Anda di halaman 1dari 137

ANALISIS KESTABILAN FREKUENSI DAN TEGANGAN SISTEM TENAGA

LISTRIK PT. ANEKA TAMBANG (PERSERO)


TBK UBPN SULAWESI TENGGARA

TUGAS AKHIR

Disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan


Program Strata Satu Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin
Makassar

Oleh:
MUHAMMAD ARIFAI MUHAMMAD HADI SATRIA
D411 12 006 D411 13 311

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

i
LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS KESTABILAN FREKUENSI DAN TEGANGAN SISTEM TENAGA


LISTRIK PT. ANEKA TAMBANG (PERSERO)
TBK UBPN SULAWESI TENGGARA

Disusun Oleh:

MUHAMMAD ARIFAI D411 12 006

MUHAMMAD HADI SATRIA D411 13 311

Disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan


Program Strata Satu Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin
Makassar

Disahkan Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Muh. Bachtiar Nappu, ST., MT., M.Phil., Ph.D. Ardiaty Arief, ST., MTM., Ph.D.
NIP. 19760406 200312 1 002 NIP. 19780424 200112 2 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Teknik Elektro

Prof. Dr. Ir. H. Salama Manjang, MT.


NIP. 19621231 199003 1 024

ii
ABSTRAK
Suatu sistem tenaga listrik harus memiliki kualitas yang baik, diantaranya frekuensi dan
tegangan yang berada dalam batas toleransi. Frekuensi sistem harus diperhatikan dalam
batas toleransi + 1%, sedangkan tegangan diperhatikan dalam batas toleransi + 5%.
Dengan nilai frekuensi dan tegangan yang berada dalam batas kestabilan, maka kualitas
suplai daya dalam sistem tenaga listrik akan lebih optimal. Skripsi ini membahas
mengenai analisis kestabilan frekuensi dan tegangan di PT Aneka Tambang Tbk
Pomalaa, di PT. PLN Kolaka maupun jika PT. Antam Tbk terinterkoneksi dengan PT.
PLN Kolaka. Proses analisis kestabilan sistem disimulasikan dengan menggunakan
software ETAP 12.6. Simulasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu hubung
singkat pada bus tertentu, hilangnya beban, hilangnya pembangkit, lepas sinkron antara
unit pembangkt, maupun gangguan lainnya yang memungkinkan terjadi pada sistem
tenaga listrik. Hal yang diteliti pada skripsi ini dibatasi kestabilan frekuensi dan
tegangan. Dari simulasi yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa sistem tenaga listirik
PT. Antam dan PT. PLN Kolaka memiliki kemampuan untuk mempertahankan
kestabilannya. Pada saat sebelum terjadinya interkoneksi, kestabilan frekuensi dan
tegangan pada sistem PT. Antam mampu kembali pada kondisi normal untuk beberapa
kondisi gangguan besar. Begitupula pada saat setelah interkoneksi, frekuensi maupun
tegangan cenderung stabil namun timbul harmonisa.
Kata kunci: transient stability, kestabilan tegangan, kestabilan frekuensi, PT. Antam,
PT. PLN Kolaka

iii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT., atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Analisis
Kestabilan Frekuensi dan Tegangan Sistem Tenaga Listrik PT. Aneka Tambang
(Persero) Tbk Ubpn Sulawesi Tenggara”.

Tugas akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada
program Sarjana S-1 di Departemen Teknik Elektro Universitas Hasanuddin Makassar.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini terdapat berbagai
kendala teknis maupun non teknis yang dihadapi, atas berkat dan pertolongan Allah
SWT., serta bantuan moril dari berbagai pihak, sehingga tugas akhir ini dapat
diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Ambo Jollo Dg. Patunru dan Kumalang, Anshar Dahlan
dan A. Jusniati, saudara dan seluruh keluarga atas dukungan, doa, bantuan,
nasehat, dan motivasinya.

2. Bapak Muh. Bachtiar Nappu, ST., MT., M.Phil., Ph.D., selaku Dosen
Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, dan saran
selama kami menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Ibu Ardiaty Arief, ST., MTM., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
mendampingi dan mengarahkan kami dalam penyelesaian tugas akhir ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Salama Manjang, MT., selaku Ketua Departemen Elektro
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

5. Seluruh dosen dan staf pengajar, serta pegawai Departemen Teknik Elektro atas
segala ilmu, bantuan, dan kemudahan yang diberikan selama kami menempuh
proses perkuliahan.

iv
6. Bapak Ashfanda selaku Assistant Manager Energy Management
Department PT Aneka Tambang (Persero) Tbk UBPN Sultra serta seluruh staf
dan karyawan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, terkhusus electrical team,
yang telah mengarahkan dan membimbing penulis selama proses pengambilan
data tugas akhir ini.

7. Bapak Kamran, ST., selaku Asisten Manajer Operasi Sistem PT. PLN (Persero)
UPB Sistem Sulsel Unit Kendari, yang telah mengarahkan dan membimbing
penulis selama proses pengambilan data tugas akhir ini.

8. Seluruh teman-teman Teknik Elektro UNHAS angkatan 2012 dan 2013 yang
telah memberikan semangat dan motivasi.

9. Seluruh Corps Asisten Laboratorium Teknik Energi Listrik Departemen Elektro


UNHAS dan Corps Asisten Laboratorium Fisika Dasar Fakultas Teknik UNHAS
yang telah memberikan saran dan dukungannya.

