Anda di halaman 1dari 22

A.

LATAR BELAKANG MASALAH

Remaja mengalami perubahan dalam lingkungan seperti halnya sikap orang tua,
saudara, masyarakat umum, maupun teman sebaya. Perubahan di dalam maupun di luar diri
remaja itu membuat kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologisnya meningkat. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut remaja memperluas lingkungan sosialnya diluar kontes
keluarga seperti lingkungan teman sebaya. Menurut Erikson (dalam Hendriati, 2006: 33),
seorang remaja bukan sekedar mempertanyakan siapa dirinya, tapi bagaimana dan dalam
konteks apa atau dalam kelompok apa dia bisa menjadi bermakna dan dimaknakan. Pendapat
menegaskan bahwa keinginan untuk diakui dan diterima dalam kelompok akan menjadi fokus
remaja dalam berinteraksi di lingkungan sosial yang menyebabkan timbulnya konformitas
teman sebaya. Myers, D.G (2012: 253), mengartikan konformitas sebagai perubahan perilaku
atau kepercayaan seseorang sebagai hasil dari tekanan kelompok yang nyata atau hanya
berdasarkan imajinasi. Fenome di lingkungan sekitar berasumsi bahwa Banyak remaja
beranggapan jika berpenampilan dan berperilaku mengikuti anggota kelompok maka
kesempatan untuk dapat diterima dalam kelompok tersebut lebih besar. Konformitas tidak
selalu berkaitan dengan hal negatif, banyak juga hal positif yang dapat dihasilkan dari
konformitas kelompok. Konformitas yang berdampak positif contohnya kegiatan belajar
kelompok yang dilakukan rutin. tidak hanya dengan mengikuti dan menerima perilaku positif
tapi juga melalui perilaku negatif biasanya yang sering terjadi di dalam lingkungan remaja
contoh bullying.Seperti contoh kasus genk hello kitty berawal dari saling mengejek atau
bullyingdi sosial yang mengakibatkan pelaku dan teman-teman gangs tidak terima dan
melakukan pembulian kadang sampai perkelahian

Menurut Stanley Milgram (1975) konformitas adalah perilaku yang mengikuti suatu
kelompok yang didorong oleh keinginan individu itu sendiri, dimana kelompok tersebut tidak
memiliki suatu hak yang spesial untuk mengarahkan tingkah laku individu tersebut.Menurut
Soerjono Soekanto konformitas berarti penyesuaian diri dengan masyarakat dengan cara
mengindahkan norma dan nilai masyarakat. Jon M Shepard mendefinisikan Conformity
sebagai “the type of social interaction in which an individual behaves toward others in ways
expected by the group”. Jadi konformitas adalah seseorang berperilaku terhadap orang lain
sesuai dengan harapan merupakan bentuk interaksi yang di dalamnya kelompok

1
Baron dan Byrne (1994), Konformitas remaja adalah penyesuaian perilaku remaja untuk
menganut norma kelompok acuan, menerima ide atau aturan-aturan kelompok yang mengatur
cara remaja berperilaku pada anak remaja Khususnya pada siswa SMP Muhammdiyah 3
Kepanjen terlihat bahwa perilaku konformitas masih ada dalam lingkungan sekolah terutama
dalam lingkup terkecil lingkungan kelas.terlihat bahwa siswa perempuan lebih sering
bertemu dan berkumpul bersama dengan teman dalam kelompoknya dari pada dengan orang
di luar kelompoknya. Siswa sering meniru gaya yang di anut oleh teman kelompoknya agar
di akui oleh teman kelompoknya menyampingkan kepentingan segala termasuk dirin untuk
ya sendiri di atas kepentingan kelompoknya. siswa tersebut lebih banyak melakukan hal-hal
yang menentang keinginan dalam hatinya dan memendam persoalan dalam hidupnya tertama
keinginannya sehingga menimbulkan masalah tersendiri dalam dirinya demi menunjukkan
identitas dirinya dalam kelompoknya.

Dari hal tersebut ,dapat di simpulkan bahwa perempuan lebih banyak melakukan
perilaku konformitas terhadap teman sebayanya dibandingkan dengan laki-laki

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka


peneliti akan menyusun fokus penelitian sesuai dengan data-data yang akan diperoleh dari
lapangan tentang tindakan tindakan konformitas dalam siswa kelas 2 SMPN 1 PANJEN ?
1. Apa pengaruh Teman sebaya terhadap Perilaku konformitas siswa kelas 2
SMPN 1 PANJEN ?
2. Bagaimana tipologi tindakan Teman sebaya terhadap Perilaku konformitas
siswa kelas 2 SMPN 1 PANJEN ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian sehubungan dengan rumusan masalah diatas yakni untuk


memperoleh data tentang aktivitas sehari-hari dari anggota siswa kelas 2 SMP
Muhammdyah 3 PANJEN . Hal ini dimaksudkan agar peneliti dapat
1. Menjelaskan pengaruh Teman sebaya terhadap Perilaku konformitas siswa
SMP Muhammdyah 3 PANJEN

2
2. Menjelaskan tipologi tindakan Teman sebaya terhadap Perilaku konformitas
SMP Muhammdyah 3 PANJEN

