Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Patofisiologi pada Sistem Hematologi” tepat pada
waktunya. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.

Tangerang, September 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATAPENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ..ii
1. PENDAHULUAN `
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................. 2
C. Ruang Lingkup .................................................................................... 3
D. Manfaat ................................................................................................ 3
2. TINJAUAN PUSTAKA
A. Gangguan Sistem Hematologi ........................................................... 4
1. Anemia ........................................................................................... 4
2. Perdarahaan....................................................................................8
3. Leukemia ........................................................................................ 13
4. Talasema ........................................................................................ 18
3. PENUTUP
A. Kesmpulan ........................................................................................... 27
B. Saran ..................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 29

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hematologi dikenal sebagai cabang ilmu kedokteran yang mempelajari darah,
orang pembentuk darah dan jaringan limforetikuler serta kelainan-kelainan yang
timbul darinya. Hematologi yang mempelajari baik keadaan fisiologik maupun
patologik organ-organ tersebut diatas sehingga hematologi meliputi bidang ilmu
kedokteran dasar maupun kedokteran kelinik. Dibidang ilmu penyakit dalam,
hematologi merupakan divisi tersendiri yang bergabung dengan subdisiplin onkologi
medik. Hematologi dalam hal ini membahas hematologi dasar, hematologi kelinik,
dan imunohematologi.Perkembangan bidang hematologi demikian cepat terutama
akibat perkembangan imunologi, biologi molikuler, dan genetika.Oleh karena itu,
timbul pengkhususan mengenai anemia, keganasan hematologi, penyakit pendarahan
(hemorrhagic diatbesis) dan tranfusi darah, yang banyak menyangkut
imonohematologi.
Gangguan hematologi yang sering terjadi antara lain: anemia, perdarahan,
leukemia, dan talasemia. Anemia merupakan penurunan kadar hemoglobin (Hb), di
kata kan anemia untuk laki-laki kurang dari 13 dan untuk perempuan kurang dari 12.
Perdarahan merupakan keluarnya darah secara berlebihan, seperti luka robek yang
mengakibatkan kontuinitas jaringan sehingga pembuluh darah mengalami kerusakan
dan terjadi perdarahan. Leukemia merupakan jenis penyakit kanker yang menyerang
sel darah putih dan diproduksi oleh sumsum tulang dengan jumlah lebih dari 10.000.
Dampak dari gangguan hematologi anemia menyebabkan berkurangnya
konsentrasi. Dampak perdarahan menyebabkan volume cairan menurun sehingga
terjadi anemia. Dampak leukemia menyebabkan diantaranya: anemia, perdarahan,
mudah terserang infeksi, nyeri tulang, dan pembengkakkan limfa. Anemia terjadi
karena dengan adanya sel kanker akan terjadi depresi sumsum tulang yang akan
mempengaruhi penurunan eritrosit. Perdarahan dapat terjadi karena trombosit
mengalami penurunan sehingga menimbulkan trombositopenia. Orang yang terserang

1
leukemia cenderung mudah terserang infeksi karena sistem imun yang lemah. Nyeri
tulang dapat terjadi karena leukosit memadati sumsum tulang, sehingga sumsum
tulang akan mudah mengalami rasa nyeri. Pembengkakkan limfa dapat terjadi karena
adanya pergantian sel normal oleh sel kanker terjadi infiltrasi ekstra medular. Pada
thalassemia minor umumnya kerusakan hanya terjadi di sebagian kromosom sehingga
penderita biasanya mengalami anemia ringan. Sementara pada thalassemia mayor
mengharuskan penderita untuk melakukan transfusi darah secara rutin. Penderita
thalassemia mayor biasanya mengalami hepatomegali dan spenomegali. Dampak lain
yangdi tunjukan biasanya penderita mengalami defornitas tulang.

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
1. Dapat mengetahui Patofisiologi Sistem Hematologi
b. Tujuan Khusus
1. Dapat menyebutkan pengertian anemia
2. Dapat mengidentifikasi penyebab dari anemia
3. Dapat menjelaskan patofisiologi dari anemia
4. Dapat menentukan masalah keperawatan dari anemia
5. Dapat menyebutkan pengertian perdarahan
6. Dapat mengidentifikasi penyebab dari perdarahan
7. Dapat menjelaskan patofisiologi dari perdarahan
8. Dapat menentukan masalah keperawatan dari perdarahan
9. Dapat menyebutkan pengertian leukemia
10. Dapat mengidentifikasi penyebab dari leukemia
11. Dapat menjelaskan patofisiologi dari leukemia
12. Dapat menentukan masalah keperawatan dari leukemia
13. Dapat menyebutkan pengertian talasemia
14. Dapat mengidentifikasi penyebab dari talasemia
15. Dapat menjelaskan patofisiologi dari talasemia
16. Dapat menentukan masalah keperawatan dari talasemia

2
C. Ruang Lingkup
Dalam menyusun makalah ini, penulis membahas patofisiologi dengan
Gangguan Sistem Hematologi yang merupakan bagian dari salah satu mata kuliah
Patofisiologi.

D. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Belajar memahami masalah dan mencari solusi
2. Menambah wawasan dan ilmu bagi mahasiswa/i
3. Menerapkan ilmu pengetahuan yang dipelajari untuk di implementasikan di
lapangan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gangguan Sistem Hematologi


1. Anemia
a. Pengertian
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit atau masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani dan Haribowo, 2008)
Penurunan jumlah sel darah merah (SDM): sering dilaporkan sebagai
penurunan hematokrit (HTC) atau penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan anemia sebagai
konsentrasi Hb yang kurang dari 13 g/dL pada pria, kurang dari 12 g/dL pada
wanita dan anak usia 6 sampai 14 tahun, dan kurang dari 11 g/dL pada anak
usia 6 bulan sampai 6 tahun.mengakibatkan penurunan kemampuan darah
dalam mengangkut oksigen.
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), pengurangan jumlah
sel darah merah, dan volume pada sel darah merah, hematokrit hitung eritrosit
berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah. Tetapi
harus di ingat terdapat keadaan tertentu dimana ketiga parameter tersebut tidak
sejalan dengan massa eritrosit, seperti pada dehidrasi, perdarahan akut, dan
kehamilan. Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidak cukup hanya sampai
kepada label anemia tetapi harus dapat ditatapkan penyakit dasar yang
menyebabkan anemia tersebut. (Sudoyo Aru, dkk 2009).
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya kadar hemoglobin darah.
Walaupun nilai normal dapat bervariasi antar laboratorium, kadar hemoglobin
biasanya kurang dari 11,5 g/dl pada wanita dewasa. Sejak usia 3 bukan sampai
pubertas, kadar hemoglobin yang kirang dari 11,0 g/dl menunjukkan anemia.
Tingginya kadar hemoglobin pada bayi baru lahir menyebabkan ditentukannya
15,0 g/dl sebagai batas bawah pada waktu lahir.

4
Criteria anemia menurut WHO (dikutip dari Hoffbrand AV, et al. 2001)
Kelompok Kriteria Anemia (Hb)

Laki-laki dewasa <13g/dl

Wanita dewasa tidak hamil <12g/dl

Wanita hamil <11g/dl

b. Etiologi
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity),
tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease).
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena:
1) Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang,
2) Kehilangan darah keluar dari tubuh (perdarahan),
3) Proses penghancuran eritrosit oleh tubuh sebelum waktunya (hemolisis).

Klasifikasi etiologi
Anemia dapat juga diklasifikasikan menurut etiologinya. Penyebab
utaman ya, adalah:
1) Meningkatnya kehilangan sel darah merah
2) Penurunan atau gangguan pembentukan darah

c. Gambaran klinis Anemia


Adaptasi utama terhadap anemia terjadi dalam sistem kardiovaskular
(dengan peningkatan volume sekuncup dan takikardia) dan pada kurva
disosiasi O2 hemoglobin. Pada beberapa penderita anemia yang cukup berat.
Mungkin tidak terdapat tanda atau gejala, sedangkan pasien lain yang
menderita anemia ringan mungkin mengalami kelemahan berat. Ada atau

5
tidaknya gambaran klinis dapat dipertimbangkan menurut empat kriteria
utama yaitu:
1. Kecepatan awitan
Anemia yang memburuk dengan cepat menimbulkan lebih banyak gejala
dibandingkan anemia awitan lambat, karena lebih sedikit waktu untuk
adaptasi dalam sistem kardiovaskular dan kurva disosiasi O2 hemoglobin.
2. Keparahan
Anemia ringan sering sekali tidak menimbulkan tanda atau gejala, tapi
gejala biasanya muncul jika hemoglobin kurang dari 9-10 g/dl. Bahkan
anemia berat (kadar hemoglobin serendah 6,0 g/dl) dapat menimbulkan
gejala yang sangat sedikit jika awitan sangat lambat pada subyek muda
yang sehat.
3. Usia
Orang tua menoleransi anemia dengan kurang baik dibandingkan
orang muda kerena adanya efek kekurangan oksigen pada orang jika
terjadi gangguan kompensasi kardiovaskuler normal (peningkatan curah
jantung akibat peningktan volume sekuncup dan takikardia).
4. Kurva disosiasi Hemoglobin O2
Anemia umumnya disertai peningkatan 2,3-DPG dalam eritrosit dan
pergeseran kurva disosiasi O2 ke kanan sehingga O2 lebih mudah
dilepaskan ke jaringan. Adaptasi ini sangat jelas pada beberapa macam
anemia yang mengenai metabolisme eritrosit secara langsung, misalnya
pada anemia akibat defisiensi piruvat kinase ( yang menyebabkan
peningkatan konsentrasi 2,3-DPG dalam eritrosit ), atau yang disertai
dengan hemoglobin berafinitas rendah ( misal HbS) (Gb 2.9).

