Anda di halaman 1dari 16

PROSES INVOLUSI DAN TAHAP PEURPERIUM

Dosen Pembimbing : Evy Brina .S.S.T.

Disusun oleh :

Nadia Amaliah 2116034

DIII Kebidanan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Rajawali
2016 / 2017
A. Masa Nifas
a.) Pengertian masa nifas
Masa nifas atau peurperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai
dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Prawirohardjo, 2013).
Masa nifas (peurperium) merupakan masa yang rawan bagi ibu. Sekitar 60%
kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan hampir 50% dari kematian pada masa
nifas terjadi pada 24 jam pertama setelah melahirkan, di antaranya di sebabkan
oleh adanya komplikasi masa nifas. Selama ini, perdarahan pasca persalinan
merupakan penyebab kematian ibu, namun dengan meningkatnya persediaan
darah dan sistem rujukan, maka infeksi menjadi lebih menonjol sebagai penyebab
kematian dan mordibitas ibu (Purwoastuti, 2015).
b.) Tahapan Masa Nifas
Masa nifas terbagi dalam 3 tahapan, yaitu :
1. Peuperium dini
Suatu masa kepulihan saat ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2. Peurperium intermedial
Suatu masa dimana kepulihan dari organ-organ reproduksi selama kurang lebih
enam minggu.
3. Remote peuperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan
sempurna terutama ibu bila ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami
komplikasi (Yanti, 2011).
B. Perubahan fisiologis masa nifas pada sistem reproduksi
Perubahan alat-alat genital baik interna maupun eksterna kembali seperti semula
seperti sebelum hamil disebut involusi. Bidan dapat membantu ibu untuk mengatasi dan
memahami perubahan-perubahan seperti :
 Involusi uterus
 Involusi tempat plasenta
 Perubahan ligamen
 Perubahan serviks
 Lochia perubahan vulva, vagina dan perineum

reproduksiumj.blogspot.com
1.)
1. Involusi uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus
kembali ke kondisi sebelum hamil.
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
 Iskemia miometrium. Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus
menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus
menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
 Atrofi jaringan. Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon
estrogen saat pelepasan plasenta.
 Autolysis. Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot
uterus. Enzim proteolitik akan akan memendekan jaringan otot yang telah
mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5
kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan
karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.
 Efek oksitosin. Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot
uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi
situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan (Yanti,
2011).

Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil, perubahan-
perubahan normal pada uterus selama postpartum adalah sebagai berikut :
Involusi uteri Tinggi fundus uteri Berat uterus Diameter uterus
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm
7 hari (1 minggu) Pertengahan pusat dan 500 gram 7,5 cm
simfisis
14 hari (2 minggu) Tidak teraba 350 gram 5 cm
6 minggu Normal 60 gram 2.5 cm
Tabel 1.1 perubahan fundus uteri pada masa nifas.
2. Involusi tempat plasenta
Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan menonjol
ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, dengan cepat luka mengecil,
pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm.
Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas
plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh
thrombus. Luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan
karena diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka.
Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6
minggu. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua
basalis. Pertumbuhan kelenjar ini mengikis pembuluh darah yang membeku pada
tempat implantasi plasenta hingga terkelupas dan tidak dipakai lagi pada
pembuangan lochia (Yanti, 2011).
3. Perubahan ligamen
Setelah bayi lahir, ligamen dan diafragma pelvis fasia yang meregang sewaktu
kehamilan dan saat melahirkan, kembali seperti sedia kala. Perubahan ligamen
yang dapat terjadi pasca melahirkan antara lain : ligamentum rotundum menjadi
kendur yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi; ligamen fasia,
jaringan penunjang alat genitalia menjadi agak kendor (Yanti, 2011).
4. Perubahan pada serviks
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai, dan
berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi sehingga
perbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk cincin. Warna serviks merah
kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah, segera setelah bayi dilahirkan
tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan 2-3 jari. Dan setelah 1 minggu, hanya
1 jari saja yang dapat masuk.
Oleh karena hiperpalpasi dan retraksi serviks, robekan serviks dapat sembuh.
Namun demikian, selesai involusi, ostium eksternum tidak sama waktu sebelum
hamil. Pada umumnya ostium eksternum lebih besar, tetap ada retak-retak dan
robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya (Yanti,
2011).
5. Lochia
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan
menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan,
percampuran antara darah dan desidua inilah yang dinamakan lochia.
Lochia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi
basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi
asam yang ada pada vagina normal (Yanti, 2011).
Lochia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan
volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lochia mengalami perubahan
karena proses involusi. Pengeluaran lochia dapat dibagi menjadi lochia rubra,
sanguilenta, serosa dan alba. Perbedaan masing-masing lochia dapat dilihat
sebagai berikut:
Lochia Waktu Warna Ciri-ciri
Rubra 1-3 hari Merah Terdiri dari sel desidua,
kehitaman verniks caseosa, sisa
mekoneum dan sisa darah.
Sanguilenta 3-7 hari Putih bercampur Sisa sarah bercampur lendir.
merah
Serosa 7-14 hari Kekuningan/ Lebih sedikit darah dan lebih
Lochia Waktu Warna Ciri-ciri
kecoklatan banyak serum, juga terdiri dari
leukosit dan robekan laserasi
plasenta.
Alba >14 hari Putih Mengandung leukosit, selaput
lendir serviks, dan serabut
jaringan yang aman.
Tabel 1.2 perubahan lochia pada masa nifas.
Umumnya jumlah lochia lebih sedikit bila wanita postpartum dalam posisi berbaring
daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas
saat wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat
berdiri. Total jumlah rata-rata pengeluaran lochia sekitar 240 hingga 270 ml (Yanti,
2011).
6. Vulva, vagina dan perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta
peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam
keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen tampak
sebagai tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan berubah menjadi
karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara. Ukuran vagina akan selalu
lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum
mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun
dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskupun demikian, jahitan pada
perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina
hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir peurperium dengan
latihan harian (Yanti, 2011).
C. Pengkajian Involusi Uterus Pasca Partum
Ada beberapa sapek dalam palpasi abdomen pada uterus pasca partum yang
berkontribusi dalam observasi secara keseluruhan. Yang pertama adalah
mengidentifikasi letak dan tinggi fundus dalam abdomen (parameter) atas uterus.
Kemudian, dilanjutkan dengan pengkajian kondisi uterus dengan melakukan palpasi
untuk mengetahui kontraksi otot uterus dan juga mengidentifikasi apakah palpasi uterus
tersebut mengakibatkan nyeri pada ibu . jika semua pemeriksaan ini digabungkan, akan
memberikan pengkajian yang menyeluruh mengenai kondisi uterus dan kemajuan
involusi uterus dapat digambarkan. Temuan dari pengkajian tersebut harus secara jelas
mencatat posisi uterus terhadap umbilikus atau simfisis pubis, kondisi kontraksi uterus,
dan adanya nyeri saat dilakukan palpasi (Fraser, 2011).
a.) Pendekatan yang disarankan dalam pengkajian involusi uterus pascapartum
a. Diskusikan bersama ibu mengenai pentingnya pengkajian uterus dan minta