10. Orang-orang terdekat penulis terkhusus kepada Chaerul Anwar, Fajar, Sry
Handayani, Auliati Nisa, Rosaria Ashari Rasyid, Asnovita Sari Duhri, Mutia
Khanza, Musdalifah S. Muhammadong, Anggriani Sultan, Sri Devi Nilawardani,
yang sudah dianggap adik sendiri yang selalu memotivasi penulis dikala terpuruk.

11. Teman penulis yang sudah seperti saudara sendiri kak Yusriadi, Darmaji Asrun,
Tryana Putri Jumianti, Hidayat Sarjum, dan Ruli Adi Lestari yang senantiasa
menasihati penulis dalam penyelesaian masalah.

12. Orang terdekat penulis Iin Noer Aswyad, Resita Wati, Virgiawan Rachman, dan
Muh. Irfan M.Z. yang senantiasa memberikan dukungan dan motivasi kepada
penulis.

13. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas
segala bantuan sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan.

v
Demikian ungkapan terima kasih dan doa kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penelitian dan penulisan tesis ini, dengan harapan dapat berguna bagi
semua pihak yang berkepentingan dan jika ada kekurangan, penulis dengan senang hati
menerima segala kritikan dan saran guna kesempurnaan hasil penelitian.

Makassar, November 2017

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................. ii

ABSTRAK ......................................................................................................................iii

KATA PENGANTAR .................................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................................. vii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ......................................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

I.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1

I.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 2

I.3 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 3

I.4 Batasan Masalah...................................................................................................... 3

I.5 Metode Penelitian.................................................................................................... 3

I.6 Sistematika Penulisan.............................................................................................. 4

BAB II LANDASAN TEORI .......................................................................................... 6

II.1 Sistem Tenaga Listrik ........................................................................................ 6

II.1.1 Pembangkit Tenaga Listrik ............................................................................. 8

II.1.2 Saluran Transmisi [1] .................................................................................... 11

II.1.3 Jaringan Distribusi [1] ................................................................................... 13

II.2 Bentuk Jaringan Sistem Tenaga Listrik ............................................................... 18

II.2.1 Sistem Radial Terbuka [2] ............................................................................ 18

II.2.2 Sistem Radial Paralel [2] ............................................................................... 19

II.2.3 Sistem Rangkaian Tertutup (Loop Circuit) [2] ............................................. 21

II.2.4 Sistem Network/Mesh [2] .............................................................................. 22

vii
II.2.5 Sistem Interkoneksi ....................................................................................... 23

II.3 Kestabilan Sistem Tenaga Listrik [3] .................................................................. 25

II.3.1 Kestabilan Tegangan [3] ............................................................................... 28

II.3.2 Kestabilan Frekuensi [4] ............................................................................... 30

II.4 Pelepasan Beban [5]............................................................................................. 35

II.4.1 Akibat Beban Lebih Pada Sistem Tenaga Listrik [5].................................... 35

II.4.2 Pelepasan Beban Akibat Penurunan Frekuensi [5] ....................................... 36

II.4.3 Syarat Pelepasan Beban [5] ........................................................................... 37

II.5 Gangguan Sistem Tenaga Listrik [6] ................................................................... 38

II.6 ETAP (Electrical Transient Analyzer Program) [7] ............................................ 39

II.6.1 Analisa Kestabilan Transien [7] .................................................................... 39

BAB III METODE PENELITIAN................................................................................. 41

III.1 Lokasi Penelitian ................................................................................................ 41

III.2 Waktu Penelitian ................................................................................................ 41

III.3 Pengambilan Data ............................................................................................... 41

III.4 Diagram Alir Penelitian ...................................................................................... 42

III.5 Langkah-langkah Menggunakan Software ETAP .............................................. 44

III.5.1 Analisis Kestabilan Transien (Transient Stability) ...................................... 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 55

IV.1 Perencanaan Simulasi ......................................................................................... 55

IV.2 Data Penelitian ................................................................................................... 56

IV.3 Hasil Simulasi .................................................................................................... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 116

V.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 116

V.2 Saran .................................................................................................................. 117

viii
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 118

LAMPIRAN

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sistem Tenaga Listrik [1] ............................................................................. 6


Gambar 2.2 Pembagian Level Tegangan [1].................................................................... 7
Gambar 2. 3 Komponen Pokok Pembangkit [1] .............................................................. 9
Gambar 2.4 Skema PLTU [1] .......................................................................................... 9
Gambar 2.5 PLTD [1] .................................................................................................... 10
Gambar 2.6 Jaringan Distribusi [1] ................................................................................ 14
Gambar 2.7 Skema Jaringan Distribusi [1] .................................................................... 15
Gambar 2.8 Konfigurasi Jaringan Radial [1] ................................................................. 17
Gambar 2.9 Konfigurasi Sistem Loop [1] ...................................................................... 18
Gambar 2.10 Sistem Jaringan Radial Terbuka [2] ......................................................... 19
Gambar 2.11 Sistem Jaringan Radial Paralel [2] ........................................................... 20
Gambar 2.12 Sistem Jaringan Tertutup [2] .................................................................... 21
Gambar 2.13 Sistem Jaringan Network/Mesh [2] .......................................................... 23
Gambar 2.14 Sistem Jaringan Interkoneksi [2] .............................................................. 25
Gambar 2.15 Klasifikasi Kestabilan Sistem Tenaga Listrik [3] .................................... 28
Gambar 2.16 Ilustrasi Kestabilan Frekuensi [4] ............................................................ 31
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ............................................................................. 43
Gambar 3.2 Icon Etap .................................................................................................... 44
Gambar 3.3 Tampilan awal ETAP 12.6 ......................................................................... 44
Gambar 3.4 Tampilan memilih new project .................................................................. 45
Gambar 3.5 Tampilan kotak dialog new project ............................................................ 45
Gambar 3.6 Tampilan utama ETAP 12.6 ....................................................................... 46
Gambar 3.7 Single Line Diagram ETAP 12.6 ............................................................... 46
Gambar 3.8 Tampilan Data Generator pada ETAP 12.6 ............................................... 47
Gambar 3.9 Tampilan Data Transformator pada ETAP 12.6 ........................................ 48
Gambar 3.10 Tampilan Data Beban Static pada ETAP 12.6 ......................................... 49
Gambar 3.11 Tampilan Data Lumped Load pada ETAP 12.6 ....................................... 50
Gambar 3.12 Tampilan Data Bus pada ETAP 12.6 ....................................................... 51
Gambar 3.13 Tampilan Data Circuit Breaker pada ETAP 12.6 .................................... 52
Gambar 3.14 Diagram Alir Analisis Kestabilan Transien ETAP 12.6 .......................... 53

