Anda di halaman 1dari 31

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

Nama : Rendy Cendranata


NIM : 112018034 Tanda Tangan

Pembimbing / Penguji :dr. Hendra Dwi Kurniawan, Sp.PD


.......................

I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : TN S Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 19 tahun Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Belum Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Kerja harian Pendidikan :-

Alamat : Jln. Kampung bendungan melayu no 40. Rt/w: 1/2

II. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesa Tanggal : 24/5/2019 Jam :09.30

Keluhan Utama
Demam hari ke 5.

Riwayat Penyakit Sekarang


(20-05-2019) 4 hari SMRS pasien mengaku demam. Demam dirasakan timbul mendadak.
Demam disertai menggigil, mimisan (-), gusi berdarah (-). Riwayat berpergian ke daerah endemis
malaria (-). Pasien mengaku mengkonsumsi paracetamol, panas sempat turun namun timbul kembali
beberapa jam setelan minum obat. BAB dan BAK dalam batas normal.
(21-05-2019) 3 hari SMRS, pasien mengaku demam naik turun, mimisan (-), gusi berdarah (-).
Riwayat berpergian ke daerah endemis malaria (-), disertai nyeri ulu hati, nyeri kepala bagian depan,
dan mual namun tidak muntah. Pasien mengatakan nafsu makan berkurang. BAB dan BAK dalam
batas normal.
(22-05-2019) 2 hari SMRS mengatakan demam masih terasa, mimisan (-), gusi berdarah (-).
Riwayat berpergian ke daerah endemis malaria (-), Os merasakan mual dan disertai muntah >5x, nyeri
ulu hati (+), nyeri kepala bagian depan (+), badan terasa ngilu dan lemas. Tidak nafsu makan. Pasien
akhirnya dibawah ke puskesmas terdekat. BAB dan BAK dalam batas normal.
(23-05-2019) 1 hari SMRS pasien mengaku belum ada perubahan, badan masih terasa panas,
mimisan (-), gusi berdarah (-). Riwayat berpergian ke daerah endemis malaria (-), mual (+), muntah
(+) (>3x), nyeri ulu hati (+), nyeri kepala bagian depan (+), badan terasa ngilu dan lemas. Tidak nafsu
makan. BAB dan BAK dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu (Tahun, diisi bila ya (+), bila tidak (-))

(-) Cacar (-) Malaria (-) Batuginjal / Salurankemih


(-) Cacar air (-) Disentri (-) Burut (Hernia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Wasir
(-) Batuk rejan (-) TifusAbdominalis (-) Diabetes
(-) Campak (-) Skrofula (-) Alergi
(+) Influensa (-) Sifilis (-) Tumor
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Penyakit ginjal

(-) Korea (-) Hipertensi (-) Penyakit jantung


(-) DemamRematikAkut (-) UlkusVentrikuli (-) Neurosis
(-) Pneumonia (-) UlkusDuodeni (-) Demam berdarah dengue
(-) Pleuritis ( -) Dispepsia Lain Lain:
(-) Tuberkolosis (-) BatuEmpedu (-) Trauma

Riwayat Keluarga :
Penyebab
Hubungan Umur(Tahun ) JenisKelamin KeadaanKesehatan
Meninggal
Kakek Tidak ingat L - -
Nenek Tidak ingat P - -
Ayah 55 L Sehat -
Ibu 51 P Sehat -
Kakak 25 L Sehat -
Adakah kerabat yang menderita :
Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi
Asma
Tumor
Artritis
Rematisme
Hipertensi + Ayah pasien
Jantung
Ginjal
Lambung + Ibu pasien
Diabetes + Ayah Pasien
Tuberkulosis

ANAMNESIS SISTEM
Catat keluhan tambahan positif di samping judul – judul yang bersangkutan
Harap diisi: Bila ya (+), bila tidak (-).
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam
(-) Kuku (-) Kuning / Ikterus (-) Sianosis
Kepala
(-) Trauma (+) Sakit kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Radang
(-) Sekret (-) Gangguan penglihatan
(-) Kuning / Ikterus (-) Ketajaman penglihatan
Telinga
(-) Nyeri (-) Gangguan pendengaran
(-) Sekret (-) Kehilangan pendengaran
(-) Tinitus
Hidung
(-) Rhinnorhea (-) Gejala penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman
(-) Sekret (-) Epistaksis
(-) Trauma (-) Benda asing (foreign body)
Mulut
(-) Bibir (-) Lidah
(-) Gusi Berdarah (-) Mukosa
Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorokan (-) Perubahan suara
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri leher
Dada (Jantung / Paru)
(-) Sesak napas (-) Mengi
(-) Batuk (-) Batuk darah
(-) Nyeri dada (-) Berdebar-debar
Abdomen (Lambung / Usus)
(+) Mual (+) Muntah
(-) Diare (-) Konstipasi
(+) Nyeri epigastrium (-) Nyeri kolik
(-) Tinja berdarah (-) Tinja berwarna dempul
(-) Benjolan
Saluran Kemih / Alat Kelamin
(-) Disuria (-) Hematuria (-) Kolik
(-) Hesitancy (-) Nokturia (-) Retensio Urin
(-) Kencing Batu (-) Urgency
Katanemia
(-) Leukorea (-) Perdarahan (-) Lain-lain
Saraf dan Otot
(-) Anestesi (-) Afasia (-) Sukar mengingat
(-) Parestesi (-) Ataksia (-) Kedutan (‘tick’)
(-) Otot lemah (-) Pusing (Vertigo) (-) Hipo/Hiper-esthesi
(-) Kejang (-) Pingsan (-) Amnesia
(-) Lain-lain (-) Gangguan Bicara (Disartri)
Ekstremitas
(-) Bengkak (pada kedua pergelangan kaki) (-) Deformitas
(-) Nyeri (-) Sianosis
BERAT BADAN
Berat badan rata-rata (kg) : 85 kg
Berat badan tertinggi (kg) : 175 kg
Berat badan sekarang (kg) : 82 kg
(Bila pasien tidak tahu dengan pasti)
Tetap (-)
Turun (-)
Naik (-)

