Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN MOBILITAS

OLEH

NAMA : BENI YEDIDJA DETHAN


NIM : 467 028 19
PRODI : PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA


KUPANG
2019
KONSEP TEORI

A. Pengertian
Imobilitas atau gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik tubuh satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurarif. A. H. dan Kusuma. H, 2015).
Gangguan mobilitas atau Imobilitas merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya trauma
tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya (Widuri,
2010).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan
kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan
normalnya (Mubarak, 2008).

B. Etiologi
Faktor penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik yaitu, diantaranya :
1. Penurunan kekuatan otot
2. Kekakuan sendi
3. Kontraktur
4. Gangguan muskuloskletal
5. Gangguan neuromuskular
6. Keengganan melakukan pergerakan
7. Fraktur
Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi yaitu :
1. Ketidakmampuan, kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum ketidakmampuan dibagi menjadi
dua yaitu :
2. Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau trauma (misalnya : paralisis
akibat gangguan atau cedera pada medula spinalis).
3. Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari ketidakmampuan primer
(misalnya: kelemahan otot dan tirah baring). Penyakit-penyakit tertentu dan kondisi
cedera akan berpengaruh terhadap mobilitas.
4. Usia, usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan mobilisasi.
Pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktifitas dan mobilisasi menurun
sejalan dengan penuaan.
(Mubarak, 2008)

C. Pathway

Fraktur, gangguan
Kehilangan
patologis.
cairan/perdarahan

Syok hipovolemik Pelepasan mediator nyeri Nyeri


(Histamin, bradikinin, serotonin)

Kekurangan volume cairan


Hambatan Mobilitas
Fisik Kadar hemoglobin
Menurunnya kecepatan menurun, ekspansi
metabolisme karbohidrat, paru menurun dan
lemak dan protein Persediaan protein menurun dan terjadi lemah otot
konsentrasi protein serum berkurang

Penurunan massa otot,


kehilangan berat badan dan Ketidakefektifan pola
Berkurangnya napas
kelemahan otot hati, jantung, perpindahan cairan dari
paru-paru, pencernaan dan intravascular ke interstitial
imunitas. Kelembaban
udara, infeksi
Edema bakteri/ jamur
Ketidakseimbangan Konstipasi
nutrisi Ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit Dermatitis

Keinginan untuk Gatal dan Terjadi kemerahan dan


menggaruk ketidaknyamanan penebalan pada area kulit Pelepasan histamin

Kerusakan
Integritas Kulit

D. Manifestasi Klinis
Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada:
1. Muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atropi dan
abnormalnya sendi (kontraktur) dan gangguan metabolisme kalsium.
2. Kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan
pembentukan thrombus.
3. Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah beraktifitas.
4. Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolic; metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein; ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; ketidakseimbangan kalsium; dan gangguan
pencernaan (seperti konstipasi).
5. Eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan batu
ginjal.
6. Integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia jaringan.
7. Neurosensori: sensori deprivation (Asmadi, 2008).

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan
tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang
terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon.
Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang
sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang
menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan komputer untuk memperlihatkan
abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang dll).
4. Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan Hb pada trauma, Alkali Fospat, kreatinin dan SGOT pada kerusakan
otot.