persetujuannya untuk tetap melanjutkan pemeriksaan ini. Ia harus mengosongkan
kandung kemihnya setengah jam sebelumnya.
b. Jaga privasi dan berikan lingkungan yang nyaman sehingg aibu tersebut dapat
berbaring dengan kepala disangga. Berikan penutup pada kaki dan abdomennya.
c. Tangan bidan harus bersih dan hangat dan bantu ibu untuk membuka area
abdomennya. Pengkajian tidak boleh dilakukan jika masih terdapat pakaian pada
abdomen.
d. Bidan berdiri menghadap ibu dan meletakkan tepi tangan bagian bawah diarea
umbilikus, dengan lembut lakukan palpasi ke bawah dan menuju tulang belakang
hingga fundus uterus teraba.
e. Fundus dipalpasi untuk mengkaji lokasinya dan derajat kontraksi uterus. Catat jika
terdapat nyeri atau nyeri tekan.
f. Setelah menyelesaikan pengkajian, bidan harus membantu ibu untuk berpakaian
kembali dan duduk.
g. Bidan selanjutnya menanyakan pada ibu mengenai warna dan jumlah perdarahan
per vagina serta apakah terdapat bekuan darah atau apakah ia khawatir terhadap
kehilangan darah tersebut.
h. Setelah pengkajian, ibu harus diberikan informasi mengenai hal-hal yang
ditemukan dan tindakan lebih lanjut yang diperlukan, dan kemudian bidan
mendokumentasikan pengkajian yang dilakukan dalam catatan kebidanan (Fraser,
2011).
D. Kelainan pada uterus
1. Subinvolusi
Sesudah persalinan uterus yang beratnya 1.000 gram akan mengecil sampai
menjadi 40-60 gram dalam 6 minggu. Proses ini dinamakan involusi uterus, yang
didahului oleh kontraksi uterus yang kuat, yang menyebabkan berkurangnya
peredaran darah dalam organ tersebut. Kontraksi itu dalam masa nifas berlangsung
terus walaupun tidak sekuat pada permulaan. Hal tersebutserta hilangnya
pengaruh estrogen dan progesteron menyebabkan autolysis dengan akibat sel-sel
otot pada dinding uterus menjadi lebih kecil dan lebih pendek.
Pada sub-involusi proses mengecilnya uterus terganggu. Faktor-faktor penyebab
antara lain tertinggalnya sisaa plasenta di dalam rongga uterus, endometritis,
adanya mioma uteri, dan sebagainya. Pada peristiwa ini lochia bertambah banyak
dan tidak jarang terdapat pula perdarahan.
Pada pemeriksaan bimanual ditemukan uterus lebih besar dan lebih lembek
daripada yang seharusnya sesuai dengan masa nifas.
Terapi sub-involusi ialah pemberian ergometrin per-os atau suntikan intramuskular.
Pada sub-involusi karena tertinggalnya sisa plasenta, perlu dilakukan kerokan
rongga rahim (kuretase) (Prawirohardjo, 2010).
2. Perdarahan nifas sekunder
Perdarahan nifas sekunder bila terjadi24 jam atau lebih pasca persalinan.
Perdarahan ini bisa timbul pada minggu kedua nifas. Perdarahan nifas sekunder ini
ditemukan kurang dari 1% dari semua persalinan. Sebab-sebabnya ialah adanya
subinvolusi kelainan kongenital uterus, inversio uteri submukosum, dan
penghentian obat estrogen untuk menghentikan laktasi.
Terapi dapat dimulai dengan pemberian 0,5 mg engometrin intramuskular, yang
dapat diulangi dalam 4 jam atau kurang. Perdarahan yang banyak memerlukan
pemeriksaan tentang penyebabnya. Apabila tidak ditemukan inversio uteri atau
mioma submukosum yang memerlukan penangnanan khusus, kerokan dapat
menghentikan perdarahan. Pada tindakan ini perlu dijaga agar tidak terjadi
perforasi (Prawirohardjo, 2010)
E. Perubahan fisiologis masa nifas pada sistem pencernaan
Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya
tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh,
meningkatkan kolesterol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca
melahirkan, kadar progesteron juga mulai menurun. Namun demikian, faal usus
memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal (Yanti, 2011)
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan, antara lain:
1.) Nafsu makan
Pasca melahirkan, ibu biasanya merasa lapar sehingga diperbolehkan untuk
mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan 3-4 hari sebelum faal
usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan,
asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari (Yanti,
2011).
2.) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama
waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesa dan anastesa bisa
memperlambat penegembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal (Yanti, 2011)
3.) Pengosongan usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus otot
usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pasca partum, diare
sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, dehidrasi,
hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem pencernaan pada masa nifas
membutuhkan waktu untuk kembali normal (Yanti, 2011).
Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain :
 Pemberian diet atau makanan yang mengandung serat.
 Pemberian cairan yang cukup.
 Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.
 Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.
 Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian huknah atau obat
yang lain (Yanti, 2011).
F. Perubahan fisiologis masa nifas pada sistem perkemihan
Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang berperan
meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar steroid
menurun sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal
dalam waktu satu bulan setelah setelah wanita melahirkan. Urin dalam jumlah yang
besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan. Hal yang berkaitan
dengan fungsi sistem perkemihan, antara lain :
1.) Hemostatis internal
Tubuh terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut di dalamnya, dan 70% dari cairan
tubuh tereletak di dalam sel-sel, yang disebut dengan cairan intraselular. Cairan