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara teoritis
Penelitian ini dapat memberikan informasi hasil penemuan di lapangan seberapa
besar pengaruh teman sebaya terhadap perilaku konformitas dan memperkaya
khasanah teori bi,bingan dan konseling mengenai perilaku konformitas
2. Seacara Praktis
a. Bagi Siswa
Penelitian ini di harapkan berguna bagi siswa sebagai masukan untuk
mencegah terjadinya perilaku konformitas terhadap teman sebaya dan apabila
ada suatu masalah dengan kelompok teman sebaya dia bisa menghadapi dan
bisa mengungkapkan perasaan kepada temannya tanpa ada tekanan dari
kelompok
b. Bagi Guru BK
Hasil penelitian ini dapat di jadikan informasi untuk mencegah pengaruh
konformitas bagi seluruh siswa SMP Muhammadyah 3 Kepanjen sehingga
tidak akan terjadi konflikyang mengakibatkan pesertanya didiknya terganggu
dalam proses pembelajaran
E. Definisi Istilah
Myers, D.G (2012: 253), mengartikan konformitas sebagai perubahan perilaku atau
kepercayaan seseorang sebagai hasil dari tekanan kelompok yang nyata atau hanya
berdasarkan imajinasi. Fenome di lingkkungan sekitar berasumsi bahwa Banyak
remaja beranggapan jika berpenampilan dan berperilaku mengikuti anggota
kelompok maka kesempatan untuk dapat diterima dalam kelompok tersebut lebih
besar. Konformitas tidak selalu berkaitan dengan hal negatif, banyak juga hal positif
yang dapat dihasilkan dari konformitas kelompok.

3
BAB II

Kajian Pustaka

Menurut Gerungan (1977:58) dalam buku “psikologi remaja’’ mengatakan sikap


remaja awal yang berkembang, terutama menonjol dalam sikap sosial, lebih-lebih sikap sosial
yang berhubungan dengan teman sebaya. Sikap positif remaja awal terhadap teman sebaya
berkembang dengan pesat setelah remaja mengenal adanya kepentingan dan kebutuhan yang
sama.sikap solider atau ” senasip seperjuangan ” dirasakan dalam kehidupan kelompok baik
dalam kelompok yang sengaja di bentuk maupun yang terbentuk dengan sendirinya.simpati
dan merasakan perasaan orang lain mulai berkembang dalam usia remaja awal.remaja
berubah sikap sesuai dengan norma-norma kelompoknya Sikap konformitas dengan teman
sebaya selalu dipertahankan remaja.

Sikap konformitas pada remaja selalu di pertahankan walaupun hal itu menimbulkan
pertentangan antara remaja dengan orangtua akibat perbedaan nilai. Dalam hal ini Strang
(1957:59) menyimpulkan bahwa konformitas (remaja) seperti dalam berpakaian
menunjukkan keinginan mereka untuk diterima masuk sebagai anggota (to belong) dan rasa
takut mereka dari ketidaksamaan atau terkuncil ( of being difference). Bahkan beberapa hal
yang bersifat lahiriyah remaja itu berhubungan erat dengan konsep diri pribadi (personal
appereance ) dapat berkorelasi dengan konformitas terhadap kleompok, dengan tingkah
lakunya, dan dengan citra dirinya. Perasaan yang sangat di takuti oleh remaja, diantaranya
tercemin pula dalam kutipan di atas, bahwa mereka sangat takut terkuncil atau terisolir dari
kelompoknya.hal yang demikian itu menyebabkan remaja sangat intim dan bersikap perasaan

terikat dengan teman sebaya. Perasaan konformitas erat hubunganya dengan


“sumbangan” yang di terima remaja dari teman sebaya, sehingga ia merasa dibutuhkan
,merasa berharga dalam situasi pergaulan.persaan di butuhkam dan berharga menimbulkan
kesukarelaannya untuk menyumbang sesuatu kepada teman sebaya. Pihak terakhir (teman
sebaya) merasa pula dibutuhkan dan merasa berharga. Demikian seterusnya hingga terjadi
jalinan keintiman.

4
1.1 Pengertian Konformitas

Asch (dalam Feldman, 1995) mendefinisikan konformitas sebagai perubahan dalam


sikap dan perilaku yang dibawa seseorang sebagai hasrat untuk mengikuti kepercayaan atau
standar yang ditetapkan orang lain. Konformitas juga diartikan sebagai bujukan untuk
merasakan tekanan kelompok meskipun tidak ada permintaan langsung untuk tunduk pada
kelompok (Deux, Dane & Wrigthsman, 1993). Sedangkan Feldman (1995) mengatakan:“a
change in behavior or attitudes brought about by a desire to followbelief or standards of
others.” Konformitas adalah perubahan perilaku atau sikap yang disesuaikan untuk
mengikuti keyakinan atau standar kelompok. dapat diambil kesimpulan bahwa konformitas
adalah perubahan sikap dan perilaku individu sesuai dengan standar ataupun harapan yang
dibentuk kelompok agar individu dapat diterima dan dipertahankan di dalam kelompok
tersebut dan sebagai bentuk interaksi yang terjadi di dalam kelompok Konformitas seringkali
kita merasa bahwa apa yang kita lakukan dalam sebuah kelompok tertentu adalah yang
semestinya kita lakukan dan yang diinginkan atas pertimbangan untuk kebaikan diri sendiri.
Tetapi tanpa kita sadari bahwa tindakan yang kita lakukan tersebut atas dasar pengaruh
berubah sesuai perubahan kesepakatan itu sendiri.(Narwoko, 2004:23-27).

Menurut Hurlock(1980:235)konformitas terhadap standar kelompok terjadi karena


adanya keinginan untuk diterima kelompok sosial. Semakin tinggi keinginan individu untuk
diterima secara social maka semakin tinggi pula tingkat konformitasnya. Ada dua jenis
konformitas(Sarwono,2001:173) :

 .Menurut (compliance)

Konformitas yang dilakukan secara terbuka sehingga terlihat oleh umum, walaupun
hatinya tidak setuju. Misalnya,memeluk cium rekan arab walaupun merasa risih. Kalau
perilaku menurut ini adalah terhadap suatu perintah, namanya adalah ketaatan (obedience),.