d. GEJALA
Jika pasien memang bergejala, biasanya kejalanya adalah nafas
pendek, khususnya pada saat berolahraga, kelemahan, latergi, palpitasi dan
sakit kepala. Pada pasien berusia tua, mungkin ditemukan gejala gagal

6
jantung, angina pektoris, klaudikasio intermiten, atau kebingungan (konfusi).
Gangguan penglihatan akibat pendarahan retina dapat mempersulit anemia
yang sangat berat, khususnya yang awitannya berat.

e. Masalah keperawatan
1) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
2) Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen, proses metabolism yang terganggu
4) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sindrom hipoventilasi,
penurunan transfer oksigen keparu
5) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
konsentrasi Hbdan darah, suplai oksigen berkurang
6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang kurang, anoreksia
7) Nyeri akut berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung

f. Patofisiologi

Perdarahan hemolisis
Kekurangan nutrisi
(destruksi sel darah merah)

Kegagalan sumsum tulang Kehilangan sel darah


merah

Anemia (Hb)

Resistensi aliran darah Pertahanan sekunder tidak


perifer adekuat

7
Penurunan transport O2 Resiko infeksi

Hipoksia Lemah lesu

Intoleransi aktivitas Defisit perawatan diri


intoleransi aktivitas
Gangguan fungsi otak
Ketidak efektifan
perfusi jaringan
perifer Intake nutrisi turun Pusing
anoreksia

Nyeri akut
Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

2. Perdarahan
a. Pengertian
Perdarahan adalah peristiwa keluarnya darah dari pembuluh darah karena
pembuluh tersebut mengalami kerusakan-kerusakan ini bisa disebabkan oleh
benturan fisik, sayatan, atau pecahnya pembuluh darah yang tersumbat. Untuk
menyatakan berbagai keadaan pendarahan digunakan istilah-istilah deskriptif
khusus. Penimbunan darah pada jaringan disebut hematoma. Penyebab
perdarahan yang paling sering dijumpai adalah hilangnya integritas dinding
pembuluh darah yang memungkinkan darah keluar, dan hal ini sering
disebabkan oleh trauma eksternal contohnya cedara yang disertai memar.
Dinding pembuluh bisa pecah akibat penyakit maupun trauma.Penyebab
lainnya adalah adanya gangguan factor pembekuan darah.

8
1. Perdarahan luar (Terbuka)
Kerusakan dinding pembuluh darah yang disertai kerusakan kulit sehingga
darah keluar dari tubuh dan terlihat jelas keluar dari luka tersebut dikenal
dengan nama Perdarahan Luar (terbuka).
Berdasarkan pembuluh darah yang mengalami gangguan, perdarahan luar ini
dibagi menjadi tiga bagian:
a. Perdarahan nadi (arteri), ditandai dengan darah yang keluar menyembur
sesuai dengan denyutan nadi dan berwarna merah terang karena kaya
dengan oksigen. Perdarahan ini sulit untuk dihentikan, sehingga harus
terus dilakukan pemantauan dan pengendalian perdarahan hingga
diperoleh bantuan medis.
b. Perdarahan Balik (Vena), darah yang keluar berwarna merah gelap,
walaupun terlihat luas dan banyak namun umumnya perdarahan vena ini
mudah dikendalikan. Namun perdarahan vena ini juga berbahaya bila
terjadi pada perdarahan vena yang besar masuk kotoran atau udara yang
tersedot ke dalam pembuluh darah melalui luka yang terbuka.
c. Perdarahan Rambut (Kapiler), berasal dari pembuluh kapiler, darah yang
keluar merembes perlahan. Ini karena pembuluh kapiler adalah pembuluh
darah terkecil dan hampir tidak memiliki tekanan. Jika terjadi perdarahan,
biasanya akan membeku sendiri. Darah yang keluar biasanya berwarna
merah terang seperti darah arteri atau bisa juga gelap seperti darah vena.