RIWAYAT HIDUP

Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir :() Di rumah (√) Rumah Bersalin () R.S Bersalin

Ditolong oleh : (√) Dokter () Bidan () Dukun ( ) lain - lain

Riwayat Imunisasi
(√) Hepatitis (√) BCG (√ ) Campak (√) DPT (√ ) Polio (√) Tetanus

Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari : 2-3 kali/hari, teratur

Jumlah / Hari : 1 piring

Variasi / hari : Bervariasi

Nafsu makan : Menurun saat sakit

Pendidikan
( √) SD ( √) SLTP (-) SLTA (-) Sekolah kejurusan

(-) Akademik (-) Universitas (-) Kursus () Tidak sekolah

Kesulitan
Keuangan : Tidak ada

Pekerjaan : Tidak ada

Keluarga : Tidak ada

Lain-lain : Tidak ada


III. PEMERIKSAAN JASMANI (Dilakukan tanggal 24 Mei 2019)
Pemeriksaan Umum
Tinggi badan : 175 cm
Berat badan : 82 kg
Tekanan darah : 130/75 mmHg
Nadi : 86 kali / menit reguler
Suhu : 37,0 oC
Pernapasan : 20 kali / menit, thoracoabdominal
Keadaan gizi : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis, tampak sakit sedang
Sianosis : Tidak ada
Udema umum : Tidak ada
Cara berjalan : Normal
Mobilisasi : Aktif
Aspek Kejiwaan
Tingkah laku : wajar / gelisah / tenang / hipoaktif / hiperaktif
Alam perasaan : biasa / sedih / gembira / cemas / takut / marah
Proses pikir : wajar / cepat / gangguan waham / fobia / obsesi
Kulit
Warna : Sawo matang Efloresensi : Tidak ada
Jaringan parut : Tidak ada Pigmentasi : Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Merata Turgor kulit : Menurun
Suhu raba : Hangat Pembuluh darah : Tidak tampak pelebaran dan
kolateral
Edema : Tidak ada Lembab / kering : Lembab
Keringat : Umum Ikterus : Tidak ada
Lapisan lemak : Distribusi merata Lain-lain : Tidak ada

Kelenjar Getah Bening


Submandibula : Tidak membesar Leher : Tidak membesar
Supraklavikula : Tidak membesar Ketiak : Tidak membesar
Lipat paha : Tidak membesar
Kepala
Ekspresi wajah : Normal Simetri muka : Simetris
Rambut : Hitam, distribusi merata Pembuluh darah temporal : Teraba
Mata
Exophthalmus : Tidak ada Enophthalmus : Tidak ada
Kelopak : Ptosis (-), bekas luka (-) Konjungtiva : Tidak anemis
Lensa : Jernih Sklera : Tidak ikterik
Visus : Normal Nistagmus : Tidak ada
Gerakan mata : Normal Tekanan bola mata : Normal
Lapangan penglihatan : Normal ke segala arah

Telinga
Tuli : Tidak ada, -/-
Selaput pendengaran : Tidak hiperemis, refleks cahaya (+)
Lubang : Liang telinga lapang, serumen +/+
Penyumbatan : Tidak ada, -/- Serumen : Ada, +/+
Perdarahan : Tidak ada, -/- Cairan : Tidak ada, -/-

Hidung
Warna : Normal, merah muda Deviasi : Tidak ada
Luas lubang : Lapang Palpasi : Tidak nyeri
Sekret : Tidak ada Krepitasi : Tidak ada

Mulut
Bibir : Normal, tidak sianosis Tonsil : T1-T1, tenang
Langit-langit : Tidak hiperemis Bau pernapasan : Tidak berbau
Gigi geligi : Teratur, caries (-) Trismus : Tidak ada
Faring : Tidak hiperemis Lidah : Tidak kotor, deviasi (-)

Leher
Tekanan vena jugularis (JVP) : 5 + 2 cmH2O
Kelenjar tiroid : Normal
Kelenjar limfe : Tidak membesar
Dada
Bentuk : Simetris kanan dan kiri, sela iga tidak mencekung atau mencembung
Pembuluh darah : Tidak terlihat
Buah dada : Normal, simetris, tidak teraba adanya massa
Paru-paru
Depan Belakang
Inspeksi Kanan Gerakan simetris pada saat statis Gerakan simetris pada saat statis
Kiri dan dinamis dan dinamis
Palpasi Kanan Sela iga normal, benjolan (-), Sela iga normal, benjolan (-),
Kiri nyeri tekan (-), fremitus normal nyeri tekan (-), fremitus normal
Perkusi Kanan Sonor pada seluruh lapang paru Sonor pada seluruh lapang paru
Kiri Sonor pada seluruh lapang paru Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi Kanan Vesikuler (+), Rh (-), Wh (-) Vesikuler (+), Rh (-), Wh (-)
Kiri Vesikuler (+), Rh (-), Wh (-) Vesikuler (+), Rh (-), Wh (-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicularis kiri
Perkusi :
Batas kanan : ICS IV, linea sternalis kanan
Batas kiri : ICS V, 3 jari lateral dari linea midclavicularis kiri
Batas atas : ICS II, linea sternalis kiri
Batas pinggang : ICS III, linea midclavicularis kiri
Auskultasi : BJ I-II normal, reguler, murmur (-), Gallop (-)