x
Gambar 4.1 Tampilan Letak Skenario Hubung Singkat 3 Fasa ..................................... 60
Gambar 4.2 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD .......................................... 61
Gambar 4.3 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU .......................................... 61
Gambar 4.4 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone .............. 62
Gambar 4.5 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban .................................................. 62
Gambar 4.6 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD .......................................... 63
Gambar 4.7 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU .......................................... 64
Gambar 4.8 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone .............. 65
Gambar 4.9 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban .................................................. 66
Gambar 4.10 Tampilan Letak Skenario Hilangnya Beban ............................................ 67
Gambar 4.11 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD ........................................ 68
Gambar 4.12 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU ........................................ 69
Gambar 4.13 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone ............ 69
Gambar 4.14 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban ................................................ 70
Gambar 4.15 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD ........................................ 71
Gambar 4.16 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU ........................................ 71
Gambar 4.17 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone ............ 72
Gambar 4.18 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban ................................................ 72
Gambar 4.19 Tampilan Letak Skenario Putusnya Interkoneksi..................................... 74
Gambar 4.20 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD, 30 kV Switchgear
Backbone, dan beban PLTD ........................................................................................... 75
Gambar 4.21 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU dan beban PLTU ............ 76
Gambar 4.22 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD, 30 kV Switchgear
Backbone, dan beban PLTD ........................................................................................... 77
Gambar 4.23 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU dan beban PLTU ............ 78
Gambar 4.24 Tampilan Letak Skenario Hilangnya Beban ............................................ 79
Gambar 4.25 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Pembangkit ............................... 80
Gambar 4.26 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Beban ........................................ 81
Gambar 4.27 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Pembangkit ............................... 82
Gambar 4.28 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Beban ........................................ 83
Gambar 4.29 Tampilan Letak Skenario Hilangnya Unit Pembangkit MTU ................. 84

xi
Gambar 4.30 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Pembangkit ............................... 85
Gambar 4.31 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Beban ........................................ 86
Gambar 4.32 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Pembangkit ............................... 87
Gambar 4.33 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Beban ........................................ 87
Gambar 4.34 Tampilan Letak Skenario Open Koneksi ................................................. 89
Gambar 4.35 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD ........................................ 90
Gambar 4.36 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU ........................................ 91
Gambar 4.37 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone ............ 91
Gambar 4.38 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban ................................................ 92
Gambar 4.39 Perubahan Frekuensi Busbar GH Antam ................................................. 93
Gambar 4.40 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Pembangkit ............................... 93
Gambar 4.41 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Beban ........................................ 94
Gambar 4.42 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD ........................................ 95
Gambar 4.43 Grafik Tagangan Busbar Pada Unit PLTU .............................................. 96
Gambar 4.44 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone ............ 96
Gambar 4.45 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban ................................................ 97
Gambar 4.46 Perubahan Tegangan Busbar GH Antam ................................................. 98
Gambar 4.47 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Pembangkit ............................... 99
Gambar 4.48 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Beban ...................................... 100
Gambar 4.49 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD ...................................... 101
Gambar 4.50 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU ...................................... 102
Gambar 4.51 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone .......... 102
Gambar 4.52 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban .............................................. 103
Gambar 4.53 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD ...................................... 104
Gambar 4.54 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU ...................................... 104
Gambar 4.55 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone .......... 105
Gambar 4.56 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban .............................................. 105
Gambar 4.57 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD ...................................... 106
Gambar 4.58 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU ...................................... 107
Gambar 4.59 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone .......... 107
Gambar 4.60 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban .............................................. 108

xii
Gambar 4.61 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD ...................................... 109
Gambar 4.62 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU ...................................... 109
Gambar 4.63 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone .......... 110
Gambar 4.64 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban .............................................. 110
Gambar 4.65 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD ...................................... 111
Gambar 4.66 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU ...................................... 111
Gambar 4.67 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone .......... 112
Gambar 4.68 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban .............................................. 112
Gambar 4.69 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD ...................................... 113
Gambar 4.70 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU ...................................... 113
Gambar 4.71 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone .......... 114
Gambar 4.72 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban .............................................. 114

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Data Pembangkit PT. Antam ......................................................................... 56


