentang empat syarat
sahnya suatu perjanjian yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya;


b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
c. Suatu hal tertentu;
d. Suatu sebab yang diperkenankan.

Kelompok 2 | Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil


Praktikum Rekayasa Forensik Geoteknik | 2016

2.2 Kontrak Kerja Konstruksi

Pengaturan hubungan kerja konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa
harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi. Suatu kontrak kerja konstruksi
dibuat sekurang-kurangnya harus mencakup uraian sebagai berikut:

a. Para pihak
b. Isi atau rumusan pekerjaan
c. Jangka pertanggungan dan/atau pemeliharaan
d. Tenaga ahli
e. Hak dan kewajiban para pihak
f. Tata cara pembayaran
g. Cidera janji
h. Penyelesaian tentang perselisihan
i. Pemutusan kontrak kerja konstruksi
j. Keadaan memaksa (force majeure)
k. Tidak memenuhi kualitas dan kegagalan bangunan
l. Perlindungan tenaga kerja
m. Perlindungan aspek lingkungan

2.3 Permasalahan Hukum Konstruksi dalam Aspek Hukum Perdata

Pada umumnya adalah terjadinya permasalahan Wanprestasi dan Perbuatan


Melawan Hukum. Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah
ditetapkan dalam perikatan (kontrak), baik perikatan yang timbul karena perjanjian
maupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Tidak dipenuhinya kewajiban
itu ada 2 (dua) kemungkinan, yaitu:

a. Karena kesalahan salah satu pihak baik karena kesengajaan maupun karena
kelalaian
b. Karena keadaan memaksa (force majeur) jadi diluar kemampuan para pihak,
jadi tidak bersalah.

Perbuatan Melawan Hukum adalah perbuatan yang sifatnya langsung melawan


hukum, serta perbuatan yang juga secara langsung melanggar peraturan lain daripada
hukum. Pengertian perbuatan melawan hukum, yang diatur pada Pasal 1365 KUHP

Kelompok 2 | Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil


Praktikum Rekayasa Forensik Geoteknik | 2016

(pasal 1401 BW Belanda) hanya ditafsirkan secara sempit. Yang dikatakan perbuatan
melawan hukum adalah tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain yang
timbul karena Undang-undang (onwetmatig).

Yang pasti, KUHP memang tidak didefinisikan dan merumuskan perbuatan


melawan hukum. Perumusannya, diserahkan kepada doktrin dan yurisprudensi. Pasal
1365KUHP hanya mengatur bareng siapa melakukan perbuatan melawan hukum harus
mengganti kerugian yang ditimbulkan.

2.4 Permasalahan Hukum Konstruksi Dalam Aspek Hukum Pidana

Bilamana terjadi cidera janji terhadap kontrak, takni tidak dipenuhinya isi
kontrak, maka mekanisme penyelesaiannya dapat ditempuh sebagaimana yang diatur
dalam isi kontrak karena kontrak karena kontrak berlaku sebagai undang – undang
bagi para pihak yang membuatnya. Hal ini jua dapat dilihat pada UUJK pada bab X
yang mengatur tentang sanksi dimana pada pasal 43 ayat (1), (2), dan (3).

Yang secara prinsip isinya sebagaimana berikut, barang siapa yang


merencanakan, melaksanakan maupun mengawasi pekerjaan konstruksi yang tidak
memenuhi ketentuan keteknika dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi
(saat berlangsungnya pekerjaan) atau kegagalan bangunan (setelah bangunan
diserahterimakan), maka akan dikenai sanksi pidana paling lama 5 tahun penjara atau
dikenakan denda paling banyak 5% untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan 10%
dari nilai kontrak untuk perencanaan dan pengawasan, dari pasal ini dapat dilihat
penerapan sansi pidana tersebut merupakan pilihan dan merupakan jalan terakhir
bilamana terjadi kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan karena ada
pilihan lain yaitu denda.