 Penerimaan(accept)

Konformitas yang disertai perilaku dan kepercayaan yang sesuai dengan tatanan
social. Misalnya, memenuhi ajakan teman-teman untuk membolos.Solomon Asch (dalam
Sears, Freedman,dan Peplau,1985:78-80) menduga bahwa konformitas hanya terjadi dalam

5
situasi yang ambigu, yaitu bila orang merasa amat tidak pasti mengenai apa standar perilaku
yang benar. Dari dasar pemikirannya ini, Solomon Asch dalam Baron, Robert A., Byrne,
Donn. 2005.Psikologi Sosial ) melakukan sebuah eksperimen untuk menguji dugaannya. Ia
menunjukkan dua buah kartu berwarna putih dimana kartu pertama tergambar tiga buah garis
yang panjangnya berbeda-beda dan kartu kedua tergambar satu buah garis. Lima orang
mahasiswa disuruh memilih diantara ketiga garis pada kartu pertama, garis yang mana paling
mirip panjangnya dengan garis yang ada pada kartu kedua. Dengan suara yang keras keempat
mahasiswa itu berturut -turut memberi jawaban keliru kemudian tiba giliran mahasiswa yang
kelima menjawab dengan jawaban yang juga kelirumengikuti jawaban keempat rekannya
yang terlebih dulu dimintaipenilaian. Padahal keempat mahasiswa itu melakukan kesepakatan
dengan Solomon Asch untuk memilih jawaban yang keliru. Mahasiswa yang kelima
meskipun menganggap bahwa jawaban sebelumnya itu keliru tetapi ia merasa lebih baik
memberikan jawaban yang keliru daripada bertentangan dengan yang lain.Dari eksperimen
tersebut, dapat dilihat bahwa seseorang melakukan konformitas dikarenakan adanya tekanan
social dari kelompok.

1.2 .Aspek-Aspek Konformitas


Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri
yang khas. Berdasarkan pendapat lain, Myers (dalam Hotpascaman, 2010) menyatakan
bahwa untuk dapat mengerti mengapa seseorang bisa konform terhadap kelompok, perlu
diamati dua bentuk pengaruh sosial yaitu:

a. Pengaruh sosial normatif,


Konformitas karena pengaruh sosial normatif, berarti bagaimana individu dapat
membuat orang lain menyukai dirinya. Sumber konformitas yang dikenal sebagai pengaruh
sosial normatif (normative social influence), karena pengaruh sosial ini meliputi perubahan
tingkah laku individu untuk memenuhi harapan orang lain untuk mendapatkan penerimaan.
Myers (dalam Hotpascaman, 2010) menambahkan bahwa dalam pengaruh ini, individu
berusaha untuk mematuhi standar norma yang ada di dalam kelompok. Apabila norma ini
dilanggar, maka efeknya adalah penolakan ataupun pengasingan oleh kelompok pada
individu. Adapun pengertian oleh Fieldman (1995) bahwa pengaruh ini tampak, dengan
adanya keinginan individu untuk berperilaku sesuai dengan keinginan dari kelompok dan
untuk menghindar dari adanya pengalaman penolakan, maupun menghindari sanksi yang
akan diterima dari kelompok pada individu.

6
b. Pengaruh sosial informasional.
Individu menggunakan opini dan tindakan sebagai panduan opini dan tindakannya.
Ketergantungan terhadap orang lain menjadi sumber yang kuat atas kecenderungan untuk
melakukan konformitas. Tindakan dan opini orang lain menegaskan kenyataan sosial bagi
individu dan individu menggunakan sebagai pedoman bagi tindakan dan opini individu itu
sendiri. Dasar dari konformitas dikenal sebagai pengaruh sosial informasional (informational
social influence). Hal tersebut didasarkan pada kecenderungan individu untuk bergantung
pada orang lain sebagai sumber informasi tentang aspek dunia sosial. Sesuai dengan
Fieldman (dalam Hotpascaman, 2010) yang memperjelas bahwa disaat individu conform
terhadap kelompoknya, hal ini didasari karena bagi individu, kelompok memiliki informasi
yang lebih akurat, sehingga individu cenderung untuk selalu memverifikasi informasi dan
menyesuaikan diri dengan pendapat ataupun informasi yang dimiliki kelompok selain itu juga
agar pendapat individu lebih objektif dan secara moral menghindari perilaku yang tidak
diinginkan.
1.3. Ciri-ciri konformitas

Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya


ciri-ciri yang khas. Sears (1991:81-86) mengemukakan secara eksplisit bahwa
konformitas remaja ditandai dengan hal sebagai berikut:

1.Kekompakan
Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan seseorang tertarik dan
ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan seseorang dengan
kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara anggota kelompok serta harapan
memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Semakin besar rasa suka anggota yang
satu terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh
manfaat dari keanggotaan kelompok serta semakin besar kesetiaan mereka, maka
akan semakin kompak kelompok tersebut.

2. Kesepakatan

Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga
seseorang harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok.

7
3.Kepercayaan
Penurunan melakukan konformitas yang drastis karena hancurnya
kesepakatan disebabkan oleh faktor kepercayaan. Tingkat kepercayaan
terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat,
meskipun orang yang berbeda pendapat itu sebenarnya kurang ahli bila
dibandingkan anggota lain yang membentuk mayoritas. Bila seseorang
sudah tidak mempunyai kepercayaan terhadap pendapat kelompok, maka hal ini
dapat mengurangi ketergantungan individu terhadap kelompok sebagai sebuah
kesepakatan.

4. Persamaan Pendapat

Bila dalam suatu kelompok terdapat satu orang saja tidak sependapat dengan anggota
kelompok yang lain maka konformitas akan turun. Kehadiran orang yang tidak sependapat
tersebut menunjukkan terjadinya perbedaan yang dapat berakibat pada berkurangnya
kesepakatan kelompok. Jadi dengan persamaan pendapat antar anggota kelompok maka
konformitas akan semakin tinggi

5.Ketaatan

Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada seseorang membuatnya rela melakukan tindakan
walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan
tinggi juga. Tekanan karena ganjaran, ancaman, atau hukuman adalah salah satu cara untuk
menimbulkan ketaatan. Dengan meningkatkan tekanan terhadap individu untuk menampilkan
perilaku yang diinginkan melalui ganjaran, ancaman, atau hukuman karena akan
menimbulkan ketaatan yang semakin besar.

