Anda di halaman 1dari 10

JURNAL KESEHATAN KUSUMA HUSADA

VoL. 2, No. 1 Agustus 2014 ISSN 2089 - 7677

DAMPAK PSIKO-SOSIAL NEGATIF DAN POSITIF AKIBAT ABORSI PADA


REMAJA (STUDI KASUS KLIEN PILAR PKBI JAWA TENGAH)
THE EFFECTS OF PSYCHOLOGICAL, SOCIAL, AND REPRODUCTIVE HEALTH AS THE
RESULT OF ABORTION IN TEENAGERS WITH UNWANTED PREGNANCY IN CENTRAL
JAVA IN 2013
Susilo Rini

STIKES Harapan Bangsa Purwokerto


email : sasiayuka@yahoo.com
ABSTRAK
Aborsi selalu menjadi permasalahan yang mengundang perdebatan banyak pihak. Sekitar 5 juta
kasus aborsi pertahun dialami remaja perempuan, yang memberikan kontribusi sebesar 30-50%
terhadap Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia. Tahun 2012, data Pilar PKBI Jawa Tengah
memperlihatkan kenaikan kasus KTD pada remaja dengan 16 klien memilih dirujuk untuk aborsi.
Pemilihan remaja untuk aborsi ini perlu mendapat perhatian dan pemahaman dari berbagai pihak
tentang perlu atau tidaknya aborsi bagi remaja, ditinjau dari dampak positif dan negatif yang
diakibatkannya. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan, dampak psikologis dan sosial, akibat
aborsi, serta penanganan dampak aborsi pada remaja. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan indepth interview pada
Informan utama sejumlah 5 orang. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa remaja pelaku aborsi
mengalami dampak psikologis negatif berupa perasaan berdosa dan menyesal, serta stress yang
tinggi, namun juga mengalami dampak positif berupa perasaan senang dapat melanjutkan
pendidikannya. Dampak sosial membatasi diri bertemu dengan banyak orang dan cuti kuliah.
Disarankan pada Pemerintah (Dinas Kesehatan) untuk menyediakan layanan kesehatan reproduksi
baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitative yang ramah remaja dengan melibatkan peran
orangtua. Menyedikan informasi untuk mencegah KTD dan aborsi pada remaja dan mencegah unsafe
abortion, serta pendampingan remaja dengan dampak aborsi supaya mampu survive kembali dalam
lingkungan masyarakat dengan melakukan hal-hal positif.
Kata Kunci : Dampak aborsi, Psikologis, Sosial, Remaja

ABSTRACT
There are approximately five million cases of abortions every year that happened to female
teenagers giving contribution about 30-50 % to the number of mother death in Indonesia. In 2012,
The PILAR data of Central Java PKBI show an increase in cases of unwanted pregnancy in
adolescents with 16 clients choosing referred to abortion. This cases need more understanding from
us, especially about the needed to take abortion for adolescent. The purpose of this study is to
describe the abortion effects of psychological,and social on teenagers. This study is descriptive
research with qualitative approach. The data collective technique was in-depth interview from five
respondents. The study result shows that the adolescent abortion experience negative psychological
effects such as guilt and regret, as well as a high stress, but also had a positive impact in the form of
feelings of pleasure can continue their education. Social impact of limiting ourselves to meet more
people and leave the college. The government (Health Department) should give to provide
reproductive health services both promotive, preventive, curative, and rehabilitative friendly and pro-
teens by involving parents. Providing the information to prevent unwanted pregnancy and abortion by
adolescents and prevent unsafe abortion, as well as mentoring for teenagers with an impact of
abortion so they can survive in the society by doing positive things.
Keywords : Abortion effects, Psychological, Social ,Teenagers

Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Vol. 2 ,No 1 Agustus 2014 60


Susilo Rini :Dampak Psiko-sosial Negatif dan Positif akibat...

