PENDAHULUAN
Stroke adalah serangan di otak yang timbulnya mendadak akibat tersumbat atau
pecahnya pembuluh darah otak sehingga menyebabkan sel-sel otak tertentu
kekurangan darah, oksigen atau zat-zat makanan dan akhirnya dapat terjadi
kematian sel-sel tersebut dalam waktu yang sangat singkat (Yayasan Stroke
Indonesia, 2006).
Berdasarkan etiologinya stroke diklasifikasikan menjadi dua yaitu Stroke
Haemoragik dan Stroke Non Haemoragik (Sidharta, 2000). Stroke hemoragik yaitu
suatu kerusakan pembuluh darah otak, sehingga menyebabkan perdarahan pada
area tersebut. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi saraf (Haryono, 2002). Stroke
Non Haemoragik yaitu gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh tersumbatnya
pembuluh darah otak sehingga distribusi oksigen dan nutrisi ke area yang mendapat
suplai terganggu (Osamulia, 1996).
Stroke Non Haemoragik secara patogenesis disebabkan oleh:
(1) karena trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke dalam arteri
serebri media atau anterior (trombotik stroke),
(2) karena emboli yang berasal dari jantung (emboli stroke),
(3) karena hipoksia yang timbul karena hipotensi dan perfusi yang kurang
(Osamulia, 1996).
Adapun faktor-faktor resiko yang menjadikan seseorang menjadi mudah terserang
stroke, yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin pria, ras, riwat keluarga, riwayat
TIA atau stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan heterozigot atau
homozigot untuk homosisturia. Sedangkan faktor resiko yang dapat diubah :
hipertensi, diabetes melitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat,
kontrasepsi oral, hemotokrit meningkat, bruit karotis asimtomatis, hiperurismia dan
dislipidemia (Mansjor, 2000).
Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan modern
saat ini. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena
serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat
ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke cenderung terus meningkat setiap
tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka
yang berusia muda dan produktif. Stroke dapat menyerang setiap usia, namun yang
sering terjadi pada usia di atas 40 tahun. Angka kejadian stroke meningkat dengan
bertambahnya usia, makin tinggi usia seseorang, makin tinggi kemungkinan terkena
serangan stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2006).
Di Indonesia, belum ada data epidemologis stroke yang lengkap, tetapi proporsi
penderita stroke dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Hal ini terlihat dari
laporan survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI di berbagai rumah sakit di 27
provinsi di Indonesia. Hasil survei itu menunjukkan terjadinya peningkatan antara
1984 sampai 1986, dari 0,72 per 100 penderita pada1984 menjadi 0,89 per 100
penderita pada 1986. Di RSU Banyumas, pada 1997 pasien stroke yang rawat inap
sebanyak 255 orang, pada 1998 sebnyak 298 orang, pada 1999 sebanyak 393
orang, dan pada 2000 sebanyak 459 orang (Hariyono, 2006).
Stroke atau cerebrovascular accident, merupakan penyebab invaliditas yang paling
sering pada golongan umur diatas 45 tahun Di negara industri stroke merupakan
penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan keganasan
(Lumbantombing, 1984).
Bencana peredaran darah di otak (BPDD) sering dikenal dengan nama stroke atau
cerebrovascular accident,merupakan penyebab invaliditas yang paling pada
golongan umur diatas 45 tahun. Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak progresif cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-
mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer,
2000). Stroke dibedakan menjadi dua jenis,yaitu stroke non-hemoragik dan stroke
hemoragik.
Banyak faktor resiko yang dapat membuat seseorang yang menjadi rentan terhadap
serangan stroke, secara garis besar faktor resiko itu dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu
Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol yaitu:
(1) Umur, semakin tua kejadian stroke semakin tinggi
(2) Ras / bangsa : Negro / Afrika, Jepang, dan Cina lebih sering terkena
stroke
(3) Jenis kelamin, laki-laki lebih beresiko dibanding wanita
(4) Riwayat keluarga yang pernah mengalami stroke.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada factor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah
dan adekuatnya sirkulasi koateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah
yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lama atau cepat) pada
gangguan local (thrombus,emboli,peredaran dan spasme vaskuler) atau oleh karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering/cenderung sebagai factor penting terhadap otak, thrombus,
dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat
pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah.
