DOSEN
TUGAS INDIVIDU
PENYUSUN
II.C
SYF.NURHASANAH
NIM.16.11.1184
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Pujisyukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat, taufik, dan hidayahnya sehingga
kami bisa menyelesaikan makalah dengan judul ‘’ Komplikasi Dan Penyakit Dalam Masa Nifas
Serta Penanganannya ‘’ tanpa ada halangan sutu apapun. kami menyadari bahwa tanpa bantuan
dan bimbingan dari pihak kampus, penulisan makalah ini tidak akan selesai dengan baik.
Adapun maksud dan tujuan makalah ini untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh
matakuliah Kegawadaruratan Maternal Dan Neonatal, juga untuk menambah wawasan kami
dalam ilmu pengetahuan terutama di bidang mobilisasi.
Penulis menyadari bahwa penyusun makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangannya atau karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Pontianak, 15 Maret2018
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
B. Rumusan Masalah.
C. Tujuan Penulisan.
BAB II ISI
Infeksi nifas
A. endometritis
B. peritonitis
C. bendungan ASI
D. infeksi payudara
E. Thrombophlebitis
F. Luka perineum
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator utama derajat kesehatan masyarakat dan
ditetapkan sebagai salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs). AKI Indonesia
diperkirakan tidak akan dapat mencapai target MDG yang ditetapkan yaitu 102 per 100 000
kelahiran hidup pada tahun 2015. Kematian ibu akibat kehamilan, persalinan dan nifas
sebenarnya sudah banyak dikupas dan dibahas penyebab serta langkah‐langkah untuk
mengatasinya. Meski demikian tampaknya berbagai upaya yang sudah dilakukan pemerintah
masih belum mampu mempercepat penurunan AKI seperti diharapkan. Pada Oktober yang lalu
kita dikejutkan dengan hasil perhitungan AKI menurut SDKI 2012 yang menunjukkan
peningkatan (dari 228 per 100 000 kelahiran hidup menjadi 359 per 100 000 kelahiran hidup).
Diskusi sudah banyak dilakukan dalam rangka membahas mengenai sulitnya menghitung AKI
dan sulitnya menginterpretasi data AKI yang berbeda‐beda dan fluktuasinya kadang drastis.
(Depkes, 2013)
Masa nifas (puerpurium) adalah dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu.
(Prawirohardjo, 2002).
Masa nifas adalah masa segera setelah kelahiran sampai 6 minggu. Selama masa ini, saluran
reproduktif anatomi kembali ke keadaan tidak hamil yang normal. (Obstetri William).
Masa nifas (puerpurium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-
alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas 6-8 minggu. (Sinopsis Obstetri).
Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi ibu, sekitar 60% kematian ibu terjadi setelah
melahirkan dan hampir 50% dari kematian pada masa nifas terjadi pada 24 jam pertama setelah
melahirkan, diantaranya disebabkan oleh adanya komplikasi masa nifas. Selama ini perdarahan
pasca persalinan merupakan penyebab kematian ibu, namun dengan meningkatnya persediaan
darah dan system rujukan, maka infeksi menjadi lebih menonjol sebagai penyebab kematian dan
morbiditas ibu.
Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genetalis setelah persalinan. Suhu 38 °C
atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10 postpartum dan diukur peroral sedikitnya empat kali
sehari. Istilah infeksi nifas mencakup semua peradangan yangdisebabkan oleh mesuknya kuman-
kuman kedalam alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas. Infeksi nifas pada awalnya
adalah penyebab kematian maternal yang paling banyak,namun dengan kemajuan ilmu
kebidanan terutama pengetahuan tentang sebab-sebab infeksi nifas, pencegahan dan penemuan
obat-obat baru dari itulah dapat diminimalisir terjdinya infeksi nifas.