Dalam hal lain memungkinkan terjadinya bila tidak dipenuhinya suatu


pekerjaan sesuai dengan isi kontrak terutama merubah volume dan material
memungkinkan terjadinya unsur tindak pidana penipuan dan penggelapan, yaitu yang
diatur dalam:

Pasal 378 KUHP (penipuan);

“barang siapa dengan maksud untuk menggantungkan diri sendiri atau orang lain
dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan
Kelompok 2 | Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
Praktikum Rekayasa Forensik Geoteknik | 2016

tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan mengeerakan orang lain untuk


menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling
lama 4 tahun”

Pasal 372 KUHP (penggelapan);

“barang siapa denga sengaja dan melawan hukum memiliki suatu benda yang
seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan
karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4
tahun atau denda paling banyak Rp 900,/”

Pidana Korupsi; persoalannya selama ini cidera janji selalu dikaitkan dengan tindak
pidana korupsi dalam hal kontrk kerja konstuksi untuk proyek yang dibiayai uang
Negara baik itu APBD atau APBN dimana cidera janji selalu dihubungkan dengan UU
No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Kosupsi UU No. 20 tahun
2001, Pasal 2 ayat (1) yang menjelaskan unsur – unsurnya adalah :

1. Perbuatan melawan hukum


2. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
3. Merugikan keuangan Negara atau perekonomian
4. Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena
jabatan dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain

Dalam kasus pidana korupsi unsur perbuatan melawan hukum sebagai pasal
tersebut harus dapat dibuktikan secara hukum formil apakah tindakan seseorang dapat
dikategorikan perbuatan melawan hukum sehingga dapat memperkaya diri sendiri atau
orang lain yang dapat menyebabkan kerugian keuangan negara dan perekonomian
negara.

Kemudian institusi yang berhak untuk menentukan kerugian negara dapat


dilihat di UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), dalam
pasal 10 ayat (1) UU BPK yang menyebutkan: BPK menilai dan atau menetapkan
jumlah kerugian negara yang diakibatkan perbuatan melawan hukum baik sengaja

Kelompok 2 | Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil


Praktikum Rekayasa Forensik Geoteknik | 2016

maupun lalai yang dilakukan bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga lain
yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.

Jika BPK menemukan kerugian negara tetapi tidak ditemukan unsur pidana
sebagaimana UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
jo UU No. 20 Tahun 2001, maka aparat penyidik dapat memberlakukan pasal 32 ayat
(1) UU No. 31 Tahun 1999 yaitu: Dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat
bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti,
sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera
menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara
untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk
mengajukan gugatan.

Pasal ini memberikan kesempatan terhadap gugatan perdata untuk perbuatan


hukum yang tidak memenuhi unsur tindak pidana korupsi, namun perbuatan tersebut
dapat dan atau berpotensi menimbukan kerugian negara.

Sesuatu kebiasaan yang tidak terpuji tentang masalah kegagalan konstruksi di


suatu proyek, pihak-pihak yang terkait selalu ada cara untuk memilih langkah-
langkah mengamankan dan menyelamatkan orang-orangnya yang terlibat daripada
mengamankan atau menyelesaikan masalah-masalah itu sendiri. Tidak jarang kondisi
alamlah yang dikambing hitamkan untuk menyelamatkan kecerobohan dan kelalaian
manusia-manusia yang seharusnya bertanggung jawab dalam kegagalan konstruksi
tersebut.

Padahal kita telah memiliki peraturan-peraturan dan per Undang-undangan


yang baik, semestinya semua pihak yang terlibat harus sudah mulai menyadari
pentingnya mengikuti aturan Undang-Udang (UU), bukan sibuk meyelamatkan diri
dengan mengorbankan kepentingan negara dan bangsa ini atau demi penyelamatan diri
yang mengorbankan kepentingan orang banyak.

Marilah kita lihat bunyi pasal-pasal yang berkaitan dengan sanksi kegagalan
konstruksi menurut UU RI No.18 tahun 1999 dan PP RI No.29 tahun 2000, antara lain
sebagai berikut;

Kelompok 2 | Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil


Praktikum Rekayasa Forensik Geoteknik | 2016

UU RI No.18 Tahun 1999 (Kegagalan Konstruksi)

UU RI No.18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (JAKON). Pada bab IV memuat
tentang kegagalan konstruksi, bunyi pasal 25, 26, 27 dan 28, adalah;

1. Pasal 25
a. Pasal 25, ayat 1, Pengguna jasa konstruksi dan penyedia jasa wajib
bertanggung jawab atas kegagalan bangunan.
b. Pasal 25 ayat.2, Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia
jasa sebagaimana yang dimaksud pada ayat.1 ditentukan terhitung sejak
penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.
c. Pasal 25 ayat.3, Kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat.2
ditetapkan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli.
2. Pasal 26
a. Pasal 26 ayat.1, Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena
kesalahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti
menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas
konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan
dikenakan ganti rugi.
b. Pasal 26 ayat.2, Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena
kesalahan pelaksana konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan
kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana konstruksi wajib bertanggung
jawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan ganti rugi.