Pembuluh Darah
Arteri temporalis : Teraba pulsasi Arteri karotis : Teraba pulsasi
Arteri brachialis : Teraba pulsasi Arteri radialis : Teraba pulsasi
Arteri femoralis : Teraba pulsasi Arteri poplitea : Teraba pulsasi
Arteri tibialis posterior : Teraba pulsasi
Arteri dorsalis pedis : Teraba pulsasi
Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak tampak pergerakan peristaltik, tidak tampak benjolan, tidak
ada bekas luka operasi, tidak tampak caput medusae.
Palpasi :
Dinding perut : Nyeri tekan regio epigastrium (+)
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-), bimanual (-)
Lain-lain : Tidak ada
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-),
undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+), normoperistaltik
Refleks dinding perut : (+), normal

Alat Kelamin (atas indikasi)


Tidak dilakukan
Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot Normotrofi Normotrofi
Tonus Normotonus Normotonus
Massa Tidak ada Tidak ada
Sendi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan +++++ +++++
Edema Tidak ada Tidak ada
Lain-lain - -
Tungkai dan Kaki Kanan Kiri
Luka Tidak ada Tidak ada
Varises Tidak ada Tidak ada
Otot Normotrofi Normotrofi
Tonus Normotonus Normotonus
Massa Tidak ada Tidak ada
Sendi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan +++++ +++++
Edema Tidak ada Tidak ada
Tophus Tidak ada Tidak ada
Lain-lain - -

Refleks
Kanan Kiri
Bisep + +
Trisep + +
Patella + +
Archiles + +
Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks kulit + +
Refleks patologis - -

Colok Dubur (atas indikasi)


Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium (Tanggal 24 Mei 2019)
Darah Rutin
Hemoglobin : 17.0 g/dL (N: 13.5-18.0)
Leukosit : 10.41/uL (N: 4.00-10.50)
Hematokrit : 46.1% (N: 42.0-52.0)
Jumlah Trombosit : 15/uL (N: 163-337)

Laboratorium (Tanggal 25 Mei 2019)


Darah Rutin
Hemoglobin : 15.7 g/dL (N: 13.5-18.0)
Leukosit : 10.15/uL (N: 4.00-10.50)
Hematokrit : 43.7% (N: 42.0-52.0)
Jumlah Trombosit : 25/uL (N: 163-337)
Laboratorium (Tanggal 26 Mei 2019)
Darah Rutin
Hemoglobin : 14.1g/dL (N: 13.5-18.0)
Leukosit : 8.70/uL (N: 4.00-10.50)
Hematokrit : 40.0% (N: 42.0-52.0)
Jumlah Trombosit : 76/uL (N: 163-337)

Laboratorium (Tanggal 27 Mei 2019)


Darah Rutin
Hemoglobin : 14.6 g/dL (N: 13.5-18.0)
Leukosit : 8.16/uL (N: 4.00-10.50)
Hematokrit : 40.2% (N: 42.0-52.0)
Jumlah Trombosit : 162/uL (N: 163-337)

V. RINGKASAN (RESUME)
Pasien seorang laki-laki usia 19 tahun datang ke IGD RSUD Koja dengan keluhan
demam hari ke-5, demam dirasakan mendadak dan menggigil. Mimisan (-), gusi berdarah (-).
Riwayat berpergian ke daerah endemis malaria (-). Os juga mengeluh nyeri kepala bagian
depan, nyeri ulu hati, mual hingga muntah, nafsu makan berkurang hingga Os merasa lemas.
BAB dan BAK dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, dengan
kesadaran compos mentis. Tanda tanda vital didapatkan tekanan darah 130/75mmHg, Frekuensi
o
Nadi 86 kali/menit, Frekuensi nafas 20kali/menit, Suhu 37 C. Pemeriksaan penunjang
didapatkan Hb 17.0 g/dL, Leukosit 10.41/uL, hematokrit 46.1% ,Trombosit 15/uL.

VI. DAFTAR MASALAH


1. Demam Berdarah Dengue Grade I

VII. PENGKAJIAN DAN RENCANA TATALAKSANA


1. Demam Berdarah Dengue
Berdasarkan hasil anamnesis pada pasien ini ditemukan adanya gejala-gejala demam
berdarah dengue diantaranya adanya demam, pada pasien ini demam hari ke 5 yang timbul
mendadak disertai manifestasi perdarahan (pteqie), mual dan muntah, nyeri kepala, nyeri ulu
hati, serta badan terasa ngilu dan lemas.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya penurunan trombosit
(15/uL), pada pemeriksaan darah rutin di hari ke 5 demam. Dari keluhan serta hasil
pemeriksaan penunjang pada pasien diatas sesuai dengan kriteria diagnostik DBD menurut
WHO pada tahun 2009, dimana pada pasien DBD didapatkan gejala seperti demam tinggi
mendadak selama 2-7 hari, disertai manifestasi perdarahan seperti pteqie. Selain itu
didapatkan adanya trombositopenia (<100.000/uL).