Dari itulah seorang bidan perlu mengetahui tentang infeksi nifas, mulai dari apa itu infeksi nifas,
bagaimana penyebab terjadinya infeksinya, pencegahanya dan pengobatan dari infeksi nifas
tersebut. Hal ini ditujukan untuk terwujudnya persalinan yang aman asuhan nifas yang higienis
sehingga komplikasi pada masa nifas tidak lagi terjadi.
B. Tujuan Penulisan
Mengetahui berbagai komplikasi dan penyulit dalam masa nifas serta penanganan yang dapat
dilakukan untuk mengurangi angka kematian ibu dan bayi dalam masa nifas.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pendidikan
3. Pendidikan mampu menjadi bahan acuan untuk penulisan selanjutnya yang berkaitan
dengan asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengenai komplikasi
dan penyakit dalam masa nifas serta penanganannya dengan teori yang terbaru dan
penatalaksanaan sesuai teori.
4. Bagi Klien/Masyarakat
PEMBAHASAN
INFEKSI
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genitalia dalam
masa nifas. Masuknya kuman-kuman dapat terjadi dalam kehamilan, waktu persalinan, dan nifas.
Demam nifas adalah demam dalam masa nifas oleh sebab apapun. (Rustam Mochtar, 1998)
Morbiditas puerpuralis adalah kenaikan suhu badan sampai 38oC atau lebih selama 2 hari dalam
10 hari pertama postpartum, kecuali pada hari pertama. Suhu diukur 4 kali secara oral. (Rustam
Mochtar, 1998)
ETIOLOGI
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan, seperti eksogen (kuman datang
dari luar), autogen ( kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh), dan endogen ( dari jalan lahir
sendiri). Penyebab yang terbanyak dari 50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak
patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.
Masuk secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita
lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, dan sebagainya.
Staphylococcus Aureus
Masuk secara eksogen, infeksi sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di
Rumah Sakit.
Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum, menyebabkan infeksi terbatas.
Clostridium Welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan pada abortus kriminalis dan
partus yang ditolong dukun dari luar Rumah Sakit.
1.Manipulasi penolong yang tidak suci hama, atau pemeriksaan dalam yang berulang-
ulang dapat membawa bakteri yang sudah ada ke dalam rongga rahim.
2.Alat-alat yang tidak suci hama.
3.Infeksi droplet, sarung tangan dan alat-alata terkena infeksi kontaminasi yang berasal
dari hidung, tenggorokan, dari penolong dan pembantunya atau orang lain.
PREDISPOSISI
3.Tertinggalnya sisa-sisa uri, selaput ketuban, dan bekuan darah dalam rongga rahim.
malnutrisi, pre-eklamsi, eklamsi, dan penyakit ibu lainnya (penyakit jantung, TBC paru,
pneumonia, dll).
KLASIFIKASI
•Infeksi yang menyebar ke tempat lain melalui: pembuluh darah vena, pembuluh limfe
dan endometrium.
Sebaiknya segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan servik, luka operasi dan darah,
serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat.
Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh seperti infus, transfusi darah, makanan yang
mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh, serta perawatan lainnya sesuai komplikasi
yang dijumpai.
PENGOBATAN KEMOTERAPI DAN ANTIBIOTIKA INFEKSI NIFAS
Pemberian Penisilin – Penisilin-prokain 1,2 sampai 2,4 juta satuan IM, penisilin G
500.000 satuan setiap 6 jam atau metsilin 1 gr setiap 6 jam IM ditambah ampisilin kapsul
4×250 gr peroral.
Untuk menghindari terjadinya infeksi nifas, ada beberapa hal yang bisa dilakukan seperti
Ketika masa persalinan, sebaiknya hindari partus yang terlalu lama serta ketuban yang
pecah lama. ( Baca : Bahaya bayi minum air ketuban – Air ketuban )
Pada jalan lahir, juga sebaiknya dijahit dengan baik serta menjaga sterilitasnya sehingga
dapat mencegah terjadinya pendarahan. ( Baca : Ciri ciri air ketuban pecah atau
merembes )
Selain itu para petugas di dalam kamar bersalin sebaiknya menutup hidung serta mulut
menggunakan masker.