Pengendalian perdarahan bisa bermacam-macam, tergantung pada jenis dan


tingkat perdarahannya. Untuk perdarahan terbuka, pertolongan yang dapat
diberikan antara lain:

a. Tekanan Langsung pada Cedera


Penekanan ini dilakukan dengan kuat pada pinggir luka. Setelah beberapa
saat sistem peredaran darah akan menutup luka tersebut. Teknik ini
dilakukan untuk luka kecil yang tidak terlalu parah (luka sayatan yang
tidak terlalu dalam). Cara yang terbaikpada umumnya yaitu dengan

9
mempergunakan kassa steril (bisa juga dengan kain bersih), dan tekankan
pada tempat perdarahan. Tekanan itu harus dipertahankan terus sampai
perdarahan berhenti atau sampai pertolongan yang lebih baik dapat
diberikan. Kasa boleh dilepas jika sudah terlalu basah oleh darah dan
perlu diganti dengan yang baru.
b. Tekanan pada titik nadi
Penekanan titik nadi ini bertujuan untuk mengurangi aliran darah menuju
bagian yang luka. Pada tubuh manusia terdapat 9 titik nadi, yaitu
temporal artery (di kening), facial artery (di belakang rahang), common
carotid artery (di pangkal leher, dan dekat tulang selangka ), brachial
artery (di lipat siku), radial artery (di pergelangan tangan), femoral artery
(di lipatan paha), popliteal artery (di lipatan lutut), posterior artery (di
belakang mata kaki), dan dorsalis pedis artery (di punggung kaki).
c. Immobilisasi
Bertujuan untuk meminimalkan gerakan anggota tubuh yang luka.
Dengan sedikitnya gerakan, diharapkan aliran darah ke bagian yang luka
tersebut menurun.
d. Torniquet
Teknik ini hanya dilakukan untuk menghentikan perdarahan di tangan
atau kaki saja, merupakan pilihan terakhir, dan hanya diterapkan jika ada
kemungkinan amputansi. Bagian lengan atau paha atas diikat dengan
sangat kuat sehingga darah tidak dapat mengalir. Tempat yang terbaik
untuk memasang torniket adalah lima jari di bawah ketiak (untuk
perdarahan lengan) dan lima jari di bawah lipat paha (untuk perdarahan di
kaki). Untuk memudahkan para pengusung, torniket harus terlihat jelas
dan tidak boleh ditutupi, sehingga torniket dapat dikendorkan selama 30
detik setiap 10 menit sekali. Sementara itu, tempat perdarahan diikat
dengan kasa steril. Torniket hanya digunakan untuk perdarahan yang
hebat atau untuk lengan atau kaki yang cedera hebat. Korban harus segara
dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Jika

10
korban tidak segera mendapat penanganan, bagian yang luka bisa
membusuk.
e. Kompres dingin
Tujuan dilakukannya kompres dingin adalah untuk menyempitkan
pembuluh darah yang mengalami perdarahan (faso konstriksi) sehingga
perdarahan dapat dengan cepat terhenti.

2. Perdarahan dalam (Tertutup)


Perdarahan dalam umumnya disebabkan oleh benturan tubuh korban
dengan benda tumpul, atau karena jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor,
ledakan, dan lain sebagainya. Luka tusuk juga dapat mengakibatkan hal
tersebut, berat ringannya luka tusuk bagian dalam sangat sulit dinilai
walaupun luka luarnya terlihat nyata.Kita tidak akan melihat keluarnya darah
dari tubuh korban karena kulit masih utuh, tapi dapat melihat darah yang
terkumpul di bawah permukaan kulit seperti halnya kasus memar.
Perdarahan dalam ini juga bervariasi mulai dari yang ringan hingga yang
dapat menyebabkan kematian. Untuk kasus yang menyebabkan kematian
adalah karena:
a. Rusaknya alat dalam tubuh dan pembuluh darah besar yang bisa
menyebabkan hilangnya banyak darah dalam waktu singkat.
b. Cedera pada alat gerak, contohnya pada tulang paha dapat merusak
jaringan dan pembuluh darah sehingga darah yang keluar dapat
menimbulkan syok.
c. Kehilangan darah yang tidak terlihat (tersembunyi) sehingga penderita
meninggal tanpa mengalami luka luar yang parah.

b. Etiologi
Penyumbatan pembuluh darah bisa berakibat sangat fatal, mulai dari
serangan jantung, stroke hingga kematian: Menurut Dr. M. Abbas, Sp.JP,
kardiologis dari Omni Hospitals, penyumbatan pembuluh darah bisa

11
mengakibatkan kekurangan pasokan aliran darah pada otot jantung.
Dampaknya akan timbul rasa nyeri yang hebat pada area dada (Angina
Pectoris) dan berakhir pada kematian mendadak.

a. Kerusakan pembuluh darah


b. Trauma
c. Proses patoloogik
d. Penyakit yang berhubungan dengan gangguan pembekuan darah.
e. Kelainan pembuluh darah

c. Contoh Patofisiologi

Luka Robek

Terputusnya kontuinitas
jaringan

Pembuluh darah saraf


mengalami kerusakan

Pendarahan

Ketidakefektifan perfusi
Volume cairan berkurang
jaringan perifer

Tekanan darah dan nadi

Kekurangan volume cairan

12
d. Masalah keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
b. Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan penurunan aliran darah
kejaringan ditandai dengna hipotensi, hipoksia
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
perfusi darah ke perifer
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
keseluruh tubuh
e. Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
f. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, stasis cairan tubuh,
penurunan Hb
g. Nyeri akut berhubungan dengan trauma / distensi jaringan
h. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam fungsi peran