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum, diantaranya:
a. Kerjasama tim medis dengan partisipasi pasien, dan keluarga.
b. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama, pentingnya
latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan pasien dengan
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien.
c. Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan
elektrolit yang mungkin terjadi pada masalah imobilisasi, serta penyakit/ kondisi
penyerta lainnya.
d. Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung serat,
serta suplementasi vitamin dan mineral.
e. Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis terjadi
meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif
dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan
koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi terbatas.
f. Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri dan
ambulasi.
g. Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.
2. Penatalaksanaan khusus
a. Tatalaksana faktor risiko imobilisasi.
b. Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
c. Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter spesialis
yang kompeten.
d. Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien yang mengalami sakit
atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mobilitas yang adekuat bagi usia
lanjut yang mengalami disabilitas permanen.
3. Penatalaksanaan Lain
a. Pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien.
b. Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, diberdayakan untuk
meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi.
c. Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan
otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilakukan dengan
cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi
roda, dan lain-lain.
d. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih
kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta meningkatkan
fungsi kardiovaskular.
e. Range of motion atau ROM
Merupakan latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan
pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai
gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Latihan range of motion (ROM) adalah
latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan
kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan
massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2006).
Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan
perawat pada setiap-setiap gerakan. Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan
tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa
atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien
dengan paralisis ekstermitas total. Latihan ROM aktif adalah Perawat memberikan
motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri
sesuai dengan rentang gerak sendi normal. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan
otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif . Sendi yang
digerakkan pada ROM aktif adalah sendi di seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari
kaki oleh klien sendiri secara aktif (Suratun, 2008). Gerakan Range of Motion (ROM)
pada sendi di seluruh tubuh yaitu :
Leher
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menggerakkan dagu menempel ke dada. Rentang 45°
Ekstensi Mengembalikan kepala keposisi tegak. Rentang 45°
Hyperekstensi Menekuk kepala kebelakang sejauh Rentang 40-45°
mungkin.
Fleksi lateral Memiringkan kepala sejauh mungkin Rentang 40-45°
kearah setiap bahu.
Rotasi Memutar kepala sejauh mungkin dalam Rentang 45°
gerakan sirkuler.
Bahu
Ekstensi Mengembalikan lengan keposisi di Rentang 180°
samping tubuh.
Hiperekstensi Menggerakkan lengan kebelakang tubuh, Rentang 45-60°
siku tetap lurus.
Abduksi Menaikkan lengan posisi samping di atas Rentang 180°
kepala dengan telapak tangan jauh dari
kepala.
Adduksi Menurunkan lengan kesamping dan Rentang 320°
menyilang tubuh sejauh mungkin
Rotasi dalam Dengan siku fleksi, memutar bahu Rentang 90°
dengan menggerakkan lengan sampai ibu
jari menghadap ke dalam dan ke
belakang.
Fleksi Menaikkan lengan dari posisi di samping Rentang 180°
tubuh ke depan ke posisi di atas kepala.
Rotasi luar Dengan siku fleksi, menggerakkan Rentang 90°
lengan sampai ibu jari ke atas dan
samping kepala.
Sirkumduksi Menggerakkan lengan dengan lingkaran Rentang 360°
penuh.
Siku
Fleksi Menggerakkan siku sehingga lengan Rentang 150°
bahu bergerak kedepan sendi bahu dan
tangan sejajar bahu.
Ekstensi Meluruskan siku menurunkan tangan. Rentang 150°
Lengan Bawah
Supinasi Memutar lengan bawah dan tangan Rentang 70-90°
sehingga telapak tangan menghadap
keatas.
Pronasi Memutar lengan bawah sehingga telapak Rentang 70-90°
tangan menghadap ke bawah.
Pergelangan Tangan
Fleksi Menggerakkan telapak tangan kesisi Rentang 80-90°
bagian dalam lengan bawah.
Ekstensi Menggerakkan jari – jari tangan sehingga Rentang 80-90°
jari – jari, tangan, lengan bawah berada
dalam arah yang sama.
Hiperkesktensi Membawa permukaan tangan dorsal Rentang 89-90°
kebelakang sejauh mungkin.
Abduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke Rentang 30°
ibu jari.
Jari -Jari Tangan
Fleksi Membuat genggaman. Rentang 90°
Ekstensi Meluruskan jari – jari tangan kebelakang Rentang 90°
sejuh mungkin.
Hiperekstensi Meregangkan jari – jari tangan Rentang 30-60°
kebelakang sejauh mungkin.
Abduksi Meregangkan jari – jari tangan yang satu Rentang 30°
dengan yang lain.
Adduksi Merapatkan kembali jari – jari tangan Rentang 30°
Ibu Jari
Fleksi Menggerakkan ibu jari menyilang Rentang 90°
permukaan telapak tangan.
Ekstensi Menggerakkan ibu jari lurus menjauh Rentang 90°
dari tangan.
Abduksi Menjauhkan ibu jari kedepan tangan. Rentang 30°
Adduksi Menggerakkan ibu jari ke depan tangan. Rentang 30°
Oposisi Menyentuh ibu jari ke setiap jari – jari
tangan pada tangan yang sama.
Panggul
Ekstensi Menggerakkan kembali kesamping Rentang 90-120°
tungkai yang lain.
Hiperekstensi Menggerakkan tungkai kebelakang Rentang 30-50°
tubuh.
Abduksi Menggerakkan tungkai kesamping tubuh. Rentang 30-50°
Adduksi Menggerakkan tungkai kembali keposisi Rentang 30-50°
media dan melebihi jika mungkin.
Rotasi dalam Memutar kaki dan tungkai kearah Rentang 90°
tungkai lain.
Rotasi luar Memutar kaki dan tungkai menjauhi Rentang 90°
tungkai lain.
Sirkumduksi Menggerakkan tungkai melingkar. -
Lutut
Fleksi Menggerakkan tumit kearah belakang Rentang 120-130°
paha.
Ekstensi Mengembalikan tungkai kelantai. Rentang 120-130°
Mata Kaki
Dorsi fleksi Menggerakkan kaki sehingga jari – jari Rentang 20-30°
kaki menekuk keatas
Plantar fleksi Menggerakkan kaki sehingga jari – jari Rentang 45-50°
kaki menekuk ke bawah.
Inversi Memutar telapak kaki kesamping dalam. Rentang 10°
Eversi Memutar telapak kaki kesamping luar Rentang 10°
Jari – Jari Kaki
Fleksi Menekukkan jari- jari ke bawah. Rentang 30-60°
Ekstensi Meluruskan jari – jari kaki. Rentang 30-60°