Bagi mereka yang menderita infeksi pernapasan tidak diperbolehkan masuk kekamar. (
Baca : Bahaya penyakit asma bagi ibu hamil – Ketika ibu hamil terkena asma )
Untuk alat- alat menunjang masa persalinan sebaiknya dicuci serta hindari pemeriksaan
yang berulang- ulang.
Untuk menghindari terjadinya infeksi selama waktu nifas, ada baiknya luka saat
persalinan dirawat dengan baik sehingga terhindar dari infeksi.
Gunakan alat- alat yang bersih dan steril untuk digunakan ibu. ( Baca : Toxoplasma bagi
ibu hamil – Bahaya flu singapura bagi ibu hamil )
Untuk barang ibu yang terkena infeksi di kala nifas tidak boleh bercampur dengan barang
ibu yang sehat. Ditakutkan akan ada bakteri atau mungkin infeksi yang bisa menular pada
ibu yang sehat.
1. EDOMETRITIS
Endometritis adalah adanya peradanga pada uterus, dan seringnya disertai infeksi
disana. Uterus atau rahim adalah organ reproduksi utama pada perempuan dimana pada
organ tersebut janin bayi berkembang Selama kehamilan.
Endometritis seringnya tidak mengancam jiwa, tetapi sangat penting untuk ditangani dan
diobati tuntas. Pengobatannya membutuhkan antibiotik bila disertai infeksi. Infeksi yang
tidak diobati dapat memicu komplikasi pada organ reproduksi, masalah infertilitas dan
masalah kesehatan lainnya.
Pasien dengan gejala ini biasanya akan mengalami peningakatan suhu badan mulai dari
38 hingga 40 derajat. Selain itu pasien juga akan mengalami peningkatan sel darah putih
serta nyeri tekanan uterus, takikardi, subinvolusi dan lokea sedikit dan tidak berbau atau
banyak yang mengandung darah.
Untuk menangani endrometritis, pasien dapat dirujuk ke rumah sakit serta diberikan obat
anti mikroba spektrum luas atau terapi antibiotik tripel. Pasien penderita infeksi nifas ini
bisa dibawa pulang jika tidak terjadi panas.
PENATALAKSANAAN
1. Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok sasaran terapi.
Evaluasi klinis dari organisme yang terlihat pada pewarnaan gram, seperti juga
pengetahuan bakteri yang diisolasi dari infeksi serupa sebelumnya, memberikan petunjuk
untuk terapi antibiotik.
2. Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi
ditambah terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu mentoleransi
makanan lewat mulut. Secepat mungkin pasien diberikan diit per oral untuk memberikan
nutrisi yang memadai.
3. Pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post abortus atau
post partum.
4. Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak manfaatnya.
5. Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan plasenta
yang tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai sangat penting.
Jaringan plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase perlahan-lahan dan hati-
hati. Histerektomi dan salpingo – oofaringektomi bilateral mungkin ditemukan bila
klostridia telah meluas melampaui endometrium dan ditemukan bukti adanya sepsis
sistemik klostridia (syok, hemolisis, gagal ginjal)
2. PERITONITIS
Pengertian
Adalah Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan
pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis yang terlokalisir
hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis.
Peritonitis berasal dari penyebaran melalui pembuluh limfe uterus, parametritis yang
meluas ke peritoneum, salpingo-ooforitis meluas ke periyoneum, atau langsung sewaktu
tindakan perabdominal.
Peritoritis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis, bila
meluas keseluruh rongga perineum disebut peritonitis umum, dan ini sangat berbahaya
yang menyebabkan kematian 33% dari selurih kematian karena infeksi.