Rencana diagnostik:
 Pemeriksaan H2TL tiap 12 jam.
 Pemeriksaan elektrolit sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
 Pemeriksaan radiologis untuk mengetahui adanya kebocoran plasma yang hebat seperti
efusi pleura.

Rencana Terapi:
 Pemantauan cairan dengan infus Kristaloid (Ringer Laktat) 12tpm.
 Obat antipiretik untuk demam : Paracetamol 3x500mg
 Obat antiemetic : Ranitidine 2x50mg, Ondacentron 3x4mg

Rencana edukasi:
 Melakukan 3M (mengubur, menguras, mengganti) di rumah
 Memberikan bubuk abate di bak mandi rumah
 Memberitahu pasien agar tidak beraktifitas karena berisiko terjadi perdarahan
 Menganjurkan pasien untuk banyak minum air putih

VIII. KESIMPULAN DAN PROGNOSIS


Kesimpulan
Os bernama TN. S 19 tahun dengan demam berdarah dengue
Prognosis
1. Ad vitam : dubia
2. Ad functionam : bonam
3. Ad sanationam : bonam

PROGRESS NOTE
Sabtu, 25 Mei 2019
1. Demam Berdarah Dengue grade I
S : Os demam(+), mual(+), muntah (+), sakit kepala masih ada, nyeri ulu hati (+), lemas, tidak
nafsu makan.
O : TSS, CM TD 120/70 mmHg, HR 80 x/menit, S 36.5 C, RR 18 x/menit, Leukosit
10,15/uL, Jumlah Trombosit 25.000/uL
A : DBD Perbaikan
P : IVFD RL 6tpm, Paracetamol 3x500mg, inj omeprazole 2x1, inj ranitidin 2x50mg,
ondansentron 3x1amp, cefixime 200mg 2x1, H2TL per 12 jam.

Minggu, 26 Mei 2019


1. Demam Berdarah Dengue Grade I
S : Os mengatakan sudah mendingan, mual (+), muntah (-), nyeri kepala (-), nyeri ulu hati(+),
OS sudah tidak lemas lagi
O: TSR, CM TD 120/80 mmHg, HR 84 x/menit, S 36,3 C, RR 20 x/menit,
Hb: 14.1g/dL, Leukosit 8.70/uL, Hematokrit 40,0%, trombosit 76.000/uL.
A : DBD perbaikan
P : Terapi lanjut

Senin, 27 Mei 2019


1. Demam Berdarah Dengue Grade I
S : Os mengatakan keluhan cuma nyeri perut minimal.
O: TSR, CM TD 125/75 mmHg, HR 80 x/menit, S 36,0 C, RR 20 x/menit,
Hb: 14.6g/dL, Leukosit 8.16/uL, Hematokrit 40,2%, trombosit 162.000/uL.
A : DBD perbaikan
P : Pasien pulang, cefixime 200mg2x1, omeprazol 2x1,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam mendadak 2-7 hari disertai gejala
perdarahan dengan atau tanpa syok, disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan
trombositopenia (trombosit kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau lebih
dari nilai normal1.

Epidemiologi

Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus dengue secara
global. Di seluruh dunia 50-100 milyar kasus telah dilaporkan. Setiap tahunnya sekitar
500.00 kasus DBD perlu perawatan di rumah sakit, 90% diantaranya adalah anak – anak
usia kurang dari 15 tahun. Angka kematian DBD diperkirakan sekitar 5% dan sekitar 25.000
kasus kematian dilaporkan setiap harinya2.

Etiologi dan Transmisi

DBD diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan RNA virus
dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan kapsul lipid. Virus ini termasuk
kedalam kelompok arbovirus B, famili Flaviviridae, genus Flavivirus. Flavivirus merupakan
virus yang berbentuk sferis, berdiameter 45-60 nm, mempunyai RNA positif sense yang
terselubung, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietil eter dan natrium
dioksikolat, stabil pada suhu 70oC3,4. Virus dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1,
DEN 2, DEN 3, DEN 4.5

Manifestasi klinis dengue selain dipengaruhi oleh virus dengue itu sendiri, terdapat 2
faktor lain yang berperan yaitu faktor host dan vektor perantara. Virus dengue dikatakan
menyerang manusia dan primata yang lebih rendah. Penelitian di Afrika menyebutkan bahwa
monyet dapat terinfeksi virus ini. Transmisi vertikal dari ibu ke anak telah dilaporkan
kejadiannya di
Bangladesh dan Thailand6. Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes aegypti betina,
disamping pula Aedes albopictus betina4. Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam
berdarah (nyamuk Aedes aegypti)6:

 Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih


 Hidup di dalam dan di sekitar rumah
 Menggigit/menghisap darah pada siang hari
 Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
 Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah bukan di
got/comberan
 Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung, dan lain-lain.

Aedes aegypti betina.

Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti, maka virus dengue
akan masuk bersama darah yang diisap olehnya. Didalam tubuh nyamuk itu virus dengue
akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar ke seluruh bagian tubuh
nyamuk. Sebagian besar virus akan berada dalam kelenjar air liur nyamuk. Jika nyamuk
tersebut menggigit seseorang maka alat tusuk nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah,
sebelum darah orang itu diisap maka terlebih dahulu dikeluarkan air liurnya agar darah yang
diisapnya tidak membeku7. Bersama dengan air liur inilah virus dengue tersebut ditularkan
kepada orang lain.