3. Leukemia
a. Pengertian
Leukimia, mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847
sebagai “darah putih”, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan
diferensiasi dan poliferasi sel indul hematopoietik yang secara maligna
melakukan transformasi, yang menyebabkan penekanan dan penggantian
unsur sumsum yang normal (Geer dkk, 1999 dalam prince 2006)
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di
sumsum tulang yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih
dengan meningkirkn jenis sel lain.Leukemia tampak merupakan penyakit
klonal yang berarti satu sel kanker abnormal berproliferasi tanpa terkendali,
menghasilkan sekelompok sel anak yang abnormal. Sel – sel ini menghambat

13
semua sel darah lain di sumsum tulang untuk berkembang secara normal,
sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang. Karena faktor – faktor inni,
leukemia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada
akhirnya, sel – sel leukemik mengambil alih sumsum tulang. Sehingga
menurunkan kadar sel – sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan
penyebab berbagai gejala umum leukemia. (Corwin, EJ, 2009).
Leukemia merupakan jenis penyakit kanker yang menyerang sel darah
putih dan diproduksi oleh sumsum tulang dengan jumlah lebih dari 10.000.

b. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui apa yang menjadi penyebab
terjadinya leukemia pada manusia, namun ada beberapa faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian leukemia. beberapa faktor risiko leukemia yang
didapatkan dari berbagai penelitian yang ada. Faktor risiko tersebut
adalah faktor lingkungan seperti radiasi,zat-zat kimiadanobat-obatan.
Faktor lain adalah faktor genetik yaitu ketidaknormalan gen, dan
translokasi kromosom. Leukemia juga dipengaruhi Human T-cell Leukemia
Virus-1 (HTLV-1).
1. Faktor genetic: Virus yang dapat menyebabkan leukemia pada manusia
adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah
Acute T- Cell Leukemia.

2. Radiasi
Radiasi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya leukemia,
khususnya jenis LMA. Besarnya risiko tergantung dari tingkat radiasi,
waktu keterpaparan, dan umur orang yang terpapar. Sudah ada studi
yang membuktikan bahwa ada hubungan antara tingkat radiasi dengan
kejadian leukemia .Contohnya, tingkat leukemia pada orang yang tinggal
1.000 m dari daerah ledakan bom atom di Hirosima dan Nagasaki,

14
Jepang 20 kali lipat lebih tinggi dibandingkan populasi umum (di
luar daerah tersebut).
Leukemia Mielositik Kronik (LMK) merupakan jenis leukemia
anak yang faktor etiologinya adalah radiasi ionisasi. Insiden leukemia
banyak ditemukan pada ahli radiologi (pada orang dewasa) dan
orang-orang yang melakukan terapi radiasi untuk pengobatan berbagai
penyakit. Akan tetapi paparan radiasi jarang ditemukan pada anak
penderita leukemia jenis LMK.

3. Bahan Kimia dan Obat-obatan


a. Bahan Kimia
Bahan-bahan kimia yang pada umumnya kebanyakan
berhubungan dengan leukemia anak adalah hidrokarbon dan
pestisida. Beberapa studi membuktikan adanya hubungan antara
leukemia dan keterpaparan langsung dengan bahan-bahan kimia
tersebut (misalnya pestisida yang digunakan di rumah
tangga),`merupakan bahan organik yang terdiri dari karbon dan
hidrogen, dan terdapat dalam bensin. Hidrokarbon juga banyak
ditemukan dalam rumah tangga dan produk industri seperti cat, tinta,
dan bahan pelarut yang digunakanuntuk melarutkan bahan kimia lain.
Bahan lain adalah benzen yang sering terdapat pada cat, minyak motor
dan plastik. Benzen memiliki hubungan yang kuat dengan kejadian
leukemia.
Sementara untuk pestisida, banyak studi yang membuktikan
adanya hubungan antara pestisida dan kejadian leukemia anak.
Akan tetapi banyak keterbatasan dari setiap studi karena menggunakan
pestisida yang tidak spesifik, tidak jelas seberapa banyak
terpapar, dan kemungkinan biasa.
Beberapa studi menghasilkan bahwa anak yang terpapar
pestisida memiliki risiko untuk terkena leukemia lebih tinggi