•Tanda dan Gejala
•Tanda-tanda peritonitis relative sama PERITONITIS
dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia,
tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya
memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut
akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada
wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic
inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada
penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid,
pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma
cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan
paraplegia dan penderita geriatric.
Komplikasi
Menurut Chushieri komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder,
dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
Komplikasi dini
1. Septikemia dan syok septic
2. Syok hipovolemik
3. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi
system
4. Abses residual intraperitoneal
5. Portal Pyemia (misal abses hepar)
Komplikasi lanjut
1. Adhesi
2. Obstruksi intestinal rekuren
Pengobatan
Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas.
Adanya antibiotika sangat merubah prognosa infeksi puerperalis dan pengobatan dengan
obat-obat lain merupakan usaha yang terpenting.
Dalam memilih satu antibiotik untuk mengobati infeksi, terutama infeksi yang berat harus
menyandarkan diri atas hasil test sensitivitas dari kuman penyebab. Tapi sambil
menunggu hasil test tersebut sebaiknya segera memberi dulu salah satu antibiotik supaya
tidak membuang waktu dalam keadaan yang begitu gawat.
Pada saat yang sekarang peniciline G atau peniciline setengah syntesis (ampisilin)
merupakan pilihan yang paling tepat karena peniciline bersifat baktericide (bukan
bakteriostatis) dan bersifat atoxis. Sebaiknya diberikan peniciline G sebanyak 5 juta S
tiap 4 jam jadi 20 juta S setiap hari. Dapat diberikan sebagai iv atau infus pendek selama
5-10 menit.
Dapat juga diberikan ampiciilin 3-4 gr mula-mula iv atau im. Staphylococ yang
peniciline resisten, tahan terhadap penicilin karena mengeluarkan penicilinase ialah
oxacilin, dicloxacilin dan melbiciline.
Di samping pemberian antibiotic dalam pengobatannya masih diperlukan tindakan
khusus untuk mempercepat penyembuhan infeksi tersebut. Karena peritonitis berpotensi
mengancam kehidupan. Penderita disarankan mendapat perawatan di rumah sakit.
Pada pasien yang menderita infeksi nifas ini, pasien akan mengalami peningkatan suhu
tubuh dengan nadi yang cepat dan kecil. Tidak hanya itu namun gejala lainnya adalah
rasa nyeri serta kembung dengan defense musculaire. Wajah penderita yang awalnya
kemerah – merahan, bisa menjadi pucat dengan mata cekung serta kulit muka yang
dingin.
Penanganan dari pasien dengan gejala peritonitis dapat dilakukan dengan nasogastritik
suction serta bisa pula dengan memberikan infus dan antibiotik agar panas bisa turun
selama 24 jam.
3. BENDUNGAN ASI
Pencegahan
3.Menyusui bayi segera setelah lahir dengan posisi dan perlekatan yang benar.
4.Menyusui bayi tanpa jadwal (nir jadwal dan on demand).
5.Keluarkan ASI dengan tangan/pompa bila produksi melebihi kebutuhan bayi.
6.Jangan memberikan minuman lain pada bayi.
7.Lakukan perawatan payudara pasca persalinan (masase, dan sebagainya).
Penanganan:
Bila ibu menyusui bayinya:
1.Susukan sesering mungkin
2.Kedua payudara disusukan
3.Kompres hangat payudara sebelum disusukan
4.Keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek, sehingga lebih
mudah memasukkannya ke dalam mulut bayi.
5.Bila bayi belum dapat menyusu, ASI dikeluarkan dengan tangan atau pompa dan
diberikan pada bayi dengan cangkir/sendok.
6.Tetap mengeluarkan ASI sesering yang diperlukan sampai bendungan teratasi.
7.Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberi kompres hangat dan dingin.
8.Bila ibu demam dapat diberikan obat penurun demam dan pengurang sakit.
9.Lakukan pemijatan pada daerah payudara yang bengkak, bermanfaat untuk membantu
memperlancar pengeluaran ASI.