1.4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONFORMITAS


Menurut Sears (2004) menyebutkan ada 4 faktor yang mempengaruhi konformitas,
antara lain:
a. Rasa Takut terhadap Celaan Sosial
Alasan utama konformitas yang kedua adalah demi memperoleh persetujuan, atau
menghindari celaan kelompok. Misal, salah satu alasan mengapa tidak mengenakan pakaian
bergaya Hawai ke tempat ibadah adalah karena semua umat yang hadir akan melihat dengan
rasa tidak senang.

8
b. Rasa Takut terhadap Penyimpangan
Rasa takut dipandang sebagai individu yang menyimpang merupakan faktor dasar hampir
dalam semua situasi sosial.Setiap individu menduduki suatu posisi dan individu menyadari
bahwa posisi itu tidak tepat. Berarti individu telah menyimpang dalam pikirannya sendiri
yang membuatnya merasa gelisah dan emosi terkadang menjadi tidak terkontrol. Individu
cenderung melakukan suatu hal yang sesuai dengan nilai-nilai kelompok tersebut tanpa
memikirkan akibatnya nanti.
c. Kekompakan Kelompok
Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi. Alasan utamanya
adalah bahwa bila orang merasa dekat dengan anggota kelompok yang lain, akan semakin
menyenangkan bagi mereka untuk mengakui dan semakin menyakitkan bila mereka mencela.
d. Keterikatan pada Penilaian Bebas
Keterikatan sebagai kekuatan total yang membuat seseorang mengalami kesulitan untuk
melepaskan suatu pendapat. Orang yang secara terbuka dan bersungguh-sungguh terikat
suatu penilaian bebas akan lebih enggan menyesuaikan diri terhadap penilaian kelompok
yang berlawanan.
Ada empat faktor yang perlu diperhatikan yang dapat mempengaruhi konformitas
(Baron dan Byrne, 2005), yaitu :
a. Kohesivitas
b. Ukuran kelompok
b. Ada-tidaknya dukungan sosial
c. Perbedaan jenis kelamin

1.5.Strategi Penanganan konformitas

memberikan cara mengatasi konformitas pada teman

A. Strategi yang Tepat Mencari Teman


1) Menciptakan Interaksi
Dilakukan dengan cara mempelajari tentang teman; bertanya tentang nama mereka, usia,
aktifitas favorit. Sedangkan tawaran prososial adalah dengan memperkenalkan diri sendiri,
memulai pembicaraan, dan mengajak mereka melakukan sesuatu secara bersama.
2) Bersikap Menyenangkan