3. Pasal 27, Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan kerena kesalahan
pengguna jasa dalam pengelolaan bangunan dan hal ini terbukti menimbulkan
kerugian pada pihak lain, maka pengguna jasa wajib bertanggung jawab dan
dikenakan ganti rugi.

4. Pasal 28, Ketentuan mengenai jangka waktu dan penilai ahli sebagaimana
dimaksud dalam pasal 25, tanggung jawab perencana konstruksi, pelaksana
konstruksi, dan pengawas konstruksi sebagaimana dimaksud pada pasal 26 serta
tanggung jawab pengguna jasa sebagaimana simaksud dalam pasal 27 diatur lebih
lanjut dengan Peraturan pemerintah.

Kelompok 2 | Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil


Praktikum Rekayasa Forensik Geoteknik | 2016

PP RI No.29 Tahun 2000


Peraturan Pemerintah RI No.29 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Pada bagian kelima memuat tentang Kegagalan Pekerjaan konstruksi, bunyi pasal 31,
32, 33, dan 34, adalah;
1. Pasal 31, Kegagalan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang
tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak
kerja konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan
pengguna jasa atau penyedia jasa.
2. Pasal 32
a. Pasal 32, ayat.1, Perencana konstruksi bebas dari kewajiban untuk mengganti
atau memperbaiki kegagalan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 31
yang disebabkan kesalahan pengguna jasa, pelaksana konstruksi dan pengawas
konstruksi.
b. Pasal 32 ayat 2, Pelaksana konstruksi bebas dari kewajiban untuk mengganti
atau memperbaiki kegagalan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 31
yang disebabkan kesalahan pengguna jasa, perencana konstruksi dan pengawas
konstruksi.
c. Pasal 32 ayat 3, Pengawas konstruksi bebas dari kewajiban untuk mengganti
atau memperbaiki kegagalan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 31
yang disebabkan kesalahan pengguna jasa, perencana konstruksi dan pelaksana
konstruksi.
d. Pasal 32 ayat 4, Penyedia jasa wajib mengganti atau memperbaiki kegagalan
pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 yang disebabkan
kesalahan Penyedia Jasa atas biaya sendiri.
3. Pasal 33, Pemerintah berwenang untuk mengambil tindakan tertentu apabila
pekerjaan konstruksi mengakibatkan kerugian dan atau gangguan terhadap
keselamatan umum.

4. Pasal 34, Kegagalan bangunan merupakan keadaan bangunan yang tidak


berfungsi, baik secara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat,
keselamatan dan kesehatan kerja, dan, atau keselamatan umum sebagai akibat
kesalahan Penyedia Jasa dan atau Pengguna Jasa setelah penyerahan akhir
pekerjaan konstruksi.

Kelompok 2 | Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil


Praktikum Rekayasa Forensik Geoteknik | 2016

UU RI No.18 Tahun 1999 (Sanksi)


Undang-Undang RI No.18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Pada bab X tentang
Sanksi, bunyi pasal 41, 42, dan 43, adalah;
1. Pasal 41, Peyelengara pekerjaan konstruksi dapat dikenakan sanksi administrasi
dan/atau pidana atas pelanggaran Undang-undang ini.
2. Pasal 42
a. Pasal 42 ayat 1, Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 41
yang dapat dikenakan kepada penyedia jasa berupa; peringatan tertulis,
penghentian sementara pekerjaan konstruksi, pembatasan kegiatan usaha
dan/atau profesi, pembekuan izin usaha dan/atau profesi, dan pencabutan izin
usaha dan/atau profesi.
b. Pasal 42 ayat 2, Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 41
yang dapat dikenakan kepada pengguna jasa berupa; peringatan tertulis,
penghentian sementara pekerjaan konstruksi, pembatasan kegiatan usaha
dan/atau profesi, larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi,
pembekuan izin usaha dan/atau profesi, dan pencabutan izin usaha dan/atau
profesi.
c. Pasal 42 ayat 3, Ketentuan mengenai tata laksana dan penerapan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.

