Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Meningitis merupakan infeksi cairan otak yang disertai radang selaput otak dan

medulla spinalis superfisial. Lebih dari 70 % kasus meningitis terjadi pada anak usia bawah

lima tahun.1 Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter

dan arakhnoid, serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula

spinalis yang superfisial.2 Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan

yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis

serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal

yang jernih.3
Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut,

menghasilkan eksudat berupa pus. Meningitis Meningococcus merupakan meningitis bakteri

yang paling sering terjadi. Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan

penderita dan droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan

cairan tenggorok penderita. Saluran nafas merupakan port d’entrée utama pada penularan

penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari

pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen ke dalam cairan

serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada

selaput otak dan otak.4


Kasus meningitis cukup sering ditemukan di tengah-tengah masyarakat. Penyakit ini

dapat mengenai semua usia. Sebagai dokter layanan primer, sangat penting mengenali tanda

dan gejala meningitis. Tata laksana yang tepat akan memberikan prognosis yang baik bagi

pasien, serta mengurangi angka morbiditas bahkan mortalitas akibat meningitis.

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Meningitis bakteri atau purulenta adalah radang selaput otak dan sum-sum tulang

belakang yang menimbulkan proses eksudasi berupa pus yang disebabkan oleh bakteri non

spesifik dan non virus.4,5

2.2 Etiologi

Kuman-kuman dapat masuk ke dalam susunan saraf pusat secara hematogen atau

langsung menyebar dari kelainan di nasofaring, paru-paru, dan jantung. Selain itu

perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan di dekat selaput otak seperti abses otak,

otitis media, mastoiditis dan trombosis sinus kavernosus.6

Organisme penyebab meningitis bakteri terbagi atas beberapa golongan umur, yaitu5 :

1. Neonatus : Escheresia coli, Streptococcus beta haemolitikus, Listeria monocytogenesis

2. Anak di bawah 4 tahun : Haemophilus influenza, Meningococcus, Pneumococcus

3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus, Pneumococcus

2.3 Patogenesis

Patogenesa dari meningitis dapat terjadi melalui beberapa fase :

1. Penyebaran kuman ke tuan rumah


2. Pembentukan kolonisasi pada nasofaring
3. Invasi ke dalam traktus respiratorius
4. Penyebaran hematogen
5. Invasi ke susunan saraf pusat

Patogen memasuki sistem saraf puast melalui pleksus koroideus, diawali dengan bakteri

bermultiplikasi di ruang subaraknoid. Hal ini memicu produksi dari mediator inflamasi

berupa sitokin, interleukin-1, tumor nekrosis faktor dan prostaglandin. Sitokin dapat

mengubah permeabilitas dari sawar darah otak. Netrofil masuk ke dalam ruang subaraknoid
2
menghasilkan eksudat purulen. Eksudat paling banyak terdapat dalam sisterna pada daerah

basal otak dan seluruh permukaan dari hemisfer dalam mulkus Sylvii dan Rolandi.7

Eksudat purulen terkumpul dalam sisterna ini dan meluas ke dalam sisterna basal dan

di atas permukan posterior dari medulla spinalis. Eksudat juga dapat meluas ke dalam

selubung arachnoid dari saraf cranial dan ruang perivaskuler dari korteks. Dalam jumlah kecil

eksudat dapat ditemukan dalam cairan ventrikel dan melekat pada dinding ventrikel dan

pleksus choroideus, sehingga cairan ventrikel tampak berawan dan hal ini terjadi pada akhir

minggu pertama.7

2.4 Diagnosis

2.4.1 Anamnesis

Adanya riwayat kejang atau penurunan kesadaran, adanya riwayat nyeri kepala, dan

demam.1,4

2.4.2 Pemeriksaan Fisik

Hasil dari pemeriksaan fisik tergantung pada stadium penyakit. Pemeriksaan utama yang

harus dilakukan adalah pemeriksaan tanda rangsangan meningeal, yakni 1,4

1. Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi

kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan

fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan

juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.

2. Pemeriksaan Tanda Kernig

Pasien berbaring terlentang, tungkai diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi

panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa nyeri.

3
Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat

di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.

3. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)

Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah

kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat

kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi

fleksi involunter pada leher.

4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul

(seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan

terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

2.4.3 Pemeriksaan Lumbal Punksi4

Lumbal Punksi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan

serebrospinal dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial. Hasil

yang bisa didapatkan antara lain:

a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah putih

meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).

b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah

putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.