A. PENDAHULUAN
Masa remaja (adolescence) merupakan masa transisi, dari anak-anak menuju
dewasa, dimana remaja mengalami berbagai macam peralihan. Pada masa ini seseorang
mengalami perubahan yang sangat cepat seperti tumbuhnya kematangan seksual
disebabkan aktifnya hormone seks, pencarian identitas diri, pendefinisian nilai personal dan
menemukan peran sosial. Masa remaja merupakan masa yang paling penting dalam
kehidupan, ketika keputusan-keputusan penting diambil dan persiapan dilakukan untuk karir
dan peranan dalam kehidupan sosial (Wahyu, 2011). Hal ini menyebabkan masa remaja
rentan dengan masalah. Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan
(ICPD) Cairo tahun 1994 memperkirakan sekitar 50% penduduk dunia berada dibawah usia
20 tahun dan mereka menanggung resiko terbesar terkena masalah kesehatan seksual dan
reproduksi (Azhari, 2002).

Permasalahan kesehatan reproduksi remaja saat ini meliputi seks pranikah,


Kehamilan tidak diinginkan, aborsi dan kekerasan seksual. Lebih dari separuh atau 57%
wanita pelaku aborsi, adalah mereka yang berusia dibawah 25 tahun. Bahkan 24% dari
mereka adalah wanita remaja berusia dibawah 19 tahun (Kartono, 2007). Data Pilar PKBI
Jawa Tengah tahun 2012 terdapat 63 remaja usia 11-23 tahun yang datang berkonsultasi
untuk melakukan aborsi (Hermawan, 2013).

Aborsi adalah penghentian dan pengeluaran hasil kehamilan dari rahim sebelum
janin bisa hidup diluar kandungan (viability). Aborsi selalu mengundang perdebatan banyak
pihak diluar alasan kenapa seseorang memilih melakukan aborsi. Alasan yang
melatarbelakangi para pelaku melakukan aborsi antara lain, Kehamilan Tidak Diinginkan
(KTD) yang dapat terjadi akibat kehamilan remaja sebagai akibat premarital sex. Data
Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) 2007 menyebutkan bahwa
sebanyak 2,7 persen remaja perempuan pernah melakukan seks pranikah, sementara
remaja laki-laki lebih tinggi yakni 14,2 persen, yang berpotensi terjadinya KTD. KTD akan
selalu menimbulkan masalah kesehatan bagi perempuan. Pada saat seperti ini perempuan
membutuhkan dukungan baik dari keluarganya maupun masyarakat sekitarnya, namun hal
ini seringkali tidak diperolehnya sehingga seorang perempuan dengan kecemasan akibat
KTD akan mencari jalan keluar sendiri yang mungkin tidak sejalan dengan pendapat
masyarakat sekitar yakni melakukan aborsi (Kartono, 2007).

Hasil survey pendahuluan di Dinkes Propinsi Jawa Tengah ditemukan kenaikan


kasus KTD pada remaja di Semarang, dari 92 kasus pada tahun 2011 menjadi 95 kasus
pada tahun 2012 (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2013). Sedangkan Data Pilar PKBI Jawa
Tengah pada tahun 2012 mencatat 63 kasus KTD pada remaja naik dari 42 kasus pada
tahun 2011, dengan 142 wanita hamil datang konsultasi untuk melakukan aborsi. Data pilar
PKBI Jawa Tengah 2012 memperlihatkan alasan remaja dengan KTD berkonsultasi untuk
aborsi adalah 6,4 % karena desakan orangtua untuk mengakhiri kehamilannya, 52% ingin
melanjutkan sekolah, 3,3% karena tuntutan pekerjaan, 4,8% merupakan korban kekerasan
sekual, 22,3% karena pacar tidak bertanggungjawab, dan 11,1% karena alasan lain yang
tidak disebutkan (Hermawan, 2013). Akan tetapi, alasan yang melandasi tingginya
keinginan aborsi tersebut tidak dibarengi dengan pengetahuan yang cukup tentang
kesehatan reproduksi. Hasil penelitian Hidayatin pada tahun 2012 menyimpulkan bahwa
sikap perempuan dengan KTD adalah memiliki keinginan yang kuat untuk menghentikan

Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Vol. 2, No.1 Agustus 2014 61


Susilo Rini :Dampak Psiko-sosial Negatif dan Positif akibat...

