Anda di halaman 1dari 54

KERANGKA ACUAN PROGRAM (KAP)

PUSKESMAS WONODADI

KABUPATEN BLITAR

TAHUN 2019

BAB I

1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh


tersedianya sumber daya manusia yang sehat, terampil, dan ahli, serta di susun
dalam satu program kesehatan dengan perencanaan terpadu yang di dukung
oleh data dan informasi epidemiologi yang valid.
Program imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti
paling cost effective dan telah di selenggarakan di indonesia sejak tahun 1956.
Dengan program ini Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar pada tahun
1974. Mulai tahun 1977 kegiatan imunisasi di perluas menjadi Program
Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap
beberapa penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi yaitu TBC, DIFTERI,
PERTUSIS, CAMPAK, POLIO, TETANUS, HEPATITIS B, serta PNEUMONIA.
Penyakit lain yang sudah dapat di tekan sehingga perlu di tingkatkan
programnya adalah tetanus maternal dan neonatal serta campak untuk tetanus
telah di kembangkan upaya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (Maternal
Neonatal Tetanus Elimination /MNTE) terhadap penyakit campak dikembangkan
upaya Reduksi Campak (RECAM) dan untuk penyakit polio dilakukan upaya
Eradikasi Polio (ERAPO).
MNTE, RECAM, dan ERAPO juga merupakan komitmen global yang wajib
di ikuti oleh semua negara di dunia . dsamping itu, dunia juga menaruh perhatian
terhadap mutu pelayanan dengan menerapkan standar pemberian suntikan yang
aman (safe injection practices) bagi penerima suntikan yang dikaitkan dengan
pengelolaan limbah medis tajam yang aman (safe waste dysposal management)
baik bagi petugas mauoun lingkungan.
Perkembangan tehnologi lain adalah menggabungkan beberapa jenis
vaksin dapat di gabung sebagai vaksin kombinasi yang terbukti dapat
meningkatkan cakupan imunisasi. mengurangi jumlah suntikan dan kontak
dengan petugas imunisasi.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa upaya imunisasi perlu di tingkatkan untuk
mencapai tingkat population immunity (kekebalan masyarakat) yang tinggi
sehingga PD3I dapat dieradikasi, dieliminasi,dan di reduksi melalui pelayanan
imunisasi yang semakin efektif, efisien dan berkualitas.
Untuk melaksanakan Program Imunisasi Anak Sekolah ( BIAS ) juga
mengacu pada Visi, Misi dan Tata Nilai Puskesmas Wonodadi, yaitu:
a. Visi : mewujudkan puskesmas menjadi sahabat terdepan menuju
sehat
b. Misi :
2
1. Mengutamakan upaya promotiv dan prefentiv
2. Terciptanya karakater PHBS diseluruh desa
3. Mendiagnosis dengan berbasis Evidance Base
4. Penatalaksanaan kasus dengan rasional
5. Melayani dengan senyum salam sapa dan doa

c. Tata Nilai :
1. Jujur
2. Bekerja keras
3. Disiplin
4. Sss
5. Sss
6. Sss
7. Integritas

Dari visi, misi, dan tata nilai tersebut dapat di implementasikan dalam
melaksanakan imunisasi yang dilaksanakan oleh petugas untuk warga
masyarakat wonodadi khususnya anak sekolah untuk meningkatkan kualitas
kesehatan dan melaksanakan program pemerintah. Selain itu dalam setiap
kegiatan dan pelaksaaan program imunisasi tentunya pelaksana
melaksanakan imunisasi sesuai dengan prosedur tata laksana agar
memberikan pelayanan yang aman dan berkualitas kepada seluruh pelanggan
puskesmas.

B. TUJUAN PEDOMAN
1. Tujuan umum
Tujuan diterbitkannya pedoman ini adalah sebagai acuan dalam
pemberian pelayanan imunisasi di puskesmas sehingga dapat menurunkan
angka kesakitan, kematian serta kecatatan akibat Penyakit yang Dapat Di
cegah Dengan Imunisasi ( PD3I )
2. Tujuan khusus
a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan
imunisasi lengkap minimal 90% bayi secara merata di seluruh desa /
kelurahan pada tahun 2015.
b. Tervalidasinya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di bawah
1: 1000 kelahiran hidup dalam setahun).
c. Eradikasi Polio pada tahun 2015.
d. Tercapainya Eliminasi Campak pada tahun 2015.

3
e. Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta pengelolaan
limbah medis (safety injection practice and waste dysposal management)

C. SASARAN PEDOMAN
Memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat khususnya
IMUNISASI di Wilayah Kerja puskesmas

D. RUANG LINGKUP
1. Imunisasi Rutin
a. Imunisasi Dasar
Interval Minimal
untuk jenis
Umur Jenis
Imunisasi yang
sama
0-24 jam Hepatitis B
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-HiB 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-HiB 2, Polio 3
1 bulan
DPT-HB-HiB 3, Polio 4,
4 bulan
IPV
9 bulan Campak

Catatan:
- Pemberian Hepatitis B paling optimal diberikan pada bayi <24 jam
pasca persalinan, dengan didahului suntikan vitamin K1 2-3 jam
sebelumnya, khusus daerah dengan akses sulit, pemberian Hepatitis B
masih diperkenankan sampai <7 hari.
- Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, klinik dan Bidan Praktik Swasta,
Imunisasi BCG dan Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan
- Pemberian BCG optimal diberikan sampai usia 2 bulan, dapat diberikab
sampai usia <1 tahun tanpa perlu melakukan tes mantoux.
- Bayi yang tekah mendapatkan imunisasi dasar DPT-HB-HiB 1, DPT-
HB-HiB 2, dan DPT-HB-HiB 3 dengan jadwal dan interval, maka
dinyatakan mempunyai status imunisasi T2.
- IPV mulai diberikan secara nasional pada tahun 2006
- Pada Kondisi tertentu, semua jenis vaksin kecuali HB 0 dapat diberikan
sebelum bayi berusia 1 tahun.
b. Imunisasi Lanjutan

4
Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menjamin
terjaganya tingkat imunitas pada anak baduta, anak usia sekolah, dan wanita
usia subur ( WUS) termasuk ibu hamil.
Vaksin DPT-HB-HiB terbukti aman dan memiliki efikasi yang tinggi,
tingkat kekebalan yang protektif akan terbentuk pada bayi yang sudah
mendapatkan tiga dosis Imunisasi DPT-HB-HiB. Walau Vaksin sangat efektif
melingdungi kematian dari penyakit difteri, secara keseluruhan efektivitas
melindungi gejala penyakit hanya berkisar 70-90%.
Penyakit lain yang membutuhkan pemberian Imunisasi lanjutan pada
usia baduta adalah campak. Penyakit campak adalah penyakit yang sangat
mudah menular dan mengakibatkan komplikasi yang berat. Vaksin campak
memiliki efikasi kurang lebih 85%, sehingga masih terdapat anak-anak yang
belum memiliki kekebalan dan menjadi kelompok rentan terhadap penyakit
campak.
Interval minimal setelah
Umur Jenis Imunisasi
Imunisasi Dasar
DPT-HB-HiB 12 bulan dari DPT-HB-HiB 3
18 bulan Campak 6 bulan dari campak dosis
pertama
Catatan:
- Pemberian imunisasi lanjutan pada baduta DPT-HB-HiB dan
campak dapat diberikan dalam rentang usia 18-24 bulan
- Baduta yang telah lengkap imunisasi dasar dan mendapatkan
imunisasi lanjutan DPT-HB-HiB dinyatakan mempunyai status
imunisasi T3.
c. Imunisasi BIAS
Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Anak Usia Sekolah Dasar
Sasaran Imunisasi Waktu Pelaksanaan
T1 - -
T2 4 minggu setelah T1 3 tahun
T3 6 bulan setelah T2 5 tahun
T4 1 tahun setelah T3 10 tahun
T5 1 tahun setelah T4 Lebih dari 25 tahun

2. Imunisasi Tambahan
Yang termasuk dalam kegiatan Imunisasi Tambahan adalah:
a. Backlog Fighting
Merupakan upaya aktif di tingkat Puskesmas untuk melengkapi
imunisasi dasar pada anak yang berumur dibawah tiga tahun. Kegiatan
5
ini diprioritaskan untuk dilaksanakan di desa yang selama dua tahun
berturut-turut tidak mencapai UCI.
b. Crash Program
Kegiatan ini dilaksanakan di tingkat Puskesmas yang ditujukan untuk
wilayah yang memerlukan intervensi secara cepat untuk mencegah
terjadinya KLB. Kriteria pemilihan daerah yang akan dilakukan crash
program adalah:
1. Angka kematian bayi akibat PD3I tinggi,
2. Infrastruktur (tenaga, saran, dana) kurang, dan
3. Desa yang selama tiga tahun berturut – turut tidak mencapai UCI
Crash Program bisa dilakukan untuk satu atau lebih jenis imunisasi,
misalnya campak, atau campak terpadu dengan polio.
c. Pekan Imunisasi Nasional (PIN)
Merupakan kegiatan imunisasi masaal yang dilaksanakan secara
serentak di suatu negara dalam waktu yang singkat. PIN bertujuan
untuk memutuskan mata rantai penyebaran suatu penyakit dan
meningkatkan herd immunity ( misalnya polio, campak, atau imunisasi
lainnya). Imunisasi yang diberikan pada PIN diberikan tanpa
memandang status imunisasi sebelumnya.
d. Catch Up Campaign ( Kampanye)
Merupakan kegiatan imunisasi tambahan massal yang dilaksanakan
serentak pada sasaran kelompok umur dan wilayah tertentu dalam
upaya memustuskan transmisi penuluran agent ( virus atau bakteri)
penyebab PD3I. Kegiatan ini biasa dilaksanakan pada awal
pelaksanaan kebijakan pemberian imunisasi baru.
e. Imunisasi dalam Penanggulangan KLB ( Outbreak Response
Immunization/ ORI)
Pedoman pelaksanaan imunisasi dalam penanganan KLB disesuaikan
dengan situasi epidemiologis penyakit masing – masing.
3. Imunisasi Khusus
a. Imunisasi Meningitis Meningokokus ( Haji)
1. Meningitis meningokokus adalah penyakit akut radang selaput otak
yang disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitis
2. Meningitis merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan
kematian di seluruh dunia. Case fatality ratenya melibihi 50%, tetapi
dengan diagnosis dini, terapi modern dan suportif, case fatality rate
menjadi 5-15%

6
3. Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi dan profilaksis
untuk orang-orang yang kontak dengan penderita meningitis dan
carrier
4. Imunisasi meningitis meningokokus diberikan kepada masyarakat
yang akan melakukan perjalanan ke negara endemis yang belum
mendapatkan imun isasi meningitis atau sudah habis masa
berlakunya ( masa berlaku 2 tahun)
5. Pemberian imunisasi meningitis meningokokus diberikan minimal
30 ( tiga puluh) hari sebelum keberangkatan. Setelah divaksinasi,
orang tersebut diberi ICV yang mencantumkan tanggal pemberian
imunisasi.
6. Bila imunisasi diberikan kurang dari 14 (empat belas) hari sejak
keberangkatan ke na=egara yang endemis meningitis atau
ditemukan adanya kontraindikasi terhadap vaksin meningitis, maka
harus diberikan profilaksis dengan antimikroba yang sensitif
terhadap Neisseria Meningitis.
7. Bagi yang datang atau melewati negara terjangkit meningitis harus
bisa menunjukkan sertifikat vaksin ( ICV)yang amsih berlaku
sebagai bukti bahwa mereka telah mendapat imunisasi meningitis.
b. Imunisasi Polio
1. Polio adalah penyakit lumpuh layu yang disebabkan oleh virus
Polio liar yang dapat menimbulkan kecacatan atau kematian
2. Imunisasi Polio diberikan kepada orang yang belum mendapat
imunisasi dasar lengkap pada bayi atau tidak bisa menunjukkan
catatan imunisasi/buku KIA, yang akan melakukan perjalan ke
negara endemis atau terjangkit polio. Imunisasi diberikan minimal
14 ( empat belas) hari sebelum keberangkatan dan div=catatkan
dalam sertifikat vaksin ( International Certicate of Vaccination)
c. Imunisasi Influenza ( Haji )
a. Vaksin influenza mengandung virus yang tidak aktif ( inactivated
influenza virus)
b. Vaksin influenza mengandung antigen dari dua sub tipe virus
c. Influenza A dan satu sub tipe virus influenza B, subtipenya setiap
tahun direkomendasikan oleh WHO berdasarkan surveilens
epidemiologi seluruh dunia.
d. Untuk menjaga agar daya proteksi berlangsung terus
menerus,maka perlu dilakukan vaksinasi secara teratur setiap
tahun, menggunakan vaksin yang mengandung gakur yang
muntakhir.