Pemeriksaan nonne-apelt prinsipnya adalah globulin mengendap dalam waktu 0,5

jam pada larutan asam sulfat. Cara pemeriksaanya adalah masukkan kedalam tabung reaksi

reagen 0,7 ml dengan menggunakan pipet, kemudian masukkan cairan LCS 0,5 ml kemudian

diamkan selama 2 – 3 menit perhatikan apakah ada terbentuk endapan putih atau tidak. Cara

penilainnya adalah sebagai berikut:

4
( - ) Cincin putih tidak dijumpai

( + ) Cincin putih sangat tipis dilihat dengan latar belakang hitam dan bila dikocok tetap putih

( ++ ) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi opolecement (berkabut)

( +++ ) Cincin putih jelas dan bila dikocok cairan menjadi keruh

(++++) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi sangat keruh

Test pandi bertujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan globulin dan

albumin, prinsipnya adalah protein mengendap pada larutan jenuh fenol dalam air. Caranya

isilah tabung gelas arloji dengan 1 cc cairan reagen pandi kemudian teteskan 1 tetes cairan

LCS, perhatikan reaksi yang terjadi apakah ada kekeruhan atau tidak.

LP PURULENTA SEROSA

Warna Keruh Jernih

Sel PMN 1000-10000 MMN 300-500

Protein 100-500 mg% 100-500 mg%

Glukosa 0-40 mg% Rendah

Klorida 650-680 510

Mikroorganisme Kultur Khusus/Ziehl-Nielsen

2.4.4 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan menggunakan spesimen sebagai berikut:



Darah: biasa ditemukan anemia ringan dan peningkatan laju endap darah.2

LCS dengan cara pungsi lumbal: secara makroskopik akan terlihat jernih dan kadang

sedikit keruh atau ground glass appearance (apabila LCS didiamkan akan terjadi

pengendapan fibrin yang halus seperti sarang laba- laba), jumlah sel antara 10 –

500/ml dan kebanyakan limfosit, kadar glukosa rendah antara 20 – 40mg%, dan kadar

klorida dibawah 600mg%.4

5
2.4.5 Pemeriksaan Radiologi

Hasil pemeriksaan radiologi yang mungkin ditemukan antara lain:



EEG : ditemukan adanya kelainan yang difus atau fokal.1

CT Scan Kepala dan MRI : awalnya normal pada stadium awal, kemudian akan

ditemukan enhancement di daerah basal, tampak hidrosefalus komunikans yang disertai

dengan tanda edema otak atau iskemia fokal dini, dapat juga ditemukan tuberkuloma di

korteks serebri atau talamus2.

2.5 Tatalaksana

Manajemen meningitis harus cepat, dengan diagnosis yang benar, pemberian terapi
antibiotik dan terapi suportif. Terapi untuk meningitis ini terbagi menjadi terapi umum dan
terapi khusus, yaitu : (1,2,4)

1. Terapi Umum
- Istirahat mutlak, bila perlu diberikan perawatan intensif

- Pemberian gizi tinggi kalori tinggi protein

- Posisi penderita dijaga agar tidak terjadi dekubitus

- Keseimbangan cairan tubuh

- Perawatan kandung kemih dan defekasi

- Mengatasi gejala demam, kejang

2. Terapi Khusus

- terapi antibiotik
Tabel. 1 rekomendasi terapi antibiotik empiris berdasarkan usis dan faktor spesifik8

Usia Terapi
Neonatus (1 bulan) Ampisilin + aminoglikosida atau ampisilin +
cefotaxim
Balita (1-23 bulan) Sefalosporin generasi ke 3 (cefotaksim atau
6
ceftriakson) + vankomisin
Anak dan dewasa (2-50 tahun) Sefalosporin generasi ke 3 (cefotaksim atau
ceftriakson) + vankomisin
Geriatri (>50 tahun) Sefalosporin generasi ke 3 (cefotaksim atau
ceftriakson) + vankomisin
Pasien dengan trauma kepala Vankomisin + cefepime atau ceftazidime atau
meropenem
Fraktur tulang kepala Vankomisin + ceftriakson atau ceftazidime

- Steroid

Indikasi pemberian :

- Kesadaran menurun

- Defisit neurologi fokal

Dosis : Dexametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 x 5 mg intravena selama 2-3


minggu, selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi : 2005

URL: http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.html. Diakses tanggal 3 Oktober

2016.