10.Pada saat menyusui, sebaiknya ibu tetap rileks.
11.Makan makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan perbanyak minum.
12.Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam
13.Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
Bila ibu tidak menyusui:
1.Sangga payudara
2.Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakit
3.Bila diperlukan berikan paracetamol 500 mg per oral setiap 4 jam
4.Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.
4. INFEKSI PAYUDARA
Pengertian
Mastitis termasuk salah satu infeksi payudara. Mastitis adalah peradangan pada
payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak, yang disebabkan oleh kuman terutama
Staphylococcus aureus melalui luka pada puting susu atau melalui peredaran darah.
Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional atau
mastitis puerperalis. Infeksi terjadi melalui luka pada puting susu, tetapi mungkin juga
melalui peredaran darah. Kadang-kadang keadaan ini bisa menjadi fatal bila tidak diberi
tindakan yang adekuat. Abses payudara, penggumpalan nanah lokal di dalam payudara,
merupakan komplikasi berat dari mastitis.
Faktor Risiko
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis, yaitu :
1.Umur
Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita di bawah
usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.
2.Paritas
Mastitis lebih banyak diderita oleh primipara.
3.Serangan sebelumnya.
Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat teknik
menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.
1.Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis, walupun penggunaan
oksitosin tidak meningkatkan resiko.
2.Gizi
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi terjadinya
mastitis. Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium dapat mengurangi resiko
mastitis.
3.Faktor kekebalan dalam ASI
Etiologi
Penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya merupakan
penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan infeksi.
1.Statis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini terjadi
jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak
mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif,
pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang
sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih.
2.Infeksi
Organismen yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah
organisme koagulase-positif Staphylococcus aureus dan Staphylococcus albus.
Escherichia coli dan Streptococcus kadang-kadang juga ditemukan. Mastitis jarang
ditemukan sebagai komplikasi demam tifoid.
Patofisiologi
Stasis ASI peningkatan tekanan duktus jika ASI tidak segera dikeluarkanàpeningkatan
tegangan alveoli yang berlebihanàsel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan
tertekanàpermeabilitas jaringan ikat meningkatàbeberapa komponen(terutama protein dan
kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan jaringan sekitar
selàmemicu rrespon imunàrespon inflmasiàkerusakan jaringanàmempermudah terjadinya
infeksi (Staohylococcus aureus dan Sterptococcus) dari port d’ entry yaitu: duktus
laktiferus ke lobus sekresi dan putting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus/
periduktal dan secara hematogen.
Manifestasi Klinis
1.Gejala mastitis infeksiosa
2.Lemah, mialgia, nyeri kepala seperti gejala flu dan ada juga yang di sertai takikardia
3.Demam suhu > 38,5 derajat celcius
4.Ada luka pada puting payudara
5.Kulit payudara kemerahan atau mengkilat
6.Terasa keras dan tegang
7.Payudara membengkak, mengeras, lebih hangat, kemerahan yang berbatas tegas
8.Peningkatan kadar natrium sehingga bayi tidak mau menyusu karena ASI yang terasa
asin
9.Gejala mastitis non infeksiosa
10.Adanya bercak panas/nyeri tekan yang akut
11.Bercak kecil keras yang nyeri tekan
12.Tidak ada demam dan ibu masih merasa naik-baik saja.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kumpulan gejala klinis yang diperoleh dari anamesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Diagnosis Banding
1.Mastitis infeksiosa
2.Mastitis non infeksiosa
Pemeriksaan Penunjang
3.Lab darah
4.Kultur kuman
5.Uji sensitifitas
6.Mammografi
7.USG payudara
PENATALAKSANAAN
1. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui
2. Menyusui sidini mungkin setelah melahirkan
3. Menyusui dengan posisi yang benar
4. Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif
5. Makan dengan gizi yang seimbang
6. Hal-hal yang menganggu proses menyusui, membatasi, mengurangi isapan proses
menyusui dan meningkatkan statis ASI antara lain:
7. Penggunaan dot
8. Pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama
9. Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum ia siap untuk
menghisap payudara yang lain.