Tabel 4.2 Data Beban PT. Antam .................................................................................. 57
Tabel 4.3 Data Pembangkit PT. PLN Kolaka ................................................................ 58
Tabel 4.4 Data Beban Sistem PT. PLN Kolaka ............................................................. 59
Tabel 4.5 Skenario kejadian dan aksi simulasi gangguan 3 fasa pada busbar 30 kV
Switchgear Backbone tepatnya pada bus inc. C ............................................................. 59
Tabel 4.6 Skenario kejadian dan aksi simulasi hilangnya beban Feni 4 ........................ 67
Tabel 4.7 Skenario kejadian dan aksi simulasi putusnya interkoneksi beban yang
terhubung pada unit PLTD dengan beban yang terhubung pada unit ............................ 74
Tabel 4.8 Skenario kejadian dan aksi simulasi hilangnya beban Feeder Wundulako ... 79
Tabel 4.9 Skenario kejadian dan aksi simulasi hilangnya beban Feeder Wundulako ... 84
Tabel 4.10 Skenario kejadian dan aksi simulasi lepasnya interkoneksi antara PT.
Antam dengan PLN Kolaka ........................................................................................... 89

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Single Line Diagram PT. Antam ........................................................ 119


LAMPIRAN 2 Single Line Diagram PLN Kolaka ..................................................... 121

xv
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk Pomalaa, Sulawesi Tenggara Tbk adalah
salah satu perusahaan milik negara penghasil tambang berupa nikel, yang berada di
Sulawesi Tenggara dan merupakan penggabungan dari 7 perusahaan negara. Energi
listrik di PT. Antam tidak disuplai oleh PLN tetapi dipasok pembangkit listrik sendiri
berupa PLTD yang merupakan milik dari PT. Wartsila yang telah memiliki kontrak
dengan PT. Antam untuk pengadaan pembangkit ini, dengan kontrak awal pengadaan 6
unit generator dengan kapasitas masing-masing sebesar 17 MW yang juga dioperasikan
oleh Wartsila sendiri. Hingga saat ini jumlah unit generator yang ada pada PLTD
adalah sebanyak 8 buah.

Seiring dengan perkembangan zaman, maka dilakukanlah penambahan beban


berupa smelter yang di PT. Antam sendiri diberi nama FENI. Hal ini dilakukan guna
untuk peningkatan kualitas maupun kuantitas produksi aneka tambang yang ada di PT.
Antam khususnya nikel. Dengan adanya penambahan beban ini, maka kebutuhan akan
listrik pun meningkat untuk mengimbangi penambahan beban tersebut. Maka dari itu,
dibangunlah PLTU yang diinterkoneksikan melalui jaringan 11 kV. Namun, dengan
alasan keamanan, jaringan 30 kV dibangun. Sehingga saat ini, jaringan interkoneksi 30
kV menjadi jalur utama antara PLTD dengan PLTU (unit pembangkit baru), sementara
jaringan interkoneksi 11 kV menjadi backup. Alasan lain yang mendasari
pembangunan PLTU adalah melakukan penghematan biaya bahan bakar jika PLTU
sudah sepenuhnya beroperasi.

Penambahan unit PLTU ini akan mempengaruhi tingkat kestabilan pada sistem
tenaga listrik di PT. Antam ini. Untuk itu, perlu dilakukanlah uji coba analisis
gangguan, pelepasan beban ataupun pembangkit dari unit PLTU, untuk mengevaluasi
respon dari PLTD. Hal ini dilakukan untuk melihat keandalan dari PLTD jikalau pada
saat operasi penuh dari PLTU, terjadi gangguan ataupun suplai dari PLTU hilang
secara tiba-tiba.

1
Di samping itu, dengan persediaan daya yang dimiliki PT. Antam, selain cukup
untuk memenuhi kebutuhan bebannya sendiri, dan juga dapat digunakan PLN untuk
memenuhi kebutuhan beban yang ada di sekitar PT. Antam. Sehingga, sangat bisa
interkoneksi antara PT. Antam dengan PLN. Dengan interkoneksi ini, tentu saja, akan
mempengaruhi kestabilan pada sistem tenaga listrik, baik di PT. Antam sendiri,
maupun pada sistem PLN.

Oleh karena itu, kami melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kestabilan
Frekuensi Dan Tegangan Sistem Tenaga Listrik PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk
Ubpn Sulawesi Tenggara”. Pada penelitian ini, analisis kestabilan frekuensi maupun
tegangan dari PLTD pada saat terjadi pelepasan unit PLTU akan disimulasikan dengan
menggunakan software ETAP (Electrical Transient and Analysis Program) 12.6.
Kestabilan sistem juga akan dievaluasi dengan melakukan beberapa scenario event
seperti putusnya CB yang terhubung langsung dari PLTU, maupun lepasnya beban
besar dari sistem tenaga listrik di PT. Antam itu sendiri. Selain itu, kestabilan sistem
juga dianalisis jika beberapa generator dari unit PLTD terputus dikarenakan terjadi
gangguan. Selain itu, dilakukan penelitian ini juga menganalisis kestabilan sistem, baik
pada PT. Antam, sistem PLN, maupun sistem interkoneksi antara PT. Antam dengan
PLN.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai


berikut:

1. Bagaimana menganalisis kestabilan tegangan maupun frekuensi unit PLTD


akibat hilangnya beban maupun adanya gangguan di PT. Antam?
2. Bagaimana menganalisis kestabilan tegangan maupun frekuensi unit
pembangkit akibat hilangnya beban maupun adanya gangguan di PLN Kolaka?
3. Bagaimana menganalisis kestabilan tegangan maupun frekuensi unit PLTD PT.
Antam pada saat unit PLN Kolaka lepas sinkron dari sistem PT. Antam dan
berbagai gangguan yang bisa terjadi pada sistem tenaga listrik PT. Antam?

2
I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin kami capai di penelitian ini:

1. Menganalisis kestabilan tegangan maupun frekuensi unit PLTD akibat


hilangnya beban maupun adanya gangguan di PT. Antam.
2. Menganalisis kestabilan tegangan maupun frekuensi unit pembangkit akibat
hilangnya beban maupun adanya gangguan di PLN Kolaka.
3. Menganalisis kestabilan tegangan maupun frekuensi unit PLTD PT. Antam
pada saat unit PLN Kolaka lepas sinkron dari sistem PT. Antam dan berbagai
gangguan yang bisa terjadi pada sistem tenaga listrik PT. Antam.