2. Ginsberg, Lionel. Lecture notes neurology. 9th edition,New York : Blackwell

publishing.2010 : 1;,81.
3. FitzGerald MJ, Gruener G, Mtui E. Blood Supply of the Brain : overview. In: Clinical

Neuroanatomy and Neuroscience. 5th Edition. London : Elsevier Saunders, 2007: 67-

80.

7
4. Lumbantobing, SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: Badan

Penerbit FKUI; 2012. p. 17.


5. Brouwer M.C, McIntyre P., Prasad K., Van de Beek. Corticosteroids for acute

bacterial meningitis. Clinical Microbiology Reviews. 2010; 23(3):467-92

6. Mardjono M, Sidharta P. Mekanisme Infeksi Susunan Saraf. Dalam : Neurologi Klinis

Dasar. Dian Rakyat. Jakarta. 2012 : 303-20

7. McCance K.L., dan Hueter S.U. Alteration of neurologic function : Pathophysiology

The Biologic Basis for Disease in Adult and Children. Elseiver. Philadelphia. 2012 :

548-585

8. Al Bekalry A.M. Bacterial meningitis : An update review. African Journal of

Pharmacy and Pharmacology. 2014;469-478.

BAB III
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.D

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 82 tahun

Suku bangsa : Minangkabau

Alamat : Pesisir Selatan

ANAMNESIS

Seorang pasien laki-laki umur 82 tahun dirawat di bangsal Syaraf RS Dr. M. Djamil

Padang tanggal 2 Januari 2017 dengan:

Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran


8
Riwayat Penyakit Sekarang:

 Penurunan kesadaran sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, kesadaran turun secara

berangsur-angsur. Pasien terlihat lebih banyak tidur, namun masih dapat membuka

mata dan menyahut ketika dipanggil oleh keluarga. Namun sejak 3 hari ini kesadaran

semakin menurun, pasien tidak bisa membuka mata dan menyahut ketika dipanggil

keluarga.

 Demam sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit, demam tinggi, terus menerus

 Pasien batuk berdahak sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit disertai sesak

nafas

 Pasien hanya bisa berbaring ditempat tidur

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu, dengan tekanan darah sistolik tertinggi

160 mmHg, pasien tidak kontrol teratur


 Riwayat jatuh terduduk 2 kali, yang pertama tahun 2014, setelah itu pasien hanya bisa

berjalan dengan tongkat, kemudian 10 hari yang lalu, pasien kembali jatuh dan telah

dilakukan pemeriksaan MRI di RS Siti Ramah Padang, sejak saat itu pasien hanya

bisa berbaring di tempat tidur

Riwayat Penyakit Keluarga:

 Ayah pasien mengalami hipertensi

Riwayat Pribadi dan Sosial:

 Pasien tidak bekerja dengan aktivitas ringan


 Riwayat merokok tidak ada

9
PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Soporus, GCS 7 (E2 M4 V1)

Kooperatif : Tidak Kooperatif

Tekanan Darah : 140/80 mmHg

Nadi : 106 x/menit, irama regular, kuat angkat

Nafas : 42 x/menit

Suhu : 38,2oC

Keadaan gizi : sedang

STATUS INTERNUS

Kulit : teraba hangat, turgor kembali cepat, tidak ditemukan kelainan

Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik

Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Leher : JVP 5 -2 cmH2O, Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening

Thoraks :

Paru-paru :

Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kiri = kanan

Palpasi : Fremitus sukar dinilai

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Bronkhovesikuler, rhonki +/+, wheezing -/-

Jantung :

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : Batas jantung normal

10
Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama jantung reguler, bising (-)

Abdomen : Inspeksi : Perut tampak tidak membuncit

Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Punggung : Deformitas (-)

Genitalia : Tidak ada kelainan

STATUS NEUROLOGIKUS

 GCS 7 (E2 M4 V1)


 Tanda Rangsangan Meningeal:
- Kaku kuduk : (+)
- Brudzinsky I : (-)
- Brudzinsky II : (+)
- Brudzinsky III : (-)
- Brudzinsky IV : (-)
- Tanda Kernig : (+)
- Tanda Lasegue : (+)
 Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial : Pupil isokor, ϴ 3 mm/ 3 mm, reflek

cahaya +/+,
 Nervus Kranialis:
N I (Nervus Olfaktorius)