7
e. Vaksin influenza inaktif aman dan imunogenesitas tinggi.
f. Vaksin influenza harus disimpan dalam Vaccine Refrigerator
dengan suhu 2°- 8°C. Tidak boleh dibekukan.
g. Rekomendasi:
1) Semua orang usia ≥65 tahun
2) Anak dengan penyakit kronik seperti asma, diabetes,
penyakit ginjal dan kelemahan sistem imun
3) Anak dan dewasa yang menderita penyakit metabolik kronis,
termasuk diabetes, penyakit disfungsi ginjal,
hemoglobinopati dan imunodefisiensi.
4) Orang yang bisa menularkan virus influenza ke seorang
yang berisiko tinggi mendapat komplikasi yang berhubungan
dengan influenza, seperti petugas kesehatan dan petugas di
tempat perawatan dan orang-orang sekitarnya, semua orang
yang kontak serumah, pengasuh anak usia 6-23 bulan, dan
orang – orang yang melayani atau erat dengan orang yang
mempunyai risiko tinggi
5) Imunisasi influenza dapat diberikan kepada anak sehat usia
6-23 bulan
h. Kontra Indikasi
1) Individu dengan hipersensitif anafilaksis terhadap pemberian
vaksin influenza sebelumnya dan protein tekur jangan diberi
vaksinasi influenza
2) Termasuk ke dalam kelompok ini seseorang yang setelah
makan telur mengalami pembengkakan bibir atau lidah, atau
mengalami distres nafas akut atau pingsan
3) Vaksin influenza tidak bolehdiberikan pada seseorang yang
sedang menderita penyakit demam akut yang berat.
i. Jadwal dan Dosis
1) Dosis untuk anak usia kurang dari 2 tahun adalah 0,25 ml dan
usia lebih dari 2,5 tahun adalah 0,5 ml
2) Untuk anak yang pertama kali mendapat vaksin influenza pada
usia ≤8 tahun, vaksin diberikan 2 dosis dengan selang waktu
minimal 4 minggu, kemudian imunisasi diulang setiap tahun
3) Vaksin influenza diberikan secara suntikan intra muskular di otot
deltoid pada orang dewasa dan anak yang lebih besar,
sedangkan untuk bayi diberikan di paha anterolateral

8
4) Pada anak atau dewasa dengan gangguan imun, diberikan dua
(2) dosis dengan jarak interval minimal 4 minggu, untuk
mendapatkan antibodi yang memuaskan
5) Bila anak usia ≥9 tahun cukup diberikan satu kali saja, teratur,
setiap tahun satu kali.

4. BATASAN OPERASIONAL

1. Poli kia di puskesmas induk


Adalah poli di puskesmas yang dapat melakukan pelayanan imunisasi
yang sesuai dengan standar dan melakukan pelayanan sesuai jadwal
imunisasi setiap minggunya.
2. Posyandu
Adalah tempat pelayanan imunisasi di luar gedung yang bersentuhan
langsung dengan masyarakat mudah dijangkau oleh orang tua dan anak serta
dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditetapkan, dilaksanakan rutin pada
tanggal/hari yang sama di setiap bulannya ( interval waktu minimal pemberian
vaksin ) .
3. Sekolah
Adalah tempat pelayanan imunisasi bagi anak usia sekolah kelas 1
sampai dengan kelas 3 sesuai dengan bulan imunisasi anak sekolah ( BIAS ).

9
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


a. Tenaga pelaksana di Tingkat Puskesmas
Petugas Imunisasi
- Kulifikasi : tenaga perawat atau bidan yang telah mengikuti
pelatihan untuk tenaga petugas imunisasi.
- Tugas : memberikan pelayanan imunisasi dan penyuluhan.
Pelaksana Cold Chain

- Kualifikasi : Tenaga berpendidikan minimal SMA atau SMK yang


telah mengikuti pelatihan cold chain.
- Tugas :
a) mengelola vaksin dan merawat lemari es
b) mencatat suhu lemari es
c) mencatat pemasukan dan pengeluaran vaksin
d) mengambil vaksin di Kabupaten/Kota sesuai kebutuhan per
bulan.
Pengelola Program Imunisasi

- Kualifikasi : Petugas imunisasi, pelaksana cold chain atau petugas


lain yang telah mengikuti pelatihan untuk pengelola program
imunisasi.
- Tugas : membuat perencanaan vaksin dan logistik lain, mengatur
jadwal pelayanan imunisasi, mengecek catatan pelayanan
imunisasi, membuat dan mengirim laporan ke Kab/Kota, membuat
dan menganalisa PWS bulanan, merencanakan tindak lanjut.

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Tenaga kesehatan di Puskesmas Wonodadi minimal terdiri dari 13 orang
bidan dan 7 orang perawat, dimana tenaga tersebut diharapkan bertempat
tinggal didesa wilayah kerjanya. Dan untuk puskesmas induk seharusnya ada 1
orang bidan untuk melayani imunisasi di Puskesmas. Sehingga jumlah tenaga di
Puskesmas Wonodadi dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.
Tenaga bidan di Puskesmas Wonodadi adalah bidan dari pegawai negeri
sipil (PNS), yang diangkat oleh bupati/ walikota dan bidan Pegawai Tidak Tetap
(PTT) Pusat yang diangkat oleh Menteri Kesehatan .

C. JADWAL PELAYANAN IMUNISASI


1. Poli Kia di Puskesmas Induk :
10
Setiap bulan pada minggu ke tiga tiap hari jum’at.
2. Posyandu :
Mengikuti jadwal Posyandu di setiap desa
Jam menyesuaikan jadwal posyandu
3. Sekolah (BIAS) :
Mengikuti jadwal bulan Imunisasi anak sekolah, yaitu:
Bulan september dan oktober

11
BAB III
STANDAR FASILITAS

Untuk menjamin kwalitas pelayanan imunisasi potensi vaksin sangat


penting. Vaksin adalah produk bilogis yang sangat mudah rusak dan kehilangan
potensi bila tidak dikelola dengan benar . peralatan rantai vaksin dalam program
imunisasi sangat menentukan potensi vaksin selama penyimpanan maupun
transportasi.
Di samping penataan vaksin secara benar suhu penyimpanan vaksin
memerlukan pemantauan secara terus menerus untuk menghindari kerusakan vaksin
akibat paparan suhu yang tidak sesuai.

A. DENAH RUANG IMUNISASI

PINTU MASUK
REFRIGATOR 3

REFRIGATOR 2

Meja REFRIGATOR 1

Pelayanan

B. STANDART FASILITAS
1. Peralatan rantai vaksin
a. Lemari es
Berdasarkan sistem pendinginannya lemari es di bagi 2 yaitu : sistem
kompresi dan absorpsi . untuk penyimpanan vaksin menggunakan sistem
absorpsi :
- Pendinginan lebih lambat.
- Tidak menggunakan mekanik sehingga tidak ada bagian yang
bergerak sehingga tidak ada aus.
- Dapat dengan listik AC/DC atau nyala api minyak tanah/gas .
- Bila terjadi kebocoran pada sistem tidak dapat di perbaiaki
12
Contoh : lemari es RCW 42EK, RCW 50EK .
Hal – hal yang harus diperhatikan :
- Bila suhu pada lemari es sudah stabil antara +2° C - +8° C , maka
posisi termostat jangan di rubah-rubah BERI SELOTIP .
- Merubah termostat bila suhu pada lemari es dibawah +2°C atau diatas
+8°C.
- Perubahan termostat tidak dapat merubah suhu lemari es dalam
waktu sesaat, perubahan suhu dapat diketahui setelah 24 jam .
b. Vaccine carrier
Vaccine carrier adalah lat untuk mengirim/membawa vaksin.
Biasanya digunakan untuk membawa vaksin dari kabupaten/kota ke
Puskesmas dan ke tempat pelayanan
c. Kotak dingin cair ( cool pack )
Cool pack adalah wadah plastik berbentuk persegi yang diisi dengan
air kemudian didinggikan pada lemari es selam 24 jam . berguna untuk
menjaga suhu +2°C - +8°C selama 12 jam bila dimasukkan dalam vaccine
carrier.

2. Perawatan lemari es
a. Harian
- Memantau suhu dengan melihat termometer atau alat pemantau suhu
digital setiap hari pada pagi dan sore.
- Periksa apakah terjadi bunga es dan periksa ketebalan bunga es .
apabila bunga es lebih dari 0,5 cm lakukan defrosting ( pencairan
bunga es).
- Lakukan pencatatan langsung pada kartu pencatatan suhu setelah
selesai pengecekkan suhu dan defrosting.

b. Mingguan
- Memeriksa steker jangan sampai kendor, bila kendor kencangkan baut
dengan obeng .
- Perhatikan adanya tanda-tanda steker hangus dengan melihat
perubahan warna steker .
- Sebelum membersihkan badan lemari es cabut steker terlebih dahulu
agar tidak terjadi konsleting/arus pendek.
- Bersihkan badan lemari es dengan menggunakan lap basah, kuas yang
lembut/spon busa dan sabun.
- Gunakan lap kering untuk menggeringkan badan lemari es.

13
- Ketika membersihakan badan lemari es jangan membuka pintu lemari
es untuk menjaga suhu 2°C- 8°C.
- Setelah selesai melakukan hal tersebut . colokkan kembali steker.
- Lakukan pencatatan pada kartu pemeliharaan lemari es sebagai
kegiatan pemeliharaan minnguan.
c. Bulanan
- Sehari sebelum pemeliharaan bulanan, lakukan perhitungan vaksin yang
akan dipindahkan dan kondisikan cool pack (kotak dingin cair), vaksin
carrier atau cool box dengan kebutuhan.
- Pindahkan vaksin kedalam vaksin carrier atau cool box yang telah berisi
cool pack (kotak dingin cair)
- Sebelum melakukan defrosting , cabut steker lemari es.
- Lakukan pembersihan kondensor, pada model terbuka gunakan sikat
yang lembut atau dengan tekanan udara, pada model tertutup tidak perlu
dilakukan pembersihan.
- Lakukan pembersihan karet pintu lemari es pada model yang mudah
dibuka gunakan kain atau busa yang lembut untuk mencucinya dan
pasang kembali setelah kering , pada model tertutup pembersihan
dilakukan dengan menggunakan lap basah atau tekanan udara.
- Memeriksa kerapatan pintu menggunakan selembar kertas , bila kertas
sulit ditarik berarti karet pintu masih baik , sebaliknya bila kertas mudah
di tarik berarti karet sudah mengeras , beri bedak untuk sementara dan
rencanakan untuk diganti .
- Jika ditemukan baut kendor pada engsel pintu kencangkan dengan
menggunakan obeng.
- Setelah selesai melakukan hal tersebut colokkan kembali steker.
- Setelah suhu lemari es mencapai 2°C - 8°C , susun kembali vaksin.
- Lakukan pencatatan pada kartu pemeliharaan lemari es sebagai
kegiatan pemeliharaan bulanan.