I.4 Batasan Masalah

Agar penulisan tugas akhir lebih terarah, maka penulis memberikan beberapa
batasan masalah sebagai berikut:

1. Simulasi dilakukan dengan menggunakan software ETAP (Electrical and


Transient Analysis Program) 12.6.
2. Nilai maksimal iterasi adalah 99
3. Simulasi dilakukan dengan memilih CB yang di-tripkan.
4. Simulasi dilakukan dengan memilih bus yang akan diberi gangguan.
5. Analisis kestabilan difokuskan pada kestabilan tegangan dan frekuensi.

I.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan pada tugas akhir ini adalah:

1. Studi literatur
Studi literatur dilakukan dengan cara mengadakan studi dari buku, internet, dan
sumber bahan pustaka, atau informasi lainnya yang dapat menunjang penelitian.
2. Pengamatan di lapangan
Dilakukan dengan meninjau langsung ke lapangan untuk melakukan pengamatan
secara langsung.
3. Pengambilan data
Dilakukan pengambilan data pada industri tempat melakukan penelitian.

3
4. Pengelompokan data, yang bertujuan untuk:
a. Mengumpulkan dan mengelompokkan data agar lebih mudah dianalisis.
b. Mengetahui kekurangan data sehingga kerja menjadi efisien.
5. Pengolahan data
Dikerjakan dengan menerapkan dan melakukan simulasi aplikasi ETAP 12.6
serta melakukan beberapa perhitungan dan penggambaran, yang selanjutnya
disajikan dalam bentuk grafik.
6. Analisa hasil pengolahan data
Dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh simpulan sementara. Selanjutnya
simpulan sementara ini akan diolah lebih lanjut pada bab pembahasan.
7. Simpulan
Diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil pengolahan dengan
permasalahan yang diteliti. Simpulan ini merupakan hasil akhir dari semua
masalah yang dibahas.

I.6 Sistematika Penulisan

Penyusunan tugas akhir ini memiliki sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
batasan masalah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini berisi teori penunjang dan literatur/referensi lain terkait analisis kestabilan
transien pada sistem kelistrikan dan pengenalan software ETAP 12.6.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas tentang metode penelitian yang digunakan dalam tugas akhir ini.

4
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan dibahas tentang penelitian dan pembahasan kestabilan tegangan dan
frekuensi pada sistem tenaga listrik di PT. Antam, PT. PLN Kolaka, maupun
interkoneksi antara PT. Antam dengan PT. PLN Kolaka.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari pembahasan permasalahan dan saran-saran
untuk perbaikan dan penyempurnaan tugas akhir ini.

5
BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Sistem Tenaga Listrik

Sistem tenaga listrik adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen
berupa pembangkitan, transmisi, distribusi dan beban yang saling berhubungan dan
berkerja sama untuk melayani kebutuhan tenaga listrik bagi pelanggan sesuai
kebutuhan. Secara garis besar sistem tenaga listrik dapat digambarkan dengan skema
seperti pada Gambar 2.1 berikut [1].

Gambar 2.1 Sistem Tenaga Listrik [1]


Fungsi masing-masing komponen secara garis besar adalah sebagai berikut [1]:

1. Pembangkitan merupakan komponen yang berfungsi membangkitkan tenaga


listrik, yaitu mengubah energi yang berasal dari sumber energi lain misalnya: air,
batu bara, panas bumi, minyak bumi dan lain-lain menjadi energi listrik.
2. Transmisi merupakan komponen yang berfungsi menyalurkan daya atau energi
dari pusat pembangkitan ke pusat beban.
3. Distribusi merupakan komponen yang berfungsi mendistribusikan energi listrik
ke lokasi konsumen energi listrik.

6
4. Beban adalah peralatan listrik di lokasi konsumen yang memanfaatkan energi
listrik dari sistem tersebut.

Pada suatu sistem tenaga listrik, tegangan yang digunakan pada masing-masing
komponen dapat berbeda beda sesuai dengan kepentingannya. Dengan kata lain, setiap
komponen pada sistem tenaga listrik mempunyai level tegangan yang berbeda-beda.
Pembagian level tegangan dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini.

70-500kV
Penyaluran

220-20.000 V

Distribusi
Pembangkitan

11-24 kV Pengguna

Sesuai keperluan

Gambar 2.2 Pembagian Level Tegangan [1]


Pada sistem pembangkitan, level tegangan disesuaikan dengan spesifikasi
generator pembangkit yang digunakan, biasanya berkisar antara 11 s/d 24 kV. Untuk
pembangkit yang berkapasitas lebih besar biasanya menggunakan level tegangan yang
lebih tinggi. Hal ini dilakukan agar arus yang mengalir tidak terlalu besar. Karena
untuk kapasitas daya tertentu, besar arus yang mengalir berbanding terbalik dengan
tegangannya. Level tegangan pada pembangkit biasanya tidak tinggi, karena semakin
tinggi level tegangan generator, jumlah lilitan generator harus lebih banyak lagi.
Dengan lilitan yang lebih banyak mengakibatkan generator menjadi lebih besar dan
lebih berat sehingga dinilai tidak efisien.
Pada sistem saluran transmisi biasanya digunakan level tegangan yang lebih
tinggi. Hal ini karena fungsi pokok saluran transmisi adalah menyalurkan daya,
sehingga yang dipentingkan adalah sistem mampu menyalurkan daya dengan efisiensi
yang tinggi atau rugi-rugi daya dan turun tegangannya kecil. Upaya yang dilakukan
adalah mempertinggi level tegangan agar arus yang mengalir pada jaringan transmisi

7
lebih kecil. Level tegangan saluran transmisi lebih tinggi dari tegangan yang dihasilkan
generator pembangkit. Tegangan saluran transmisi umumnya berkisar antara 70 s/d 500
kV. Untuk menaikkan tegangan dari level pembangkit ke level tegangan saluran
transmisi diperlukan transformator penaik tegangan.