9
Hal ini dilakukan dengan bersikap yang menyenangkan, yaitu baik hati dan penuh perhatian.
Memberikan perhatian yang pas, tidak kurang dan juga tidak berlebihan.
3) Tingkah Laku Prososial
Dicirikan dengan kejujuran, dapat dipercaya, mau memberitahu yang sebenarnya, menjaga
janji dan menepati, muurah hati, mau berbagi dan mau bekerja sama satu sama lain.
4) Menghargai Diri sendiri dan Orang Lain
Menghargai orang lain, memiliki sikap yang baik, beretika baik, berperilaku sopan dan mau
mengdengarkan apa yang dikatakan oleh orang lain. Selain itu, juga memiliki sikap dan
kepribadian yang positif. Terbuka kepada orang lain, ramah, lucu, menjadi diri sendiri,
menjaga reputasi diri sendiri; berpakaian rapi, bersih dan melakukan tingkah laku yang
terbaik.
5) Menyediakan Dukungan Sosial
Dicirikan misalnya menyediakan dukungan sosial; pertolongan, nasihat, tunjukkan Anda
peduli. Termasuk juga melakukan kegiatan bersama, seperti belajar, bermain, duduk
berdekatan dan berada dalam kelompok yang sama. Dan tak lupa juga memberikan
penguatan satu sama-lain misalnya memberikan pujian.
B. Logoterapi
Dalam kehidupan individu, hasrat untuk hidup lebih bermakna tak terpenuhi mungkin
kan terpenuhi dan mungkin tidak. Antara lain karena hal ini disadari atau tidak di masing-
masing pengalaman seseorang ada makna potensial yang dapat ditemukan. Selain itu,
mungkin teknik-teknik penemuan makna tersebut belum dikuasainya.
Ketidakberhasilan dalam menemukan makna hidup biasanya menimbulkan
menimbulkan penghayatan hidup tanpa makna (meaningless), hampa, gersang, merasa tak
memiliki tujuan hidup, hidup merasa tak berarti, bosan dan apatis. Kebosanan itu artinya
ketidakmampuan individu dalam membangkit semangat di dalam dirinya sendiri. Sedangkan
apatis berarti ketidakmampuan mengambil prakasa.
Kehendak-kehendak di atas mungkin tidak terungkap secara nyata. Tetapi menjelma
berbagai upaya kompensasi dan kehendak yang berlebihan untuk berkuasa, bersenang-senang
mencari kenikmatan, kenikmatan seksual, bekerja, mengumpulkan uang. Dengan kata lain,
biasanya dalam perilaku dan kehendak yang berlebihan itu biasanya tersirat penghayatan-
penghayatan hidup tanpa makna.
Disamping dengan penghayatan hidup yang kurang bermakna, para ahli logoterapi
berpandangan bahwa kurang berfungsinya naluri dan intuisi serta nilai-nilai kehidupan sosial
keagamaan menjadi penyebab mengapa hidup tak bermakna, dan hilangnya kesadaran. Yaitu,
10
kesadaran akan makna yang secara potensial ada di dalam masing-masing pengalaman
seseorang.
Walaupun penghayatan makna hidup ini bukan merupakan suatu penyakit, tetapi dalam
intensitas yang lama dan berlarut-larut tak diatasi akan dapat menimbulkan efek. Yaitu,
menjelma menjadi neurosis noogenik, karakter totaliter dan karakter konformis.neurosis
noogenik adalah gangguan perasaan yang cukup menggangu prestasi seseorang dan
penyesuaian individu. Gangguan ini biasanya tampil dalam keluhan-keluhan serba bosan,
hampa, dan penuh keputusasaan, kehilangan minat dan inisiatif. Serta merasa bahwa hidup
ini tidak ada artinya sama sekali. Gejala yang lain misalnya memandang harian dianggap
rutinitas yang menjemukan, bahkan menyakitkan hati.
Kegairahan untuk bekerja semakin memudar seiring berkembangnya perasann bahwa
hidupnya tak mencapai prestasi, tak ada kemajuan, dan apa yang sudah tercapai tak berarti
apa-apa bagi dirinya. Sikap acuh tak acuh berkembang, rasa tanggungjawabnya terhadap diri
sendiri dan lingkungannya berkurang. Pandangan terhadap lingkungannya ia anggap sebagai
hal yang membatasi dirinya, dan serba menentukan nasib dirinya. Ia pun tak mampu
menghadapi hal tersebut.
Sama sekali tidak disadari oleh individu, bagaimana pun seseorang bisa menentukan
manakah yang terbaik untuk dirinya sendiri. Terkadang, tak jarang seseorang menyesali akan
kelahirannya sendiri. Mengapa ia terlahir ke dunia ini? Dalam sikap yang demikian,
seringkali kematian justru ambivalen. Di satu pihak ia ingin mati tapi tak siap untuk mati.
Dengan anggapan, mati merupakan jalan terbaik untuk menyelesaikan dan menyakhiri segala
kehidupan yang tak bermakna. Individu semacam ini, “Hidup enggan, matipun sungkan”.
Kedua, Totaliter. Ialah gambaran bagi kepribadian yang tidak mau menerima masukan
dari orang lain. Cenderung melaksanakan tujuan hidupnya sendiri, kepentingan dan kehendak
dari dirinya sendiri. Penolakan terhadap masukan orang lain bisa terlihat penolakang
langsung, atau hanya ditampung kemudian diabaikan. Lebih-lebih bila masukan dari orang
lain berbeda dengan pandangan dirinya sendiri. Namun justru saat pemikiran orang lain
sesuai dengan pandangan dirinya, ia secara diam-diam akan memanfaatkan dan juga
mengakui bahwa itu berasal dari pandangan pribadinya.
Pribadi ini sangat peka dan reaktif terhadap kritikan orang lain, biasanya ia mudah
tersinggung dan akhirnya menyerang kembali kepada pengkritik. Ancaman dan pamer
kekuasaan biasanya digunakan untuk senjata dirinya untuk dapat meraih tujuan dirinya.
Dalam kelompoknya, ia mungkin sangat piawai dalam menggerakkan orang lain, dan
kelompoknya. Tapi, dia-diam orang lain memperolokkan dan tidak menyukainya. Anggapan
11
dirinya bahwa lingkungannya tak dapat dijadikan sebagai sumber untuk mendapatkan
keamanan dan rasa aman. Karena hal itu dapat mengancam harga dirinya dan rasa aman.
Oleh sebab itulah, ia mengabaikan lingkungannya dan menjadikan dirinya sendiri sebagai
andalan tanpa bergantung kepada siapa pun.
Caranya, dengan menetapkan secara ekslusif dan fanatik nilai-nilai tertentu; ideologi,
profesionalisme, kegiatan, kepentingan, dan keinginan yang ditetapkannya sendiri dengan
ketat dan dijaganya dari pengaruh dan kritik dari orang lain. Motto dari pribadi totaliter ini
bisa disimpulkan,”Saya benar, kamu salah, semau saya”.
Karakter reformis. Gambaran pribadi dengan kecenderungan kuat untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungannya, dan berusaha untuk mengikutinya. Dan bahkan berusaha untuk
mengabaikan keinginan dan kepentingan dirinya sendiri.

12
2.TEMAN SEBAYA
2.1 Konsep Teman Sebaya
Pengertian Teman Sebaya adalah sekelompok orang yang memiliki usia yang sama
dengan kita, dan memiliki kelompok sosial yang sama pula, misalnya teman sekolah
(Mu’tadin 2002). Teman sebaya juga dapat diartikan sebagai kelompok orang yang
mempunyai latar belakang, usia, pendidikan, dan status sosial yang sama, dan teman sebaya
biasanya dapat mempengaruhi perilaku dan keyakinan masing-masing anggotanya.
Kelompok teman sebaya biasanya saling bercerita tentang kesenangan dan latar belakang
anggotanya. Selain tingkat usia yang sama, teman sebaya juga memiliki tingkat kedewasaan
yang sama. Jadi dapat disimpulkan bahwa teman sebaya adalah sekelompok orang yang
seumuran, berlatar belakang, berpendidikan, dan dalam status sosial yang relatif sama, di
mana dalam kelompok tersebut biasanya terjadi pertukaran informasi yang mungkin saja
dapat mempengaruhi perilaku dan keyakinan dari anggota lainnyaKelompok awal bagi
seseorang pada fase remaja dalam berinteraksi denganlingkungan sosial adalah kelompok
teman sebaya. Ia mulai belajar bergaul dan berinteraksi dengan orang lain yang bukan
anggota keluarganya. Teman sebaya terdiri atas beberapa orang anak yang usianya hampir
sama atau sepantaran. Mereka sering berinteraksi satu dengan lainnya melalui kegiatan
bermain bersama. Interaksi diantara teman sepermainan seringkali hanyalah untuk
kesenangan.Salah satu alasan seorang remaja tergabung dalam suatu kelompok teman sebaya
yakni dengan menemukan jati dirinya.Erikson(Hurlock, 1980:208) mengatakan
bahwa:“identitas yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa
perannya dalam masyarakat, apakahnantinya dapat menjadi orang tua, apakah mampu
percaya diri sekalipun latar belakang ras atau agama atau nasionalnya membuat beberapa
orang merendahkannya. Remaja saling mempengaruhi satu sama lain, remaja biasa berusaha
untuk menjadi anggota suatu kelompok. Pengaruh yang kuat dari kelompok teman sebaya
pada masa remaja sebagian berasal dari keinginan remaja untuk dapat diterima oleh
kelompok dan sebagian lagi dari kenyataan bahwa remaja menggunakan waktu lebih banyak
dengan teman sebaya.Usaha mencari identitas untuk menjelaskan siapa dirinya dan peran
dalam masyarakat menyebabkan remaja banyak berada di luar rumah bersama teman
sebaya.(Peer group) atau kelompok teman sebaya menjadi suatu sarana sekaligus tujuan
dalam pencarian jati diri mereka. Tidak heran apabila banyak ditemukan kasus perilaku
remaja yang disebabkan pengaruh buruk dari kelompok teman sebaya ini. Pada dasarnya
tidaklah mudah bagi remaja untuk mengikatkan diri mereka pada suatu kelompok karena
suatu kelompok memiliki tuntutan yang harus dapat dipenuhi oleh setiap remaja yang ingin
13
bergabung. Remaja selalu menginginkan harmonisasi dan dukungan emosi dalam menjalin
persahabatan dan akan lebih mudah dalam melakukan konformitas, mengikuti norma yang
berlaku di kelompok, meskipun tidak ada paksaan secara langsung untuk hal itu. Remaja
akan menyamakan tingkah laku, hobi, gaya hidup, penampilan agar tidak beda dengan rekan -
rekannya dan dapat diterima sebagai bagian dari kelompoknya.