3. Penempatan lemari es
- Jarak minimal antara lemari es dengan dinding belakang adalah 10-15 cm
atau sampai lemari es dapat terbuka.
- Jarak minimal antara lemari es dengan lemari es lainnya adalah ±15 cm.
- Lemari es tidak boleh terkena sinar matahari langsung.
- Ruangan mempunyai sirkulasi udara yang cukup (dapat menggunakan
exchaust fan)
- Setiap 1 unit lemari es/freezer menggunakan hanya 1 stop kontak listrik.

14
4. Setiap lemari es harus menggunakan voltage stabilizer
5. Alat pemantau suhu lemari es
- Lemari es di pantau dengan 1 buah termometer.
- Indikator paparan suhu beku.
- Indikator paparan suhu panas.
- Buku grafik dan lembar pencatatan suhu.
Contoh alat pemantau suhu :
- Termometer muller
- Freeze tag (indicator paparan suhu beku)
- VCCM/vaccine cool chain monitor (indikator paparan suhu panas pada
vaksin BCG)
- VVM/vaccine vial monitor (indicator paparan suhu panas).

C. JENIS DAN SIFAT VAKSIN


1. Penggolongan vaksin
Vaksin dapat di golongkan menurut sensitivitas terhadap suhu ada 2
golongan yaitu :
a. Vaksin yang sensitif terhadap beku (frezeer sensitive/FS) Yaitu vaksin
DT,TT,Td hepapatitis B dan DPT/HB/Hib.
b. Vaksin yang sensitif terhadap panas (Heat Sensitive/HS) Yaitu vaksin
campak ,Polio dan BCG.
2. Jenis jenis vaksin
Vaksin yang saat ini di pakai dalam program imunisasi rutin di
indonesia :
a. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerine)
Diskripsi:
Vaksin BCG adalah Vaksin yang beku kering yang
mengandung mycrobacterium bovis hidup yang dilemahkan (Bacillus
Calmette Guirine) strain paris

Indikasi :
Untuk memberi kekebalan aktif terhadap tuberkulosis.
Cara pemberian dosis :
- Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih
dahulu . melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril (ADS
5 ml)
- Dosis pemberian : 0,05 ml sebanyak 1 kali

15
- Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas
(insertio musculus deltoldeus) dengan menggunakan ADS 0,05
ml
- Sebelum vaksin dipergunakan,periksa dahulu masa kadaluarsa
- Vaksin yang telah dilarutkan tidak segera digunakan maka
disimpan pada suhu 2°C - 8°C selam maksimal 3 jam

Kontra indikasi :
- Difensiensi sistem ketebalan
- Individu yang terinfeksi HIV asimtomis maupun simtomis tidak
boleh diberikan vaksin BCG
- Adanya penyakit kulit yang berat/menahun Seperti :
eksim,furunkulosis
- Mereka yang sedang menderita TBC

Efek simpang :
Reaksi lokal yang timbul setelah imunisasi BCG adalah
wajar ,sesuatu pembengkakan kecil ,merah ,lembut biasanya
timbul pada daerah bekas suntikan yang kemudian berubah
menjadi vesikel kecil dan menjadi sebuah ulkus kecil dalam
waktu 2-4 minggu . reaksi ini biasanya hilang dalam 2-5 bulan
dan umumnya pada anak-anak meninggalkan bekas berupa
jaringan parut dengan diameter 2-10 mm. Jarang sekali nodus
atau ulkus tetap bertahan , kadang-kadang pembesaran getah
bening pada daerah anak-anakpada daerah ketiak dapat timbul
2-4 bulan setelah imunisasi . sangat jarang sekali kelenjar
getah bening tersebut menjadi supuratif . suntikan yang kurang
hati-hati dapat menimbulkan abses dan jaringan parut.
b. Vaksin TT
Diskripsi :
Vaksin TT merupakan suspense kolodial homogen berwarna
putih susu dalam vial gelas, mengandung tokoid tetanus murni,
teradsorbi kedalam aluminium fosfat.
Indikasi :
Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap tetanus dan
perlindungan terhadap tetanus neonatorum pada wanita usia subur
Cara pemberian dan dosis :
- Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahuu agar
suspensi menjadi homogen

16
- Untuk mencegah tetanus/ tetanus terdiri dari 2 dosis primer yang
disuntikkan secara intra muskular atau subkutan dalam dengan
dosis pemberian 0,5 ml dengan interval 4 minggu. Dilanjutkan
dengan dosis ketiga setelah 6 bulan berikutnya. Untuk
mempertahankan kekebalan terhadap tetanus pada wanita usia
subur, maka dianjut=rkan diberikan 5 dosis.. Dosis keempat dan
kelima diberikan dengan interval minimal 1 tahun setelah
pemberian dosis ketiga dan keempat. Imunisasi TT dapat diberikan
secara aman selama masa kehamilannya bahkan pada periode
trimester pertama.
- Sebelum vaksin dipergunakan, periksa dahulu masa kadaluarsa
dan label VVM.
Kontra Indikasi :
- Gejala – gejala berat karena dosis TT sebelumnya
- Hipersensitif terhadap komponen vaksin
- Imunisasi sebaiknya tidak diberikan pada keadaan demam atau
infeksi akut. Pada demam ringan ( minor afebrille illness) seperti
injeksi ringan pada pernafasan dapat diberikan.

c. Vaksin DT
Diskripsi :
Vaksin DT adalah suspensi kolodial homogen berwarna putih
susu dalam vail gelas , mengandung toksoid tetanus dan toksoid
difteri murni yang teradsorbsi kedalaman alumunium fosfat.
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan
tetanus pada anak-anak .

Cara pemberian dan dosis :


- Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar
suspensi menjadi homogen
- Disuntikkan secara intra muskular atau subkuntan dalam
dengan dosis pemberian 0,5 ml . dilanjutkan untuk anak usia di
bawah 8 tahun . untuk usia 8 tahun atau lebih dianjurkan
imunisasi dengan vaksin Td.
- Sebelum vaksin dipergunakan periksa dahulu masa kadaluarsa
dan label VVM .

Kontra indikasi :

17
- Dosis kedua DT jangan diberikan apabila anak menderita
reaksi berat terhadap dosis sebelumnya .
- Hipersensitif terhadap komponen dari vaksin .

Efek simpang :
Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokal suntikan
yang bersifat sementara dan kadang-kadang gejal demam.

d. Vaksin polio (oral polio vaccine/OPV)


Diskripsi :
Vaksin oral polio hidup adalah vaksin polio trivalent yang
terdiri dari suspensi virus poliomyetilis tipe 1,2 dan 3 (strain sabin)
yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera
dan distabilkan dengan sukrosa.

Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis .
Cara pemberian dan dosis :
- Di berikan secara oral (melalui mulut) ,1 dosis adalah 2 tetes
sebanyak 4 kali (dosis) pemberian dengan interval setiap dosis
minimal 4 minngu .
- Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes
(dropper) yang baru .
- Sebelum vaksin dipergunakan . periksa dahulu masa kadaluarsa
dan label VVM .

Kontra indikasi :
Pada individu yang menderita “immune deficiency” tidak ada
efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak
yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang
menderita diare maka dosis ulang dapat di berikan setelah sembuh.

Efek simpang :
Pada umumnya tidak terdapat efek samping . efek samping
berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi
(kurang dari 0,17 : 1.000.000 ; Bull WHO 66: 1988). Individu yang
kontak dengan anak yang telah divaksinasi jarang sekali beresiko
mengalami lumpuh polio akibat divaksinasi (perbandingan
1/1.400.000 dosis sampai 1/3.400.000 dosis). Dalam hal ini terjadi

18
bila kontak belum mempunyai kekebalan terhadap virus polio atau
belum pernah diimunisasi.

e. Vaksin campak
Diskipsi :
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang
dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari
1000 infective unit virus strain CAM 70 dan tidak lebih dari 100 mcg
residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin .

Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit
campak.

Cara pemberian dan dosis :


- Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus
dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi
5 ml cairan pelarut.
- Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada
lengan kiri atas ,pada usia 9-11 bulan . dan ulang (booster)
pada usia 6-7 tahun (kelas 1 SD) setelah catch-up campaign
campak pada Anak Sekolah Dasar kelas 1-6 .
- Sebelum vaksin dipergunakan ,periksa dahulu kedaluarsa dan
label VVM.
- Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat
6 jam.

Kontra indikasi :
- Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau
individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena
leukemia, limfoma .
- Vaksin ini sebaiknya tidak diberikan lagi bagi orang yang
alergi terhadap dosis vaksin campak sebelumnya, wanita
hamil karena efek vaksin campak terhadap janin belum
diketahui, orang yang alergi terhadap anamisin dan
eritromisin, anak yang memiliki keretanan tinggi terhadap
protein telur.

Efek simpang:

19
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan
kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah
vaksinasi.

f. vaksin Hepatitis B
Diskripsi :
Vaksin Hepatitis B adlah vaksin virus recombinan yang telah
diinaktivasikan dan bersifat non infecious, beraal dari HbsAg yang
dihasilkan dalam sel ragi (hansenula polymorpha) menggunakan
tehnologi DNA rekombinan.

Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang di
sebabkan oleh virus hepatitis B.

Cara pemberian dan dosis :


Sebelum di gunakan vaksin harus di kocok terlebih dahulu
agar suspensi menjadi homogen. Vaksin disuntikkan dengan dosis
0,5 ml atau 1 buah HB PID ,pemberian suntikan secara intra
muskuler pada anterolateral paha. Pemberian sebanyak 3 dosis.
Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari dosis berikutnya
dengan interval minimum 4 minggu.
Sebelum vaksin di gunakan periksa dahulu masa kadaluarsa dan
label vvm.

Kontra indikasi:
Hipersensitif terhadap komponen vaksin,sama halnya
seperti vaksin vaksin vaksin lain, vaksin ini tidak boleh di berikan
kepad penderita infeksi berat yg disertai kejang

Efek simpang:
Reaksi lokal seperti rasa sakit,kemerahan,dan
pembengkaakan di sekitar area penyuntikan,reaksi yang terjadi
biasanya bersifat ringan dan akan hilang setelah 2hari.

g. Vaksin DPT-HB-HiB
Diskripsi :
Vaksin DPT-HB-HiB (vaksin jerap difteri, teranus, pertusis,
hepatitis B rekombinan, Haemophillus influenza type B)berupa

20
suspensi homogen yang mengandung toksoid tetanus dan difteri
murni, bakteri pertusis (batuk rejan) inaktiv, antigen permukaan
hepatitis B ( HBs Ag ) murni yang tidak infecious dan komponen Hib
sebagai vaksin bakteri sub unit berupa kapsul polisakarida
haemophilus influenza type B tidak infecious yang di konjugasikan
kepada protein toksoid tetanus.HbsAg diproduksi melalui tehnologi
DNA rekombinan pada sel ragi.vaksin di jerap pada aluminium fosfat
,thimerosal di gunakan sebagai pengawet polisakarida berasaldari
bakteri Hib yang ditumbuhkan pada media tertentu dan kemudian di
murnikan melalui serangkaian tahap ultra filtrasi.

Indikasi :
Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap
difteri,tetanys,pertusis,(batuk rejan ) Hepatitis B. Dan infeksi
haemophilus influaenza type B secara simultan.

Cara pemberian dan dosis


- Vaksin harus di suntikkan secara intra muskular .
- Penyuntikan sebaiknya dilakukan pada antero lateral paha atas
- Penyuntikan pada bagian bokong anak dapat menyebabkan luka
syaraf siatik dan tidak di anjurkan
- Suntiksn tidak boleh di berikan kedalam kulit karena dapat
meningkatkan reaksi loksl 1 dosis anak adalah 0,5 ml
- Sebelum vaksin di pergunakan periksa dahulu label VVM.