Pada jaringan distribusi biasanya menggunakan tegangan yang lebih rendah dari
tegangan saluran transmisi. Hal ini karena daya yang didistribusikan oleh masing-
masing jaringan distribusi biasanya relatif kecil dibanding dengan daya yang disalurkan
saluran transmisi, dan juga menyesuaikan dengan tegangan pelanggan atau pengguna
energi listrik. Level tegangan jaringan distribusi yang sering digunakan ada dua
macam, yaitu 20 kV untuk jaringan tegangan menengah (JTM) dan 220 V untuk
jaringan tegangan rendah (JTR). Dengan demikian diperlukan gardu induk yang berisi
trafo penurun tegangan untuk menurunkan tegangan dari saluran transmisi ke tegangan
distribusi 20 kV. Diperlukan juga trafo distribusi untuk menurunkan tegangan dari 20
kV ke 220 V sesuai tegangan pelanggan.

Level tegangan beban pelanggan menyesuaikan dengan jenis bebannya, misalnya


beban industri yang biasanya memerlukan daya yang relatif besar biasanya
menggunakan tegangan menengah 20 kV, sedang beban rumah tangga dengan daya
yang relatif kecil, biasanya menggunakan tegangan rendah 220 V [1].

II.1.1 Pembangkit Tenaga Listrik

Pembangkit tenaga listrik merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang
berfungsi membangkitkan energi listrik dengan mengubah sumber energi lain menjadi
energi listrik. Sumber energi tersbut dapat berupa energi air, bahan bakar minyak, batu
bara, angin, surya dan lain-lain. Masing-masing pembangkit mempunyai sifat dan
karakteristik yang berbeda-beda, sehingga penggunaannya disesuaikan dengan
kepentingannya. Pembangkit tenaga listrik biasanya digolongkan menurut prinsip kerja
dan sumber energi yang digunakan. Gambar 2.3 memperlihatkan komponen pokok
suatu pembangkit listrik [1].

8
Suatu unit pembangkit paling biasanya terdiri dari tiga komponen, yaitu:

1. Penggerak mula berfungsi menghasilkan energi gerak berupa putaran poros yang
selanjutnya digunakan untuk memutar generator.
2. Generator berfungsi untuk mengubah energi gerak menjadi energi listrik yang
siap dikirimkan ke pusat beban.
3. Gardu induk berfungsi untuk mengatur pengiriman energi dan juga untuk
menyesuaikan level tegangan agar sesuai dengan level tegangan pengiriman.

Penggerak Gardu
Generator Induk
Mula

Gambar 2. 3 Komponen Pokok Pembangkit [1]


II.1.1.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) [1]

Gambar 2.4 Skema PLTU [1]


Gambar 2.4 menunjukkan skema pembangkitan dari PLTU. Adapun prinsip kerja
dari PLTU adalah sebagai berikut [1]:

1. Air dipanaskan dalam ketel uap (boiler) hingga menjadi uap yang bersuhu tinggi
dan mempunyai tekanan yang cukup tinggi.
2. Uap tersebut kemudian dialirkan ke turbin uap untuk memutar turbin.
3. Uap yang keluar dari turbin yang tekanannya sudah relative rendah dialirkan ke
dalam pendingin (kondensator) agar mengembun kembali lagi menjadi air.
4. Air yang dihasilkan dikembalikan lagi ke boiler untuk diuapkan kembali.

9
Demikian seterusnya, sehingga siklus akan berlangsung selama pemanasan masih
dilakukan. Pemanasan air pada boiler dapat dilakukan dengan membakar bahan bakar
seperti bahan bakar minyak, batu bara atau bahan bakar lainnya. Sedangkan
pendinginan atau pemgembunan biasanya menggunakan air laut yang disirkulasikan ke
ruang pengembunan.

Lokasi pembangunan PLTU dapat lebih fleksibel didekatkan dengan pusat beban,
asalkan masih di lokasi pantai untuk memudahkan sirkulasi air laut untuk proses
pengembunan uap. Pembangkit jenis ini tidak memerlukan lahan seluas PLTA.

Adapun karakteristik PLTU:


➢ Biaya operasi relatif tinggi, sesuai bahan bakarnya
➢ Biaya investasi lebih murah dibanding PLTA
➢ Pembangunan bisa lebih cepat
➢ Letaknya dapat didekatkan dengan pusat beban
➢ Sebaiknya dibangun di pantai

II.1.1.2 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) [1]

Berbeda dengan jenis pembangkit yang dibahas sebelumnya, pada PLTD energi
mekanik yang digunakan untuk memutar generator bukan berasal dari turbin, akan
tetapi berasal dari mesin diesel. Dengan demikian prinsip kerja PLTD nampak lebih
sederhana, akan tetapi karena efisiensinya yang relatif kecil, maka PLTD hanya
digunakan untuk pembangkit dengan kapasitas daya yang relatif kecil. Gambar 2.5
menunjukkan prinsip kerja dari PLTD [1].