Thrombus mengakibatkan:
Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan
Edema dan kongestif disekitar area
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari pada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan
perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan
masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh ombolus menyebabkan edema
dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septic infeksi akan meluas pada dinding
pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah.
Hal ini akan menyebabkan perdarahann cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan
kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi
serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan
oleh anoksia serebral dapat reversible untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan
irreversible bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh
karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiacarrest.
Ada dua bentuk Patofisiologi stroke hemoragik :
1. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk kedalam jaringan otak, membentuki massa atau hematom yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan odema disekitar otak. Peningkatan
TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan otak sering dijumpai di daerah
putamen, thalamus, sub kortikal, nikleus kaudatus, pon, dan cerebellum.
Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan strukutur dinding pembuluh
darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnyan pembuluh darah karena anerisma atau AVM. Aneurisma paling
sering di dapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi.
AVM dapat di jumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel
otak, ataupun didalam otak dan ruang subarachnoid.
1. Antihipertensi
Pedoman penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik akut menurut
PERDOSSI (2004) dan ASA (2005)
Obat parenteral untuk terapi emergensi hipertensi pada stroke akut (PERDOSSI,
2004)
Obat Dosis
Labetalol 20-80 mg iv bolus setiap 10 menit atau 2mg/menit infus kontinyu
Nikardipin 5-15mg/jam infus kontinyu
Diltiazem 5-40mg/kg/menit infus kontinyu
Esmolol 200-500ug/kg/menit untuk 4 menit, selanjutnya 50-300mg/kg/menit iv
Obat oral tunggal untuk terapi emergensi hipertensi pada stroke akut (PERDOSSI,
2004)
Obat Dosis dan frekuensi
Nifedipin 10mg setiap 6 jam
Kaptopril 6,25-25 mg /8 jam
Clonidin 0,1-0,2/12 jam
Prazosin 1-2mg/8 jam
Minoxidil 5-20mg/12 jam
Labetalol 20-80mg/12 jam
2. Anti Platelet
Aspirin
Aspirin bekerja sebagai anti platelet dengan menghambat secara irreversibel
siklooksigenase sehingga mencegah konversi asam arakhidonat menjadi
tromboxan A2 yang merupakan vasokonstriktor kuat dan stimulator agregasi
platelet.
Aspirin juga menghambat aktifitas prostasiklin (PGI2) pada otot polos dinding
vaskular
Dosis efektif aspirin sebagai anti platelet masih diperdebatkan, terutama karena
efeknya pada gastrointestinal, sehingga dosis rendah lebih baik
Diberikan pada 48 jam setelah serangan. Aspirin harus diminum terus, kecuali
terjadi reaksi merugikan pada pasien, Efek samping yang sering muncul adalah
rasa tidak enak pada gastrointestinal, perdarahan dan alergi
Dipiridamol
Digunakan sebagai terapi tambahan atau kombinasi dengan aspirin dalam bentuk
extended release, Bekerja menghambat agregasi platelet pada dosis tinggi,
dengan menghambat fosfodiesterase yang menyebabkan akumulasi cyclic
adenosine monophosphate (cAMP) dan cyclic guanosine monophosphate (cGMP)
intrasel, yang mencegah aktivasi platelet
Tiklopidin
Tiklopidin adalah produk tienopiridin, Cara kerjanya menghambat jalan adenosin
difosfat (ADP) pada agregasi platelet dan menghambat faktor-faktor yang
diketahui merupakan stimuli agregasi platelet, Efek ini menyebabkan perubahan
membran platelet dan interaksi membran-fibrinogenik menyebabkan
penghambatan reseptor platelet glikoprotein IIb/IIIa.