15
dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa
anak lebih sensitive terhadap bahan karsinogen daripada orang
dewasa .
b. Obat-obatan
Obat-obatan imunosupresif,obat-obatkardiogeniksepertidietlystilbestrol
c. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
Adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik
dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama
kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi
leukemia yang sangat tinggi.
Faktor genetik merupakan salah satu faktor risiko leukemia
anak. untuk anak yang memiliki saudara kembar menderita leukemia
sebelum umur 7 tahun memiliki risiko 2 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan anak yang tidak memiliki saudara kembar penderita
leukemia. Bukan hanya saudara kembar, tetapi orang yang memiliki
keluarga dekat (anak,saudara kandung atau orangtua) sebagai
penderita leukemia juga memiliki risiko 2 sampai 4 kali lebih
besar untuk terkena leukemia dibandingkan dengan mereka yang tidak
memiliki riwayat keluarga leukemia dalam keluarga.
d. Kelainan krmosom, misalnya pada Down Sindrom
Hubungan antara leukemia dan Down’s syndrom telah ditemukann
lebih dari 50 tahun. Dari beberapa studi menyatakan bahwa pasien
Down’s syndrom memiliki risiko 10-20 kali lebih tinggi daripada
populasi umum. Proporsi leukemia jenis LLA dan non-LLA dari
pasien Down’s syndrom adalah sama dengan non-Down’s syndrom
pada tingkat umur yang sama. Beberapa kasus dilaporkan dimana
leukemia, Down’s syndrom, dan aberasi kromosom lainnya terdapat
dalam satu keluarga. Kemungkinan mekanisme terjadinya leukemia
pada penderita Down’s syndrom meliputi sistem organ, sel,
kromosom, atau DNA.

16
c. Patofisiologi

Faktor pencetus:
Sel neoplasma berproliferasi
- Genetik - kelainan kromosom
di dalam sumsum tulang
- Radiasi - infeksi virus
- Obat – obatan - Paparan bahan
kimia

Infiltrasi sumsum tulang Penyebaran ekstramedular Sel onkogen

Melalui sirkulasi darah Melalui sistem limfatik Pertumbuhan berlebih

Pembesaran hati dan Nodus limfe Kebutuhan nutrisi


limfa meningkat

Limfadenopati
Hepatosplenomegali Hipermetabolisme

Penekanan ruang Peningkatan tekanan intra Ketidakseimbangan


abdomen abdomen nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Sel normal digantikan
oleh sel kanker Gangguan rasa nyaman
nyeri
Ketidakseimbangan
Depresi produksi Suplai oksigen ke jaringan perfusi jaringan
sumsum tulang inadekuat perifer

Resiko perdarahan
Penurunan eritrosit Anemia

Kecenderungan
Penurunan trombosit Trombositopenia
perdarahan

Penurunan fungsi Daya tahan tubuh menurun Resiko infeksi


leukosit
17
Infiltrasi periosteal Kelemahan tulang

Tulang lunak dan lemah Stimulasi saraf C


(nociceptor)

Fraktur fisiologis
Gangguan rasa
nyaman nyeri

Hambatan mobilitas
fisik

d. MASALAH KEPERAWATAN DARI LEUKEMIA


1. Ketidakseimbangan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
suplai darah perifer (anemia)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan perubahan proliferative gastrointestinaldan efek toksik obat
kemoterapi
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan umlah trombosit
4. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya system pertahanan tubuh
5. Nyeri akut berhubungan dengan filtrasi leukosit jaringan sistemik
6. Hambatan mobilitaas fisik berhubungan dengan kontraktur, kerusakan
integritas stuktur tulang, penurunan kekuatan otot (depresi sumsum tulang)

4. Talasemia
a. Pengertian
Talasemia adalah keganasan hematologik akibat proses neoplastik
yang disertai gangguan diferensiasi (maturation arrest) pada berbagai tingkatan
sel induk hemopoetik sehingga terjanji ekspansi progresif dari kelompok

18
(clone) sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukimia beredar
secara sistemik.
Thalasemia merupakan sekelompok kelainan turunan yang
berhubungan dengan defek sintesis rantai hemoglobin (Arif Muttaqin:2009).
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan dan masuk ke
dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh
gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin
(Sudoyo Aru).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan
kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah
normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala
anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu
makan hilang, dan infeksi berulang (Ganie, 2009).
Thalasemia adalah penyakit yang diwariskan secara autosomal yang
ditandai dengan berkurangnya sintesis rantai globin sehingga sel darah merah
mudah rusak. Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang
membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin
sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang
berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk
mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang
membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau
tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi
tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak
mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal.
Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang
mengalami defek, yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. (Rodak, 2007)
1. Thalassemia α
Oleh karena terjadi duplikasi gen α pada kromosom 16, maka akan terdapat
total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia α
maka terminologi untuk Thalassemia α tergantung terhadap delesi yang