BBM

Mesin Diesel Generator

Gambar 2.5 PLTD [1]


Karakteristik PLTD adalah sebagai berikut:
➢ Biaya operasi sangat tinggi (menggunakan BBM)

10
➢ Biaya pembangunan relatif ringan
➢ Pembangunannya cepat
➢ Letaknya dapat didekatkan pusat beban
➢ Biasanya untuk daya relatif kecil
➢ Untuk melayani beban puncak atau terpencil
➢ Segera bisa digunakan setelah start

II.1.2 Saluran Transmisi [1]

Saluran transmisi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang berupa
sejumlah konduktor yang dipasang membentang sepanjang jarak antara pusat
pembangkit sampai pusat beban. Fungsinya yaitu untuk mengirimkan energi listrik dari
pusat pembangkit ke pusat beban.

Macam-macam saluran transmisi:


➢ Saluran udara: Kawat atau kondutor telanjang (tanpa isolasi) yang digantung
dengan ketinggian tertentu pada tower dengan menggunakan isolator.
➢ Saluran bawah tanah: kabel atau konduktor berisolasi yang ditanam dalam tanah
dengan kedalaman tertentu.
➢ Saluran bawah laut: kabel atau konduktor berisolasi yang diletakkan di dasar laut.

Saluran transmisi biasanya digunakan untuk mengirimkan daya listrik untuk jarak
yang relatif jauh. Dari ketiga jenis saluran transmisi, paling banyak digunakan adalah
saluran udara, karena lebih ekonomis. Biaya pembangunan saluran udara relatif lebih
ringan dibandingkan dengan jenis yang lain, karena menggunakan penghantar yang
telanjang atau tidak berisolasi, sedang jenis yang lain harus menggunakan penghantar
berisolasi. Penghantar merupakan komponen pokok dari saluran transmisi, sehingga
biaya pembangunannya sangat dipengaruhi oleh jenis penghantar yang digunakan.
Saluran bawah tanah dan saluran bawah laut hanya digunakan jika saluran udara tidak
lagi bisa digunakan, misalnya untuk menyalurkan daya antar pulau.

Pada saluran bawah tanah dan saluran bawah laut, kekuatan fisik maupun elektris
isolasi penghantar merupakan hal yang sangat penting, karena bila terjadi kerusakan
atau kebocoran akan sangat membahayakan lingkungan di sekitranya. Sedangkan pada

11
saluran udara, yang penting adalah memenuhi batas ketinggian saluran minimum,
sehingga induksi elektromagnetik dan pengaruh medan magnet yang ditimbulkan tidak
membahayakan penghuni atau tanaman yang ada di bawah saluran tersebut.

Macam-macam tegangan saluran transmisi:


➢ Saluran Transmisi AC:
✓ lebih mudah ketika menaikkan dan menurunkan tegangan, cukup dengan
transformator.
✓ ada efek induktansi dan kapasitansi saluran
➢ Saluran Transmisi DC:
✓ tidak ada efek induktansi dan kapasitansi saluran
✓ perlu peralatan tambahan ketika menaikkan dan menurunkan tegangan

Dari pertimbangan ekonomis, saluran transmisi tegangan bolak-balik atau AC


menjadi pilihan utama, karena pada sistem tenaga listrik AC level tegangan dapat
dinaikkan atau diturunkan dengan lebih mudah, yaitu cukup menggunakan trafo. Hal
ini tidak mudah dilakukan pada sistem listrik arus searah atau DC. Pada sistem DC,
untuk menaikkan atau menurunkan tegangan, tegangan DC harus terlebih dahulu
diubah menjadi AC, barulah dimasukkan ke trafo, kemudian keluarannya dikembalikan
lagi ke DC.

Sebagai contoh pada gardu pembangkit, setelah trafo penaik tegangan, diperlukan
penyearah sebelum dimasukkan ke saluran transmisi. Setelah sampai di Gardu induk,
diperlukan inverter untuk mengubah menjadi AC, baru kemudian dimasukkan ke trafo
penurun tegangan. Hal ini mengakibatkan saluran transmisi DC memerlukan biaya
pembangunan yang relatif tinggi dibanding saluran transmisi AC.

Level tegangan saluran transmisi:


➢ Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) berkisar antara 70 s/d 150 kV
➢ Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di atas 150 kV s/d 750 kV
➢ Saluran Udara Tegangan Ultra Tinggi (SUTUT) di atas 750 kV

Saluran transmisi berfungsi untuk mengirimkan energi listrik dari pusat


pembangkit ke pusat beban. Pemilihan jenis saluran transmisi sangat ditentukan oleh

12
jumlah energi yang akan disalurkan dan jarak atau panjang saluran transmisinya. Pada
saluran transmisi, untuk menyalurkan energi dengan jumlah tertentu atau daya tertentu,
semakin tinggi level tegangan yang digunakan, maka arus yang mengalir akan semakin
kecil, begitu pula sebaliknya, sesuai dengan rumus:
P=VxI (2.1)
Dimana: P: daya yang dikirimkan
V: tegangan saluran
I: Arus yang mengalir pada saluran

Dengan menaikkan level tegangan, maka arus yang mengalir pada saluran
menjadi lebih kecil. Selanjutnya drop tegangan pada saluran transmisi menjadi semakin
kecil, sesuai rumus:

V=IxZ (2.2)
dimana Z adalah impedansi saluran kawat penghantar.

Demikian juga dengan semakin kecil arus yang mengalir pada saluran,
diharapkan rugi-rugi daya pada saluran semakin kecil, sesuai rumus:
P = I2 x R (2.3)
dimana R adalah resistansi saluran.