10. Beban kerja yang berat atau penuh tekanan
11. Kealpaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam
12. Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lain.2. Penatalaksaan
yang efektif pada payudara yang penuh dan kencang
13. Hal-hal yang harus dilakukan yaitu :
14. Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh bayinya untuk
memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka pada punting susu.
15. Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi menghendaki
tanpa batas.
16. Perawatan payudara dengan dikompres dengan air hangat dan pemerasan ASI3.
Perhatian dini terhadap semua tanda statis ASI
17. Ibu harus memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan,
nyeri/panas/kemerahan :
18. Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko, seperti kealpaan menyusui.
19. Bila ibu mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala.
20. Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu untuk :
21. Beristirahat, di tempat tidur bila mungkin.
22. Sering menyusui pada payudara yang terkena.
23. Mengompres panas pada payudara yang terkena, berendam dengan air
hangat/pancuran.
24. Memijat dengan lembut setiap daerah benjolan saat bayi menyusui untuk membantu
ASI mengalir dari daerah tersebut.
25. Mencari pertolongan dari nakes bila ibu merasa lebih baik pada keesokan harinya.
Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain
6. Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui setiap saat ibu mengalami
kesulitan yang dapat menyebabkan statis ASI, seperti :
7. Nyeri/puting pecah-pecah
8. Ketidaknyaman payudara setelah menyusui
9. Kompresi puting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika bayi melepaskan
payudara)
10. Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang atau lama
11. Kehilangan percaya diri pada suplay ASInya, menganggap ASInya tidak cukup
12. Pengenalan makanan lain secara dini
13. Menggunakan dot
14. Pengendalian infeksi
Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan sering sebelum
dan setelah kontak dengan bayi. Kontak kulit dini, diikuti dengan rawat gabung bayi
dengan ibu merupakan jalan penting untuk mengurangi infeksi rumah sakit.
Penanganan
Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah :
1.Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling nyeri dan membuat frustasi, dan
membuat banyak wanita merasa sakit. Selain dalam penanganan yang efektif dan
pengendalian nyeri, wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus dinyakinkan
kembali tentang nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara
yang terkena tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih baik
bentuk maupun fungsinya.
Ia membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua tindakan yang dibutuhkan untuk
penanganan, dan bagaimana meneruskan menyusui/memeras ASI dari payudara yang
terkena. Ia akan membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat dukungan terus menerus dan
bimbingan sampai ia benar-benar pulih.
4.Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesic. Ibuprofen dipertimbangkan sebagai obat yang
paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi dan nyeri. Parasetamol
merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat penting, karena tirah baring
dengan bayinya dapat meningkatkan frekuensi menyusui, sehingga dapat memperbaiki
pengeluaran susu.
Tindakan lain yang dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada payudara yang
akan menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu cukup
minum cairan.
Komplikasi
Abses payudara, pengumpulan nanah di payudara, dan sepsis
5. THROMBOPHLEBITIS
Penjalaran infeksi melalui vena. Sering terjadi dan menyebabkan kematian. Dua
golongan vena yg memegang peranan yaitu:
v Vena-vena dinding rahim lig. Latum (vena ovarica, vena uterina, dan
vena hipogastrika) atau disebut tromboplebitis pelvic
v Vena-vena tungkai (vena femoralis, poplitea, dan saphena) atau disebut
tromboplebitis femoralis
Tromboplebitis pelvic
· Yg paling sering meradang adalah vena ovarica, karena pd vena ini
mengalirkan darah dr luka bekas plasenta.