kehamilan namun pengetahuan dan pemahaman terkait kesehatan reproduksinya rendah


termasuk aborsi dan dampaknya.12)

Dampak aborsi itu diantaranya terdapat gangguan psikiatris (stress/


depresi/keinginan bunuh diri), penyalahgunaan obat terlarang, kekerasan dalam rumah
tangga, penelantaran anak oleh ibunya, keguguran pada kehamilan berikutnya, kelahiran
prematur dan lain-lain,13), namun hal ini lah yang seringkali diabaikan oleh para pelaku
aborsi. Data PILAR PKBI Jawa Tengah dari 63 remaja dengan KTD yang berkonsultasi
aborsi, 9 klien akhirnya memutuskan melanjutkan kehamilan, 38 klien masih berpikir dan
belum memberikan kepastian keputusan, sedangkan 16 klien memutuskan memilih di rujuk
untuk aborsi,7) meskipun mereka telah mengetahui alternatif solusi masalah KTDnya selain
aborsi dan juga telah memperoleh konseling tentang dampak aborsi.

Dari uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui dampak aborsi (psikologis,
sosial, dan kesehatan reproduksi) yang dialami remaja dengan KTD, ditilik dari faktor
penyebab remaja melakukan aborsi, proses pengambilan keputusan remaja untuk
melakukan aborsi, dan bagaimana solusi menangani dampak aborsi pada klien Pilar PKBI
Jawa Tengah tahun 2013.

B. METODE
Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Subyek penelitian terdiri
dari informan utama yakni remaja dengan KTD yang datang berkonsultasi ke PILAR PKBI
Jawa Tengah pada tahun 2012 dan memutuskan aborsi (16 klien) serta memenuhi kriteria
inkusi, dan informan sekunder (informan triangulasi) yakni konselor remaja dari PILAR PKBI
Jawa Tengah sejumlah 2 orang , informan sekunder lainnya yakni remaja sebaya sejumlah
12 orang yang terbagi menjadi 2 grup yakni grup 1 (6 remaja berstatus pelajar SMP/SMA di
wilayah Purwokerto) dan grup 2 (6 remaja berstatus mahasiswa di wilayah Purwokerto).
Sedangkan pengolahan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan pendekatan kualitatif
yang pada prinsipnya berproses secara analisa deskripsi (content analysis).

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik Informan
Tabel 1 Karakteristik Informan Utama

No Informan Umur (tahun) Alamat Status Pendidikan

1. IU1 15 Wonosobo Pelajar SMA


IU2
2. 21 Purwokerto Mahasiswa
IU3
3. 20 Cilacap Mahasiswa
IU4
4. 19 Cilacap Mahasiswa
IU5
5. 17 Purwokerto Pelajar SMA

Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Vol. 2, No.1 Agustus 2014 62


Susilo Rini :Dampak Psiko-sosial Negatif dan Positif akibat...

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa usia informan utama berkisar antara 15-21 tahun,
dan sebagian besar subjek penelitian berstatus pendidikan sebagai mahasiswa.

Tabel 2 Karakteristik Informan Triangulasi Remaja

GRUP 1 GRUP 2
No
Jenis
Informan Umur (tahun) Jenis Kelamin Informan Umur (tahun)
Kelamin
1. TR11 15 Laki-laki TR21 22 Perempuan
TR12 15 TR22 Perempuan
2. Perempuan 20
TR13 15 Perempuan TR23 20 Perempuan
3.

4. TR14 15 Perempuan TR24 20 Laki-laki

TR15 Laki-laki TR25 22 Perempuan


5. 16
TR16 Laki-laki TR26 22 Perempuan
6. 15

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa usia remaja yang menjadi informan triangulasi
berkisar antara 15-22 tahun. Grup 1 sejumlah 6 remaja pelajar SMA dengan rentang usia
informan 15-16 tahun, sedangkan Grup 2 sejumlah 6 remaja mahasiswa dengan rentang
usia 19-22 tahun. Sebagian besar informan triangulasi remaja berjenis kelamin perempuan.