2.2Aspek-Aspek pada teman sebaya


Aspek-aspek konformitas Teman Sebaya DavidO’Sears (1985:81) mengemukakan
secara eksplisit bahwa konformitas remaja ditanndai dengan adanya 3 hal, yaitu:
1. Kekompakan
Konformitas dipengaruhi oleh eratnya hubungan antara individu dengan kelompoknya.
yang dimaksudkan kekompakan disini yaitu jumlah kekuatan yang menyebabkan orang lain
tertarik pada suatu kelompok dan yang membuat mereka ingin tetap menjadi anggotanya.
Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota yang lain, dan semakin besar
harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok serta semakin besar
kesetiaan mereka maka semakin kompak kelompok tersebut. Kekompakan yang tinggi
menimbulkan konformitas yang semakin tinggi. Alasan utamanya adalah bahwa bila
seseorang merasa dekat dengan anggota kelompoknya yang lain, akan semakin
menyenangkan bagi mereka untuk mengakui kita, dan akan semakin menyakitkan bila
mereka mencela kita. Artinya, kemungkinan untuk menyesuaikan diri atau tidak
menyesuaikan diri akan semakin besar bila kita mempunyai keinginan yang kuat
untuk menjadi anggota kelompok tersebut. Kelompok yang beranggapan bahwa tugasnya
penting atau berharga akan menghasilkan tingkat konformitasyang lebih besar dibandingkan
kelompok yang memandang suatu tugas sebagai suatu tugas yang tidak penting.
a. Penyesuaian Diri
Jika seseorang merasa nyaman dengan anggota kelompok yang lainnya , maka akan semakin
menyenangkan bagi mereka untuk dapat mengakui dirinya dan kemungkinan untuk dapat
menyesuaikan diri akan semakin besar.
b. Pengetahuan terhadap kelompok
Pengetahuan terhadap kelompok disini meliputi pengetahuan yang dimiliki oleh individu
dalam kelompok tersebut tentang anggota kelompoknya dan pengetahuan yang dimiliki
individu tentang aktivitas dalam kelompoknya
2. Kesepakatan
14
Kesepatan dalam hal ini diharapkan individu-individu dalam kelompok tersebut dapat
menyesuaikan diri dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku dalam kelompoknya.
Kesepakatan dalam kelompok meliputi: kepercayaan antar anggota kelompok yang satu
dengan yang lainnya, mampu memberikan pendapat tentang kelompoknya, menyamakan
persepsi dalam kelompok, serta terdapat pula kesesuaian aktiivitas kelompok. Morris&Miller
1975 menunjukkan bahwa saat terjadinya perbedaan pendapat bisa menimbulkan perbedaan.
Bila orang yang menyatakan pendapat yang berbeda setelah meyoritas menyatakan
pendapatnya, maka konformitas akan menurun. Tetapi bila orang yang mempunyai pendapat
berbeda itu memberikan jawabannya sebelum mayoritas mengemukakan jawaban, maka akan
terjadi penurunan konformitas yang lebih besar. Penurunan konformitas yang drastis karena
hancurnya kesepakatan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
a. Kepercayaan
Tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan
pendapat, meskipun orang yang berbeda pendapat itu sebenarnya kurang ahli jika
dibandingkan anggota lain yang membentuk mayoritas.
b. Kesamaan pendapat
Bila anggota kelompok lain mempunyai pendapat yang sama, keyakinan individu terhadap
terhadap pendapatnya sendiri akan semakin kuat.
c. Penyimpangan pendapat dalam kelompok
Bila orang mempunyai pendapat yang berbeda dengan orang lain dia akan dikucilkan dan dan
dipandang sebagai orang yang menyimpang. Baik dalam pandangannya sendiri maupun
dalam pandangan orang lain.
3. Ketaatan
Konformitas teman sebaya menuntut adaya tekanan dalam kelompok acuan pada remaja
yang membuatnya rela melakukan tindakan walaupun remaja tersebut tidak
menginginkannya. Individu harus bersedia mematuhi perlakuan kelompok serta mampu
memenuhi permintaan orang lain dalam kelompoknya. Dan individu juga diharapkan dapat
bekerjasama dalam kelompok tersebut dan saling menjaga kepercayaan individu terhadap
anggota kelompok.Salah satu untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan meningkatkan
tekanan tehadap individu untuk menimbulkan perilaku yang diinginkan melalui suatu
hukuman ataupun ancaman. Dan selain itu harapan dari orang lain juga mempengaruhi, yaitu
ketika seseorang rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena orang lain tersebut