Efek sampingnya lebih besar daripada klopidogrel, yaitu menekan sumsum tulang
yang menyebabkan neutropenia, rash, diare, dan kenaikan serum kolesterol. Yang
lebih menjadi persoalan adalah resiko anemia aplastik dan trombotik
trombositopenik purpura. Pasien perlu dimonitor hitung darah lengkap setiap 2
minggu dalam 3 bulan
Klopidogrel
Golongan tienopiridin seperti tiklopidin dengan efek samping yang lebih rendah
Dosis lazim 75mg/hari memiliki efikasi yang sama dengan aspirin 325mg dengan
efek perdarahan GIT yang lebih sedikit
Klopidrogel memerlukan biotransformasi oleh hati menjadi metabolit aktif
menggunakan enzim sitokrom P450 3A4 (CYP3A4)
Efek samping klopidogrel adalah diare dan rash, dan tidak menyebabkan
neutropenia
3. Anti Koagulan
Fungsi Antikoagulan yaitu :
Antikoagulan digunakan untuk mencegah perluasan trombus yang menyebabkan
bertambahnya defisit neurologik dan untuk mencegah kambuhnya episode
gangguan serebrovaskular
Antikoagulan oral diindikasikan pada kelompok resiko tinggi untuk emboli otak
berulang (fibrilasi atrium non valvuler, katup jantung buatan, trombus mural dalam
ventrikel, infark miokard baru
Heparin
Pemberian heparin pada stroke iskemik akut masih dalam perdebatan para ahli.
Walaupun heparin mampu mencegah stroke berikutnya tetapi efek perdarahan
intrakranial meningkat sehingga tidak direkomendasikan pada periode akut
serangan stroke.
Warfarin
Merupakan antikoagulan yang efektif mencegah stroke pada pasien dengan atrial
fibrilasi
Warfarin juga digunakan untuk terapi sekunder mencegah kardioembolik stroke
Monitor harus dilakukan karena resiko perdarahan. INR dievaluasi setiap 2 hari,
kemudian 2-3 x seminggu, kemudian 1-2 minggu sekali
4. Trombolisis
Penggunaan trombolisis 0,9mg/kg iv pada 3 jam pertama serangan menunjukkan
”excellent outcome” yaitu minimal disability dalam skala neurologi
Salah satu contoh trombolisis: alteplase
5. Hiperlipidemik
Golongan Statin
Terbukti dapat mengurangi resiko terjadinya stroke pada 30% pasien dgn CAD
dan dislipidemia.
Pemberian statin: nilai LDL menurun.
Rekomendasi:simvastatin 40 mg/hari.
Kadar LDL rekomendasi <100 mg/dL
Golongan Ezetimibe
Ezetimibe dapat menurunkan total kolesterol dan LDL juga meningkatkan HDL.
Ezetimibe bekerja dengan cara mengurangi penyerapan kolesterol di usus.
Ezetimibe dapat digunakan sendiri jika antihiperlidemik lain tidak bisa ditoleransi
tubuh atau dikombinasi denga golongan statin (penghambat HMGCoa reduktase)
jika golongan statin tidak dapat menurunka kadar lipid darah sendirian.
6. Hiperglikemik
Tatalaksana Hiperglikemia pd Stroke akut(PERDOSSI, 2004)
B. Syarat Diet
1. Energi cukup, yaitu 24-25 Kkal/kg BB. Pada fase akut energi diberikan 1100-1500
Kkal/hari.
2. Protein cukup, yaitu 0,8-1 gr/kgBB. Apabila pasien berada dalam keadaan gizi
kurang, protein diberikan 1,2-1,5 gr/kgBB. Apabila penyakit disertai komplikasi Gagal
Ginjal Kronis (GGK), protein diberikan rendah yaitu 0,6 gr/kgBB.
3. Lemak Cukup, yaitu 20-25% dari kebutuhan Energi total. Utamakan sumber lemak
tidak jenuh ganda, batasi sumber lemak jenuh yaitu < 10% dari kebutuhan energi
total. Kolesterol dibatasi < 300 mg.
4. Karbohidrat cukup, yaitu 60-70% dari kebutuhan Energi total. Untuk pasien
dengan diabetes mellitus diutamakan karbohidrat kompleks.
5. Vitamin cukup, terutama vitamin A, riboflavin, B6, asam folat, B12, Cdan E.
6. Mineral cukup, terutam kalsium, magnesium dan kalium. Penggunaan natrium
dibatasi dengan memberikan garam dapur maksimal 1,5 sendok teh per hari (setara
dengan + 5 gram garam dapur atau 2 gram natrium).