Kontra Indikasi
Hypersensitif terhadap komponen vaksin atau reaksi berat
terhadap dosis vaksin kombinasi sebelumnya atau bentuk bentuk
reaksi sejenis lainnya merupakan kontra indikasi absolut terhadap
dosis berikutnya. Terdapat beberapa kontra indikasi terhadap dosis
pertama DTP:
Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau
kelainan syaraf serius lainnya merupakan kontra indikasi terhadap
komponen Pertusis.dalam hal ini vaksin tidak boleh diberikan
sebagai vaksin kombinasi,tetapi vaksin DT harus di berikan sebagai
pengganti DTP,vaksin Hepatitis B dan HiB diberikan secara
terpisah.vaksin tidak membahayakan individu yang sedang atau
sebelummnya telah terinfeksi virus Hepatitis B

21
Efek simpang :
Jenis dan angka kejadian reaksi simpang yang berat tidak
berada secara bermakna dengan vaksin DTP,Hepatitis B dan HiB
yang diberikan secara terpisah. Untuk DTP reaksi lokal dan sistemik
ringan umum terjadi.
Beberapa reaksi lokal sementara seperti bengkak nyeri dan
kemerahan pada lokasi suntikan disertai demam dapat timbul dalam
sejumlah besar kasus.kadang kadang reaksi berat seperti demam
tinggi ,irritabilitas (rewel) dan menangis dengan nada tinggindapat
terjadi dalam24 jam setelah pemberian. Episode hypotonic-
hyporesponsive pernah dilaporkan. Kejang demam telah di laporkan
dengan angka kejadian 1 kasus per 12.500 dosis pemberian.
Pemberian acetaminophen pada saat dan 4-8 jam setelah imunisasi
mengurangi terjadinya demam.

h. Vaksin Td
Diskripsi :
Vaksin Td adalah suspensi berwarna putih dalam vial gelas
mengandung toksoid tetanus dan toksoid difteri dengan komponen
difteri yang rendah yang telah dimurnikan dan teradsorbsi pada
alumunium fosfat.

Indikasi :
Imunisasi ulang terhadap tetanus dari difteri pada individu mulai
usia 7 tahun.

Cara pemberian dan dosis :


- Sebelum digunakakn vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar
suspensi menjadi homogen.
- Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan
dosis pemberian 0,5 ml .
- Sebelum vaksin dipergunakan periksa dahulu label VVM

Kontra indikasi :
Dosis kedua dan selanjutnya diberikan pada individu yang
menderita reaksi berat terhadap dosis sebelumnya.

Efek samping :

22
Pada uji klinis dilaporkan terdapat kasus nyeri pada lokasi
penyuntikan (20-30%) serta demam (4,7%)

i. Vaksin inactive polio vaccine (IPV)


Deskripsi :
Vaksin IPV disajikan dalam bentuk suspensi dalam bentuk
injeksi. Vaksin ini diindikasikan untuk pencegahan polio pada bayi
,anak-anak dan orang dewasa untuk vaksinasi primer sebagai
booster.

Indikasi :
Untuk pencegahan polio myelitis pada bayi dan anak
immunocompromised , kontak di lingkungan keluarga dan pada
individu dimana vaksin polio oral menjadi kontra indikasi .

Cara pemberian dan dosis :


- Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar
suspensi mejadi homogen.
- Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan dalam dengan
dosis pemberian 0,5 ml
- Dari usia 2 bulan , 3 suntikan berturut-turut 0,5 ml harus diberikan
pada interval dari 1 atau 2 bulan .
- IPV dapat diberikan setelah usia bayi 6,10 dan 14 sesuai dengan
rekomendasi dari WHO
- Bagi orang dewasa yang belum diimunisasi diberikan suntikan
berturut-turut dengan interval 1 atau 2 bulan .
- Sebelum vaksin dioergunakan ,periksa dahulu label VVM
- Pada anak umur 2 tahun atau dosis ke-4 diberikan satu tahun
setelah suntikan ke-3.
- Pada orang dewasa dosis ke-3 diberikan 8-12 bulan setelah
suntikan ke-2
- Booster diberikan setiap 5 tahun pada anak dan remaja dan
remaja serta setiap 10 tahun pada orang dewasa.

Kontra indikasi :
- Kontra indikasi umumnya pada imunisasi vaksinasi harus ditunda
pada mereka yang sedang menderita demam ,penyakit akut atau
kronis progresif .
- Hipersensitif pada saat pmberian vaksin ini sebelumnya .

23
- Penyakit demam akibat infeksi akut tunggu samai sembuh.
- Alergi terhadap Streptomycin.

Efek simpang :
Raksi lokal pada tempat penyuntikan :
Nyeri, kemerahan, indurasi dan bengkak bisa terjadi dalam
waktu 48 jam setelah penyuntikan dan bisa bertahan selama1-2
hari . kejadian dan tingat keparahan dari reaksi lokal tergantung
pada tempat dan cra penyuntikan dan juga jumlah dosis yang
diterima.
Reaksi sistematik :
Demam dengan atau tanpa disertai myalgia,sakit kepala
atau imfadenopati.

D. PENANGANAN VAKSIN
1. Penyimpanan vaksin
- Semua vaksin disimpan pada suhu 2°C - 8°C .
- Letakkan cool pack di bagian bawah lemari es sebagai penahan dingin
dan menjaga kestabilan suhu .
- Peletakkan dus vaksin mempunyai jarak antara minimal 1-2 cm atau
satu jari tangan .
- Vaksin HS (BCG,campak,polio) diletakkan dekat dengan evaporator .
- Vaksin FS (Hepatilitis B, DPT-HB-Hib, DT ,Td ,TT) diletakkan jauh
dengan evaporator .
- Vaksin dalam lemari es harus diletakkan dalam kotak vaksin .
Catatan :
- Vaksin HB Uniject (ADS PID) di BDD (Bidan di desa) disimpan pada
suhu ruangan ataupun dibawa saat kunjungan rumah tanpa rantai
vaksin. Kelayakan pemakaian vaksin diukur dengan melihat status VVM
- Pelarut vaksin BCG dan campak boleh disimpan diluar lemari es
ditempat sejuk (suhu kamar).
- Letakkan pelarut dalam lemari es minimal 12 jam sebelum melakukan
pelayanan.
- Lemari es tempat penyimpanan vaksin tidak boleh digunakan untuk
menyimpan barang selain vaksin (makanan,minuman,barang-barang
laboratorium).
2. Penanganan Vaksin di Unit Pelayanan

24
Tempat pelayanan imunisasi baik di komponen statis maupun di
posyandu adlah mata rantai terakhir dari sistem rantai vaksin. oleh karena itu
perlakuan vaksin di unit ini sangat penting.
a . Di puskesmas
- Vaksin disimpan dalam vaccine carrier yang di beri kotak dingin
cair.
- Letakkan vaccine carrier di meja yang tidak terkena sinar matahari
langsung
- Dalam penggunaan ,letakkan vaksin di atas spon / busa yang
berada dalam vaccine carrier.
- Di dalam vaccine carrier tidak boleh ada air yang merendam
vaksin.ini untuk mencegah dari bakteri lain.
b. Di posyandu dan komponen lapangan lainnya
Pada prinsipnya sama seprti komponen statis, dan intinya
vaksin tetap berada dalam suhu 2°C s/d 8°C. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan;
- Sepulang dari lapangan. Sisa vaksin yang belum di buak di beri
tanda khusus untuk didahulukan penggunaannya pada jadwal
pelayanan berikutnya selama VVM masih baik.
- Semua sisa vaksin yang sudah di buka pada kegiatan lapangan
misalnya posyandu, sekolah , atau pelayanan di luar gedung
lainnya tidak boleh di gunakan lagi.

3. Perawatan lemari es
a) Harian
A. Memantau suhu dengan melihat termometer atau alat pemantau
suhu digital setiap hari pada pagi dan sore.
B. Periksa apakah terjadi bunga es dan periksa ketebalan bunga es.
Apabila bunga es lebih dari 0,5 cm lakukan defrosting (pencairan
bunga es).
C. Lakukan pencatatan langsung pada kartu pencatatan suhu setelah
selesai pengecekan suhu dan defrosting.
b) Mingguan
A. Memeriksa steker jangan sampai kendor, bila kendor kencangkan
baut dengan obeng
B. Perhatikan adanya tanda-tanda steker hangus dengan melihat
perubahan warna pada steker, jika itu terjadi gantilah steker
dengan yang baru.

25
C. Sebelum membersihan badan lemari es, cabut steker terlebih
dahulu agar tidak terjadi konslteing/arus pendek.
D. Bersihkan seluruh badan lemari es dengan menggunakan lap
basah, kuas yang lembut/spon busa sabun
E. Pergunakan lap kering unuk mengeringkan badan lemari es
F. Ketika membersihkan badan lemari es, jangan membuka pintu
lemari es untuk menjaga suhu tetap 2 s/d 8°C
G. Setelah selesai melakukan hal tersebut diatas colokan kembali
steker
H. Lakukan pencatatan pda kartu pemeliharaan lemari es sebagai
kegiatan pemeliharaan mingguan.
c) Bulanan
A. Sehari sebelum pemeliharaan bulanan, lakukan
perhitungan vaksin yang akan dipindahkan dan
kondisikan cool pack (kotak dingin cair), c=vaksin
carrier atau cold box sesuai dengan kebutuhan.
B. Pindahkan vaksin kedalam vaksincarrier atau cold
box yang telah berisi cool pack (kotak dingin cair)
C. Sebelum melakukan defrosting, cabut steker lemari
es
D. Lakukan pembersihan karet pintu lemari es, pada
model yang mudah dibuka gunakan kain atau busa
yang lembut untuk mencucuinya dan pasang kembali
setelah kering, pada model tertutup pembersihan
dilakukan dengan menggunakan lap basah atau
dengan tekanan udara.
E. Memeriksa kerapatan pintu menggunakan selembar
kertas, bila kertas sulit ditarik berarti karet sudah
mengeras =, beri bedak untuk sementara dan
rencanakanuntuk diganti
F. Jika ditemukan baut kendor pada engsel pintu
kencangkan dengan menggunakan obeng
G. Setelah selesai melakukan hal tersebut colokan
kembali steker
H. Setelah suhu lemari es mencapai 2 s/d 8°C susun
kembali vaksin
I. Lakukan pencatatan pada kartu pemeliharaan es
sebagai kegiatan oemeliharaan bulanan.
4. Penempatan Lemari Es

26
a. Jarak minimal anatara lemari es dengan dinding belakang
adalah 10-15 cm atau sampai pintu lemari es dapat dibuka
b. Jarak minimal antara lemari es dengan lemari ed lainnya
adalah ±15 cm.
c. Lemari es tidak boleh terkena sinar matahari langsung
d. Ruangan mampenyai sirkulasi udara yang cukup ( dapat
menggunakan exhaust fan)
e. Setiap unti es/freezer menggunakan hanya 1 top kontak listrik
5. Setiap lemari es harus menggunakan voltage stabilizer
6. Alat Pemantau suhu lemari es
a. Lemari es dipantau dengan 1 buah termometer
b. Indikator paparan suhu beku
c. Indikator paparan suhu panas
d. Buku grafik dan lembar pencatatan suhu
Contoh pemantau suhu:
a. Termometer muller
b. Freeze tag ( inikator paparan suhu beku)
c. VCCM/Vaccine cold chain monitor ( indikator paparan suhu
panas pada vaksin BCG)
d. VVM vaccine vial monitor ( indikator paparan suhu panas)

27
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. LINGKUP KEGIATAN
1. Bidan di wilayah diharapkan harus berada di desa atau kelurahan yang
ditempati nya..
2. Dalam melaksanakan tugas bidan diwilayah harus:
- Bertanggungjawab pada kepala Puskesmas.
- Berkoordinasi dengan Puskesmas Pembantu.
- Berkoordinasi dengan lintas sektor dan jejaring pelayanan kesehatan lain di
wilayah kerjanya.
- Membina Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) di wilayah
kerjanya

B. METODE
Metode yang digunakan dalam melakukan kegiatan di wilayah utamanya
dalam program imunisasi adalah : ceramah, diskusi kelompok, curah pendapat,
demontrasi, dan lain-lain.
Pemilihan metode harus dilakukan dengan memperhatikan kemasan
informasinya,keadaan penerima informasi (termasuk social budayanya), dan hal-
hal lain seperti ruang dan waktu.
Jenis alat bantu/ media penyuluhan yang digunakan :
1. Leaflets, Poster, lembar balik, stiker.
2. Spanduk.
3. Umbul-umbul.