Tabel 3 Karakteristik Informan Triangulasi Konselor PKBI


No Informan Umur (tahun) Jenis Kelamin Lama Masa kerja

1. TK1 27 Laki-laki 5 tahun


TK2
2. 24 Perempuan 3 tahun

Berdasarkan Tabel 3 diketahui triangulasi konselor dari PKBI masing-masing berusia


27 tahun dan 24 tahun, satu orang laki-laki dan satu orang perempuan. Dengan
lama masa kerja sebagai konselor remaja masing-masing 5 tahun dan 3 tahun.

Pengalaman perilaku seksual remaja dimulai dari usia awal remaja melakukan
hubungan seksual hingga intercourse (bersetubuh), yakni paling muda usia 14 tahun. Pada
usia tersebut remaja sudah mengenal gaya pacaran seperti berpelukan, berciuman hingga
melakukan intercourse dengan pasangannya. Meski awalnya mereka tidak berniat
melakukan aktifitas seksual tersebut, namun lamanya waktu pacaran yakni antara 2-3 tahun,
meningkatkan variasi perilaku seksual, sehingga, karena berbagai alasan akhirnya mereka
melakukan perilaku seksual intercourse saat pacaran, bahkan hal tersebut dilakukannya
tidak hanya sekali sehingga menyebabkan mereka mengalami kehamilan tidak diinginkan.
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Vol. 2, No.1 Agustus 2014 63
Susilo Rini :Dampak Psiko-sosial Negatif dan Positif akibat...

Hal ini seperti disampaikan oleh salah seorang remaja pelaku aborsi:
“Kira-kira 3 tahunan pacaran, Awal pacaran tadinya ga berani pegang, pilih jalan-jalan
naik motor biar ga gituan, trus cari lokasi yang rame, lama-lama mulai berani yang lain
tapi mikir jangan dululah kaya gitu .. .jangan ikutan gaya pacaran sampe seks, paling ya
cum a ciuman bibir gitu .. tapi karena lama pacaran akhirnya ya saya luluh juga ..pertama
kali pas ultah saya ke 19' waktu kuliah semester 2, cari hotel di daerah baturaden, kala saya
kan ga bisa kluar malam, jadi nglakuinnya siang hari, itu juga jarang, jaraknya lama ... ga
sering si cuma 3x .. ".
(wawancara mendalam dengan IU2,21 tahun)

Usia 14 tahun termasuk dalam kategori remaja awal. Pada usia ini dorongan seksual
sudah mulai kuat terjadi dalam diri remaja. Hal ini menimbulkan perilaku seksual untuk
memuaskan hasrat seksual. Sedangkan usia reproduksi sehat untuk melakukan perilaku
seksual intercourse adalah usia 20 hingga 35 tahun, dimana organ-organ reproduksi telah
berkembang sempurna. Hubungan seksual yang dilakukan pada usia kurang dari 20 tahun
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya kanker serviks pada wanita.

Pengalaman KTD remaja pelaku aborsi saat menjalani KTD hanya diketahui oleh
pacar dan teman karibnya. Perasaan terbebani karena kehamilan tersebut menyebabkan
remaja tidak lagi memperhatikan kesehatan kehamilannya bahkan janin yang dikandungnya.
Meski demikian remaja usia lebih dari 18 tahun lebih mampu bersikap tenang menghadapi
kehamilannya. Namun secara sosial remaja dengan KTD menjadi lebih pendiam dalam
pergaulan dengan teman sebaya, sedangkan secara kesehatan reproduksi tidak terlihat
keluhan yang dirasakan oleh remaja dengan KTD. Remaja dengan KTD justru berpikir
keras mencari jalan keluar dari kehamilannya, yang ditandai dengan upaya mereka mencari
informasi cara dan tempat untuk menggugurkan kandungan. Hal ini dapat diketahui dari
pernyataan berikut :
"satu bulan aku terlambat haid, aku segera menghubungi Dn, kami membeli tes kehamilan
hasilnya positif. aku sangat syok bahkan terpintas untuk bunuh diri, tak kuat menanggung
malu dan takut orangtuaku tahu, dengan dibantu teman kami mencari informasi tempat aborsi,
"segala upaya dari minum jamu, minum obat peluntur haid, sam a bodrex sudah dicoba tapi tidak
berhasil .."
(wawancara mendalam dengan IU5, 17 tahun)