· Penjalarannya yaitu dr vena ovarica kiri ke vena renalis, vena ovarica kanan
ke cava inferior
Tromboplebitis femoralis
· Dari trombophelebitis vena saphena magna atau peradangan vena femoralis
sndr
· Penjalaran thrombophebitis vena terin
· Akibat parametritis : thrombophlebitis pd vena femoralis mgkn tjd krn
aliran darah lambat didaerah lipat paha krn vena tertekan lig.inguinale.
· Thrombophlebitis femoralis tjd oedem tungkai yg mulai pd jari kaki dan naik
ke kaki, betis, dan paha. Biasanya hanya 1 kaki yg bengkak tapi kadagn
keduanya.
· Penyakit ini dikenal dgn nama phlegmasia alba dolens(radang yg putih &
nyeri)
PENATALAKSANAAN TROMBOFLEBITIS
a. Pelvio tromboflebitis
1. Lakukan pencegahan terhadap endometritis dan tromboflebitis dengan menggunakan
teknik aseptik yang baik
2. Rawat inap : penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit dan mencegah
terjadinya emboli pulmonum
3. Terapi medik: pemberian antibiotika, heparin terdapat tanda-tanda atau dugaan
adanya emboli pulmonum
4. Terapi operatif : pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septik
terus berlangsung sampai mencapai paru-paru; meskipun sedang dilakukan hipernisasi,
siapkan untuk menjalani pembedahan.
b. Tromboflebitis femoralis
1. Terapi medik : Pemberian analgesik dan antibiotik.
2. Anjurkan ambulasi dini untuk meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah dan
menurunkan kemungkinan pembentukan pembekuan darah. Jauhkan tekanan dari daerah
untuk mengurangi rasa sakit dan mengurangi risiko kerusakan lebih lanjut.
3. Tinggikan daerah yang terkena untuk mengurangi pembengkakan. Pastikan Pasien
untuk tidak berada pada posisi litotomi dan menggantung kaki lebih dari 1 jam, dan
pastikan untuk memberikan alas pada penyokong kaki guna mencegah adanya tekanan
yaang kuat pada betis.
4. Sediakan stocking pendukung kepada Pasien pasca partum yang memiliki varises
vena untuk meningkatkan sirkulasi vena dan membantu mencegah kondisi stasis.
5. Instruksikan kepada Pasien untuk memakai stocking pendukung sebelum bangun
pagi dan melepaskannya 2x sehari untuk mengkaji keadaan kulit dibawahnya.
6. Anjurkan tirah baring dan mengangkat bagian kaki yang terkena.
7. Dapatkan nilai pembekuan darah perhari sebelum obat anti koagulan diberikan.
8. Berikan anti koagulan, analgesik, dan anti biotik sesuai dengan resep.
9. Berikan alat pamanas seperti lampu. Atau kompres hangat basah sesuai instruksi,
pastikan bahwa berat dari kompres panas tersebut tidak menekan kaki Pasien sehingga
aliran darah tidak terhambat.
10. Sediakan bed cradle untuk mencegah selimut menekan kaki yang terkena.
11. Ukur diameter kaki pada bagian paha dan betis dan kemudian bandingkan
pengukuran tersebut dalam beberapa hari kemudian untuk melihat adanya peningkatan
atau penurunan ukuran.
12. Dapatkan laporan mengenai lokea dan timbang berat pembalut perineal untuk
mengkaji pendarahan jika Pasien dalam terapi antikoagulan.
13. Adanya kemungkinan tanda pendarahan lain, misalnya: pendarahan pada gusi,
bercak ekimosis, pada kulit atau darah yang keluar dari jahitan episiotomi.
14. Yakinkan Pasien bahwa heparin yang diterimanya dapat dilanjutkan pada masa
menyusui karena obat ini tidak akan berada didalam air susu.
15. Siapkan pemberian protamin sulfat sebagai antagonis heparin.
16. Jelaskan pada Pasien mengenai pemberian heparin yang harus dilakukan melalui
terapi sub kutan Jelaskan kepada Pasien bahwa untuk kehamilan selanjutnya ia harus
memberitahukan tenaga kesehatan yang dia hadapi untuk memastikan bahwa pencegahan
trombofrebitis yang tepat telah dilakukan.
