Ileus Paralitik
Ileus Paralitik
Secara umum, usus berfungsi untuk mencerna makanan dan minuman agar dapat diserap oleh tubuh.
Makanan dan minuman ini bergerak melalui saluran pencernaan dengan bantuan dari kontraksi otot
usus. Gerakan yang dihasilkan kontraksi otot usus ini disebut sebagai peristaltik usus. Jika terjadi
gangguan pada otot usus, maka pergerakan makanan dan minuman dalam usus akan mengalami
hambatan.
Ileus paralitik merupakan kondisi medis yang serius. Jika tidak ditangani dengan segera, makanan dan
minuman dapat menumpuk dalam usus dan mengakibatkan kerobekan (perforasi) pada usus yang
membahayakan nyawa penderitanya.
Tindakan operasi, terutama operasi daerah perut, kerap menjadi penyebab utama ileus paralitik.
Normalnya, aktivitas usus halus kembali dalam beberapa jam pasca operasi, sedangkan usus besar
kembali normal dalam 3-5 hari pasca operasi.
Saat tindakan operasi, obat-obat bius yang diberikan dapat memperlambat kontraksi otot usus. Obat-
obatan lain selain obat bius juga dapat menyebabkan ileus paralitik, seperti morfin, amitryptiline,
antasida, oxycodone, dan chlorpromazine.
Selain operasi dan pengaruh obat-obatan, beberapa penyebab lain dari ileus paralitik adalah:
Penyakit Parkinson.
Peradangan dan infeksi pada saluran pencernaan, seperti penyakit Crohn, gastroenteritis, divertikulitis,
dan radang usus buntu.
Sepsis.
Stroke.
Pasca melahirkan.
Ketoasidosis diabetes.
Meski siapa pun dapat mengalami ileus paralitik, khususnya setelah menjalankan operasi daerah perut,
lansia lebih rentan terkena kondisi ini. Selain itu, seseorang dengan riwayat radioterapi daerah perut juga
berisiko terkena ileus paralitik.
Gejala yang paling sering dialami penderita ileus paralitik adalah rasa tidak nyaman pada bagian perut
disertai beberapa gejala lainnya, seperti:
Kram perut.
Begah.
Konstipasi.
Mual.
Perut membengkak.
Gejala ileus paralitik tidak berbeda jauh dengan gejala kelainan saluran pencernaan lainnya. Disarankan
untuk menemui dokter segera agar mendapatkan pengobatan yang tepat.
Untuk menguatkan hasil diagnosis, beberapa tes pemindaian akan dilakukan. Di antaranya adalah foto
Rontgen perut, CT scan perut, dan USG (khususnya bagi penderita anak-anak). Jika diperlukan, akan
dilakukan tes pemindaian lanjutan dengan fluoroskopi. Dalam tes ini, dokter akan memasukkan udara
atau cairan barium melalui dubur (barium enema) menuju usus besar, dilanjutkan dengan pengambilan
gambar melalui foto Rontgen.
Pengobatan ileus paralitik akan disesuaikan dengan kondisi dan faktor pemicunya. Jika obat-obatan
menjadi faktor utama, maka dokter akan meresepkan obat pengganti atau menghentikannya. Dapat juga
diberikan obat-obatan untuk stimulasi gerakan usus, seperti metoclopramide.
Bagi penderita ileus paralitik, perawatan akan dilakukan di rumah sakit. Pasien akan diberikan cairan
infus hingga ileus membaik. Jika diperlukan, pemasangan nasogastric tube (NGT) akan dilakukan untuk
mengosongkan isi perut (dekompresi) selama usus belum mampu bekerja dengan optimal. NGT
merupakan selang yang dimasukan melalui lubang hidung sampai ke lambung. Hal ini juga membantu
mengurangi frekuensi muntah yang dialami pasien. Biasanya, penderita ileus paralitik pasca operasi akan
membaik dalam 2-4 hari. Namun jika tidak, operasi perbaikan akan dilakukan.
Infeksi pada rongga perut di luar usus (peritonitis), akibat robeknya usus. Kondisi ini dapat memburuk
menjadi sepsis dan memicu kegagalan fungsi organ.
Kerusakan dinding usus pada bayi baru lahir yang mengalami ileus paralitik (enterokolitis nekrotikan).
Kondisi ini berpotensi memicu infeksi paru, infeksi darah, hingga kematian.