Penciuman Kanan Kiri


Subjektif Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Objektif dengan bahan Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N II ( Nervus Optikus)

Penglihatan Kanan Kiri


Tajam penglihatan Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Lapangan pandang Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Melihat warna Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Funduskopi Tidak dilakukan

N III (Nervus Okulomotorius) : Doll’s eye maneuver bergerak

Kanan Kiri

11
Bola mata Bulat Bulat
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Gerakan bulbus Ortho Ortho
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Nistagmus Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Ekso/ endopthalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil
 Bentuk Bulat, ϴ 3 mm Bulat, ϴ 3 mm
 Reflek cahaya (+) (+)
 Reflek akomodasi Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
 Reflek konvergensi Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N IV (Nervus Troklearis)

Kanan Kiri
Gerakan mata kebawah Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Sikap bulbus Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Diplopia Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N V (Nervus Trigeminus)

Kanan Kiri
Motorik
 Membuka mulut Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
 Menggerakkan Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
rahang Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
 Mengigit
 Mengunyah
Sensorik

Divisi ophtalmika
Refleks kornea (+) (+)
Sensibilitas (+) (+)

Divisi maksila
Refleks masseter (+) (+)
Sensibilitas (+) (+)

Divisi mandibula
Sensibilitas Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N VI (Nervus Abdusen)

Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Sikap bulbus Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Diplopia Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N VII (Nervus Fasialis) :

Kanan Kiri
12
Raut wajah Normal, simetris
Sekresi air mata + +
Fisura palpebra Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Menggerakkan dahi Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Menutup mata Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Mencibir/bersiul Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Memperlihatkan gigi Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Hiperakusis Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N VIII (Nervus Vestibularis): Reflek Okuloauditorik (+)

Kanan Kiri
Suara berbisik Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Detik arloji Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

Rinne test Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa


Weber test Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Scwabach test Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Nistagmus Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Pengaruh posisi kepala Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N IX (Nervus Glossopharingeus)

Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Reflek muntah (+) (+)

N X (Nervus Vagus)

Kanan Kiri
Arkus faring Simetris
Uvula Letak di tengah
Menelan Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Artikulasi Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Suara Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Nadi Reguler, kuat angkat Reguler, kuat angkat

N XI (Nervus Assesorius)

Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
13
Menoleh ke kiri Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Mengangkat bahu ke kanan Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Mengangkat bahu ke kiri Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N XII (Nervus Hipoglossus)

Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Normal, di tengah
Kedudukan lidah dijulurkan Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Tremor Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Fasikulasi Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Atrofi Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa


Pemeriksaan Koordinasi

Cara berjalan Tidak dapat Disartria Tidak dapat

diperiksa diperiksa
Romberg test Tidak dapat Disgrafia Tidak dapat

diperiksa diperiksa
Ataksia Tidak dapat Supinasi-pronasi Tidak dapat

diperiksa diperiksa
Rebound Tidak dapat Tes jari-hidung Tidak dapat

phenomen diperiksa diperiksa


Test tumit lutut Tidak dapat Tes hidung-jari Tidak dapat

diperiksa diperiksa

Motorik

Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Tidak dapat dinilai
Kekuatan Tidak dapat dinilai
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus
Tes Jatuh Lateralisasi tidak jelas


Sensorik

Respon positif dengan rangsangan nyeri. Sensibilitas tidak dapat dinilai.

14

Refleks
Fisiologis

Kanan Kiri
Biseps ++ ++
Triseps ++ ++
KPR ++ ++
APR ++ ++

Patologis

Kanan Kiri
Babinski - -
Chaddoks - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -


Otonom
Miksi : Terpasang kateter, neurogenic bladder (-)
Defekasi : Tidak ada

Sekresi Keringat : Normal

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah : Hb : 12,3 g/dl

Ht : 37 %

Leukosit : 17.230/mm3

Trombosit : 357.000/ mm3

Ureum : 204 meq/L

Kreatinin : 1,8 meq/L

GDS : 167 mg/dl

Na/K/Cl : 152/4,4/121 mmol/L

Kesan : Leukositosis

15
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Rontgen Foto Thorak: terdapat infiltrat di basal paru kiri. Diagnosa : Pneumonia
 Lumbal Punksi : aliran lancar warna keruh, jumlah sel 28/mm3 PMN 15% MN 85%,

glukosa 34 mg/dl, none (-) Pandy (+)

DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : Meningitis Sub Akut

Dianosis Topik : Leptomeningen


Diagnosis Etiologi : Infeksi Bakteri
Diagnosis Sekunder : Sepsis ec Community Acquired Pneumonia
Acute Kidney Injury RIFLE R ec Pre renal
Hipertensi Stage I

TATALAKSANA

Umum:

Elevasi kepala 30o

O2 3 L/menit

IVFD NaCl 0,9% 6 jam/kolf

Pasang NGT

Pasang kateter, monitor volum urin

Khusus:

 Dexametason 4x10 mg (iv)


 Ceftriaxon 2 x 2 g (iv)
 Ranitidin 2x50 mg (iv)
 Paracetamol 4x750 mg (po)

PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad malam


Quo ad sanationam : dubia ad malam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam

16
FOLLOW UP

Tanggal 2 Januari 2017

S/ Penurunan kesadaran

Demam (+)

O/ KU Kesadaran TD Nadi Nafas Suhu

Buruk Sopor 140/70 98x 37x/’ 38,0oC

Status Internus :

 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik


 Leher : Tidak ada pembesaran KGB
 Paru : Suara nafas bronkhovesikuler, rhonki +/+ , wheezing -/-
 Jantung : Dalam batas normal
 Abdomen : BU (+) normal

Status neurologikus

 GCS 7 (E2M4V1)
 Tanda rangsangan meningeal (+), Tanda peningkatan TIK (-)
 Nervus kranialis:
N II : Pupil isokor, 3 mm/3mm, RC +/+, RK +/+,
 Motorik : Tes jatuh : lateralisasi tidak jelas
Reflek fisiologis : ++ ++ Reflek patologis : - -
++ ++ - -
 Sensorik : Respon terhadap rangsangan nyeri
 Otonom : Neurogenik bladder (-)

A/ - Meningitis Sub akut

P/

Umum:

Pantau KU & VS

Elevasi kepala 30o

O2 3 L/menit
17

IVFD NaCl 0,9% 6 jam/ kolf

Diet MC TKTP 1800 Kkal via NGT

Kateter, monitor volum urin

Khusus:

 Dexametason 4x10 mg (iv)


 Ceftriaxon 2 x 2 g (iv)
 Ranitidin 2x50 mg (iv)
 Paracetamol 4x750 mg (po)

Tanggal 3 Januari 2017

S/ Penurunan kesadaran (+)

Demam (+)

O/ KU Kesadaran TD Nadi Nafas Suhu

Buruk Sopor 140/80 95x 35x/ 37,8oC

Status Internus :

 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik


 Leher : Tidak ada pembesaran KGB
 Paru : Suara nafas bronkhovesikuler, rhonki +/+ , wheezing -/-
 Jantung : Dalam batas normal
 Abdomen : BU (+) normal

Status neurologikus

 GCS 7 (E2M4V1)
 Tanda rangsangan meningeal (+), Tanda peningkatan TIK (-)
 Nervus kranialis:
N II : Pupil isokor, diameter 3 mm/3mm, RC +/+, RK +/+,
 Motorik : Tes jatuh : lateralisasi tidak jelas
Reflek fisiologis : ++ ++ Reflek patologis : - -
++ ++ - -
 Sensorik : Respon terhadap rangsangan nyeri
 Otonom : Neurogenik bladder (-)

A/ - Meningitis Sub Akut

18
P/

Umum:

Pantau KU & VS

Elevasi kepala 30o

O2 3 L/menit

IVFD NaCl 0,9% 6 jam/ kolf

Diet MC TKTP 1800 Kkal via NGT

Kateter, monitor volum urin

Khusus:

 Dexametason 4x10 mg (iv)


 Ceftriaxon 2 x 2 g (iv)
 Ranitidin 2x50 mg (iv)
 Paracetamol 4x750 mg (po)

BAB IV
DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien laki-laki berusia 82 tahun sejak tanggal 2 Januari 2017

di RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan keluhan utama penurunan kesadaran sejak tujuh hari

sebelum masuk rumah sakit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa Penurunan kesadaran sejak 7 hari sebelum

masuk rumah sakit, kesadaran turun secara berangsur-angsur. Pasien terlihat lebih banyak

tidur, namun masih dapat membuka mata dan menyahut ketika dipanggil oleh keluarga.