Pola Pengobatan Tromboflebitis
Flebitis superfisialis sering menghilang dengan sendirinya. Untuk mengurangi nyeri bisa
diberikan obat pereda nyeri (misalnya Aspirin, ibuprofen). Untuk mempercepat
penyembuhan, bisa disuntikkan anestesi (obat bius) lokal, dilakukan pengangkatan
trombus dan kemudian pemakaian perban kompresi selama beberapa hari.
Jika terjadi di daerah selangkangan, trombus bisa masuk ke dalam vena dalam dan
terlepas. Untuk mencegah hal ini, dianjurkan untuk melakukan pembedahan darurat guna
mengikat vena permukaan. Untuk rekomendasi lebih spesifik, lihat kondisi tertentu.
Secara umum, pengobatan dapat mencakup sebagai berikut: Obat analgesik (nyeri obat),
antikoagulan atau pengencer darah untuk mencegah pembentukan gumpalan baru,
Trombolitik untuk melarutkan bekuan yang sudah ada, non-steroid obat anti inflamasi
(OAINS), seperti ibuprofen untuk mengurangi rasa sakit dan peradangan, antibiotik (jika
infeksi hadir).
Penanganan
1. Bedakan antara wound abcess, wound seroma, wound hematoma dan wound
cellulitis. – wound abcess, wound seroma dan wound hematoma suatu pengerasan yang
tidak biasa dengan mengeluarkan cairan serous atau kemerahan dan tidak ada/swedikit
erithema sekitar luka insisi. Wound cellulitis didapatkan eritema dan edema meluas mulai
dari tempat insisi dan melebar.
2. Bila didapat pus dan cairan pada luka, buka dan lakukan pengeluaran
3. Daerah jaitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan debridement
4. Bila infeksi sedikit tidak perlu di antibiotika
5. Bila infeksi relative superficial berikan ampisilin 500 mg per oral setiap 6 jam dan
metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selama 5 hari
6. Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis, beri penisilin
G 2 juta IV setiap 4 jam ( atau ampisilin inj 1 g 4 x/hari) ditambah dengan gentamisin 5
mg/kg berat badan perhariIV sekali ditambah dengan metronidazol 500 mg IV setiap 8
jam, sampai bebas panas selama 24 jam.
7. Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian pembalutyang bersih dan sering
diganti.
Penatalaksanaan
Perawatan khusus perineal bagi wanita setelah melahirkan anak mengurangi rasa
ketidaknyamanan, kebersihan, mencegah infeksi, dan meningkatkan penyembuhan dengan
prosedur pelaksanaan menurut Hamilton (2002) adalah sebagai berikut:
a. Mencuci tangannya
c. Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan ke bawah mengarah ke rectum dan letakkan
pembalut tersebut ke dalam kantung plastik.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genitalia dalam masa
nifas. Masuknya kuman-kuman dapat terjadi dalam kehamilan, waktu persalinan, dan nifas.
(Rustam Mochtar, 1998)
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan, seperti eksogen (kuman datang
dari luar), autogen ( kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh), dan endogen (dari jalan lahir
sendiri). Yang termasuk ke dalam infeksi masa nifas yaitu metritis, bendungan payudara, infeksi
payudara, abses payudara, abses pelvis, peritonitis, dan infeksi luka perineum dan luka
abdominal.
Saran
Bagi Pendidikan
2. Diharapkan pendidikan mampu menjadi bahan acuan untuk penulisan selanjutnya yang
berkaitan dengan asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengenai
komplikasi dan penyakit dalam masa nifas serta penanganannya dengan teori yang terbaru dan
penatalaksanaan sesuai teori.
Bagi Klien/Masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba Gde Ida Bagus.1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan
Manuaba Gde Ida Bagus.1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika. (hlm: 109-110)