C. LANGKAH KEGIATAN
Tempat pelayanan imunisasi
1. Pelayanan di Poli Kia Puskesmas Induk
Ruangan yang ditetapkan untuk pelayanan imunisasi harus :
- Mudah dijangkau oleh sasaran
- Tidak terkena sinar matahari langsung,hujan atau debu
- Cukup luas,terang, cukup ventilasi dan tenang
2. Pelayanan Imunisasi di Lapangan :
- Mudah di jangkau oleh sasaran
- Jika dalam gedung maka harus cukup luas, terang cukup ventilasi
dan tenang
- Jika di tempat terbuka, upayakan tempat itu terlindung sinar
matahari langsung .

28
Dalam mengatur tempat imunisasi , pastikan bahwa :
- Pintu masuk terpisah dengan pintu keluar sehingga orang dapat
masuk dan keluar tempat pelayanan dengan lebih cepat dan
mudah.
- Tempat menunggu harus bersihdan nyaman.
- Mengatur letak meja dan menyiapkan perlengkapan yang
diperlukan.
- Dalam program posyandu harus melaksanakan kegiatan dengan
sistem 5 meja yaitu pelayanan terpadu yang lengakap yang
memberikan pelayanan 5 program ( KB, KIA, Diare, Imunisasi dan
Gizi ).
- Jumlah orang yag ada di tempat pelayanan imunisasi diatur
sehingga tidak penuh sesak.
- Segala sesuatu yang diperlukan berada dalam jangkauan atau
dekat dengan meja imunisasi .
3. Prosedur Pelaksanaan Pelayanan Imunisasi
Cara penyuntikan vaksin ada 3 macam yaitu : intrakutan
,subkutan, dan intra muskular, cara ini dibedakan dari posisi jarum
suntik terhadap permukaan kulit .
1.Cara penyuntikan intra kutan : vaksin BCG
 Suntikan di berikan intrakutan pada lengan kanan atas
bagian luar dengan dosis 0.05ml
 Letakkan bayi dengan posisi miring di atas pangkuan ibu
dan lepas baju bayi dari lengan dan bahu.
 Ibu sebaiknya memegang bayi dekat dengan tubuhnya
,menyangga kepala bayi dan memegang lengan dekat
dengan tubuh.
 Pegang alat suntik dengan tangan kanan dengan lubang
pada ujung jarum menghadap ke depan.
 Buatlah permukaan kulit menjadi datar dengan
menggunakan ibu jari kiri dan jari telunjuk anda.
 Letakkan alat suntik dan jarum dengan posisi hampir datar
dengan kulit bayi.
 Masukkan ujung jarum tepat di bawah permukaan kulit
tetapi di dalam kulit yang tebal-cukup masukkan
bevel(lubang ujung jarum)

29
 Jaga agar posisi jarum tetap datar di sepanjang kulit
sehingga jarum masuk ke dalam lapisan atas kulit saja,jaga
agar lubang di ujung jarum menghadap ke depan.
 Jangan menekan jarum terlalu dalam dan jangan
menurunkan jarum karena jarum akan masuk bawah
kulit,sehingga yang terjadi suntikan dalam otot (subkutan)
bukan suntikan intra kutan
 Untuk memegang jarum dengan posisi tepat letakkan ibujari
kiri anda pada ujung bawah alat suntik dekat jarum tapi
jangan menyentuh jarum
 Pegang ujung penyedot antara jari telunjuk dan jari tengah
tangan kanan anda.tekan penyedot dengan ibu jari tangan
anda.
 Suntikkan 0,05ml vaksin dan lepaskan jarum.

Catatan :
Jika suntikan intrakutan di berikan secara tepat ,alat penyedot
akan sulit di dorong . jika vaksin mudah masuk mungkin
menyuntikkan terlalu dalam ,segera hentikan suntikan
betulkan posisi jarum dan berikan sisa dosis ,tetapi tidak
ditambah lagi.jika suntikan BCG tepat akan timbul
pembengkakan dengan puncak datar (flat topped) pada
kulit.pembengkakan ini kelihatan pucat dengan lubang
sangat kecil seperti kulit jeruk.jika tehnik tidak benar vaksin
masuk dengan mudah dan tidak terlihat adanya
pembengkakan.
2. Cara penyuntikan subkutan (campak)
 Suntikan di berikan pada lengan kiri atas,pertengahan
M.Deltoideus secara subkutan dengan dosis 0,5 ml.
 Atur bay dengan posisi miring di atas pangkuan ibu dengan
seluruh lengan telanjang.
 Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi, gunakan jari –
jari kiri anda untuk menekan ke atas lengan bayi.
 Pegang lengan seperti mencubit menggunakan ibu jari dan
jari telunjuk, kemudian jarum suntik di suntikkan dengan
sudut 45° terhadap permukaan kulit,dengan kedalaman
jarum tidak lebih dari ½ inchi.(lakukan aspirasi sebelumnya
memastikan jarum tidak menembus pembuluh darah).

30
3. Cara penyuntikan intramuskuler (DPT-HB-HiB.HB
0,DT.Td,TT,IPV)
 Suntikan di berikan pada paha anterolateral (DPT-HB-
HiB,HB 0,IPV) atau lengan kiri atas (DT,Td,TT) secara
intramuskular dengan dosis 0,5ml.
 Pegang lokasi suntikan dengan ibu jari dan jari telunjuk.
 Suntikkan vaksin dengan posisi jarum suntik 90° terhadap
permukaan kulit.(lakukan aspirasi sebelumnya untuk
memastikan jarum tidak menembus pembuluh darah)
 Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui kulit
sehingga masuk ke dalam otot.
 Suntikkan pelan-pelan untuk mengurangi rasa sakit.
Langkah langkah penyuntikan:
1. Bersihkan kulit dengan kapas dan air matang
2. Tunggu hingga kering
3. Kemudian suntikkan vaksin di lokasi dan cara sesuai
ketentuan
4. Setelah vaksin masuk, jarum di keluarkan.
5. Pada tempat bekas lokasi suntikan,kemudian di tekan
dengan kapas baru yang kering,jangan memijat mijat
daerah bekas suntikan.
6. Jika ada perdarahan kapas tetap di tekan pada lokasi
suntikan hingga darah berhenti.
4. Pelaksanaan Perencatatan dan Pelaporan KIPI
Sering dengan cakupan imunisasi yang tinggi maka
penggununaan vaksin juga meningkatkan dans ebagai
akibatnya kejadian berupa reaksi simpang yang
berhubungan dengan imunisasi juga meningkat.
Perlu upaya yang maksimal dalam mengelola kasus KIPI
sehingga timbul kembali kepercayaan masyarakat terhadap
imunisasi dan tujuan imunisasi berupa eradikasi, eliminasi
dan reduksi PD3I akan bisa dicapai.
Untuk mengetahui hubungan antara imunisasi dengan
KIPI diperlukan pencatatan dan pelaporan semua reaksi
simpang yang timbul setelah pemberian imunisasi yang
merupakan kegiatan dari surveilens KIPI. Surveilens KIPI
tersebut sangat membantu program imunisasi, untuk
mengetahui apakah kejadian tersebut berhubungan dengan
vaksin yang diberikan ataukah terjadi secara kebetulan hal

31
ini penting untuk memperkuat keyakinan masyarakat akan
pentingnya imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit
yang paling efektif.
Tujuan utama pemantauan kasus KIPI adalah untuk
mendeteksi dini, merespon kasus KIPI atau diduga kasusu
KIPI dengan cepat dengan cepat dan tepat, mengurangi
dampak negatif imunisasi terhadap kesehatn inidividu dan
terhadap program imunisasi. Hal ini merupak indikator
kualitas program.
Laporan seharusnya selalu dibuat secepatnya sehingga
keputusan dapat dibuat secepat mungkin untuk tindakan
atau pelacakan. Kurun waktu pelaporan agar mengacu
pada Tabel dibawah. Pada keadaan tertentu, laporan satu
kasus KIPI dapat dilaporkan beberapa kali sampai ada
kesimpulan akhir dari kasus.
Kurun waktu Diterimanya
Jenjang Administrasi
Laporan
Wilayah – Dinas 24 jam dari saat penemuan
Kabupaten/Kota kasus

- Tata Cara Penanganan KIPI


Beberapa ketentuan dalam penanganan KIPI adalah:
 Setiap KIPI yang dilaporkan ileh petugas maupun oleh
masyarakat harus dilacak, dicatat, dan ditanggapi oleh
pelaksana Imunisasi.
 KIPI harus dilaporkan oleh pelaksana imunisasi ke tingkat
administrasi yang lebih tinggi
 Untuk setiap KIPI, masyarakat berhak untuk mendapatkan
penjelasan resmi atas hasil analisis resmi yang dilakukan
Komda PP KIPI atau Komnas PP KIPI
 Hasil kajian KIPI oleh Komda PP KIPI atau Komnas PP KIPI
dipergunakan untuk perbaikan Imunisasi dan
 Pemerintah dan pemerintah daerah turut bertanggung jawab
dalam penanggulanagan KIPI di daerahnya atau sistem
penganggaran lainnya.
5. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan dalam pelaksanaan Imunisasi
program sangat penting dilakukan di semua tigkat administrasi

32
guna mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan,
pelaksanaan kegiatan mauoun evaluasi.
- Pencatatann
Untuk masing-masing tingkat administrasi perlu
diperhatikan hal hal sebagai berikut:
 Tingkat Desa
 Sasaran Imunisasi
Pencatatan bayi, baduta dan WUS untuk
persiapan pelayanan imunisasi meliputi
nama, orang tua, suami, tanggal lahir dan
alamat. Petugas mengkompilasikan data
sasaran tersebut ke dalam buku
pencatatan hasil imunisasi bayi, baduta,
dan WUS. Status imunisasi juga dicatat
dalam buku kesehatan ibu dan anak ( KIA
), kohort, dan rekam medis.
 Pencatatan Hasil Imunisasi Bayi dan
Baduta
Pencatatan hasil imunisasi untuk bayi dan
baduta dibuat oleh petugas imunisasi di
kohort bayi dan kohort anak balita dan
anak prasekolah.
Dalam perkembanagan introduksi vaksin
program, untuk pencatatan yang belum
tercantum dalam kohort maka pencatatan
hasil imunisasi akan ditetapkan kemudian.
 Pencatatan hasil imunisasi Td untuk WUS
Pencatatan hasil imunisasi Td untuk WUS
termasuk ibu hamil dan calon pengantin
menggunakan buku catatan imunisasi
WUS atau dicatat buku kohort ibu.
Imunisasi Td hari itu juga dicatat dalam
buku KIA.
 Pencatatam hasil imunisasi Anak Usia
Sekolah Dasar
Untuk pencatatan imunisasi anak usia
sekolah dasara, imunisasi DT, campak,
atau Td yang diberikan, dicatat di buku
KIA/Buku Sehat anak sekolah dan dicatat

33
pada format pelaporan BIAS dan satu
salinan diberikan kepada sekolah. Bila
pada waktu bayi terbukti pernah mendapat
DPT-Hb-HiB 1 dicatat sebagai T1.
Kemudian mendapat DPT-HB-HiB 2
dicatat sebagai T2. Kemudian mendapat
DPT-HB-HiB pada usia baduta dicatat
sebagai T3. Sehingga pemberian DT dan
Td disekolah dicatat sebagai T4 dan T5.
Bila tidak terbukti pernah mendapat
suntikan DPT-HB-HiB pada waktu bayi
dan Baduta, maka DT dicatat sebagai T1.
 Pencatatan dan pelaporan untuk fasilitas
kesehatan swasta
Format pelaporan pelayanan imunisasi
yang dilaporkan minimal memuat data
sebagai berikut : nama sasaran, nama
orang tua, tanggal lahir, alamat lengkap,
jenis kelamin dan jenis imunisasi serta
tanggal pemberiannya.
Begitu juga jumlah kualitas dan kuantitas semua logistik
imunisasi pilihan ( vaksin, ADS, dan logistik lainnya) harus
diketahui oleh penyelenggara program imunisasi nasional
untuk dilakukan monitoring bersama.