Semua remaja pelaku aborsi mengetahui status kehamilan sendiri dari alat tes
kehamilan yang dibelinya, Hal ini menunjukkan adanya akses yang terkesan sangat mudah
bagi remaja untuk mendapatkan alat tes kehamilan, sehingga mereka dapat memastikan
sendiri status kehamilannya tanpa perlu berkonsultasi dengan tenaga kesehatan. Hal ini
secara tidak langsung juga memberikan kontribusi terhadap tingginya kasus unsafe abortion,
akibat minimnya pengawasan kehamilan remaja di luar nikah.

Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Vol. 2, No.1 Agustus 2014 64


Susilo Rini :Dampak Psiko-sosial Negatif dan Positif akibat...

Pengetahuan remaja pelaku aborsi tentang dampak aborsi menunjukan bahwa


sebagian besar remaja tidak mengetahui tentang dampak aborsi, karena meskipun
beberapa remaja mampu menyebutkan dampak aborsi namun jawaban mereka tidak
lengkap. Hal ini berbanding terbalik dengan keinginan kuat para remaja untuk melakukan
aborsi sebagai jalan keluar dari masalah kehamilan tidak diinginkan, yang diketahui dari
pernyataan berikut :
"waktu yang pertama ..ga tau resiko aborsi .. cuma mikir masalah sama rahim kali gitu ..
pokoknya ga kepikiran sampe situ .. "
(wawancara mendalam dengan I U1, 15 tahun)

".. tahu ..Aborsi dapat menyebabkan perdarahan, infeksi, gangguan jiwa, kemandulan
bahkan menyebabkan kematian ibu. "... tapi kan saya aborsinya didokter, jadi aman, abis
itu juga ga ngrasain sakit atau gimana-gimana bu".
(wawancara mendalam dengan IU3, 20 tahun)
)
Konselor PILAR PKBI sebagai penyedia jasa layanan konsultasi KTD bagi remaja, sekaligus
informan triangulasi juga mengatakan bahwa sebagian besar remaja yang datang
berkonsultasi aborsi tidak mengetahui dampak aborsi. Meski demikian semua remaja
memiliki sikap menerima aborsi meskipun mereka memiliki persepsi bahwa aborsi
merupakan sesuatu yang tidak benar dilakukan. Hal ini terlihat dari pernyataan berikut:

"sebenarnya ya ga pengen tapi apa boleh buat .. keputusan aborsi saat itu adalah yang
terbaik. apapun resikonya, asalkan diaborsi dulu."
(wawancara mendalam dengan IU4, 19 tahun)

Berdasarkan pernyataan diatas terlihat bahwa memutuskan melakukan aborsi


sesungguhnya bukanlah hal yang mudah bagi perempuan, karena dia sadar sedang
melakukan sesuatu yang tidak disenangi oleh agama dan lingkungannya. Dia juga sadar
akan mengalami kesakitan fisik yang luar biasa, bahkan dapat menyebabkan dirinya
kehilangan nyawa. namun karena sudah merasa terpojok, sehingga mereka menjadi berani
menempuh resiko dengan harapan mendapatkan hidup yang lebih baik.

Persepsi remaja tentang layanan konsultasi remaja tidak dapat diketahui dengan
pasti sebab, sebagian besar remaja pelaku aborsi ternyata tidak pernah mengakses layanan
konseling remaja selama mengalami KTD, dengan alasan tidak mengetahui keberadaan
layanan tersebut. Hanya 1 orang yang pernah datang berkonsultasi ke PILAR PKBI Jawa
Tengah dan mengatakan tempatnya nyaman serta petugasnya ramah. Hal ini dapat
ditunjukkan dari pernyataan sebagai berikut :
"..pernah sekali ke PKBI, tahu dari teman, tempatnya nyaman, petugasnya ramah, Mbanya
baik banget, sabar dengerin ceritaku, dia juga bilang soal bahaya aborsi,bisa infeksi, susah punya
anak, ma/ah aku ditawari tinggal diasrama sampai bayiku lahir .. "

(Wawancara mendalam dengan AK, 20 tahun)

Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Vol. 2, No.1 Agustus 2014 65


Susilo Rini :Dampak Psiko-sosial Negatif dan Positif akibat...