19
terjadi, apakah pada satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen,
kemudian dilihat lokasi kedua gen yang delesi berada pada kromosom yang
sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen α dilabel α+ sedangkan
pada dua gen dilabel αo (Sachdeva, 2006).
a. Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα)
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α
sehingga secara umum kondisinya kelihatan normal dan perlu
pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksinya. Individu tersebut
dikatakan karier dan bisa menurun kepada anaknya.
b. Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α)
Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan
anemia ringan. Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa
normal dan mereka merupakan karier yang bisa menurunkan gen kepada
anak.
c. Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α)
Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering
memerlukan transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara
produksi rantai α dan β menyebabkan akumulasi rantai β di dalam eritrosit
menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu Hemoglobin H (Hb H/
β4).
d. Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--)
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya
meninggal di dalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang
biasanya diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat rantai α
menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa kehidupan fetal) dan
rantai β menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal
(Wiwanitkit, 2007).

20
2. Thalasemia β
Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada
kromosom 11. Penyakit ini diturunkan secara resesif.Secara klinis,
Thalassemia β dikategori kepada:
a. Thalassemia β minor/Thalassemia β trait (heterozygous)/(β+β) or (βoβ)
Salah satu gen adalah normal (β) sedangkan satu lagi abnormal. Individu
dengan Thalassemia ini biasanya tidak menunjukkan simptom dan
biasanya terdeteksi sewaktu pemeriksaan darah rutin. Meskipun terdapat
ketidakseimbangan, kondisi yang terjadi adalah ringan karena masih
terdapat satu gen β yang masih berfungsi secara normal.
b. Thalassemia β mayor / Cooley's Anemia (homozygous) (β+βo) or (βoβo)
or (β+β+)
Pada kondisi ini, kedua gen rantai β mengalami disfungsi. Anemia berat
terjadi dan pasien memerlukan transfusi darah. Gejala tersebut
bermanifestasi pada 6 bulan terakhir dari tahun pertama kehidupan.
c. Thalassemia β intermedia (β+/β+) atau (βo/β+)
Simptom yang timbul biasanya antara Thalassemia minor dan mayor
(Rodak, 2007).

b. Jenis Thalasemia
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :
1. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan.
Thalasemia mayor ditandai dengan anemia berat, hemolysis, dan
produksi eritrosis (eritropoesis) yang tidak efektif. (Arif Muttaqin:2009).
Thalasemia mayor merupakan penyakit dengan kurangnya kadar
hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah
yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah
merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang
bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya.
Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia

21
3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa
muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley.
Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk
ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja
terlalu keras untuk mengatasi kekurandgan hemoglobin. Penderita
thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada
umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan
pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita
thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering
transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya
penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si
penderita harus menjalani transfusi darah.
2. Thalasemia Minor
Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu
hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau
thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia
minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita
thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit
thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi
anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor
sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya,
tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.
c. Etiologi
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang
diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen
yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada
manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang
mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila
hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa
sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak

22
normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal
(dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang
memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua
kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua
belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-
masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya
mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya.
Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka
pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan
pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia)
dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila
anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak
hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan
gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak
mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu
dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang
diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Apabila
kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia,
maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang
normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor.

23
d. Patofisiologi

Pernikahan penderita Penurunan penyakit secara Gangguan sintesis rantai


thalasemia carier autosomal resesif globulin α dan β

Pembentukan rantai α dan β Rantai α kurang terbentuk


diretikulo tidak seimbang Thalasemia β daripada rantai β
- Rantai β kurang dibentuk
dibanding rantai α - Gangguan pembentukan Thalasemia α
- Rantai β tidak dibentuk rantai α dan β
sama sekali - Pembentukan rantai α Tidak terbentuk HbA
- Rantai g dibentuk tapi dan β ↓
tidak menutupi - Penimbunan dan Membentuk inklosion
kekurangan rantai β pengendapan rantai α bodies
dan β ↑
Menempel pada dinding
eritrosit

Aliran darah ke organ vital


O2 dan nutrisi tidak
dan jaringan ↓
ditransport secara adekuat

Ketidakefektifan Peningkatan O2 oleh RBC


Hemolisis
perfusi jaringan menurun
- Eritropesis darah yang
tidak efektif dan
penghancuran precurson
Kompensasi tubuh Anemia
eritrosit dan intramedula
membentuk eritrosit oleh - ↓ sintesisHb → eritrosit
sumsum tulang ↑ Hipoksia hipokrom & mikrositer
- Hemolisis eritrosit yang
immature
Hiperplasia sumsum tulang Tubuh merespon dengan
pembentukan eritropoetin

Ekspansi massif sumsum


Suplai O2/Na ke jaringan ↓
tulang wajah dan kranium
Masuk ke sirkulasi

Metabolisme sel
Deformitas tulang
Merangsang eritropoesis

24
- Perubahan bentuk wajah
Pembentukan RBC baru Pertumbuhan Sel dan otak
- Penonjolan tulang
yang immature dan mudah terhambat
tengkorak
- ↑ Pertumbuhan pada lisis
tulang maksila Keterlambatan
- Terjadi face coley pertumbuhan dan
Hb ↓ → perlu transfusi perkembangan

