BAB I
PENDAHULUAN
Hukum adalah salah satu dari norma yang ada dalam masyarakat. Norma hukum
memiliki hukuman yang lebih tegas. Hukum merupakan untuk menghasilkan keteraturan
dalam masyarakat, agar dapat terwujud keseimbangan dalam masyarakat dimana
masyarakat tidak bisa sebebas-bebasnya dalam bermasyarakat, mesti ada batasan agar
ketidakbebasan tersebut dapat menghasilkan keteraturan.Tidak terkecuali hukum dalam
bidang konstruksi. Dalam perkembangan masyarakat saat ini, fungsi hukum dapat terdiri
dari:
Jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial, dan
budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna
menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Oleh karena itu, penyelenggaraan
jasa konstruksi perlu diatur lebih lanjut untuk mewujudkan tertib pengikatan dan
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Peraturan mengenai jasa konstruksi diatur dalam
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (“UU No. 18/1999”) dan
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
(“PP No. 29/2000”) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 tentang Perubahan
atas PP No. 29/2000 (“PP No. 59/2010”).
2. Jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi sosial dan
budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna
menunjang terwujudnya pembangunan nasional
3. Berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku belum berorientasi baik kepada
kepentingan pengembangan jasa konstruksi sesuai dengan karakteristiknya, yang
mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan
daya saing secara optimal, maupun bagi kepentingan masyarakat.
Oleh karena itu aspek hukum dalam jasa konstruksi sangat perlu diperhatikan agar
dapat tercapainya tujuan di atas.
1.3 Tujuan
BAB II
DASAR TEORI
Pengaturan hubungan kerja konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa
harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi. Suatu kontrak kerja konstruksi
dibuat sekurang-kurangnya harus mencakup uraian sebagai berikut:
a. Para pihak
b. Isi atau rumusan pekerjaan
c. Jangka pertanggungan dan/atau pemeliharaan
d. Tenaga ahli
e. Hak dan kewajiban para pihak
f. Tata cara pembayaran
g. Cidera janji
h. Penyelesaian tentang perselisihan
i. Pemutusan kontrak kerja konstruksi
j. Keadaan memaksa (force majeure)
k. Tidak memenuhi kualitas dan kegagalan bangunan
l. Perlindungan tenaga kerja
m. Perlindungan aspek lingkungan
a. Karena kesalahan salah satu pihak baik karena kesengajaan maupun karena
kelalaian
b. Karena keadaan memaksa (force majeur) jadi diluar kemampuan para pihak,
jadi tidak bersalah.
(pasal 1401 BW Belanda) hanya ditafsirkan secara sempit. Yang dikatakan perbuatan
melawan hukum adalah tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain yang
timbul karena Undang-undang (onwetmatig).
Bilamana terjadi cidera janji terhadap kontrak, takni tidak dipenuhinya isi
kontrak, maka mekanisme penyelesaiannya dapat ditempuh sebagaimana yang diatur
dalam isi kontrak karena kontrak karena kontrak berlaku sebagai undang – undang
bagi para pihak yang membuatnya. Hal ini jua dapat dilihat pada UUJK pada bab X
yang mengatur tentang sanksi dimana pada pasal 43 ayat (1), (2), dan (3).
“barang siapa dengan maksud untuk menggantungkan diri sendiri atau orang lain
dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan
Kelompok 2 | Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil
Praktikum Rekayasa Forensik Geoteknik | 2016
“barang siapa denga sengaja dan melawan hukum memiliki suatu benda yang
seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan
karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4
tahun atau denda paling banyak Rp 900,/”
Pidana Korupsi; persoalannya selama ini cidera janji selalu dikaitkan dengan tindak
pidana korupsi dalam hal kontrk kerja konstuksi untuk proyek yang dibiayai uang
Negara baik itu APBD atau APBN dimana cidera janji selalu dihubungkan dengan UU
No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Kosupsi UU No. 20 tahun
2001, Pasal 2 ayat (1) yang menjelaskan unsur – unsurnya adalah :
Dalam kasus pidana korupsi unsur perbuatan melawan hukum sebagai pasal
tersebut harus dapat dibuktikan secara hukum formil apakah tindakan seseorang dapat
dikategorikan perbuatan melawan hukum sehingga dapat memperkaya diri sendiri atau
orang lain yang dapat menyebabkan kerugian keuangan negara dan perekonomian
negara.
maupun lalai yang dilakukan bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga lain
yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.
Jika BPK menemukan kerugian negara tetapi tidak ditemukan unsur pidana
sebagaimana UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
jo UU No. 20 Tahun 2001, maka aparat penyidik dapat memberlakukan pasal 32 ayat
(1) UU No. 31 Tahun 1999 yaitu: Dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat
bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti,
sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera
menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara
untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk
mengajukan gugatan.
Marilah kita lihat bunyi pasal-pasal yang berkaitan dengan sanksi kegagalan
konstruksi menurut UU RI No.18 tahun 1999 dan PP RI No.29 tahun 2000, antara lain
sebagai berikut;
UU RI No.18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (JAKON). Pada bab IV memuat
tentang kegagalan konstruksi, bunyi pasal 25, 26, 27 dan 28, adalah;
1. Pasal 25
a. Pasal 25, ayat 1, Pengguna jasa konstruksi dan penyedia jasa wajib
bertanggung jawab atas kegagalan bangunan.
b. Pasal 25 ayat.2, Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia
jasa sebagaimana yang dimaksud pada ayat.1 ditentukan terhitung sejak
penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.
c. Pasal 25 ayat.3, Kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat.2
ditetapkan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli.
2. Pasal 26
a. Pasal 26 ayat.1, Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena
kesalahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti
menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas
konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan
dikenakan ganti rugi.
b. Pasal 26 ayat.2, Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena
kesalahan pelaksana konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan
kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana konstruksi wajib bertanggung
jawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan ganti rugi.
3. Pasal 27, Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan kerena kesalahan
pengguna jasa dalam pengelolaan bangunan dan hal ini terbukti menimbulkan
kerugian pada pihak lain, maka pengguna jasa wajib bertanggung jawab dan
dikenakan ganti rugi.
4. Pasal 28, Ketentuan mengenai jangka waktu dan penilai ahli sebagaimana
dimaksud dalam pasal 25, tanggung jawab perencana konstruksi, pelaksana
konstruksi, dan pengawas konstruksi sebagaimana dimaksud pada pasal 26 serta
tanggung jawab pengguna jasa sebagaimana simaksud dalam pasal 27 diatur lebih
lanjut dengan Peraturan pemerintah.
3. Pasal 43
Pasal 43, ayat 1, Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi
yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan
pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5
(lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per
seratus) dari nilai kontrak.
1. Peringatan tertulis
2. Penghentian sementara pekerjaan konstruksi
3. Pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi
6. Larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi dikenakan bagi jasa
7. Pembekuan Izin Usaha atau Profesi
8. Pencabutan Izin Usaha atau Profesi
BAB III
METODOLOGI
1. Observasi
2.
BAB III
PENGUJIAN
a. Pemberian gaya mekanis dengan pemberian gaya mekanis dari luar untuk sementara
misalnya dengan pemadatan
b. Perbaikan secara hidrolis
c. Pengurangan tekanan air pori misalnya preloading, dewatering, pemompaan, sumur,
parit, dan vertical drains
d. Perbaikan secara fisik dan kimiawi
e. Pemberian campuran bahan kimia, grouting, perubahan suhu.
f. Dengan inklusi dan penekanan
g. Penggunaan bahan ringan