ekstraselular terbagi dalam plasma darah, dan langsung diberikan untuk sel sel yang
disebut cairan interstisial. Beberapa hal yang berkaitan dengan cairan tubuh antara
lain edema dan dehidrasi. Edema adalah tertimbunnnya cairan dalam jaringan
akibat gangguan keseimbanagan cairan dalam tubuh. Dehidrasi adalah kekurangan
cairan atau volume yang terjadi pada tubuh karena pengeluaran berlebihan dan
tidak diganti (Yanti, 2011).
2.) Keseimbangan asam basa tubuh
Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas normal PH cairan tubuh adalah 7,35-
7,40. Bila PH >7,40 disebut alkalosis dan jika PH< 7,35 disebut asidosis (Yanti,
2011).
3.) Pengeluaran sisa metabolisme, racun dan zat toksin ginjal.
Zat toksin ginjal mengekskresi hasil akhir dari metabolisme protein yang
mengandung nitrogen terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak mengganggu proses
involusi uteri dan ibu merasa nyaman. Namun demikian, pasca melahirkan ibu
merasa sulit buang air kecil (Yanti, 2011).
Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu post partum, antara lain :
 Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga terjadi retensi
urin.
 Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang teretansi dalam
tubuh, terjadi selama dua hari setelah melahirkan.
 Depresi dari sfringter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan spasme
oleh iritasi muskulus sfringter ani selama persalinan, sehingga menyebabkan
miksi.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun, hilangnya
peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan
volume darah akibat kehamilan, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk
mengatasi kelebihan cairan. Keadaan ini disebut dengan diuresis pasca partum.
Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urine menyebabkan
penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca partum. Pengeluaran
kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut kebalikan
metabolisme air pada masa kehamilan (reversal of the water metabolisme of
pragnancy) (Yanti, 2011).
G. Perubahan fisiologis masa nifas pada sistem muskoloskeletal
Perubahan muskoloskeletal terjadi pada saat umur kehamilan semakin bertambah.
Adaptasi muskoloskeletal ini mencakup : peningkatan berat badan, bergesernya pusat
akibat pembesaran rahim, relaksasi dan mobilitas. Namun demikian, pada saat post
partum sistem muskoloskeletal akan berangsur-angsur pulih kembali. Ambulasi dini
dilakukan segera setelah melahirkan untuk membantu mencegah komplikasi dan
mempercepat involusi uteri (Yanti, 2011).
Adaptasi sitem muskoloskeletal pada masa nifas, meliputi :
1.) Dinding perut dan poriteneum
Dinding perut akan longgar pasca persalinan. Keadaan ini akan pulih kembali dalam
6 minggu. Pada wanita yang asthenis terjadi dari diastis dari otot-otot rectus
abdominis, sehingga sebagian dari dinding perut dan garis tengah hanya terdiri dari
perotoneum, fasia tipis dan kulit.
2.) Kulit abdomen
Selama masa kehamilan, kuliat abdomen akan melebar, melonggar dan
menegendur hingga berbulan-bulan. Otot-otot dari dinding abdomen dapat kembali
normal dalam nenerapa minggu pasca melahirkan dengan latihan post natal.
3.) Striae
Streae adalah suatu perubahan warna seperti jaringan parut pada dinding abdomen.
Streae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna melainkan
membentuk garis lurus yang samar. Tingkat diastis muskulus rektus abdominis pada
ibu post partum dapat dikaji melalui keadaan umum, aktivitas, paritas dan jarak
kehamilan, sehingga dapat membantu menentukan lama pengembalian tonus otot
menjadi normal.
4.) Perubahan ligamen
Setelah janin lahir, ligamen-ligamen, diafragma pelvis dan fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan partus berangsur angsur menciut kembali seperti sediakala.
Tidak jarang ligamentum rotumdum menjadi kendor yang mengakibatkan letak
uterus menjadi retrofleksi.
5.) Simfisis pubis
Pemisahan simfisis pubis jarang terjadi. Namun demikian, ini dapat menyebabkan
morbiditas maternal. Gejala dari pemisahan simfisis pubis, antara lain : nyeri tekan
pada pubis disertai peningkatan nyeri pada saat bergerak ditempat tidur ataupun
waktu berjalan. Pemisahan simpisis dapat dipalpasi. Gejala ini dapat menghilang
setelah beberapa minggu atau bulan pasca melahirkan, bahkan ada yang menetap.
Beberapa gejala sistem muskoloskeletal yang timbul pada masa pasca partum
antara lain :
 Nyeri punggung bawah.
 Sakit kepala dan nyeri leher.
 Nyeri pelvis posterior.
 Disfungsi simfisis pubis.
 Diastatis rekti.
 Osteoporosis akibat kehamilan.
 Disfungsi rongga panggul.
H. Perubahan fisiologis masa nifas pada sistem hematologi
Pada awal post partum, jumlah haemoglobin, hematokrit dan eritrosit sangat bervariasi.
Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta, dan dan tingkat volume darah yang
berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi status gizi dan hidarasi dari wanita tersebut.
Jika hematokrit pada hari pertama atau kedua lebih rendah dari titik 2% atau lebih tinggi
daripada saat memasuki persalinan awal, maka pasien dianggap telah banyak
kehilangan darah. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan
diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan haemoglobin pada hari ke 3-7 post
partum dan akan normal dalam 4-5 minggu post partum (Yanti, 2011).
I. Perubahan fisiologis masa nifas pada sistem kardiovaskular
Volume darah normal yang diperlukan plasenta dan pembuluh darah uterus meningkat
selama kehamilan. Diuresis terjadi akibat adanya penurunan hormon estrogen, yang
dengan cepat mengurangi plasma menjadi normal kembali. Meskipun kadar estrogen