G. Komplikasi
Gangguan mobilitas fisik jika tidak ditangani dapat menyebabkan masalah, diantaranya:
1. Pembekuan darah
Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan, pembengkaan
2. Dekubitus
Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit bila
memar ini tidak dirawat akan menjadi infeksi.
3. Atrofi dan kekakuan sendi
Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi
4. Perubahan Metabolik
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal, imobilitas dapat
menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam tubuh. Immobilisasi menggangu
fungsi metabolik normal antara lain laju metabolic: metabolisme karbohidarat, lemak,
dan protein, keseimbangan cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan kalsium, dan
gangguan pencernaan.
5. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas akan
mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsenstrasi protein serum berkurang
sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan cairan
dari intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema, sehingga terjadi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas pasien, meliputi nama, umu, jenis kelamin, pekerjaan, dan lainnya.
b. Keluhan utama: biasanya pasien mengeluh nyeri ,tidak mampu bergerak, dan
intoleransi aktivitas.
c. Riwayat kesehatan
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada sistem
muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas,
jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain.
2. Pemeriksaan fisik
Meliputi keadaan umum, TTV, rentang gerak pasien, kekuatan otot, sikap tubuh, dan
dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh.
A. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons psikologis
klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang
digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
B. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak
yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan
sosialnya, misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik
dirumah, kantor maupun sosial dan lain-lain
C. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang
dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah
klien menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan
keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain (Asmadi, 2008).
D. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah
penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan
kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk
memantau perubahan dan keefektifan intervensi.
E. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan
tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang
dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi
eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat
menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut
jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam
mengikuti perintah dan sinkop
F. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan
pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung.
Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri
mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
G. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi.
Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak
teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam
waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan
H. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa
berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung
kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan
ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian
bawah
I. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian
bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia,
mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
J. Faktor-faktor lingkungan
Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang
terhalang, tempat tidur dengan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi
dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan mobilitas

K. Diagnosa
Hambatan mobilitas fisik
L. Intervensi
Diagnosa: Hambatan Mobilitas Fisik
a Batasan karakteristik
1) Kesulitan membolak balik posisi
2) Keterbatasan rentang gerak
3) ketidaknyamanan
b Faktor yang berhubungan
1) Gangguan metabolisme
2) Gangguan muskuloskletal
3) Intoleransi aktivitas
4) Nyeri
5) Penurunan otot