15
mengharapkannya. Dan hal tersebut akan mudah dilihat secara langsung bila permintaan
tersebut diajukan secara langsung

2.3.Ciri-Ciri Teman Sebaya


(John w. santrock, Remaja, Hal. 55) Adapun ciri-ciri daripada teman sebaya adalah
sebagai berikut:

1. Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas. teman sebaya terbentuk secara
spontan. Di antara anggota kelompok mempunyai kedudukan yang sama, tetapi ada
satu di antara anggota kelompok yang dianggap sebagai pemimpin. Di mana semua
anggota beranggapan bahwa dia memang pantas dijadikan sebagai pemimpin,
biasanya anak yang disegani dalam kelompok itu. Semua anggota merasa sama
kedudukan dan fungsinya.
2. Bersifat sementara, karena tidak ada struktur organisasi yang jelas, maka kelompok
ini kemungkinan tidak bisa bertahan lama, lebih-lebih jika yang menjadi keinginan
masing-masing anggota kelompok tidak tercapai, atau karena keadaan yang
memisahkan mereka seperti pada teman sebaya di sekolah. Yang terpenting dalam
teman sebaya adalah mutu hubungan yang bersifat sementara.
3. teman sebaya mengajarkan individu tentang kebudayaan yang luas. Misalnya teman
sebaya di sekolah, mereka pada umumnya terdiri dari individu yang berbeda-beda
lingkungannya, di mana mempunyai aturan-aturan atau kebiasaan-kebiasaan yang
berbeda-beda pula. Lalu mereka memasukkannya dalam teman sebaya, sehingga
mereka saling belajar secara tidak langsung tentang kebiasan-kebiasaan itu dan dipilih
yang sesuai dengan kelompok kemudian dijadikan kebiasaan-kebiasaan kelompok.
4. Anggotanya adalah individu yang sebaya. Contoh konkritnya pada anak-anak usia
SMP atau SMA, di mana mereka mempunyai keinginan dan tujuan serta kebutuhan
yang sama.

2.4 Pengaruh Teman sebaya terhadap perilaku konformitas


Pengaruh teman SebayaMenurut David O. Sears, Jonathan L.Freedman, L.Anne Peplau
(Rahmadani, 2011:), hal-hal yang mempengaruhi teman sebaya yaitu:
PENGARUH POSITIF

16
1. Lebih mengenal nilai-nilai dan norma social yang berlaku sehingga mampu membedakan
mana yang pantas dan mana yang tidak dalam melakukan sesuatu.

2. Lebih mengenal kepribadian masing-masing orang sekaligus menyadari bahwa manusia


memiliki keunikan yang masing-masing perlu dihargai.

3. Mampu menyesuaikan diri dalam berinteraksi dengan banyak orang sehingga mampu
meningkatka rasa percaya dir

4. Mampu membentuk kepribadian yang baik yang bisa diterima di berbagai lapisan
masyarakat sehingga bisa tumbuh dan berkembang menjadi sosok individu yang pantas
diteladani.

PENGARUH NEGATIF

1. Hilangnya semangat belajar dan cenderung malas dan menyukai hal-hal yang melanggar
norma social

2. Suramnya masa depan akibat terjerumus dalam dunia kelam, misalnya: kecanduan
narkoba, terlibat dalam tindak criminal dan sebagainya

3. Dijauhi masyarakat sekitar karena perilaku tidak sesuai dengan nilai/norma social yang
berlaku

4. Tumbuh menjadi sosok individu dengan kepribadian yang menyimpang.

2.5 UPAYA UNTUK MENANGGULANGI PANGARUH NEGATIF

Ibarat orang yang terlanjur sakit atau terserang penyakit, tidaklah mudah mengembalikan
situasi seperti semula. Tindakan pengobatan atau terapi yang terus menerus diperlukan
untuk mengembalikan kondisi pribadi yang terlanjur menyimpang akibat pengaruh
pergaulan negatif akibat teman sebaya Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan untuk
mengatasi pengaruh negatif yang terlanjur mencemari diri individu Menurut Sugiyono
(2009: 4) :

1. Membakitkan kesadaran kepada yang bersangkutan bahwa apa yang telah ia


lakukan adalah menyimpang. Kadangkala perilaku menyimpang tidak menyadari bahwa
apa yang telah ia lakukan salah. Jika dari yang bersangkutan belum ada kesadaran bahwa

17
apa yang dilakukan selama ini keliru adalah sia-sia. Misalnya, anak yang tidak menyadari
bahwa merokok itu tidak baik bagi kesehatannya akan sulit untuk diarahkan agar ia
menjauhi rokok

2. Memutuskan rantai yang menghubungkan antara individu dengan lingkungan


yang menyebabkan ia berperilaku menyimpang. Hal ini dapat dilakukan dengan
memindahkan individu tersebut dari lingkungan pergaulannya dan membawa ke kancah
pergaulan baru. Hal ini tidaklah mudah, sebab kadangkala yang bersangkutan tidak
mampu menyesuaikan diri di tempat lingkungannya yang baru atau justru lingkungan
baru yang tidak mampu menerimanya.
3. Melakukan pengawasan melakat sebagai control secara terus-menerus agar anak
terhindar dari perilaku yang menyimpang. Pengawasan harus dilakukan oleh orang yang
disegani, sehingga anak tidak berani mengulangi perbuatannya yang salah.
4. Melakukan kegiatan konseling atau pemberian nasihat secara persuasive, sehingga
anak tidak merasa bahwa ia dibawah proses pembimbingan. Melibatkan anak dalam
kegiatan keagamaan sesuai dengan keyakinan yang ia anut merupakan salah satu cara yag
dapat dilakukan untuk membuka pikitan anak mengenai apa yang baik dan apa yang
buruk