Patofisiologi dan Patogenesis


Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD) disebabkan oleh
virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan
perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah hemokonsentrasi yang khas pada DBD yang
bisa mengarah pada kondisi renjatan. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang
diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis
demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang
di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2
hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan
segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi
APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi
sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan
mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga
mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali
yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.8

Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang


terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya. Dapat
terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi trombosit yang menyebabkan
trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.8 Imunopatogenesis DBD dan DSS
masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan
perubahan patogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori virulensi dan hipotesis infeksi
sekunder (secondary heterologous infection theory).

Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti juga virus
binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi
fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan mempunyai potensi untuk
menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat
serotipe virus yang paling virulen.7,3

Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan bahwa jika


terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka antibodi tersebut dapat
mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam tubuh merupakan
antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang
berat.2 Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan
dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga
mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan
infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi
tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.3
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) dapat dilihat pada gambar dibawah. Sebagai akibat infeksi sekunder
oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang
akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit
dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu, replikasi virus
dengue terjadi juga di dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus
dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi
(virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.

Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan


permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke
ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai
lebih dari 30% dan berlangsung selama 24 – 48 jam. Perembesan plasma yang erat
hubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti dengan
adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya cairan di
dalam rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara adekuat
akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh karena itu
pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.3
Secondary heterologous dengue infection
Replikasi virus Anamnestic antibody response

Kompleks Virus-Antibody Aktivasi Komplemen

Komplemen
Anafilatoksin (C3a, C5a) Histamin dalam urin meningkat

Permeabilitas kapiler meningkat


Ht Meningkat
>30% pd kasus
syok 24-48 jam Perembesan Plasma Natrium Menurun
Cairan dalam rongga
Hipovolemia serosa

SYOK
Anoksia Asidosis
MENINGGAL

Patogenesis Terjadinya Syok Pada DBD.

Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin diphosphat ), sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial
system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan
pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif (KID;
koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen
degradation product ) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga


walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi dengan baik. Di sisi lain,
aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hagemen sehingga terjadi aktivasi
sistem kinin kalikrein sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat
mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh
trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan
kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang
terjadi.3

Secondary heterologous dengue infection

Replikasi virus Anamnestic antibody respose


Kompleks Virus-Antibody

Agregasi Trombosit Aktivasi Koagulasi Aktivasi Komplemen


Pengeluaran
Penghancuran Platelet faktor III Aktivasi Faktor Hageman
Trombosit oleh RES Anafilaktosin
Koagulopati Sistem Kinin
Trombositopenia
konsumtif
Peningkatan
Gangguan fungsi Kinin
Permeabilitas
trombosit Penurunan faktor
kapiler
Pembekuan
FDP Meningkat
PERDARAHAN MASIF SYOK
Patogenesis Terjadinya Perdarahan pada DBD.

Spektrum Klinis dan Derajat Penyakit

Perjalanan infeksi virus di dalam tubuh manusia sangat tergantung dari interaksi
antara kondisi imunologik dan umur seseorang. Oleh karena itu infeksi virus dengue dapat
tidak menunjukan gejala (asimptomatik) ataupun bermanifestasi klinis ringan yaitu demam
tanpa penyebab yang jelas, demam dengue (DD) dan bermanifestasi berat dengan demam
berdarah dengue (DBD) tanpa syok atau sindrom syok dengue (SSD).1 Namun, untuk alasan
praktis, infeksi dengue yang tidak berat (non-severe dengue) dapat dikelompokkan ke dalam
2 kelompok yaitu pasien dengan warning sign dan tanpa warning sign.

Diagnosis

Kriteria untuk mendiagnosis dengue (dengan atau tanpa warning sign) dan severe dengue
dapat dilihat pada gambar dibawah

Klasifikasi Infeksi Dengue7

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis
DBD adalah pemeriksaan darah lengkap, urine, serologi dan isolasi virus. Yang
signifikan dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, selain itu untuk mendiagnosis
DBD secara definitif dengan isolasi virus, identifikasi virus dan serologis.

Darah Lengkap :
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai
pada DBD merupakan indikator terjadinya perembesan plasma, Selain
hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan leukopenia.8

Isolasi Virus :
Ada beberapa cara isolasi dikembangkan, yaitu :2,4
a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari.
b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCKMK2) dan nyamuk A. albopictus.
c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik / intraserebri pada larva.
Identifikasi Virus :

Adanya pertumbuhan virus dengue dapat diketahui dengan melakukan fluorescence antibody
technique test secara langsung atau tidak langsung dengan menggunakan cunjugate. Untuk
identifikasi virus dipakai flourensecence antibody technique test secara indirek dengan
menggunakan antibodi monoklonal.2,4

Uji Serologi :

1. Uji hemaglutinasi inhibasi ( Haemagglutination Inhibition Test = HI test) 2,4


Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang paling sering dipakai dan
digunakan sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis. Terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam uji HI ini :

a. Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak dapat
menunjukan tipe virus yang menginfeksi
b. Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali (48 tahun), maka uji ini baik
digunakan pada studi seroepidemiologi.
c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali lipat dari titer serum
akut atau konvalesen dianggap sebagai presumtive positif, atau diduga keras positif
infeksi dengue yang baru terjadi (Recent dengue infection )
2. Uji Komplement Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test )2,4
Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik secara rutin oleh karena selain
cara pemeriksaan agak ruwet, prosedurnya juga memerluikan tenaga periksa yang sudah
berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan
sampai beberapa tahun saja ( 2 – 3 tahun )
3. Uji neutralisasi ( Neutralisasi Tes = NT test )
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue. Biasanya uji
neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization Test ( PRNT )
yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Saat antibodi neutralisasi
dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi komplemen tetapi lebih
cepat dari antibodi fiksasi dan bertahan lama (48 tahun). Uji neutralisasi juga rumit dan
memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.