menurun selama nifas, namun kadarnya masih tetap tinggi daripada normal. Plasma
darah tidak banyak mengandung cairan sehingga daya koagulasi meningkat.
Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa itu ibu
banyak sekali mengeluarkan jumlah urine. Hilangnya progesteron membantu
mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan
tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma pasca persalinan (Yanti,
2011).
J. Perubahan fisiologis masa nifas pada sistem endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin.
Hormon-hormon yang berperan ada proses tersebut, antara lain:
1.) Hormon plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang diproduksi oleh
plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan. Penurunan
hormon plasenta (human placental lactogen) menyebabkan kadar gula darah
menurun pada masa nifas. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan
cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 post pasrtum dan
sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum (Yanti, 2011).
2.) Hormon pituitary
Hormon pituitary antara lain: hormon prolaktin, FSH dan LH. Hormon prolaktin darah
meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2
minggu. Hormon prolaktin berperan dalam pembesaran payudara untuk
merangsang produksi susu, FSH dan LH. Meningkat pada fase konsentrasi folikuler
pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi (Yanti, 2011).
3.) Hipotalamik pituitary ovarium
Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya mendapatkan
menstruasi pada wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada wanita
menyusui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca melahirkan berkisar 16%
dan 45% setelah 12 minggu pasca melahirkan. Sedangkan pada wanita yang tidak
menyusui, akan mendapatkan menstruasi berkisar 40% setelah 6 minggu pasca
melahirkan dan 90% setelah 24 minggu (Yanti, 2011).
4.) Hormon oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, bekerja terhadap
otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan, hormon
oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi,
sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan
sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu involusi uteri (Yanti,2011).
5.) Hormon estrogen dan progesteron
Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormon estrogen yang
tinggi memperbesar hormon anti diuretik yang dapat meningkatkan volume darah.
Sedangkan hormon progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi
perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran
kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva serta vagina
(Yanti, 2011).
K. Perubahan fisiologis masa nifas pada tanda-tanda vital
Pada masa nifas perubahan-perubahan tanda vital yang harus dikaji yaitu:
1.) Suhu tubuh
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2ºC. Pasca melahirkan, suhu tubuh
dapat naik kurang lebih 0,5ºC dari keadaan normal. Kenaikan suhu badan ini
akibat kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan maupun kelelahan.
Kurang lebih pada hari ke-4 post partum, suhu badan akan naik lagi. Hal ini
diakibatkan ada pembentukan ASI, kemungkinan payudara membengkak,
maupun kemungkinan infeksi pada endometrium, mastitis, traktus genitalias
ataupun sistem lain. Apabila kenaikan suhu diatas di atas 38ºC, waspada
terhadap infeksi post partum (Yanti, 2011).
2.) Denyut nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Pasca melahirkan,
denyut nadi dapat menjadi bradikardi maupun lebih cepat. Denyut nadi yang
elebihi 100 kali per menit, harus waspada kemungkinan infeksi atau perdarahan
post partum (Yanti, 2011)
3.) Tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri ketika
darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia. Tekanan darah
normal manusia adalah sistolik antara 90-120 mmHg dan distolik 60-80 mmHg.
Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah.
Perubahan tekanan darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat
diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi pada post partum
merupakan tanda terjadinya pre eklampsia post partum. Namun demikian, hal
tersebut sangat jarang terjadi (Yanti, 2011).
4.) Pernafasan
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16-24 kali per menit.
Pada ibu post partum umumnya pernafasan lambat atau normal. Hal ini
dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat. Keadaan
pernafasan selalu selalu berhubungan dengan suhu dan denyut nadi. Bila suhu
dan nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada
gangguan khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada masa post partum
menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok (Yanti, 2011).
L. Senam Nifas
Kondisi yang kendor setelah melahirkan harus segera dipulihkan,karena selain bayi
yang dilahirkan membutuhkan kasih sayang dari seorang ibunya, juga suami yang
dicintai. Untuk itulah pemulihan kondisi harus dilakukan seawal mungkin sesuai kondisi.
Mobilisasi dan gerakan-gerakan sederhana sudah dapat dimulai selagi ibu masih
berada diklinik atau Rumah sakit, supaya involusi berjalan berjalan dengan baik dan
otot-otot mendapatkan tonus, elastisitas dan fungsinya kembali (Masruroh, 2013).
Manfaat senam nifas:
1. Manfaat latihan secara umum
 Membantu penyembuhan rahim, perut dan otot panggul
 Menormalkan sendi-sendi
 Menghasilkan manfaat psikologik
2. Manfaat latihan secara khusus
 Membantu menghindari terjadinya mengompol akibat stress
 Mencegah turunnya organ-organ panggul
 Mengatasi masalah seksual
 Mengurangi sakit perut dan pinggang
 Mengurangi varises vena (Masruroh, 2013).
SOAL STUDY KASUS