C.PENGARUH TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU KONFORMITAS

Salah satu fungsi utama dari kelompok teman sebaya adalah untuk
menyediakan berbagaiinformasi mengenai dunia di luarkeluarga(Santrock,
2003). Apabila informasi yang dalam kelompok adalah informasi yang
negatif, maka remaja akan mengikutinya tanpa memprosesnya terlebih
dahulu, seperti bila anggota kelompok mencoba minum alkohol, memakai
obat-obat terlarang ataurokok (kenakalan sosial yang tidak menimbul-kan
korban di pihak orang lain), maka remaja cenderung mengikutinya tanpa
memper-dulikan perasaan sendiri akan akibatnya

D. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis dari penelitian ini adalah pengaruh Teman sebaya terhadap perilaku
konformitas di SMP muhammdyah 3 kepanjen

18
BAB III
METODE PENELITIAN

A. RANCANGAN PENELITIAN
Menurut Sugiyono (2009: 3) “metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah
untuk mendapatkan data dengan tujuan dankegunaan tertentu”.Dalam penelitian ini,
metode yang akan digunakan oleh penyusun adalah penelitian deskriptifverifikatif.
Menurut Sugiyono (2008: 11)penelitian deskriptifadalah sebagai berikut,penelitian
deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri,
baik satu variabel maupun lebih (independen)tanpa membuat perbandingan atau
menghubungkan antara satu variabel dengan variabel yang lain.Menurut Hasan (2009:
11), “metode verifikatif yaitu menguji kebenaran sesuatu (pengetahuan) dalam bidang
yang telah ada dan digunakan untuk menguji hipotesis yang menggunakanperhitungan
statistik”.Dengan menggunakan metode penelitian deskriptifverifikatif ini, diharapkan
dapat memberikan gambaran yang akurat dan jelas mengenai pengaruh dari variabel-
variabel yang diteliti

TEMAN Perilaku
SEBAYA Konformitas

(X) (Y)

19
B. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Ruang lingkup penelitian ini digunakan untuk memberikan batasan permasalahan yang
diteliti sehingga penelitian yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan yang
dikehendaki. Lokasi penelitian ini dilakukan di JL.Effendi 94b Kepanjen, kecamatan
Kepanjen Kabupaten Malang. Subjek dalam penelitian ini adalah Siswa SMP kelas 2
SMP Muhammadyah 3 kepanjen dan aspek yang diteliti mengenai pengaruh Teman
sebaya terhadap konformitas Remaja di SMP Muhammadyah 3 Kepanjen
Dalam penelitian ini ada terdapat 2 variabel yaitu variabel bebas (X), Teman sebaya dan
Variabel (Y), Perilaku konfomitas

C. POPULASI DAN SAMPEL

1. Populasi penelitian
Menurut Arikunto (2006) populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi
dalam penelitian ini adalah siswa seluruh kelas Smp Muhammdyah 3 kepanjen
berjumlah
No Kelas Jumlah siswa
1 VII A 29
2 VII B 30
3 VII C 28
4 VIII A 28
5 VIII B 28
6 VIII C 28
7 IX A 28
8 IX B 28
9 IX C 28
Total 225

2. Sampel penelitian

20
Menurut Sugiyono (2003:74-78)Teknik pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pengambilan non random cara pengambilan sampel yang tidak
semua anggota sampel diberi kesempatan untuk dipilih sebagai anggota sampel. Cara
pengambilan sampel dengan non random sampel denga Proportional sampling adalah
pengambilan sampel yang memperhatikan pertimbangan unsur-unsur atau kategori dalam
populasi penelitian teknik penarikan sampel yang digunakan adalah dengan menggunakan
Simple Random Sampling. “Simple Random Samplingmerupakan pengambilan anggota
sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam
populasi itu” (Sugiyono, 2009: 120).Penelitian ini menggunakan

Simple Random Samplingdikarenakan seluruh anggota populasi diberikan peluang yang


sama untuk menjadi sampel (probability sampling). Dengan menggunakan

simple random samplingini, sampel yang diambil adalah sejumlah siswa yang terdaftar di
SMP Muhammdyah 3 kepanjen Adapun penentuan jumlah sampel pada setiap kelas agar
proporsional adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

no Kelas Jumlah
1 VIII 29
2 VIII 30
3 VIII 38
Total 87

D. DEFINISI OPERASIONAL
Agar tidak menimbulkan permasalahan dalam penelitian ini maka konsep operasional
perlu didefinisikan yakni sebagai berikut :
Menurut David O. Sears, Jonathan L.Freedman, L.Anne Peplau menjelaskan
konformitas pada teman sebaya melakukan sesuatu untuk menyesuaikan diri dengan
teman sebaya baik secara langsung maupun tidak langsung berupa tuntutan yang
emunculkan perilau tertentu pada remaja
E. INSTRUMENT PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan instrument penelitian berupa Angket atau Kuesioner.
Menurut Arikunto (2010) kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang

21
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Kuesioner dipakai untuki menyebut metode
maupun instrumen. Jadi dalam menggunakan metode angket atau kuesion er
instrument yang dipakai adalah angket atau kuesioner.

F. PENGUMPULAN DATA

Langkah yang digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian. Prosedur pengumpulan data ini bertujuan agar
peneliti mendapatkan informasi. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
melalui beberapa cara yakni: observasi
1. Observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan
perhatian terhadap sesuatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indra. Pedoman
observasi berisi sebuah daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul dan akan diamati
dalam proses observasi, observator (pengamat) tinggal memberikan tanda pada kolom
peristiwa muncul (Arikunto, 2010).
2. Dokumentasi dari asal katanya dokumen yang artinya barang-barang tertulis didalam
melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti
buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan
sebagainya.

G. ANALISIS DATA

22

Anda mungkin juga menyukai