Terbatasnya akses remaja terhadap layanan konsultasi dapat disebabkan kurang informasi
terkait keberadaan layanan ini, sehingga mereka tidak dapat mengakses fasilitas layanan
yang tersedia. Hal ini diperkuat dengan pernyataan kelompok remaja sebaya ( informan
triangulasi) yang mengatakan bahwa mereka hanya mengetahui tempat konsultasi masalah
kehamilan tidak diinginkan di bidan, dokter, puskesmas atau rumah sakit, sedangkan
keberadaan layanan konsultasi remaja seperti PIK KRR, PKPR, dan PILAR PKBI belum
familiar bagi mereka.

Dukungan terhadap remaja dengan KTD masih sangat minim, semua remaja hanya
menceritakan status kehamilannya kepada pacar dan teman dekatnya, dan hanya satu yang
mendapat dukungan meneruskan kehamilannya, meski akhirnya tetap memilih melakukan
aborsi. Hal ini dapat ditunjukkan dari pernyataan sebagai berikut :
"..saya Cuma cerita ke temen sam a pacar, dukungan untuk meneruskan kehamilan ya
dari konselor PKBI yang nawarin tinggal di asrama sampai bayiku lahir, katanya masa/ah
biaya bisa didiskusikan Cuma orangtuaku kan harus tahu, aku harus cuti kuliah, belum nanti
ka/o bayiku lahir trus pacarku ga mau lagi sama aku dan lain-lain, jadi kayanya keputusan
saya sudah bulat tetap digugurkan .. sama pacar sempet berantem waktu saya cerita
kehamilan ini, tapi akhirnya pacarku bantu aku cari info aborsi, ka/o sama temen biasa
saja, dia ikut saja keputusanku"
(Wawancara mendalam dengan IU2, 21 tahun)

Posisi laki-laki (pacar) cukup dominan dalam mendukung pengambilan keputusan untuk
melanjutkan kehamilan, begitu juga posisi teman sebaya jika teman tidak membolehkan
aborsi maka teman akan cenderung mendukung kehamilan dengan menjadi mediator agar
pasangan bertanggungjawab terhadap kehamilan perempuan

Alasan yang mendasari pengambilan keputusan aborsi pada remaja dengan KTD
lebih bersifat pribadi seperti, tidak ingin mengecewakan orangtua, keinginan melanjutkan
pendidikan, remaja belum siap nikah, kehamilan merupakan hasil pemerkosaan, perasaan
bersalah kepada pasangan karena menjadi korban pemerkosaan, serta ketidak percayaan
pasangan terhadap kehamilannya. Hal ini dapat diketahui dari pernyataan berikut :

‘ ya takut, kalau sampai ketahuan orangtua habislah saya .. pokoknya waktu itu yang saya
pikirkan takut sama orangtua, takut tidak bisa mewujudkan cita- cita orangtua, apalagi pacar
juga ga percaya ini anaknya, setelah ngobrol sama temen dan pacar ya akhirnya pilih aborsi,
cari info tempat aborsi .. "
(wawancara menda/am denqan IU4, 19 tahun)

Proses pengambilan keputusan remaja pelaku aborsi pada penelitian ini belum melewati
seluruh tahapan pengambilan keputusan yakni: pertama mempertimbangkan tantangan
dan risiko yang muncul. Kedua, mencari alternative pilihan yang lebih kecil
resikonya. Ketiga, mencari bobot dari alternative yang ada yakni alternative mana
yang memungkinkan segera dilaksanakan dan sedikit hambatannya. Keempat,
membahas keputusan yang akan diambil dengan oranglain, terutama yang
dianggap lebih berpengalaman (guru, orangtua, teman). Kelima, mempertimbangkan
akibat yang paling buruk.Faktanya sebagian besar remaja mengambil keputusan aborsi
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Vol. 2, No.1 Agustus 2014 66
Susilo Rini :Dampak Psiko-sosial Negatif dan Positif akibat...