4. IgM Elisa ( IgM Captured Elisa = Mac Elisa)6


Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi yang banyak sekali dipakai.
Sesuai namanya test ini akan mengetahui kandungan IgM dalam serum pasien. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam uji mac elisa adalah :
a. Pada perjalanan penyakit hari 4 – 5 virus dengue, akan timbul IgM yang diikuti oleh
IgG.
b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat ditentukan diagnosis
yang tepat.
c. Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal ini perlu diulang.
d. Apabila hari ke 6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.
e. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 – 3 bulan setelah adanya infeksi. Untuk
memeperjelas hasil uji IgM dapat juga dilakukan uji terhadap IgG. Untuk itu uji IgM
tidak boleh dipakai sebagai satu – satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.
f. Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji HI, dengan kelebihan uji
mac elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama
dengan uji HI.
5. IgG Elisa
Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang sebanding dengan uji HI , hanya sedikit
lebih spesifik. Beberapa merek dagang kita uji untuk infeksi dengue IgM / IgG dengue
blot, dengue rapid IgM, IgM elisa, IgG elisa, yang telah beredar di pasaran. Pada dasarnya,
hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase konvalesen terhadap
titer antibodi fase akut (naik empat kali kelipatan atau lebih).6

Metode Diagnosis Baru (RTPCR) :

Akhir-akhir ini dengan berkembangnya ilmu biologi molekular, diagnosis infeksi


virus dengue dapat dilakukan dengan suatu uji yang disebut Reverse Transcriptase
Polymerase Chai Reaction (RTPCR).9,10 Cara ini merupakan cara diagnosis yang sangat
sensitif dan spesifik terhadap serotipe tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan
mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari spesimen yang berasal dari darah, jaringan
tubuh manusia , dan nyamuk. Meskipun sensitivitas PCR sama dengan isolasi virus, PCR
tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan spesimen yang kurang baik (misalnya dalam
penyimpanan dan handling), bahkan adanya antibodi dalam darah juga tidak mempengaruhi
hasil dari PCR.9,10

Pemeriksaan Radiologi

Kelainan yang bisa didapatkan antara lain5:

1. Dilatasi pembuluh darah paru


2. Efusi pleura
3. Kardiomegali atau efusi perikard
4. Hepatomegali
5. Cairan dalam rongga peritoneum
6. Penebalan dinding vesika felea

Diagnosis Banding

a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus, atau
penyakit protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis chikungunya,
malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan
antara DBD dengan penyakit lain.
b. DBD harus dibedakan pada deman chikungunya (DC). Pada DC biasanya seluruh anggota
keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza. Bila dibandingkan
dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih
pendek, suhu tubuh tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi kojungtiva
dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan
epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningkokus. Pada sepsis, anak sejak semula kelihatan sakit
berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas terdapat
leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis).
Pemeriksaan laju endap darah (LED) dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi
bakteri dengan virus. Pada meningitis meningkokokus jelas terdapat rangsangan
meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.
d. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh
karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari pertama,
diagnosis ITP sulit dibedakan dendgan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat
menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi, dan pada fase penyembuhan DBD jumlah
trombosit lebih cepat kembali normal daripada ITP.
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia demam
tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi
dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukemia. Pada anemia aplastik anak
sangat anemik, demam timbul karena infeksi sekunder5.

Penatalaksanaan

Berdasarkan panduan WHO 2009, pasien dengan infeksi dengue dikelompokkan ke


dalam 3 kelompok yaitu Grup A, B, dan C.5 Pasien yang termasuk Grup A dapat menjalani
rawat jalan. Sedangkan pasien yang termasuk Grup B atau C harus menjalani perawatan di
rumah sakit. Sampai saat ini belum tersedia terapi antiviral untuk infeksi dengue. Prinsip
terapi bersifat simptomatis dan suportif.

Grup A

Yang termasuk Grup A adalah pasien yang tanpa disertai warning signs dan mampu
mempertahankan asupan oral cairan yang adekuat dan memproduksi urine minimal sekali
dalam 6 jam. Sebelum diputuskan rawat jalan, pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan.
Pasien dengan hematokrit yang stabil dapat dipulangkan. Terapi di rumah untuk pasien Grup
A meliputi edukasi mengenai istirahat atau tirah baring dan asupan cairan oral yang cukup,
serta pemberian parasetamol. Pasien beserta keluarganya harus diberikan KIE tentang
warning signs secara jelas dan diberikan instruksi agar secepatnya kembali ke rumah sakit
jika timbul warning signs selama perawatan di rumah.8

Grup B

Yang termasuk Grup B meliputi pasien dengan warning signs dan pasien dengan
kondisi penyerta khusus (co-existing conditions). Pasien dengan kondisi penyerta khusus
seperti kehamilan, bayi, usia tua, diabetes mellitus, gagal ginjal atau dengan indikasi sosial
seperti tempat tinggal yang jauh dari RS atau tinggal sendiri harus dirawat di rumah sakit.
Jika pasien tidak mampu mentoleransi asupan cairan secara oral dalam jumlah yang cukup,
terapi cairan intravena dapat dimulai dengan memberikan larutan NaCl 0,9% atau Ringer’s
Lactate

dengan kecepatan tetes maintenance. Monitoring meliputi pola suhu, balans cairan (cairan
masuk dan cairan keluar), produksi urine, dan warning signs.