Namun sejak 3 hari ini kesadaran semakin menurun, pasien tidak bisa membuka mata dan

menyahut ketika dipanggil keluarga.

Keluhan ini disertai dengan demam sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit, demam

tinggi, terus menerus. Pasien batuk berdahak sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit

19
disertai sesak nafas. Pasien hanya bisa berbaring ditempat tidur. Pasien memiliki riwayat

hipertensi sejak 10 tahun yang lalu, kemudian riwayat jatuh terduduk tahun 2014 dan 10 hari

yang lalu yang menyebabkan pasien hanya bisa berbaring di tempat tidur. Meingitis bakteri

memiliki manifestasi berupa demam, dapat disertai dengan penurunan kesadaran dan nyeri

kepala. Pada pasien ini sesuai dengan teori namun tidak disertai dengan nyeri kepala.

Pemeriksaan fisik pada pasien dengan meningitis dapat berupa, pemeriksaan tanda

rangsangan meningeal yang positif, kemudian pada pemeriksaan lumbal punksi secara

makroskopis dan mikroskopis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien sopor

dengan GCS 7 (E2M4V1), tanda rangsang meningeal (+), peninggian tekanan intrakranial (-).

Pada pemeriksaan nervus kranialis didapatkan pupil isokor dengan diameter 3mm/3mm,

refleks cahaya +/+, doll’s eye manouver (+), motorik lateralisasi tidak jelas, sensorik respon

terhadap rangsangan nyeri, refleks fisiologis ++/++, dan refleks patologis -/-. Hal ini sesuai

dengan teori yang dikemukakan.

Penatalaksanaan umum yang diberikan pada pasien ini berupa elevasi kepala, IVFD

NaCl 0,9% 6 jam/kolf, elevasi kepala 30o, O2 3L/i, memasang NGT, memasang kateter

dengan monitoring volum urin berkala. Terapi khusus yang diberikan berupa dexametason 4

x 10 mg (iv) ceftriaxon 2 x 2 g (iv), Ranitidin 2 x 50 mg (iv), Paracetamol 4x750 mg (po).

Hasil pemeriksaan rontgen foto thorak memperlihatkan adanya infiltrat di basal paru

kiriKesan bronkopneumonia. Hasil pemeriksaan laboratorium lumbal punksi menunjukkan

kesan meningitis bakterialis dengan hasil sebagai berikut aliran lancar warna keruh, jumlah

sel 28/mm3 PMN 15% MN 85%, glukosa 34 mg/dl, none (-) Pandy (+). Berdasarkan teori

yang ada, terapi antibiotik yang diberikan untuk pasien dnegan meningitis bakterialis yang

berusia >50 tahun adalah golongan sefalosporin generasi ke 3, dapat diberikan steroid sesuai

dengan indikasi. Pada pasien ini telah diberikan antibiotik empiris berupa ceftriaxon secara

intravena dan injeksi dexamethason.


20
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penunjang ditegakkan diagnosis

klinis Meningitis bakterialis diagnosis topik Leptomeningen, diagnosis etiologi Infeksi

bakteri.

BAB V

KESIMPULAN

Meningitis merupakan infeksi cairan otak yang disertai radang selaput otak dan

medulla spinalis superfisial. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis

yang bersifat akut, menghasilkan eksudat berupa pus. Penularan kuman dapat terjadi secara

kontak langsung dengan penderita dan droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak,

ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok penderita.

Penegakan diagnosis meningitis didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Dari anamnesis ditemukan keluhan pasien berupa, kejang atau dengan penurunan kesadaran,

dapat disertai demam dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan fisik didapatkan positif pada tanda

rangsangan meningeal, kemudian pada pemeriksaan lumbal punksi terdapat tekanan

meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun,

kultur (+) beberapa jenis bakteri.

Tatalaksana dari meningitis bakterial ini harus bersifat cepat, baik terapi umum

maupun khusus. Terapi umum meliputi pemantauan dari keadaan umum dan vital sign. Terapi
21
khusus dapat berupa medikamentosa, seperti pemberian antibiotik empiris sesuai dengan usia

dan faktor risiko, dan pemberian steroid sesuai indikasi. Prognosis pada pasien meningitis

tergantung berat penyakit, ketepatan diagnosis, terapi awal yang adekuat dan kondisi pasien.

Maka perlu pemantauan khusus bagi pasien dengan meningitis ini.

22

Anda mungkin juga menyukai