 Tingkat Puskesmas
 Hasil Cakupan Imunisasi
o Hasil kegiatan imunisasi di
lapangan dicatat di kohort desa dan
direkap di buku pencatatan
imunisasi puskesmas.
o Hasil imunisasi anak sekolah di
rekap di buku hasil imunisasi anak
sekolah.
o Laporan hasil imunisasi di
pelayanan swasta menggunakan
format buku kohort kemudian
dicatat di buku kohort desa asal
sasaran.

34
o Setiap catatan dari buku pencatatan
puskesmas ini dibuat rangkap dua.
Lembar ke 2 dibawa ke kabuaten
sewaktu mengambil
vaksin/konsultasi.
o Dalam menghitung presentase
cakupan, yang dihitung hanya
pemberian imunisasi pada
kelompok sasaran dan periode
yang dipakai adalah tahun
anggaran mulai dari 1 Januari
sampai dengan 31 Desember pada
tahun tersebut.
 Pencatatan Vaksin
Keluar masuknya vaksin terperinci
menurut jumlah nomor batch dan tanggal
kadaluarsa harus dicatat ke dalam laporan
penerimaanvaksin atau kartu stok. Sisa
atau stok vaksin harus selalu dihitung
pada setiap kali penerimaan dan
pengeluaran vaksin. Masing-masing jenis
vaksin mempunyai kartu stok tersendiri.
Selain itu kondisi VVM, sewaktu menerima
dan mengeluarkan vaksin juga perlu
dicatat di SBBK ( Surat Bukti Barang
Keluar).
Jumlah vial dan dosis vaksin yang
digunakan dan tersisa dalam
penyelenggaraan imunisasi harus
dilpaorkan kembali, beserta jumlah limbah
imunisasi ADS dan vial bekas untuk
dimusnahkan dengan berita acara.
 Pencatatan Suhu Vaccine Refrigerator
Temperatur Vaccine Refrigerator yang
terbaca pada termometer yang diletakkan
di tempat yang seharusnya, harus
termometer yang diletakkan di tempat
yang seharusnya, harus dicatat dua kali

35
sehari yaitu pagi waktu datang dan sore
sebelum pulang.
Pencatatan harus dilakukan dengan upaya
perbaikan:
o Bila suhu tercatat di bawah 2°C,
harus dicurigai vaksin Hepatitis B,
DPT-HB-HiB, DT, IPV dan Td telah
beku. Lakukan uji kocok ( kecuali
vaksin IPV), jangan gunakan vaksin
yang rusak dan buatlah catatan
pada kartu stok vaksin.
o Bila suhu tercatat diatas 8°C,
segera pindahkan vaksin ke cold
box, vaccine carrier atau termos
yang terisi cukup cool pack ( kotak
dingin cair). Bila perbaikan Vaccine
Refrigerator lebih dari b2 hari,
vaksin harus dititipkan di
puskesmas terdekat atau
kabupaten. Vaksin yang telah
kontak dengan suhu kamar lebih
dari periode waktu tertentu, harus
dibuang setelah dicatat di kartu stok
vaksin.
o Pencatatan Logistik Imunisasi
Disamping vaksin, logistik imunisasi
lain seperti cold chain harus dicatat
jumlah, keadaan, beserta nomor
seri serta tahun ( Vaccine
Refrigerator, mini freezer, vaccine
carrier, container ) harus dicatat ke
dalam kolom keterangan. Untuk
peralatan habis pakai seperti ADS,
safety box dan spare part cukup
dicatat jumlah dan jenisnya.
6. Pemantauan Wilayah Setempat ( PWS )
- Definisi
PWS adalah alat pemantauan hasil imunisasi berupa
grafik atau gambar pencapaian hasil imunisasi dan

36
kecenderungannya di masing-masing wilayah
operasional. Dengan PWS dapat menentukan tindak
lanjut yang harus dilakukan, sehingga hasil imunisasi
dapat diperbaiki dan akhirnya secara kumulatif dapat
mencapai target.
- Prinsip PWS
 Memanfaatkan data yang ada dari cakupan
 Menggunakan indikator sederhana:
 Jangkauan / aksesibilitas : Cakupan BCG,
DPT-HB 1, DPT-HB-HiB 1, HB <7 hari
 Kualitas program ( tingkat perlindungan ) :
Cakupan DPT-HB3, DPT – HB-HiB 3,
Polio 4, Campak
 Efektifitas program: angka Out DPT-HB1 (
DPT-HB-HiB 1) – Campak dan DPT – HB3
( DPT-HB-hiB 3 ) – DPT-HB1 ( DPT-HB-
Hib 1)
 Dimanfaatkan untuk umpan balik
 Dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan
setempat
 Teratur dan tepat waktu (setiap bulan)
 Memudahkan analisis
- Analisi dan tindak lanjut
 Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data
 Tindak Lanjut setelah Analisis PWS
 Tindak Lanjut setelah Pertemuan PWS
7. Pemantauan Periodik ( DQS, EVM, SS)
DQS adalah suatu perangkat alat bantu penilaian
pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan imunisasi.
8. Pelaporan
Hal – hal yang dilaporkan adalah:
1. Cakupan imunisasi
2. Dalam melaporkan cakupan imunisasi, harus
dipisahkan pemberian imunisasi terhadap kelompok
diluar umur sasaran. Pemisahan ini sebenarnya sudah
dilakukan mulai saat pencatatan, supaya tidak
mengacaukan perhitungan persen cakupan.
3. Stok dan pemakaian vaksin

37
4. Penerimaan, pemaikaian dan stok vaksin setiap bulan
harus dilaporkan bersama-sama dengan laporan
cakupan imunisasi.
5. Sarana peralatan cold chain di puskesmas dan unit
pelayanan lainnya diidentifikasi baik jumlah maupun
kondisinya dilaporkan oleh puskesmas,
kabupaten/kota, dan provinsi secara berjenjang
minimal sekali setahun.
9. Peran serta Lintas Sektor dan Dukungan Masyarakat
Keberhasilan program imunisasi tidak cukup hanya dengan
melibatkan petugas kesehastan yang bertanggung jawab
terhadap program tersebut. Namun juga memerlukan
dukungan dari lintas program, lintas sektoral dan peran serta
aktif dari masyrakat seperti tokoh msyarakat, tokoh agama,
guru, karang taruna, lembaga swadaya masyarakat, ibu ibu
dan kelompok khusus yang ada di wilayah kerjanya masing-
masing. Untuk itu diperlukan kerjasama dan koordinasi
berbagai pihak terkait, melalui advokasi dan soisalisasi.
Dengan demikian tujuan program dapar dicapai sesuai dengan
target program dan kebutuhan masyarakat.

Pendekatan Musyawarah Membangun


Sosial masyarakat desa dukungan
dalam upaya masyarakat Memobilitas
kepada tokoh membangun dukungan
untuk masayarakat
msayarakat masyarakat untuk
pelayanan
oelayanan imunisasi

Kegiatan imunisasi dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan


antara petugas kesehatan dan msyarakat menyangkut lokasi,
waktu pelaksanaan, kader yang akan membantu, logistik yang
dibutuhkan dan jenis pelayanan lainnya yang dibutuhkan.
Sehingga oelayanan tersebut dirasakan menjadi milik
masyarakat, dapat berjalan dengan optimal dan
berkesinambungan.
Keberhasilan pelayanan imunisasi memerlukan pelayanan
yang bersifat paripurna terpadu dan terkoordinasi dengan
melibatkan banyak pihak terkait antara lain : TOMA, TOGA,
LSM, LP/LS, organisasi profesi dan tokoh masyarakat lainnya.
Berikut ini adalah tokoh masyarakat dan agenda pertemuan
yang akan dibahas:

38
1. Tokoh Masyarakat : Tanyakan tentang siapa, kapan, dan
diamna pelaksanaan dilaksanakan, tanyakan apa yang
mereka ketahui tentang imunisasi, hambatan yang dihadapi.
2. Tokoh agama : Tanyakan cara penanggulangan rumor yang
terjadi di masyarakat, adanya penolakan imunisasi karena
alasana keyakinan orang tua.
3. Orang tua anak : tanyakan pengalamanan yang baik dan
buruk ketika mengunjungi pos pelayanan imunisasi, tanyakan
apakah meeka mengajak ibu-ibu yang lain untuk membawa
anak ke pelayanan imunisasi, informasikan dan ceritakan
tentang efek samping setelah imunisasi.
4. Guru : adalah mitra kerja yang sangat berguna, ceritakan
tentang imunisasi agar mereka dapat menyampaikan kepada
orang tua murid, pentingnya imunisasi akan masa depan
murid, ceritakan imunisasi yang akan diperoleh murid.
5. Kelompok lain ( LSM, organisasi sosial masyarakat,
kelompok masyarakat): mintalah dukungan mereka agar
berkontribusi untuk peningkatan pelayanan imunisasi.

Peran petugas dalam tahapan ini adalah memandu jalannya


musyawarah, agar dapat berjalan lancar dan mencapai
tujuan yang diharapkan. Peran ini sangat diperlukan,
terutama dalam menuntun masayarakat dalam
merencanakan pelayanan imunisasi.
Dalam musyawarah tersebut diharapkan dicapai
kesepakatan dalam merencanakan pelayanan imunisasi. Hal
– hal yang sebaiknya diketehaui:
2. Kapan mengadakan pelayanan imunisasi.
Tanggal harus sesuai kesepakatan dengan msyarakat, agar
pelayanan imunisasi berlangsung dengan baik..
3. Dimana pelayanan dilakukan:
 Diluar gedung
 Di gedung
4. Siapa membantu pada pelayanan imunisasi
 Sesuai hasil kesepakatan pertemuan dengan
masyarakat
 Mereka yang ditunjuk pada kelompok : kader, karang
taruna, pramuka, kades, sukarelawan.

39
Ada dua cara untuk memobilisasi masyarakat agar datang ke
pelayanan imunisasi yaitu:

1. Menggunakan pesan sederhana:


 Jelaskan materi kepada para tokoh masyarakat
 Berikan informasi yang jelas dan mudah
dimengerti
 Menggunakan bahsa daerah
 Jelaskan kemungkinan terjadi setelah imunisasi
 Informasikan hal-hal yang baru yang berkaitan
dengan imunisasi
2. Menggunakan metoda sederhana
 Pendekatan perorangan
 Diskusi, tanya jawab
 Komunikasi aktif
 Denagn suara pengeras masjid, gereja
 Pengumuman setiap arisan
 TV,koran
 Poster
 selebaran

40
BAB V
LOGISTIK

A. PERENCANAAN LOGISTIK
Logistik imunisasi terdiri dari vaksin, Auto Disable Syringe dan Safety Box.
Ketiga kebutuhan tersebut harus direncanakan secara bersamaan dalam jumlah
yang berimbang ( system bundling).
a. Perencanaan Vaksin
Dalam menghitung jumlah kebutuhan vaksin, harus diperhatikan beberapa
hal, yaitu jumlah sasaran, jumlah pemberian, target cakupan 100% dan indeks
pemakaian vaksin dengan memperhitungkan sisa vaksin ( stok) sebelumnya.