Tatalaksana pasien infeksi dengue dengan warning signs adalah sebagai berikut:

 Mulai dengan pemberian larutan isotonic (NS atau RL) 5-7 ml/kg/jam selama 1-2
jam, kemudian kurangi kecepatan tetes menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan
kemudian kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam sesuai respons klinis.
 Nilai kembali status klinis dan evaluasi nilai hematokrit. Jika hematokrit stabil atau
hanya meningkat sedikit, lanjutkan terapi cairan dengan kecepatan 2-3 ml/kg/jam
selama 2-4 jam.
 Jika terjadi perburukan tanda vital dan peningkatan cepat nilai HCT, tingkatkan
kecepatan tetes menjdai 5-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam
 Nilai kembali status klinis, evaluasi nilai hematokrit dan evaluasi kecepatan tetes
infuse. Kurangi kecepatan tetes secara gradual ketika mendekati akhir fase kritis yang
diindikasikan oleh adanya produksi urine dan asupan cairan yang adekuat dan nilai
hematokrit di bawah nilai baseline.
 Monitor tanda vital dan perfusi perifer (setiap 1-4 jam sampai pasien melewati fase
kritis), produksi urine, hematokrit (sebelum dan sesudah terapi pengganti cairan,
kemudian setiap 6-12 jam), gula darah, dan fungsi organ lainnya (profil ginjal, hati,
dan fungsi koagulasi sesuai indikasi).

Grup C

Yang termasuk Grup C adalah pasien dengan kebocoran plasma (plasma leakage)
berat yang menimbulkan syok dan/atau akumulasi cairan abnormal dengan distres nafas,
perdarahan berat, atau gangguan fungsi organ berat. Terapi terbagi menjadi terapi syok
terkompensasi (compensated shock) dan terapi syok hipotensif (hypotensive shock).

Terapi cairan pada pasien dengan syok terkompensasi meliputi:

 Mulai resusitasi dengan larutan kristaloid isotonik 5-10 ml/kg/jam selama 1 jam. Nilai
kembali kondisi pasien, jika terdapat perbaikan, turunkan kecepatan tetes secara
gradual menjadi 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4
jam, kemudian 2-3 ml/kg/jam selama 2-4 jam dan selanjutnya sesuai status
hemodinamik pasien. Terapi cairan intravena dipertahankan selama 24-48 jam.

 Jika pasien masih tidak stabil, cek nilai hematokrit setelah bolus cairan pertama. Jika
nilai hematorit meningkat atau masih tinggi (>50%), ulangi bolus cairan kedua atau
larutan kristaloid 10-20 ml/kg/jam selama 1 jam. Jika membaik dengan bolus kedua,
kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam dan lanjutkan
pengurangan kecepatan tetes secara gradual seperti dijelaskan pada poin sebelumnya.
 Jika nilai hematokrit menurun, hal ini mengindikasikan adanya perdarahan dan
memerlukan transfusi darah (PRC atau whole blood).

Terapi cairan pada pasien dengan syok hipotensif meliputi:

 Mulai dengan larutan kristaloid isotonik intravena 20 ml/kg/jam sebagai bolus


diberikan dalam 15 menit.
 Jika terdapat perbaikan, berikan cairan kristaloid atau koloid 10 ml/kg/jam selama 1
jam, kemudian turunkan kecepatan tetes secara gradual.
 Jika tidak terdapat perbaikan atau pasien masih tidak stabil, evaluasi nilai hematokrit
sebelum bolus cairan. Jika hematokrit rendah (<40%), hal ini menandakan adanya
perdarahan, siapkan cross-match dan transfusi. Jika hematokrit tinggi dibandingkan
nilai basal, ganti cairan dengan cairan koloid 10-20 ml/kg/jam sebagai bolus kedua
selama 30 menit sampai 1 jam, nilai ulang setelah bolus kedua.
 Jika terdapat perbaikan, kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2
jam, kemudian kembali ke cairan kristaloid dan kurangi kecepatan tetes seperti poin
penjelasan sebelumnya.
 Jika pasien masih tidak stabil, evaluasi ulang nilai hematokrit setelah bolus cairan
kedua. Jika nilai hematokrit menurun, hal ini menandakan adanya perdarahan. Jika
hematokrit tetap tinggi atau bahkan meningkat (>50%), lanjutkan infus koloid 10-20
ml/kg/jam sebagai bolus ketiga selama 1 jam, kemudian kurangi menjadi 7-10
ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian ganti dengan cairan kristaloid dan kurangi
kecepatan tetes.
 Jika terdapat perdarahan, berikan 5-10 ml/kg/jam transfusi PRC segar atau 10-20
ml/kg/jam whole blood segar.
Kriteria memulangkan pasien
Pasien dapat dipulangkan apabila :

- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

- Nafsu makan membaik


- Secara klinis tampak perbaikan
- Hematokrit stabil
- Tiga hari setelah syok teratasi
- Jumlah trombosit > 50.000/µl
- Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)1.