tanpa mendiskusikannya dengan orang yang lebih berpengalaman (orangtua, tenaga


kesehatan, tenaga konselor) . Hal ini ditunjukkan dari penyataan informan sebagai berikut :
“ setelah telat haid itu saya langsung menghubungi pacar, trus dia beliin aku tespek ken,
pas dites ternyata positif, trus kita diskusi .. karena aq masih seko/ah dia juga kuliah jadi kita
sepakat diaborsi, paginya aku cerita ketemenku masa/ahku, temenku kaget, dia nyaramin
aku cerita saja ke orangtua tapi aku ga meu, akhirnya dia mau bantuin aku nyari tempat
eborsi, trus nemu didaerah Sidareja, trus kita kesana buat aborsi kandunganku.
(wawancara menda/am dengan IU5, 17 tahun)
Pengalaman melakukan aborsi remaja sebagian besar memilih aborsi tidak aman.
Namun semua remaja mengatakan proses aborsi yang dialaminya tidak membutuhkan waktu
lama. Dua remaja yang melakukan aborsi dengan meminum pil dirumah, membutuhkan
waktu kurang lebih 8-24 jam. Dua reamaja yang melakukan aborsi dengan bantuan dokter di
klinik membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 jam, sedangkan 1 orang remaja yang melakukan
aborsi dengan bantuan dukun hanya membutuhkan waktu 2 menit bagi “mbah dukun” untuk
memasukan jarinya kedalam rahim si perempuan. Hal ini dapat diketahui dari pernyataan
berikut :
"ada temen temennya saya, saya pesen kedia pil warnanya putih keeil, ga tau namanya,
bentuknya kotak mirip segi enam,euma sempet denger katanya si namanya ginekosid,
harganya 700ribu, waktu itu usia kehamilanku 4 bulan, kata dia usia segini ga tau ya jadi
kluar apa ga? tapi saya minum 2 langsung, malamnya minum paginya langsung mules
seperti diare, sakittt perih .. pas kluar janinnya udah ada kepalanya tapi masih kecil, aku
dikamar sendiri nahan sakit.. masih sempet gelar kein, orang diluar taunya aku lagi
disminore jam 3 minum jam 7.30 mules jam 11 kluar, ari-arinya saya tarik .. trus bayi
sama ari-arinya kudiemin dulu ga langsung diapa-apain, masih mikir, baru kutaroh ditoples .. "
(wawancara mendalam dengan IU2, 21 tahun)

Bedasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwa usia kehamilan informan sudah mencapai
4 bulan. Proses aborsi yang dilakukan pada usia kehamilan 4 bulan sangat beresiko
terhadap kesehatan ibu, mengingat pada usia kehamilan tersebut janin sudah terbentuk
sempurna, plasenta sudah tertanam kuat pada dinding rahim, dan denyut jantung janin sudah
terdengar jelas pada pemeriksaan USG.

Dampak Aborsi pada penelitian ini terbagi menjadi dampak psikologis dan sosial.
untuk dampak psikologis, selain mengalami dampak negatif berupa perasaan bersalah,
menyesal, putus hubungan dengan pacar, stress yang tinggi dan takut perbuatannya
diketahui oleh oranglain, namun ternyata sebagian remaja juga merasakan dampak
psikologis positif akibat aborsi yakni merasa senang karena telah keluar dari masalah
KTDnya dan dapat melanjutkan sekolah kembali. Hal ini dapat diketahui dari pernyataan
sebagai berikut:
"waktu itu kluar ada sdikit perasaan berdosa udah jahat banget, cuma ya sen eng udah
berhasil,sekarang kalo liat anak kecil kadang inget, iya sering kepanasan gerah sering sakit
kepala, napsu makan berkurang, stres, bingung, males, ga punya semangat, sering khawatir
teman tahu perbuatanku, cemas tanpa alasan, mudah marah, tidak sabaran, letih, dan sulit
tidur, jam 9 tidur jam 10 bangun gitu lah .. “
(wawaneara mendalam dengan IU1, 15 tahun)

Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Vol. 2, No.1 Agustus 2014 67


Susilo Rini :Dampak Psiko-sosial Negatif dan Positif akibat...