3. Pasal 43

Pasal 43, ayat 1, Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi
yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan
pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5
(lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per
seratus) dari nilai kontrak.

4. Ayat 2, Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang


bertentangan atau tidak memenuhi ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan
mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan
dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling
banyak 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak.

Kelompok 2 | Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil


Praktikum Rekayasa Forensik Geoteknik | 2016

5. Ayat 3, Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan


konstruksi dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang
melaksankan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan
keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau
kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau
dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.

2.5 Aspek Sanksi Administratif

Sanksi administratif yang dapat dikenakan atas pelanggaran Undang-Undang


Jasa Konstruksi yaitu;

1. Peringatan tertulis
2. Penghentian sementara pekerjaan konstruksi
3. Pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi
6. Larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi dikenakan bagi jasa
7. Pembekuan Izin Usaha atau Profesi
8. Pencabutan Izin Usaha atau Profesi

Kelompok 2 | Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil


Praktikum Rekayasa Forensik Geoteknik | 2016

BAB III

METODOLOGI

1. Observasi
2.

BAB III

PENGUJIAN

1. Kadar air tanah


Untuk memeriksa kadar air suatu contoh tanah. Kadar air tanah adalah perbandingan
antara berat air yang terkandung dalam tanah dan berat kering tanah, dinyatakan dalam
persen.
2. CBR (California Bearing Ratio)
Untuk menentukan nilai CBR dari suatu contoh tanah yang dilakukan di laboratorium.
Nilai CBR adalah bilangan perbandingan (%) antara tekanan yang diperlukan untuk
menembus tanah dengan piston berpenampang bulat seluas 3 inch dengan kecepatan
penetrasi 0,05 inch per menit terhadap tekanan yang dibutuhkan untuk menembus
suatu bahan standar tertentu.
3. Permeabilitas
Menentukan permeabilitas tanah granuler dengan menggunakan “Constant Head
Permeameter”
4. Konsolidasi
Untuk mengetahui kecepatan konsolidasi dan besarnya penurunan tanah apabila tanah
mendapatkan beban, keadaan tanah disamping tertahan dan diberi drainase pada arah
vertikal.
5. Pemadatan tanah
Menentukan hubungan antara kadar air dan kepadatan (berat volume kering) tanah
apabila dipadatkan dengan tenaga pemadatan tertentu.
6. Tekan bebas
Kuat tekan bebas adalah besarnya tekanan aksial (kg/m2) yang diperlukan untuk
menekan suatu silinder tanah sampai pecah atau besarnya tekanan yang memberikan
perpendekan tanah sebesar 20%, apabila sampai perpendekan 20% tersebut tidak
pecah.

Kelompok 2 | Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil


Praktikum Rekayasa Forensik Geoteknik | 2016

Teknik perbaikan tanah

Tujuan secara umum :

a. Menaikkan daya dukung tanahdan kuat geser


b. Menaikkkan modulus
c. Mengurangi kompressibilitas
d. Mengontrol stabilitas
e. Mengontrol stabilitas volume
f. Mengurangi kerentanan terhadap liquifaksi
g. Memperbaiki kualitas material untuk bahan konstruksi
h. Memperkecil pengaruh lingkungan

Teknik perbaikan tanah yang umum digunakan

a. Pemberian gaya mekanis dengan pemberian gaya mekanis dari luar untuk sementara
misalnya dengan pemadatan
b. Perbaikan secara hidrolis
c. Pengurangan tekanan air pori misalnya preloading, dewatering, pemompaan, sumur,
parit, dan vertical drains
d. Perbaikan secara fisik dan kimiawi
e. Pemberian campuran bahan kimia, grouting, perubahan suhu.
f. Dengan inklusi dan penekanan
g. Penggunaan bahan ringan

Kelompok 2 | Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil

Anda mungkin juga menyukai