1.) Ny. A telah melahirkan bayi perempuan 3 hari yang lalu di RS Insan Mulia.
Namun, beberapa hari pasca persalinan Ny. A mengalami peningkatan suhu
badan > 38ºC berturut-turut selama 2 hari pada 10 hari pertama
pascapersalinan. Apa yang sedang dialami oleh Ny. A ?
a. Morbiditas peurperalis
b. Faktor abnormal
c. Predisposisi
d. Faktor mobilization
e. Stress pasca persalinan

2.) Ny. C sedang dalam masa nifas dan mengeluhkan kepada bidan A bahwa
Ny. C sering sekali mengalami nyeri yang hebat dirasakan di area sendi.
Terutama pada bagian simfisis pubis. Tindakan apa yang paling tepat yang
harus dilakukan oleh bidan A ?
a. Rujuk ke ahli fisioterapi untuk latihan abdomen
b. Melakukan pemeriksaan rektus
c. Pemakaian ikat sakroiliaka penyokong
d. Mengurangi aktifitas
e. Disfungsi sismfisis

3.) Ny. N telah bersalin di RS Cinta Asih, setelah proses persalinan selesai Ny. N
di anjurkan untuk segera buang air kecil. Namun, Ny. N kesulitan buang untuk
buang air kecil. Penyebab Ny. N sulit buang air kecil sebagai berikut, kecuali...
a.) Odema trigonium
b.) Diaforesis
c.) Depresi dari sfringter uretra
d.) Diastasis rekti
e.) Trauma pada vesika urinaria