Perasaan berbeda dengan Perubahan pembentukan


Terjadi peningkatan Fe
orang lain ATP

Hemosiderosis
Gambaran diri negatif Energy yang dihasilkan ↓
↑ Pigmentasi kulit (coklat
Gangguan citra diri kehitaman)
Kelemahan fisik
Kerusakan integritas
Terjadi hemapoesis di kulit Intoleransi aktivitas
extramedula

Hemokromatesis Frekuensi nafas ↑ Ketidakefektifan pola


nafas
Fibrosis Paru-paru

Pankreas DM

Liver Jantung Limfa

Hepatomegali Payah Jantung Splenomegali

Perut buncit → menekan Imunitas menurun Plenokromi


diafragma
Resiko Infeksi
Compliance paru-paru
terganggu Perkusi nafas meningkat

25
e. Masalah Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan natrium ke jaringan
3. Gangguan citra tubuh
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
suplai O2, konsentarsi Hb dan darah ke jarinagn
5. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer imunitas tidak adekuat (abnormalitas pembentukan sel darah merah)
6. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
abnormalitas produksi globin dalam hemoglobin menyebabkan hiperplasi
sumsum tulang
7. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kesalahan interprestasi
informasi mengenai kondisi dan pengobatan.

26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hematologi dikenal sebagai cabang ilmu kedokteran yang mempelajari
darah, orang pembentuk darah dan jaringan limforetikuler serta kelainan-
kelainan yang timbul darinya. Dibidang ipun lmu penyakit dalam, hematologi
merupakan divisi tersendiri yang bergabung dengan subdisiplin onkologi
medik. Hematologi dalam hal ini membahas hematologi dasar, hematologi
kelin, dan imunohematologi.Perkembangan bidang hematologi demikian
cepat terutama akibat perkembangan imunologi, biologi molikuler, dan
genetika. Adapun gejala-gejala hematologi
1. Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit atau masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani dan Haribowo, 2008)
2. Perdarahan adalah peristiwa keluarnya darah dari pembuluh darah karena
pembuluh tersebut mengalami kerusakan-kerusakan ini bisa disebabkan
oleh benturan fisik, sayatan, atau pecahnya pembuluh darah yang
tersumbat
3. Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum
tulang yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih
dengan meningkirkn jenis sel lain.Leukemia tampak merupakan penyakit
klonal yang berarti satu sel kanker abnormal berproliferasi tanpa
terkendali, menghasilkan sekelompok sel anak yang abnormal
4. Talasemia adalah keganasan hematologik akibat proses neoplastik yang
disertai gangguan diferensiasi (maturation arrest) pada berbagai tingkatan
sel induk hemopoetik sehingga terjanji ekspansi progresif dari kelompok
(clone) sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukimia
beredar secara sistemik.

27
B. Pesan

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ilmiah ini masih jauh
dari kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan saran dari pembaca yang
sifatnya membangun untuk hasil yang lebih baik dari makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat buat pembaca ataupun pembuat makalahnya, kami
ucapkan terima kasih.

28
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J.2000.Buku Saku Patofisiologi.EGC: Jakarta.


Dep.Kes RI.1989.Hematologi.Departemen Kesehatan RI: Jakarta.
Gandasoebrata, R. 2007 Penuntun Laboratorium Klinik, Dian Rakyat, Jakarta.
Handayani, Wiwik dan Andi Sulistyo Haribowo.2008. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi.SalembaMedika:
Jakarta.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003645.htm
Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. (2006). Patofisiologi:Konsep. Klinik Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Brashers L. Valentina, (2008). Aplikasi Klinis patofisiologi Pemeriksaan &
Manajemen. EGC; Jakarta
Nurarif Huda Amin, Kusuma Hardhi.(2016). ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS
Jilid1. Mediaction; Jogjakarta
Ganie.A.(2009).Kajian DNA thalasemia alpha di medan.Medan:USU Press
Nurarif.A.H,Kusuma.H.(2015).Aplikasi Asuhan Keperawatan Beerdasarka Diagnosa
Medis & NANDA.Yogyakarta:Mediaction
Rodak.B.F,Fritsma.G.A,Doig.K.(2007).Hematology: Clinical Principles and
Applications.Philadelphia:Elsevier Inc.
Sachdeva.A,Lokeshwar.M.R,Shah.N,Agarwal.B.R.(2006).Hemoglobinopathies.New
Delhi: Jaypee Brothers Publishers
Muttaqin.A.(2009).Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi.Jakarta:Salemba Medika

29

Anda mungkin juga menyukai