Penyulit

Ensefalopati Dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan


dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan
metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab
ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, kemungkinan dapat juga
disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi
intravaskuler yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar
darah otak. Dikatakan juga bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati
akut5.

Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau somnolen,
dapat disertai atau tidak kejang dan dapat terjadi pada DBD / SSD. Apabila pada pasien syok
dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan adanya ensefalopati, syok harus
diatasi terlebih dahulu. Apabila syok telah teratasi maka perlu dinilai kembali kesadarannya.
Pungsi lumbal dikerjakan bila kesadarannya telah teratasi dan kesadaran tetap menurun (hati-
hati bila jumlah trombosit <50.000/μl). Pada ensefalopati dengue dijumpai peningkatan
kadar transaminase (SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang, kadar gula darah menurun,
alkalosis pada analisa gas darah, dan hiponatremia (Bila mungkin periksa kadar amoniak
darah).

Kelainan Ginjal

Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang
tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang.
Untuk mencegah gagal ginjal, maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume
intravaskuler, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis
merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok
telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / Kg BB per jam. Oleh karena bila syok belum

teratasi dengan baik sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang.
Pada keadaan syok berat sering kali dijimpai akut tubular nekrosis ditandai penurunan jumlah
urine dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin5.
Oedema Paru

Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari pemberian cairan
yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sakit sesuai dengan
panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedema paru karena perembesan
plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler,
apabila cairan yang diberikan berlebih (Kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan
hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distres
pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata dan ditunjang dengan gambaran oedema paru
pada foto rontgen.
Pencegahan

Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk Demam


Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN (Pembersihan Sarang Nyamuk) Upaya
ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat,
dengan cara sebagai berikut:

1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC, drum, dan lain-
lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas kembang, tempat
minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-kurangnya seminggu sekali
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum, dan lain-lain
agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng bekas, ban
bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air hujan, agar tidak
menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan bamboo, tempurung kelapa, dan
lain-lain agar dibakar bersama sampah lainnya
4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan semen
5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak hinggap
disitu

Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk ABATE ke
dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3
bulan sekali Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut: Untuk 10 liter air
cukup dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk menakar ABATE digunakan sendok makan.
Satu sendok makan peres berisi 10 gram ABATE. Setelah dibubuhkan ABATE maka8:

1. Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu membunuh jentik Aedes
aegypti
2. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan dibersihkan/diganti airnya,
hendaknya jangan menyikat bagian dalam dinding tempat penampungan air tersebut
3. Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak membahayakan
dan tetap aman bila air tersebut diminum
Prognosis

Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya penanganan


diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I dan II umumnya baik. DBD
derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong. Angka
kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi penggantian
cairan yang baik bisa menjadi 1-2 %. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang,
dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit DHF pada orang
dewasa umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada kasus- kasus DHF yang disertai
komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya buruk.

KESIMPULAN DAN SARAN

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/


DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfoadenopati,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan degue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan (syok). Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan
transmisi virus dengue yaitu: 1) vektor: perkembang-biakan vektor, kebiasaan mengigit,
kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2)
pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap
nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3) lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan
penduduk. Saran dari kami yaitu perlu adanya pengarahan lengkap, efektif, dan efisien, yang
berupa sikap atau contoh gerakan bebas Demam Berdarah Dengue lebih lanjut tentang
demam Demam Berdarah Dengue dengan sasaran yang tepat dan perbaikan perilaku yang
lebih efisien terhadap komunitas. Adanya pengarahan terhadap pasien yang lebih ditekankan
pada aspek perubahan perilaku, di antaranya tentang tindakan pencegahan, 3M, penggunaan
abate, dan pengetahuan tentang fogging. Diharapkan dapat membantu pasien mencegah
penyebaran DHF di lingkungan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO, Regional Office for South East Asia (2011). Comprehensive Guidelines for Prevention
and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever: Revised and expanded edition.
SEARO Technical Publication Series No. 60. India
2. Buchy P, Yoksan S, Peeling RW, Hunsperger E. Laboratory Tests for The Diagnosis of
Dengue Virus Infection. J Clin Microbiol 2006;40:376-81.
3. Hadinegoro, S.Sri Rezeki (2011). Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Terbitan Departemen Kesehatan Republik Indon esia. Edisi Ketiga. Jakarta.
4. Guzman MG, Kouri G. Dengue diagnosis, advances and challenges. Int J Infect Dis 2007;8:69-
80.
5. Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls.(2004). Diagnosis dan Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue, dalam: Current Management of Pediatrics Problem. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. Hal 63-72
6. Shu PY. Comparison of a capture immunoglobulin M (IgM) and IgG ELISA and non-
structural protein NS1 serotype-specific IgG ELISA for differentiation of primary and
secondary dengue virus infections. Clin Diagn Lab Immunol 2006;10:622-30.
7. Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran
UI : Media Aescullapius. Jakarta.
8. World Health Organization. DENGUE Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and
control. New Edition 2009.
9. Chien LJ. Development of a real time reverse transcriptase PCR assays to detect and serotype
dengue viruses. J Clin Microbiol 2008;44:1295-04.
10. Lanciotti RS. Rapid detection and typing of dengue viruses from clinical samples by using
reverse transcriptase-polymerase chain reaction. J Clin Microbiol 2008;30:545-51.
31

Anda mungkin juga menyukai