4.) Ny. G melakukan persalinan di BPM Cijenuk. Beberapa jam pasca persalinan
Ny. G mengeluh kepada Bidan C tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam
pasca persalinan dengan jumlah residu >200 ml. Tindakan apa yang harus
dilakukan oleh Bidan C ?
a.) Melakukan kateterisasi dan dibuka 4 jam kemudian
b.) Melakukan palpasi dan menekan bagian vesika urinaria Ny. G
c.) Memasang kateter permanen pada Ny. G
d.) Memasang dower kateter selama 24 jam
e.) Memeriksa bagian abdomen Ny. G

5.) Setelah persalinan Ny. K , bidan N selalu mengunjungi rumah Ny. K karena
Ny.K selalu merasakan nyeri fraktur tulang belakang dan panggul, serta
hendaya (tidak dapat berjalan), Ny. K juga tidak mampu mengangkat ataupun
menyusui bayi nya, postur tubuh Ny. K juga memburuk dan tinggi badannya
berkurang. Sesuai dengan gejala di atas, penyakit apa yang di derita oleh Ny. K
a.) Inkontinensia alvi
b.) Disfungsi dasar panggul
c.) Osteoporosis akibat kehamilan
d.) Prolaps
e.) Predisposisi fraktur
Daftar pustaka

Masruroh.Buku panduan : Praktik Keterampilan Asuhan Kebidanan Nifas.Yogyakarta:Parama


Publishing.2013.
Yanti Damai,Dian.Asuhan kebidanan nifas : belajar menjadi bidan profesional.Bandung:Refika
Aditama. 2011.
Prawirohardjo,S.Ilmu kebidanan sarwono prawirohardjo.Jakarta:Bina Pustaka. 2013.
Prawirohardjo,S.Ilmu kebidanan sarwono prawirohardjo.Jakarta:Bina Pustaka. 2010.
Purwoastuti E, Walyani S Elisabeth.Ilmu OBSTETRI DAN GINEKOLOGI SOSIAL Untuk
Kebidanan.Yogyakarta:PUSTAKABARUPRESS.
Fraser Diane.1596.Myles Textbook for Midwives.Alih bahasa: Rahayu sri dkk.Buku Ajar Bidan
Myles,Ed,14.Jakarta:Buku Kedokteran EGC.2011.

Anda mungkin juga menyukai