Anda di halaman 1dari 3

REFERENSI :

1. Fungsi perawat dalam interdepanden ini bahwasanya tindakan perawat berdasar pada
kerja sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan lainnya. Fungsi ini tampak
ketika perawat bersama tenaga kesehatan lainnya melakukan kolaborasi dalam
memberikan pelayanan kesehatan yang bertujuan mengupayakan kesembuhan pasien.
Mereka biasanya tergabung dalam sebuah tim yang dipimpin oleh seorang tanaga
medis. Sebagai sesama tenaga kesehatan, masing-masing tenaga kesehatan
mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien sesuai
dengan bidang ilmunya. Dalam kolaborasi ini, pasien menjadi fokus upaya pelayanan
kesehatan. Misalnya kolaborasi antara perawat dengan ahli gizi. Hal ini dapat
dicontohkan dalam penanganan ibu hamil yang menderita DM / diabetes mellitus,
perawat bersama tenaga gizi berkolaborasi membuat rencana untuk menentukan
kebutuhan makanan yang diperlukan bagi ibu dan perkembangan janin. Ahli gizi
memberikan kontribusi dalam perencanaan makanan dan perawat mengajarkan pasien
memilih makan sehari-hari. Dalam fungsi ini, perawat bertanggung jawab secara
bersama-sama dengan tenaga kesehatan lain terhadap kegagalan pelayanan kesehatan
terutama untuk bidang keperawatannya.
2. Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Gizi. Kesehatan dan gizi merupakan faktor
penting karena secara langsung berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia
(SDM). Pelayanan gizi di RS merupakan hak setiap orang dan memerlukan pedoman
agar tercapai pelayanan yang bermutu. Agar pemenuhan gizi pasien dapat sesuai
dengan yang diharapkan maka perawat harus mengkonsultasikan kepada ahli gizi
tentang – obatan yang digunakan pasien, jika perawat tidak mengkonunikasikannya
maka dapat terjadi pemilihan makanan oleh ahli gizi yang bisa saja menghambat
absorbsi dari obat tersebut. Jadi diperlukanlah komunikasi dua arah yang baik antara
Hubungan kerja antara Perawat dan Profesi Gizi juga di wujudkan dalam
bentuk Kolaborasi, karena dalam menyelesaikan masalah Pasien, ada beberapa hal
yang harus di perhatikan diantaranya: “ Mutu peleyanan, Wewenang dan
Kolaborasi” yang memerlukan otonomi, kepimimpinan, advokasi dan perhatian
untuk mengembangkan kualitas pelayanan perawatan pasien, penelitian, atau
pendidikan dari tingkat tenaga non ahli sampai tenaga ahli. (Professional Practice at
university health network, 2002). Kolaborasi merupakan bagian dari Kemitraan
dengan prinsip perencanaan dan pengambilan keputusan bersama, berbagi saran,
kebersamaan, tanggung gugat, keahlian dan tujuan serta tanggungjawab bersama
(ANA cit Sieglar 1994).
3. Proses assesment gizi di RS St.Elisabeth selama ini sudah dilaksanakan sesuai metode
PAGT, walaupun ada yang belum maksimal dilakukan. Pasien baru akan di data oleh
perawat dan dikoordinasikan dengan dietisien jika pasien tersebut memerlukan asuhan
gizi. Dietisien mengumpulkan data dari perawat dalam bentuk catatan medis
kemudian akan melakukan assesment gizi pada pasien.
Ahli gizi menerima laporan dari perawat akan adanya pasien baru atau pasien
lama yang perlu penanganan diit atau secara aktif ahli gizi datang ke ruangan dan
menskrining pasien yang perlu diit. Kemudian ahli gizi mempersiapkan alat dan
asuhan gizi serta melakukan anamnesisi gizi pada pasien. Lalu ahli gizi menentukan
status gizi berdasarkan antropometri dan data biokimia serta menentukan bentuk
makanan dan jenis diit yang sesuai. Kemudian ahli gizi menuliskan usulan kepada
dokter utama yang merawat tentang bentuk makanan dan jenis diit bagi pasien pada
lembar asuhan gizi. Ahli gizi menginformasikan kepada perawat yang bertanggung
jawab dan penata gizi tentang bentuk makanan dan jenis diit. Selang 1-2 hari atau
waktu yang dibutuhkan ahli gizi mengkaji ulang diit yang telah diberikan dan bila
perlu mendiskusikan dengan dokter yang merawat. Ahli gizi bekerja sama dengan
dokter yang merawat menentukan bentuk makanan dan jenis diit yang sesuai dengan
perkembangan pasien. Ahli gizi memberitahu perawat yang bertanggung jawab dan
petugas penata gizi bila ada perubahan diit pasien. –Prosedur ditisien di ruang rawat
inap dengan nomor register DPM/IG-ASGI/G-001 dari surat keputusan RS
St.Elisabeth No.040/SK.01.03 tanggal 1 Juli 2010 tentang pengesahan &
pemberlakuan SPO Instalasi Gizi, penentuan diit dan bentuk makan pasien rawat inap
dilakukan dietisien yang berpedoman pada diagnosis dokter, hasil laboratorium,
pemeriksaan klinis, antropometri dan pemeriksaan lain yang menunjang.

Sumber :

http://perawatpintar.web.id/2010/07/free-askep-rencana-asuhan-keperawatan-pada-
pasien-dengan-dengue-syok-syndrome/

http://detra2509blogger.blogspot.com/2011/04/ilmu-gizi-asuhan-keperawatan-
pada.html

http://askep-net.blogspot.com/2012/03/fungsi-perawat.html
http://himika.fk.ugm.ac.id/penerapan-kolaborasi-pendidikan-dan-praktik-antar-
profesi-kesehatan/

Anda mungkin juga menyukai