Dampak sosial akibat aborsi antara lain adalah kecenderungan menutupi perilakunya
dari oranglain dengan cara membatasi diri bertemu dengan banya orang dan cuti kuliah. Hal
ini dapat ditunjukkan dari pernyataan sebagai berikut :

"Yang tahu ya pacar sama temen deketku, kala pacar si biasa malah kaya makin sayang,
sama temen juga biasa mungkin karena temen deket, Cuma saya membatasi bertemu
dengan ban yak orang, suka mikir kalau temen- temen tahu saya aborsi mereka pasti
menjauh"
(wawancara mendalam dengan IU5, 17 tahun)

D. SIMPULAN
Dampak psiko-sosial lebih terlihat jelas dialami remaja pada saat mengamali KTD
sedangkan dampak kesehatan reproduksi lebih terlihat jelas dialami remaja pasca aborsi,
seperti perdarahan dalam jumlah sedang, nyeri pada jalan lahir, dan demam tinggi akibat
infeksi. Dampak psikologis pasca aborsi pada remaja selain memberikan dampak negatif
juga menimbulkan dampak positif bagi remaja berupa perasaan senang karena terlepas dari
masalah KTDnya sehingga dapat melanjutkan sekolah kembali. Remaja pelaku aborsi
melakukan intercourse pertama pada usia antara 14-19 tahun, dan melakukan aborsi pada
usia 14-20 tahun, sedangkan pengetahuan tentang dampak aborsinya masih sangat minim,
karena kurangnya akses terhadap layanan konsultasi remaja. Remaja mengetahui status
kehamilannya sendiri dari alat tes kehamilan yang dibelinya dan tidak mendapatkan
dukungan meneruskan kehamilan dari pacarnya.

Acknowledgement
Diucapkan terima kasih PKBI Jawa Tengah yang telah berkenan memberikan
kesempatan melakukan penelitian di wilayah kerja PKBI Jawa Tengah.

Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Vol. 2, No.1 Agustus 2014 68


Susilo Rini :Dampak Psiko-sosial Negatif dan Positif akibat...

DAFTAR PUSTAKA

Azhari. Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi Perempuan. Bagian Obstetri dan
Ginekologi FK UNSRI/ RSMH. Palembang. 2002.

Hermawan, DY. Profil KTD Pilar PKBI Tahun 2012. PKBI Jawa Tengah. 2013.

Hidayatin, R. Penanganan Aborsi Tidak Aman (Unsafe Abortion) dari Perspektif Perempuan
yang Mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) (Tesis Universitas Sumatera Utara).
2012.

Kartono. Seputar Masalah Aborsi di Indonesia. PKBI Jawa Tengah. Semarang. 2007.

Katy, G. American Psychologist: Abortion and Mental Health, Evaluating the Evidence.
December 2009.

Magister Promosi Kesehatan Undip. Pedoman Pencegahan Aborsi Tidak Aman. Pasca Sarjana
Promosi Kesehatan Universitas Diponegoro. Semarang. 2009.

Sinding, S. Aborsi Aman Upaya Menyelamatkan Hidup Perempuan. PKBI. Jakarta. 2004.

Sinding, S. Studi Kualitatif Kehamilan Tidak Diinginkan dan Aborsi Pada Kalangan Remaja di
Tiga Kota di Indonesia. PKBI. Jakarta. 2005.

Wahyu, P. Faktor-faktor yang Mempengaruhi sikap Permisif terhadap Aborsi Pada Remaja
Kawin usia 15-24 Tahun (Tesis Universitas Indonesia). 2011.

Jurnal Kesehatan Kusuma Husada Vol. 2, No.1 Agustus 2014 69

Anda mungkin juga menyukai