7. Serat diberikan cukup, untuk membantu menurunkan kadar kolesterol darah dan
mencegah konstipasi.
8. Cairan diberikan cukup, yaitu 6-8 gelas per hari, kecuali pada keadaan edema dan
asites, cairan dibatasi. Minuman hendaknya diberikan setelah selesai makan agar
porsi makanan dapat dihabiskan. Untuk pasien dengan disfagia, cairan diberikan
secara hati-hati. Cairan dapat dikentalkan dengan gel atau guarcol.
9. Bentuk makanandisesuaikan dengan keadaan pasien.
10. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
Bila ada disfagia, makanan diberikan secara bertahap, sebagai gabungan makanan
NPO, peroral dan NGT sebagai berkut:
1. NPO
2. ¼ bagian per oral (bentuk semi padat) dan ¾ bagian melalui NGT
3. ½ bagian per oral (bentuk semi padat) dan ½ bagian melalui NGT
4. diet per oral (bentuk semi padat dan semi cair) dan air melalui NGT
5. diet lengkap per oral
Apabila makanan melalui NGT bertahan selam 6 minggu, perlu dipertimbangkan
kemungkinan pemberian makanan melalui gastrostomi atau jejunostomi.
Bila ada tukak lambung akibat sekresi asam lambung dan gastrin meningkat
(terutama pada stroke hemoragik), makanan diberikan secara bertahap dengan
syarat:
1. Bila tidak ada perdarahan lambung dan cairan Maag Slang(CMS) < 200 ml maka
dapat diberikan makanan enteral.
2. Bila ada perdarahan, untuk sementara diberikan makanan parenteral sampai
perdarahan berhenti dan CMS < 200 ml dalam 6 jam.
3. Bila CMS sudah jernih, makanan parenteral dapat diubah menjadi makanan
enteral.
Tabel Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan Pada Diet Stroke
II
Minuman Teh, kopi, cokelat dalam jumlah Coklat, kopi dan teh kental.
terbatas dan encer.
Bumbu- Bumbu yang tidak tajam, seperti Bumbu yang tajam, seperti
bumbu garam (terbatas), gula, bawang cabe, merica dan cuka; yang
merah, bawang putih, jahe, mengandung bahan pengawet
laos, asem, kayu manis dan garam natrium, seperti kecap,
pala. maggi, terasi, petis, vetsin, soda
danbaking powder.
BAB III
PENUTUP
A KESIMPULAN
Dari penjabaran diatas, dapat disimpulkan sebagai berkut :
1. Stroke adalah terjadinya kerusakan pada jaringan yang disebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak/retaknya pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak
dengan berbagai sebab yang ditandai dengan kelumpuhan sensorik/motorik tubuh
sampai dengan terjadinya penurunan kesadaran.
B SARAN
1. Seharusnya perawat lebih memperhatikan kebersihan klien, sehingga pasien
tidak mengalami rambut kotor, kuku tampak panjang dan hitam, serta perinielnya
tampak kotor dan bau.
2. Dalam menjalankan tugasnya, perawat harus teliti, sungguh-sungguh dan
bertanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
Bates, Barbara. 1997. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untukperencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul dan Usrifatul Uliyah. 2004 Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta : EGC
Johnson, Marion dan Meridaen Maas. 1997. Nursing Outcomes Classification. USA. Mosby
Year Book.
Mansjoer, Arif M. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aescula
Pius.
Mcloskey, Joanne C dan Gloria M. Bulechec. 1996. Nursing Interventions Classification.
USA. Mosby Year Book.
Misbach, Jusuf dan Harmani Kalim. 2007. Stroke Mengancam Usia Produktif. www.Medika
Strore.com.
Muda, Ahmad A. K. 2003. Kamus Lengkap Kedokteran. Surabaya. Gitamedia Press.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konseo Klinis Proses Penyakit Vol 1. Jakarta.
EGC
Smelizer, Susan ne c. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Vol 3. Jakarta. EGC