NOC: Konsekuensi imobilitas: fisiologi


a. Definisi : keparahan gangguan fungsi fisiologi akibat adanya gangguan mobilitas fisik.
b. Skala target outcome : dipertahankan pada ditingkatkan pada
Berat Besar Sedang Ringan Tidak
ada
Skala outcome keseluruhan 1 2 3 4 5
Nyeri tekan 1 2 3 4 5
Demam 1 2 3 4 5
Fraktur tulang 1 2 3 4 5
Kontraktur sendi 1 2 3 4 5

Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak


tergangg tergangg tergangg tergangg tergangg
u u u u u
Status nutrisi 1 2 3 4 5
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
Tonus otot 1 2 3 4 5
Pergerakan sendi 1 2 3 4 5

NIC : bantuan perawatan diri


a. Definisi : membantu orang lain untuk melakukan aktivitas hidup sehari hari
b. Aktivitas-aktivitas:
1) Monitor kemampuan perawatan diri secara mandiri
2) Monitor kebutuhan pasien terkait dengan alat alat kebersihan diri, alat bantu untuk
berpakaian, berdandan, eliminasi dan makan.
3) Berikan bantuan sampai pasien mampu melakukan perawatan diri sendiri
4) Bantu pasien menerima kebutuhan pasien terkait dengan kondisi ketergantungannya.
5) Lakukan pengulangan yang konsisten teehadap rutinitas kesehatan yang dimaksudkan
untuk membangun perawatan diri
6) Ciptakan rutinitas aktivitas perawatan diri.

M. Implementasi
a. Memonitor kemampuan perawatan diri secara mandiri
b. Memonitor kebutuhan pasien terkait dengan alat alat kebersihan diri, alat bantu
untuk berpakaian, berdandan, eliminasi dan makan.
c. Memberikan bantuan sampai pasien mampu melakukan perawatan diri sendiri
d. Membantu pasien menerima kebutuhan pasien terkait dengan kondisi
ketergantungannya.
e. Melakukan pengulangan yang konsisten teehadap rutinitas kesehatan yang
dimaksudkan untuk membangun perawatan diri
f. Menciptakan rutinitas aktivitas perawatan diri.
N. Evaluasi
Evaluasi dapat dibedakan atas evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses
dievaluasi setiap selesai melakukan perasat dan evaluasi hasil berdasarkan
rumusan tujuan terutama kriteria hasil. Hasil evaluasi memberikan acauan tentang
perencanaan lanjutan terhadap masalah nyeri yang dialami oleh pasien.
Evaluasi dibuat dalam bentuk SOAP yaitu:
S : Data subjektif : berisi data dari pasien melalui anamnesis (wawancara) yang
merupakan ungkapan langsung
O: Data objektif: data yang di dapat oleh perawatan melalui hasil observasi langsung
melalui pemeriksaan fisik
A: Assessment: Analisa interprestasi berdasarkan data yang terkumpul kemudian
dibuat kesimpulan yang merupakan diagnosis, antisipasi diagnosis, serta perlu
tidak tindakan dilanjutkan
P: plening: merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan termasuk asuhan
mandiri, kolaborasi, diagnosis atau laboratorium, serta konseling untuk tindak
lanjut

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA
NIC-NOC, Jilid 3. Jakarta: Mediaction.
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.

Moorhead, Johnson, Swanson. Nursing Outcome Classification, Edisi 5, 2015-2017


Bulechek, Butcher, Dochterman, Wagner. 2013. Nursing Inteventions Classification (NIC), 6th
Edition.
Mubarak, Wahit & Chayatin. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi
dalam Praktik. Jakarta: EGC.

Nurarif. A. H. & Kusuma. H. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA. Yogyakarta: Medication Publishing.
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4.
Jakarta : EGC.

T.H. Herdman, S.Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan, Definisi dan Klasifikasi, Edisi 10,
2015-2017. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai