DBD
DBD
KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : TN S Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 19 tahun Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Belum Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Kerja harian Pendidikan :-
II. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesa Tanggal : 24/5/2019 Jam :09.30
Keluhan Utama
Demam hari ke 5.
Riwayat Penyakit Dahulu (Tahun, diisi bila ya (+), bila tidak (-))
Riwayat Keluarga :
Penyebab
Hubungan Umur(Tahun ) JenisKelamin KeadaanKesehatan
Meninggal
Kakek Tidak ingat L - -
Nenek Tidak ingat P - -
Ayah 55 L Sehat -
Ibu 51 P Sehat -
Kakak 25 L Sehat -
Adakah kerabat yang menderita :
Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi
Asma
Tumor
Artritis
Rematisme
Hipertensi + Ayah pasien
Jantung
Ginjal
Lambung + Ibu pasien
Diabetes + Ayah Pasien
Tuberkulosis
ANAMNESIS SISTEM
Catat keluhan tambahan positif di samping judul – judul yang bersangkutan
Harap diisi: Bila ya (+), bila tidak (-).
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam
(-) Kuku (-) Kuning / Ikterus (-) Sianosis
Kepala
(-) Trauma (+) Sakit kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Radang
(-) Sekret (-) Gangguan penglihatan
(-) Kuning / Ikterus (-) Ketajaman penglihatan
Telinga
(-) Nyeri (-) Gangguan pendengaran
(-) Sekret (-) Kehilangan pendengaran
(-) Tinitus
Hidung
(-) Rhinnorhea (-) Gejala penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman
(-) Sekret (-) Epistaksis
(-) Trauma (-) Benda asing (foreign body)
Mulut
(-) Bibir (-) Lidah
(-) Gusi Berdarah (-) Mukosa
Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorokan (-) Perubahan suara
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri leher
Dada (Jantung / Paru)
(-) Sesak napas (-) Mengi
(-) Batuk (-) Batuk darah
(-) Nyeri dada (-) Berdebar-debar
Abdomen (Lambung / Usus)
(+) Mual (+) Muntah
(-) Diare (-) Konstipasi
(+) Nyeri epigastrium (-) Nyeri kolik
(-) Tinja berdarah (-) Tinja berwarna dempul
(-) Benjolan
Saluran Kemih / Alat Kelamin
(-) Disuria (-) Hematuria (-) Kolik
(-) Hesitancy (-) Nokturia (-) Retensio Urin
(-) Kencing Batu (-) Urgency
Katanemia
(-) Leukorea (-) Perdarahan (-) Lain-lain
Saraf dan Otot
(-) Anestesi (-) Afasia (-) Sukar mengingat
(-) Parestesi (-) Ataksia (-) Kedutan (‘tick’)
(-) Otot lemah (-) Pusing (Vertigo) (-) Hipo/Hiper-esthesi
(-) Kejang (-) Pingsan (-) Amnesia
(-) Lain-lain (-) Gangguan Bicara (Disartri)
Ekstremitas
(-) Bengkak (pada kedua pergelangan kaki) (-) Deformitas
(-) Nyeri (-) Sianosis
BERAT BADAN
Berat badan rata-rata (kg) : 85 kg
Berat badan tertinggi (kg) : 175 kg
Berat badan sekarang (kg) : 82 kg
(Bila pasien tidak tahu dengan pasti)
Tetap (-)
Turun (-)
Naik (-)
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir :() Di rumah (√) Rumah Bersalin () R.S Bersalin
Riwayat Imunisasi
(√) Hepatitis (√) BCG (√ ) Campak (√) DPT (√ ) Polio (√) Tetanus
Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari : 2-3 kali/hari, teratur
Pendidikan
( √) SD ( √) SLTP (-) SLTA (-) Sekolah kejurusan
Kesulitan
Keuangan : Tidak ada
Telinga
Tuli : Tidak ada, -/-
Selaput pendengaran : Tidak hiperemis, refleks cahaya (+)
Lubang : Liang telinga lapang, serumen +/+
Penyumbatan : Tidak ada, -/- Serumen : Ada, +/+
Perdarahan : Tidak ada, -/- Cairan : Tidak ada, -/-
Hidung
Warna : Normal, merah muda Deviasi : Tidak ada
Luas lubang : Lapang Palpasi : Tidak nyeri
Sekret : Tidak ada Krepitasi : Tidak ada
Mulut
Bibir : Normal, tidak sianosis Tonsil : T1-T1, tenang
Langit-langit : Tidak hiperemis Bau pernapasan : Tidak berbau
Gigi geligi : Teratur, caries (-) Trismus : Tidak ada
Faring : Tidak hiperemis Lidah : Tidak kotor, deviasi (-)
Leher
Tekanan vena jugularis (JVP) : 5 + 2 cmH2O
Kelenjar tiroid : Normal
Kelenjar limfe : Tidak membesar
Dada
Bentuk : Simetris kanan dan kiri, sela iga tidak mencekung atau mencembung
Pembuluh darah : Tidak terlihat
Buah dada : Normal, simetris, tidak teraba adanya massa
Paru-paru
Depan Belakang
Inspeksi Kanan Gerakan simetris pada saat statis Gerakan simetris pada saat statis
Kiri dan dinamis dan dinamis
Palpasi Kanan Sela iga normal, benjolan (-), Sela iga normal, benjolan (-),
Kiri nyeri tekan (-), fremitus normal nyeri tekan (-), fremitus normal
Perkusi Kanan Sonor pada seluruh lapang paru Sonor pada seluruh lapang paru
Kiri Sonor pada seluruh lapang paru Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi Kanan Vesikuler (+), Rh (-), Wh (-) Vesikuler (+), Rh (-), Wh (-)
Kiri Vesikuler (+), Rh (-), Wh (-) Vesikuler (+), Rh (-), Wh (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicularis kiri
Perkusi :
Batas kanan : ICS IV, linea sternalis kanan
Batas kiri : ICS V, 3 jari lateral dari linea midclavicularis kiri
Batas atas : ICS II, linea sternalis kiri
Batas pinggang : ICS III, linea midclavicularis kiri
Auskultasi : BJ I-II normal, reguler, murmur (-), Gallop (-)
Pembuluh Darah
Arteri temporalis : Teraba pulsasi Arteri karotis : Teraba pulsasi
Arteri brachialis : Teraba pulsasi Arteri radialis : Teraba pulsasi
Arteri femoralis : Teraba pulsasi Arteri poplitea : Teraba pulsasi
Arteri tibialis posterior : Teraba pulsasi
Arteri dorsalis pedis : Teraba pulsasi
Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak tampak pergerakan peristaltik, tidak tampak benjolan, tidak
ada bekas luka operasi, tidak tampak caput medusae.
Palpasi :
Dinding perut : Nyeri tekan regio epigastrium (+)
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-), bimanual (-)
Lain-lain : Tidak ada
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-),
undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+), normoperistaltik
Refleks dinding perut : (+), normal
Refleks
Kanan Kiri
Bisep + +
Trisep + +
Patella + +
Archiles + +
Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks kulit + +
Refleks patologis - -
V. RINGKASAN (RESUME)
Pasien seorang laki-laki usia 19 tahun datang ke IGD RSUD Koja dengan keluhan
demam hari ke-5, demam dirasakan mendadak dan menggigil. Mimisan (-), gusi berdarah (-).
Riwayat berpergian ke daerah endemis malaria (-). Os juga mengeluh nyeri kepala bagian
depan, nyeri ulu hati, mual hingga muntah, nafsu makan berkurang hingga Os merasa lemas.
BAB dan BAK dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, dengan
kesadaran compos mentis. Tanda tanda vital didapatkan tekanan darah 130/75mmHg, Frekuensi
o
Nadi 86 kali/menit, Frekuensi nafas 20kali/menit, Suhu 37 C. Pemeriksaan penunjang
didapatkan Hb 17.0 g/dL, Leukosit 10.41/uL, hematokrit 46.1% ,Trombosit 15/uL.
Rencana diagnostik:
Pemeriksaan H2TL tiap 12 jam.
Pemeriksaan elektrolit sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
Pemeriksaan radiologis untuk mengetahui adanya kebocoran plasma yang hebat seperti
efusi pleura.
Rencana Terapi:
Pemantauan cairan dengan infus Kristaloid (Ringer Laktat) 12tpm.
Obat antipiretik untuk demam : Paracetamol 3x500mg
Obat antiemetic : Ranitidine 2x50mg, Ondacentron 3x4mg
Rencana edukasi:
Melakukan 3M (mengubur, menguras, mengganti) di rumah
Memberikan bubuk abate di bak mandi rumah
Memberitahu pasien agar tidak beraktifitas karena berisiko terjadi perdarahan
Menganjurkan pasien untuk banyak minum air putih
PROGRESS NOTE
Sabtu, 25 Mei 2019
1. Demam Berdarah Dengue grade I
S : Os demam(+), mual(+), muntah (+), sakit kepala masih ada, nyeri ulu hati (+), lemas, tidak
nafsu makan.
O : TSS, CM TD 120/70 mmHg, HR 80 x/menit, S 36.5 C, RR 18 x/menit, Leukosit
10,15/uL, Jumlah Trombosit 25.000/uL
A : DBD Perbaikan
P : IVFD RL 6tpm, Paracetamol 3x500mg, inj omeprazole 2x1, inj ranitidin 2x50mg,
ondansentron 3x1amp, cefixime 200mg 2x1, H2TL per 12 jam.
Definisi
DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam mendadak 2-7 hari disertai gejala
perdarahan dengan atau tanpa syok, disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan
trombositopenia (trombosit kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau lebih
dari nilai normal1.
Epidemiologi
Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus dengue secara
global. Di seluruh dunia 50-100 milyar kasus telah dilaporkan. Setiap tahunnya sekitar
500.00 kasus DBD perlu perawatan di rumah sakit, 90% diantaranya adalah anak – anak
usia kurang dari 15 tahun. Angka kematian DBD diperkirakan sekitar 5% dan sekitar 25.000
kasus kematian dilaporkan setiap harinya2.
DBD diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan RNA virus
dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan kapsul lipid. Virus ini termasuk
kedalam kelompok arbovirus B, famili Flaviviridae, genus Flavivirus. Flavivirus merupakan
virus yang berbentuk sferis, berdiameter 45-60 nm, mempunyai RNA positif sense yang
terselubung, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietil eter dan natrium
dioksikolat, stabil pada suhu 70oC3,4. Virus dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1,
DEN 2, DEN 3, DEN 4.5
Manifestasi klinis dengue selain dipengaruhi oleh virus dengue itu sendiri, terdapat 2
faktor lain yang berperan yaitu faktor host dan vektor perantara. Virus dengue dikatakan
menyerang manusia dan primata yang lebih rendah. Penelitian di Afrika menyebutkan bahwa
monyet dapat terinfeksi virus ini. Transmisi vertikal dari ibu ke anak telah dilaporkan
kejadiannya di
Bangladesh dan Thailand6. Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes aegypti betina,
disamping pula Aedes albopictus betina4. Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam
berdarah (nyamuk Aedes aegypti)6:
Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti, maka virus dengue
akan masuk bersama darah yang diisap olehnya. Didalam tubuh nyamuk itu virus dengue
akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar ke seluruh bagian tubuh
nyamuk. Sebagian besar virus akan berada dalam kelenjar air liur nyamuk. Jika nyamuk
tersebut menggigit seseorang maka alat tusuk nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah,
sebelum darah orang itu diisap maka terlebih dahulu dikeluarkan air liurnya agar darah yang
diisapnya tidak membeku7. Bersama dengan air liur inilah virus dengue tersebut ditularkan
kepada orang lain.
Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti juga virus
binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi
fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan mempunyai potensi untuk
menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat
serotipe virus yang paling virulen.7,3
Komplemen
Anafilatoksin (C3a, C5a) Histamin dalam urin meningkat
SYOK
Anoksia Asidosis
MENINGGAL
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin diphosphat ), sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial
system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan
pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif (KID;
koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen
degradation product ) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
Perjalanan infeksi virus di dalam tubuh manusia sangat tergantung dari interaksi
antara kondisi imunologik dan umur seseorang. Oleh karena itu infeksi virus dengue dapat
tidak menunjukan gejala (asimptomatik) ataupun bermanifestasi klinis ringan yaitu demam
tanpa penyebab yang jelas, demam dengue (DD) dan bermanifestasi berat dengan demam
berdarah dengue (DBD) tanpa syok atau sindrom syok dengue (SSD).1 Namun, untuk alasan
praktis, infeksi dengue yang tidak berat (non-severe dengue) dapat dikelompokkan ke dalam
2 kelompok yaitu pasien dengan warning sign dan tanpa warning sign.
Diagnosis
Kriteria untuk mendiagnosis dengue (dengan atau tanpa warning sign) dan severe dengue
dapat dilihat pada gambar dibawah
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis
DBD adalah pemeriksaan darah lengkap, urine, serologi dan isolasi virus. Yang
signifikan dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, selain itu untuk mendiagnosis
DBD secara definitif dengan isolasi virus, identifikasi virus dan serologis.
Darah Lengkap :
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai
pada DBD merupakan indikator terjadinya perembesan plasma, Selain
hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan leukopenia.8
Isolasi Virus :
Ada beberapa cara isolasi dikembangkan, yaitu :2,4
a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari.
b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCKMK2) dan nyamuk A. albopictus.
c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik / intraserebri pada larva.
Identifikasi Virus :
Adanya pertumbuhan virus dengue dapat diketahui dengan melakukan fluorescence antibody
technique test secara langsung atau tidak langsung dengan menggunakan cunjugate. Untuk
identifikasi virus dipakai flourensecence antibody technique test secara indirek dengan
menggunakan antibodi monoklonal.2,4
Uji Serologi :
a. Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak dapat
menunjukan tipe virus yang menginfeksi
b. Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali (48 tahun), maka uji ini baik
digunakan pada studi seroepidemiologi.
c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali lipat dari titer serum
akut atau konvalesen dianggap sebagai presumtive positif, atau diduga keras positif
infeksi dengue yang baru terjadi (Recent dengue infection )
2. Uji Komplement Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test )2,4
Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik secara rutin oleh karena selain
cara pemeriksaan agak ruwet, prosedurnya juga memerluikan tenaga periksa yang sudah
berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan
sampai beberapa tahun saja ( 2 – 3 tahun )
3. Uji neutralisasi ( Neutralisasi Tes = NT test )
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue. Biasanya uji
neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization Test ( PRNT )
yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Saat antibodi neutralisasi
dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi komplemen tetapi lebih
cepat dari antibodi fiksasi dan bertahan lama (48 tahun). Uji neutralisasi juga rumit dan
memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.
Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis Banding
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus, atau
penyakit protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis chikungunya,
malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan
antara DBD dengan penyakit lain.
b. DBD harus dibedakan pada deman chikungunya (DC). Pada DC biasanya seluruh anggota
keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza. Bila dibandingkan
dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih
pendek, suhu tubuh tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi kojungtiva
dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan
epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningkokus. Pada sepsis, anak sejak semula kelihatan sakit
berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas terdapat
leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis).
Pemeriksaan laju endap darah (LED) dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi
bakteri dengan virus. Pada meningitis meningkokokus jelas terdapat rangsangan
meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.
d. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh
karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari pertama,
diagnosis ITP sulit dibedakan dendgan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat
menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi, dan pada fase penyembuhan DBD jumlah
trombosit lebih cepat kembali normal daripada ITP.
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia demam
tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi
dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukemia. Pada anemia aplastik anak
sangat anemik, demam timbul karena infeksi sekunder5.
Penatalaksanaan
Grup A
Yang termasuk Grup A adalah pasien yang tanpa disertai warning signs dan mampu
mempertahankan asupan oral cairan yang adekuat dan memproduksi urine minimal sekali
dalam 6 jam. Sebelum diputuskan rawat jalan, pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan.
Pasien dengan hematokrit yang stabil dapat dipulangkan. Terapi di rumah untuk pasien Grup
A meliputi edukasi mengenai istirahat atau tirah baring dan asupan cairan oral yang cukup,
serta pemberian parasetamol. Pasien beserta keluarganya harus diberikan KIE tentang
warning signs secara jelas dan diberikan instruksi agar secepatnya kembali ke rumah sakit
jika timbul warning signs selama perawatan di rumah.8
Grup B
Yang termasuk Grup B meliputi pasien dengan warning signs dan pasien dengan
kondisi penyerta khusus (co-existing conditions). Pasien dengan kondisi penyerta khusus
seperti kehamilan, bayi, usia tua, diabetes mellitus, gagal ginjal atau dengan indikasi sosial
seperti tempat tinggal yang jauh dari RS atau tinggal sendiri harus dirawat di rumah sakit.
Jika pasien tidak mampu mentoleransi asupan cairan secara oral dalam jumlah yang cukup,
terapi cairan intravena dapat dimulai dengan memberikan larutan NaCl 0,9% atau Ringer’s
Lactate
dengan kecepatan tetes maintenance. Monitoring meliputi pola suhu, balans cairan (cairan
masuk dan cairan keluar), produksi urine, dan warning signs.
Tatalaksana pasien infeksi dengue dengan warning signs adalah sebagai berikut:
Mulai dengan pemberian larutan isotonic (NS atau RL) 5-7 ml/kg/jam selama 1-2
jam, kemudian kurangi kecepatan tetes menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan
kemudian kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam sesuai respons klinis.
Nilai kembali status klinis dan evaluasi nilai hematokrit. Jika hematokrit stabil atau
hanya meningkat sedikit, lanjutkan terapi cairan dengan kecepatan 2-3 ml/kg/jam
selama 2-4 jam.
Jika terjadi perburukan tanda vital dan peningkatan cepat nilai HCT, tingkatkan
kecepatan tetes menjdai 5-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam
Nilai kembali status klinis, evaluasi nilai hematokrit dan evaluasi kecepatan tetes
infuse. Kurangi kecepatan tetes secara gradual ketika mendekati akhir fase kritis yang
diindikasikan oleh adanya produksi urine dan asupan cairan yang adekuat dan nilai
hematokrit di bawah nilai baseline.
Monitor tanda vital dan perfusi perifer (setiap 1-4 jam sampai pasien melewati fase
kritis), produksi urine, hematokrit (sebelum dan sesudah terapi pengganti cairan,
kemudian setiap 6-12 jam), gula darah, dan fungsi organ lainnya (profil ginjal, hati,
dan fungsi koagulasi sesuai indikasi).
Grup C
Yang termasuk Grup C adalah pasien dengan kebocoran plasma (plasma leakage)
berat yang menimbulkan syok dan/atau akumulasi cairan abnormal dengan distres nafas,
perdarahan berat, atau gangguan fungsi organ berat. Terapi terbagi menjadi terapi syok
terkompensasi (compensated shock) dan terapi syok hipotensif (hypotensive shock).
Mulai resusitasi dengan larutan kristaloid isotonik 5-10 ml/kg/jam selama 1 jam. Nilai
kembali kondisi pasien, jika terdapat perbaikan, turunkan kecepatan tetes secara
gradual menjadi 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4
jam, kemudian 2-3 ml/kg/jam selama 2-4 jam dan selanjutnya sesuai status
hemodinamik pasien. Terapi cairan intravena dipertahankan selama 24-48 jam.
Jika pasien masih tidak stabil, cek nilai hematokrit setelah bolus cairan pertama. Jika
nilai hematorit meningkat atau masih tinggi (>50%), ulangi bolus cairan kedua atau
larutan kristaloid 10-20 ml/kg/jam selama 1 jam. Jika membaik dengan bolus kedua,
kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam dan lanjutkan
pengurangan kecepatan tetes secara gradual seperti dijelaskan pada poin sebelumnya.
Jika nilai hematokrit menurun, hal ini mengindikasikan adanya perdarahan dan
memerlukan transfusi darah (PRC atau whole blood).
Penyulit
Ensefalopati Dengue
Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau somnolen,
dapat disertai atau tidak kejang dan dapat terjadi pada DBD / SSD. Apabila pada pasien syok
dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan adanya ensefalopati, syok harus
diatasi terlebih dahulu. Apabila syok telah teratasi maka perlu dinilai kembali kesadarannya.
Pungsi lumbal dikerjakan bila kesadarannya telah teratasi dan kesadaran tetap menurun (hati-
hati bila jumlah trombosit <50.000/μl). Pada ensefalopati dengue dijumpai peningkatan
kadar transaminase (SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang, kadar gula darah menurun,
alkalosis pada analisa gas darah, dan hiponatremia (Bila mungkin periksa kadar amoniak
darah).
Kelainan Ginjal
Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang
tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang.
Untuk mencegah gagal ginjal, maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume
intravaskuler, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis
merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok
telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / Kg BB per jam. Oleh karena bila syok belum
teratasi dengan baik sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang.
Pada keadaan syok berat sering kali dijimpai akut tubular nekrosis ditandai penurunan jumlah
urine dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin5.
Oedema Paru
Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari pemberian cairan
yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sakit sesuai dengan
panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedema paru karena perembesan
plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler,
apabila cairan yang diberikan berlebih (Kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan
hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distres
pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata dan ditunjang dengan gambaran oedema paru
pada foto rontgen.
Pencegahan
1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC, drum, dan lain-
lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas kembang, tempat
minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-kurangnya seminggu sekali
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum, dan lain-lain
agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng bekas, ban
bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air hujan, agar tidak
menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan bamboo, tempurung kelapa, dan
lain-lain agar dibakar bersama sampah lainnya
4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan semen
5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak hinggap
disitu
Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk ABATE ke
dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3
bulan sekali Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut: Untuk 10 liter air
cukup dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk menakar ABATE digunakan sendok makan.
Satu sendok makan peres berisi 10 gram ABATE. Setelah dibubuhkan ABATE maka8:
1. Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu membunuh jentik Aedes
aegypti
2. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan dibersihkan/diganti airnya,
hendaknya jangan menyikat bagian dalam dinding tempat penampungan air tersebut
3. Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak membahayakan
dan tetap aman bila air tersebut diminum
Prognosis
1. WHO, Regional Office for South East Asia (2011). Comprehensive Guidelines for Prevention
and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever: Revised and expanded edition.
SEARO Technical Publication Series No. 60. India
2. Buchy P, Yoksan S, Peeling RW, Hunsperger E. Laboratory Tests for The Diagnosis of
Dengue Virus Infection. J Clin Microbiol 2006;40:376-81.
3. Hadinegoro, S.Sri Rezeki (2011). Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Terbitan Departemen Kesehatan Republik Indon esia. Edisi Ketiga. Jakarta.
4. Guzman MG, Kouri G. Dengue diagnosis, advances and challenges. Int J Infect Dis 2007;8:69-
80.
5. Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls.(2004). Diagnosis dan Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue, dalam: Current Management of Pediatrics Problem. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. Hal 63-72
6. Shu PY. Comparison of a capture immunoglobulin M (IgM) and IgG ELISA and non-
structural protein NS1 serotype-specific IgG ELISA for differentiation of primary and
secondary dengue virus infections. Clin Diagn Lab Immunol 2006;10:622-30.
7. Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran
UI : Media Aescullapius. Jakarta.
8. World Health Organization. DENGUE Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and
control. New Edition 2009.
9. Chien LJ. Development of a real time reverse transcriptase PCR assays to detect and serotype
dengue viruses. J Clin Microbiol 2008;44:1295-04.
10. Lanciotti RS. Rapid detection and typing of dengue viruses from clinical samples by using
reverse transcriptase-polymerase chain reaction. J Clin Microbiol 2008;30:545-51.
31