Kebutuhan = { jumlah sasaran x jumlah pemberian x 100% } – sisa stok


IP vaksin

Indek pemakaian vaksin ( IP ) adalah pemakaian rata-rata setiap


kemasan vaksin. Cara menghitung IP adalah dengan membagi jumlah cakupan
dengan jumlah vaksin yang dipakai.

IP = Jumlah cakupan / Jumlah Vaksin yang Dipakai

Untuk menentukan jumlah kebutuhan vaksin ini, maka perhitungan IP


vaksin harus dilakukan pada setiap level. IP vaksin untuk kegiatan imunisasi massal (
BIAS atau Kampanye ) lebih besar dibandingkan dengan imunisasi rutin diharapkan
sasaran berkumpul dalam jumlah besar pada satu tempat yang sama.

b. Perencanaan Auto Disable Syringe


Alat suntik yang dipergunakan dalam pemberian imunisasi adalah alat suntik
yang akan mengalami kerusakan setelah sekali pemakaian ( Auto Disable
Syringe / ADS). Ukuran ADS beserta penggunaanya terlihat seperti tabel berikut:
No Ukuran ADS Penggunaan
1 0,05 ml Pemberian imunisasi BCG
Pemberian imunisasi DPT-HB-HiB, Campak, DT, Td,
2 0,5 ml
dan IPV
3 5 ml Untuk melarutkan vaksin BCG dan campak

41
Untuk tingkat pusat, berdasarkan sistem bundling maka perencanaan dan
penyediaan ADS mengikuti jumlah vaksin dan indeks pemakaian vaksin.

c. Perencanaan Safety Box


Safety Box digunakan untuk menampung alat suntik bekas pelayanan
imunisasi sebelum dimusnahkan. Safety box ukuran 2,5 liter mampu
menampung 50 alat suntik bekas, sedangkan ukuran 5 liter menampung 100 alat
bekas. Limbah imunisasi selain alat suntik bekas tidak boleh dimasukkan ke
dalam safety box mengikuti jumlah ADS. Safety box yang sudah berisi alat suntik
bekas tidak boleh disimpan lebih dari 2 x 24 jam.

d. Perencanaan Kebutuhan Peralatan Cold Chain


Vaksin merupakan bahan biologis yang mudah rusak sehingga harus
disimpan pada suhu tertentu ( pada suhu s/d 8°C untuk vaksin sesitif beku atau
pada suhu -15 s/d -25°C untuk vaksin yang sensitif panas)
Sesuai dengan tingkat administrasi, maka sarana coldchain yang dibutuhkan
adalah:
Puskesmas : Vaccine Refrigerator
JENIS PUSKESMAS
Voltage Stabilizer √
Indikator pembekuan dan pemantau √
suhu panas
Alat pencatat suhu kontinyu √
Thermometer √
ADS ( autodisable syringe) √
Safety Box √
Kendaraan berpending khusus
Komputer √
Tabung pemadam kebakaran √
Suku Cadang √
Tool Kits √

B. PENYEDIAAN dan DISTRIBUSI LOGISTIK


a. Penyediaan Logistik
Pemerintah bertanggung jawab terhadap penyediaan logistik Imunisasi
Program:
5. Penyediaan vaksin,
6. ADS,
7. Safety box, dan
42
8. Peralatan cold chain berupa:
A. Alat penyimpanan vaksin, meliputi cold room, freezer room, vaccine
refrigerator, dan freezer,
B. Alat transportasi vaksin, meliputi kendaraanberpendingin khusus,
cold box, vaccine carrier, cool pack, dan cold pack; dan
C. Alat pemantauan suhu, meliputi termometer, termograf, alat
pemantauan suhu beku, alat pemantau/mencatat suhu secara
terus-menerus, dan alarm
Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap penyediaan logistik
imunisasi Program:

1. Peralatan Cold Chain selain vaccine refrigerator, berupa cold box, vaccine
carrier, cool pack, cold pack, termometer, termograf, alat pemantau suhu
beku, alat pemantau/pencatat suhu secara terus-menerus, alarm, dan
kendaraan berpendingin khusus,
2. Peralatan pendukung Cold Chain,
3. Peralatan Anafilatik
4. Dokumen pencatatan pelayanan imunisasi sesuai dengan kebutuhan, dan
5. Ruang untuk menyimpan peralatan Cold Chain dan logistik imunisasi lainnya
yang memenuhi standart dan persyaratan.
Untuk mengatasi keadaan tertentu ( KLB atau berencana ) penyediaan vaksin
dapat dilakukan bekerja sama dengan pihak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

C. PENDISTRIBUSIAN
a. Kabupaten/Kota Ke Puskesmas
1. Dilakukan dengan cara diantar oleh kabupaten/kota atau diambil oleh
puskesmas
2. Dilakukan atas dasar permintaan resmi dari puskesmas dengan
mempertimbangkan stok maksimum dan daya tampung penyimpanan
vaksin
3. Menggunakan cold box atau vaccine carrier yang disertai dengan cool
pack
4. Disertai dengan dokumen pengiriman berupa Surat bukti barang keluar
( SBBK) dan vaccine arrival report ( VAR )
5. Pada setiap cold box atau vaksin carrier disertai dengan indikator
pembekuan
b. Puskesmas ke Tempat Pelayanan

43
1. Vaksin dibawa dengan menggunakan vaccine carrier yang diisi cool pack
dengan jumlah yang sesuai ke seleuruh fasilitas pelayanan kesehatan di
wilayah kerja Puskesmas, baik pemerintah maupun swasta yang
menyelenggarakan pelayanan imunisasi program.
2. Dilakukan dengan cara diantar oleh Puskesmas atau diambil oleh fasilitas
prlayanan kesehatan atas dasar permintaan resmi.

Perencanaan merupakan salah satu unsur manajeman yang penting


dalam pengelolaan program imunisasi. Pada dasarnya perhitungan kebutuhan untuk
pelayanan imunissi harus berasal dari unit puskesmas dengan dasar besaranj jumlah
sasaran tiap jenis pelayanan imunisasi untuk menghindari terjadi kelebihan,
kekurangan atau ketidak sesuaian dengan situasi riil di wilayah kerja.
1. Menentukan sasaran
d) Menghitung sasaran bayi per desa
Jumlah bayi desa th lalu : jumlah bayi kec tahun lalu X jmlh bayi kab tahun ini
e) Menghitung sasaran anak sekolah 1,2,3
Jumlah sasran imunisasi anak sekolah dasar kelas 1,2 3 berdasarkan data
dari masing masing sekolah di wilayah kerja puskesmas Wonodadi.
2. Menentukan target cakupan
NO SASARAN IMUNISASI TARGET
1 Bayi Hepatitis b 0 90%
BCG 95 %
MR 95 %
PENTA 1 95 %
PENTA 2 95 %
PENTA 3 95 %
POLIO 1 95 %
POLIO 2 95 %
POLIO 3 95 %
POLIO 4 95 %
2 Anak batita MR 95%
PENTA 4 95%
3 Anak SD/ MI CAMPAK 95 %
DT 95 %
4 Anak SD /MI Klas 2 & 3 Td 95 %
5 WUS TT2+ 85%

3. Indeks pemakaian vaksin


NO JENIS VAKSIN DOSIS IP VAKSIN

44
KEMASAN
1 Hepatitis B 1 1
2 Polio 10 8
3 MR 10 8
4 BCG 10 8
5 DPT /HB 5 4
6 Pentavalent 5 4
7 IPV 5 4
8 DT 10 8
9 Td 10 8
10 TT 10 8

4. Menghitung kebutuhan vaksin


a) Setelah menghitung jumlah sasaran, menetukan target dsan meghiyung
IP vaksin, maka data data tersebut dapat digunakan untuk menghitung
kebutuhan vaksin.
b) Tiap tiap wilayah mengirimkan rencana kebutuhan vaksin ke puskesmas
untuk dilakukan kompilasi kemudian diteruskan ke kabupaten.

5. Menghitung kebutuhan alat suntik dan safety box


a. Alat suntik :
b. ADS 0.05 ml
c. ADS 0,5 ml
d. ADS 5ml
6. Safety box
Safety box digunakan untuk menampung alat suntik bekas pelayanan
imunisasi sebelum di musnahkan, safety box ukuran 2,5 liter mampu
menampung 50 alat bekas suntik. Limbah imunisasi selain alat bekas
suntiktidak boleh dimasukkan ke dalam safety box.
7. Pengelolaan limbah
Pelayanan imunisasi harus dapat menjamin bahwa sasaran memperoleh
kekebalan spesifik terhadap penyakit tertentu serta tidak terjadi peneluran
penyakit kepada petugas dan masyarakat sekitar akibat limbah.
Limbah dari penyelenggaraan imunisasi diluar gedung harus dibawa kembali
ke puskesmas untuk kemudian dimusnahkan bersama dengan limbah imunisasi
yang dilaksanakan didalam gedung.
Limbah imunisasi dibagi menjadi 2 yaitu limbah infeksi dan non infeksius.
a) Limbah Infeksius

45
Limbah infeksius kegiatan imunisasi merupakan limbah yang ditimbulkan
setelah pelayanan imunisasi yang mempunyai potensi menularjkan penyakit
kepada orang lain, yaitu:
 Limbah medis tajam berupa alat suntik ADS yang telah dipakai, alat
suntik untuk pencampur vaksin, alat suntik yang telah kadaluwarsa
 Limbah farmasi berupa sisa vaksin dalam botol atau ampul, kapas
pembersih/usap, vaksin dalam botol atau ampul yang telag rusak karena
suhu atau yang telah kadaluarsa.
b) Limbah non Infeksius
Limbah non infeksius kegiatan imunisasi merupakan limbah yang ditimbulkan
setelah pelayanan imunisasi yang tidak berpotensi menularkan penyakit
kepada orang lain, misalnya kertas pembungkus alat suntik serta kardus
pembungkus vaksin.
Penanganan limbah yang tidak benar akan mengakibatkan berbagai dampak
terhadap kesehatan baik langsung maupun tidak langsung.

 Dampak Langsung
Limbah kegiatan imunisasi mengandung berbagai macam
mikroorganisme patogen yang dapat memasuki tubuh manusia
melalui tusukan, lecet atau luka di kulit. Tenaga pelaksana
imunisasi adalah kelompok yang berisikio paling besar terkena
infeksi akibat limbah kegiatan imunisasi seperti infeksi virus
anatara lain: HIV/AIDS, Hepatitis B dan Hepatitis C. Resiko
serupa juga bisa dihadapi oleh tenaga kesehatan lain dan
pelaksana pengelolaan limbah di luar tempat pelayanan
imunisasi termasuk para pemulung di lokasi pembuangan akhir.
 Dampak tidak langsung
Sisa vaksin yang terbuang bisa mencemari dan menimbulkan
mikroorganisme lain yang dapat menimbulkan risiko tidak
langsung terhadap lingkungan. Berbagai risiko yang mungkin
timbul akibat pengelolaan limbah imunisasi yang tidak agar
dihindari.

Pengelolaan limbah medis infeksius, antara lain:


a) Limbah infeksius tajam
1. Dengan Incinerator
 Tanpa melakukan penutupan jarum kembali, alat suntik
bekas dimasukkan ke dalam safety box segera setelah
melakukan penyuntikan.

46
 Safety box adalah kotak tahan air dan tusukan jarum yang
dipakai untuk menampung limbah ADS sebelum
dimusnahkan, terbuat dari kardus atau plastik
 Safety box maksimum diisi sampai ¾ dari volume
 Pembakaran dengan menggunakan incinerator yang sudah
berizin, persyaratan teknis insinerator, mengacu pada
peraturan perundang – undangan yang terkait.
2. Alternatif dengan bak beton
 Tanpa melakukan penutupan jarum kembali (no recapping)
jarum bekas langsung dimasukkan kedalam safety box
segara setelah melakukan penyuntikan.
 Safety box beserta jarum bekas dimasukkan kedalam bak
beton
 Model bak beton dengan ukuran lebar 2 x 2 meter minimal
kedalaman mulai 1,5 meter, bak beton ini harus mempunyai
penutup kuat dan aman.

47
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN PROGRAM

Tujuan SKP ( Sasaran Keselamatan Pasien) adalah untuk menggiatkan


perbaikan-perbaikan tertentu dalam soal keselamatan pasien. Sasaran sasaran
dalam SKP menyoroti bidang-bidang yang bermasalah dalam perawatan kesehatan,
memberikan bukti dan solusi hasil konsensus yang berdasarkan nasihat para pakar.
Dengan mempertimbangkan bahwa untuk menyediakan perawatan kesehatan yang
aman dan berkualitas tinggi diperlukan desain sistem yang baik, sasaran biasanya
sedapat mungkin berfokus pada solusi yang berlaku untuk keseluruhan sistem.
Di Indonesia secara nasional untuk seluruh Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
diberlakukan Sasaran Keselamatan Pasien yang terdiri dari:
1 : Mengidentifikasikan pasien dengan benar
2 : Meningkatkan Komunikasi Yang Efketif
3 : Meningkatkan Keamanan Obat-Obatan Yang Harus Diwaspadai
4 : Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan
5 : Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh
Sangat penting bagi staf fasilitas pelayanan kesehatan untuk dapat menilai
kemajuan yang telah dicapai dalam memberikan asuhan yang lebih aman.
7 langkah menuju keselamatan pasien terdiri dari:
i. Membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien.
Ciptakan budaya adil dan terbuka
ii. Memimpin dan mendukung staf
Tegakkan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien
diseluruh fasilitas pelayanan kesehatan anda
iii. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
Bangun sistem dan proses untuk mengelola risiko dan mengidentifikasi
kemungkinan terjadinya kesalahan
iv. Mengembangkan sistem pelaporan
Pastikan staf anda mudah untuk melaporkan insiden secara internal
(lokal) maupun eksternal
v. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
Kembangkan cara-cara berkomunikasi cara terbuka dan mendengarkan
pasien
vi. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien
Dorong staf untuk menggunakan analisa akar masalah guna
pembelajaran tentang bagaimana dan mengapa terjadi insiden
vii. Mencegah cedeea melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien
Pembelajaran lewat perubahan-perubahan di dalam praktek.

48
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. STANDART KESELAMATAN KERJA


Keselamatan adalah suatu tingkatan d=keadaan tertentu dimana gedung,
halaman, peralatan =, teknologi medis, informasi serta sistem di lingkungan Rumah
Sakit/Puskesmas tidak menimbulkan bahaya atau risiko fisik bagi pegawai, pasien,
pengunjung serta masyarakat sekitar. Keselamatan merupakan kondisi atau situasi
selamat dalam melaksanakan aktivitas atau kegiatan tertentu.
Dimana Keselamatan Kerja masuk dalam standart Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, fasilitas kesehatan memiliki kewajiban dalam menjamin kondisi dan
fasilitas yang aman, nyaman dan sehat bagi sumber daya manusia, pasien,
pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan, melalui fasilitas fisik,
peralatan, teknologi medis secara efektif dan efisien.
Keselamatan kerja dan kesehatan kerja memiiki tujuan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan dan cidera serta mempertahankan kondisi yang aman bagi
sumber daya manusia, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun
lingkungan.
Upaya pengendalian dan pencegahan yaitu :
a. Menghilangkan tindakan yang tidak stadart, antara lain:
viii. Operasikan mesin atau alat tanpa ijin
ix. Operasikan tidak sesuai SOP
x. Lalai mengingatkan
xi. Lalai mengamankan
xii. Melepas atau membuat pengamanan alat tidak berfungsi.
xiii. Memakai alat yang rusak atau tidak semestinya
xiv. Lalai memakai APD
xv. Tidak sesuai dalam meletakan/mengangkat/mengambil posisi
xvi. Merawat peralatan yang sedang beroperasi
xvii. Bercanda
xviii. Dalam pengaruh alkohol atau narkoba
c. Mengurangi unsur kesalahan oleh manusia, contohnya:
1. Tidak cukup kemampuan fisik atau mental
2. Stres fisik atau mental
3. Kurang pengetahuan ( tidak memahami SOP)
4. Kurang keterampilan
5. Motivasi yang salah
d. Memastiakn prinsip kewaspadaan standart:

49
1. Pemakaian alat pelindung diri ( APD), sesuai dengan jenis pekerjaan
yang dilakukan
2. Cara kerja aman, dengan selalu berpedoman pada standart
opersional prosedur ( SOP) serta dilindungi oleh peraturan –
peraturan yang ada
3. Pengelolaan lingkungan untuk selalu menyesuaikan dengan lingkup
pekerjaan yang dilakukan, dengan subtitusi, eliminasi dan
administrasi
4. Penempatan pasien yang tepat dengan pemberian pengamanan
tempat tidur yang cukup, pegangan khusus pada kamar mandi,
dengan tujuan menghindari pasien jatuh ( patient safety)
5. Pencegahan kecelakaan dan cidera, dengan pemberian atau
penempatan tanda-tanda bahaya atau resiko yang jelas disetiap
sudut Puskesmas/Rumah Sakit, agar memudahkan pasien, staf dan
pengunjung d=mendapatkan pelayanan yang diharapkan
6. Pemeliharaan kondisi yang aman, dengan mensosialisasikan kode-
kode yang disepakatai dan harus dipahami oleh seluruh pekerja (
kebijakan diserahkankepada unit kerja terkait)

B. PENGENDALIAN RISIKO
Prinsip pengendalian risiko meliputi 5 hierarki, yaitu:
a. Menghilangkan bahaya (eliminasi)
b. Menggantikan sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat
risikonya lebih rendah/tidak ada (substitusi)
c. Rekaya enginering/pengendalian secara teknik
d. Pengendalian secara administrasi
e. Alat Pelindung diri (APD)
i. PEMAKAIAN ALAT PERLINDUNGAN DIRI (APD).

TINDAKAN
TINDAKAN
ALAT DAN BAHAN PEMERIKSAAN TANPA
PERLUKAAN
PERLUKAAN
Sanitasi tangan Ya Ya Ya
Sarung tangan Tidak rutin Ya Ya
Masker Tidak rutin Ya Ya
Celemek (Apron) Tidak rutin Ya Tidak

50
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu pelayanan berbasis masyarakat merupakan kegiatan


untuk memcegah terjadinya masalah terkait pelayanan pengobatan atau mencegah
terjadinya kesalahan pengobatan / medikasi (medication error), yang bertujuan untuk
keselamatan pasien.
Unsur-unsur yang mempengaruhi mutu pelayanan adalah:
1. SIK atau surat ijin kerja = 100%Unsur masukan (input), yaitu sumberdaya
manusia, sarana dan prasarana, ketersediaan dana, dan Standar Prosedur
Operasional.
2. Unsur proses, yaitu tindakan yang dilakukan, komunikasi, dan kerjasama.
3. Unsur lingkungan, yaitu kebijakan, organisasi, manajemen, budaya, respon
dan tingkat pendidikan masyarakat.
Pengendalian mutu pelayanan klinis terintegrasi dengan program
pengendalian mutu pelayanan klinis Puskesmas yang dilaksanakan secara
berkesinambungan.

Kegiatan pengendalian mutu pelayanan klinis meliputi :


1. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan
evaluasi untuk peningkatan mutu standar.
2. Pelaksanaan, yaitu :
a. Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja
(membandingkan antara capaian dan rencana kerja).
b. Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
3. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi yaitu :
a. Melakukan perbaikan kualitas pelayanan standar.
b. Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.

Monitoring merupakan kegiatan pemantauan selama proses berlangsung


untuk memastikan bahwa aktifitas berlangsung sesuai dengan yang direncanakan.
Monitoring dapat dilakukan oleh tenaga medis dan paramedic yang
melakukan proses. Aktifitas monitoring perlu direncanakan untuk mengoptimalkan
hasil pemantauan.
Contoh : monitoring pelayanan pasien, monitoring kinerja tenaga kesehatan.
Sedangkan untuk menilai hasil atau capaian pelaksanaan pelayanan klinis,
dilakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan terhadap data yang dikumpulkan yang
diperoleh melalui metode berdasarkan waktu, cara dan tehnis pengambilan data.
a. Berdasarkan waktu pengambilan data, terdiri atas ;
51
1. Retrospektif
Pengambilan data dilakukan setelah pelayanan dilaksanakan.
Contoh : survey kepuasan pelanggan, laporan mutasi barang.
2. Prospektif
Pengambilan data dijalankan bersamaan dengan pelaksanaan
pelayanan.
Contoh : waktu pelayanan kesehatan di Puskesmas, sesuai dengan
kebutuhan.
b. Berdasarkan cara pengambilan data, terdiri atas :
1. Langsung (data primer).
Data diperoleh secara langsung dari sumber informasi oleh pengambil
data.
Contoh : survey kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan
klinis.
2. Tidak langsung (tidak langsung).
Data diperoleh dari sumber informasi yang tidak langsung.
Contoh : catatan riwayat penyakit yang lalu.
c. Cara pengambilan data ;
1. Survei
Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner.
Contoh : survey kepuasan pelanggan.
2. Observasi.
Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan
menggunakan ceklist atau perekaman.
b) Pelaksanaan evaluasi terdiri dari :
A. Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas
pelayanan dengan pengukuran kinerja bagi yang memberikan
pelayanan dengan menentukan kinerja yang berkaitan dengan
standar yang dikehendaki. Dan dengan menyempurnakan
kinerja tersebut. Oleh karena itu audit merupakan alat untuk
menilai, mengevaluasi, menyempurnakan pelayanan klinis
secara sistematis. Terdapat 2 macam audit yaitu :
a) Audit Klinis.
Audit Klinis yaitu analisis klinis sistematis terhadap
pelayanan klinis, meliputi prosedur yang digunakan untuk
pelayanan, penggunaan sumberdaya, hasil yang didapat
dan kualitas hidup pasien. Audit klit klinis dikaitkan dengan
pengobatan berbasis bukti.

52
b) Audit Profesional.
Audit Provesional yaitu analisis kritis pelayanan klinis
seluruh tenaga medis dan paramedis terkait dengan
pencapaian sasaran yang disepakati, penggunaan
sumberdaya dan hasil yang diperoleh.
Contoh : audit pelaksanaan sister manajemen mutu.
B. Review (pengkajian).
Review (pengkajian) yaitu tinjauan atau kajian terhadap
pelayanan klinis tanpa dibandingkan dengan standar.
Contoh : kajian penggunaan antibiotik.

53
BAB IX
PENUTUP

Pedoman penyelenggaraan Imunisasi Puskesmas Wonodadi ini digunakan


sebagai acuan pelaksanaan pelayana imunisasi di Puskesmas Wonodadi diperlukan
komitmen dan kerjasama semua pihak.
Hal tersebut akan menjadikan pelayanan semakin optimal dan dapat
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang diwilayah Puskesmas Wonodadi. Serta
dapat meningkatkan citra Puskesmas dan kepuasan pasien atau masyarakat.

54

Anda mungkin juga menyukai