Semakin tinggi level tegangan saluran transmisi tentunya biaya pembangunannya


lebih mahal, karena harus menggunakan tower yang lebih tinggi dan kekuatan
isolasinya juga lebih besar. Demikian juga peralatan-peralatan yang harus digunakan
pada gardu induknya.
Dengan pertimbangan di atas, saluran transmisi dengan level tegangan yang lebih
tinggi lebih layak digunakan untuk menyalurkan daya yang relatif lebih besar dan jarak
yang relatif jauh, sehingga kenaikan biaya pembangunan bisa terimbangi dengan
berkurangnya turun tegangan dan rugi-rugi daya yang terjadi pada saluran.

II.1.3 Jaringan Distribusi [1]

Jaringan distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang berupa
jaringan penghantar yang menghubungkan antara gardu induk pusat beban ke

13
pelanggan. Fungsinya yaitu mendistribusikan energi listrik ke pelanggan sesuai
kebutuhan. Gambar 2.6 merupakan salah satu contoh jaringan distribusi yang ada.

Gambar 2.6 Jaringan Distribusi [1]


Jaringan distribusi dalam operasinya tidak bisa dipisahkan dengan gardu induk
distribusi. Gardu induk distribusi ada yang berada di ujung saluran transmisi, yang
berfungsi mengatur distribusi daya yang diterima dari saluran transmisi sekaligus
menurunkan tegangan dari level saluran transmisi ke level jaringan distribusi. Gardu
induk juga ada yang berada di antara jaringan distribusi yang berfungsi untuk membagi
aliran daya dan menurunkan tegangan distribusi ke tegangan rendah.

Level tegangan jaringan distribusi:


➢ Saluran Tegangan Menengah (TM: 20 kV)
✓ Antar gardu induk
✓ Antara gardu induk dengan pelanggan TM
✓ Antara gardu induk dengan trafo TR
➢ Saluran Tegangan Rendah (TR: 220 V)
✓ Antara trafo tegangan ke pelanggan

Jaringan distribusi tegangan menengah biasanya mengunakan jaringan 3 fase 4


kawat dengan tegangan antara fasa dengan tanah (netral) 20 kV. Jaringan distribusi
merupakan penghubung antar gardu induk tegangan menengah atau yang

14
menghubungkan gardu induk tegangan menengah dengan trafo distribusi tegangan
rendah.

Jaringan tegangan rendah ada yang menggunakan jaringan 3 fase 4 kawat untuk
beban-beban yang relatif besar. Untuk beban yang relatif kecil termasuk beban rumah
tangga lebih banyak menggunakan satu fase 2 kawat dengan tegangan 220 volt dari
fasa ke netral. Dalam prakteknya, trafo tegangan yang digunakan mempunyai tiga
terminal output, yaitu satu netral yang juga dihubungkan ke tanah dan dua terminal fasa
yang mempunyai tegangan sama 220 volt.

Bila jaringan tegangan rendah dan jaringan tegangan menengah menggunakan


tiang yang sama maka kawat penghantar yang digunakan cukup satu saja, sebagai
kawat netral kedua sistem tersebut. Adapun skema jaringan distribusi dapat dilihat pada
Gambar 2.7 berikut ini:

PELANGGAN
GARDU INDUK 220 V
150/20 kV
TRAFO DIST
20 kV/220 V PELANGGAN
220 V

PELANGGAN TRAFO DISTR PELANGGAN


INDUSTRI 20 kV 20 kV/220 V 220 V

PELANGGAN
220 V

Gambar 2.7 Skema Jaringan Distribusi [1]


Untuk pelanggan yang menggunakan cukup besar, misalnya industri, rumah sakit
atau kampus biasanya berlangganan dengan tegangan menengah 20 kV. Untuk
kepentingan menurunkan tegangan dan pendistribusiannya pihak pelanggan mengelola
gardu induk sendiri.

Pelanggan beban yang relatif kecil yang menggunakan tegangan rendah dilayani
dengan jaringan transmisi tegangan rendah yang menghubungkan pelanggan dengan
trafo distribusi tegangan rendah.

15
Macam jaringan distribusi:
➢ Saluran Udara (kawat telanjang):
✓ Lebih murah
✓ Mengganggu pemandangan
➢ Saluran Bawah Tanah (kabel berisolasi):
✓ Aman dan estetis
✓ Umumnya di kota-kota besar

Jaringan distribusi umumnya menggunakan saluran udara dengan kawat telanjang


yang dipasang pada tiang dengan isolator, karena dari sisi biaya pembangunannya lebih
murah dan perawatannya lebih sederhana. Hanya saja jenis jaringan ini dapat
mengganggu pemandangan, karena banyak bentangan kawat yang melintas di
sepanjang jaringan. Kelemahan yang kain dari sistem ini adalah kurang aman terhadap
gangguan cuaca dan dan teganggu oleh pepohonan yang tumbuh di sekitar jaringan.

Berbeda dengan jaringan bawah tanah, yang mempunyai kelebihan tidak


mengganggu pemandangan dan lebih aman terhadap gangguan cuaca. Hanya saja bila
terjadi kerusakan, penanganannya lebih rumit. Jaringan bawah tanah harus
menggunakan penghantar berisolasi, sehingga biaya pembangunannya lebih mahal.
Jaringan bawah tanah biasanya digunakan pada daerah yang menuntut estetika yang
tinggi dan jarak yang relatif pendek.

Sistem jaringan distribusi:


➢ Sistem Ring
✓ Lebih rumit
✓ Keandalannya lebih tinggi
➢ Sistem Radial
✓ Lebih sederhana
✓ Keandalannya kurang
✓ Pada jaringan TR hanya digunakan sistem radial

16
Gambar 2.8 Konfigurasi Jaringan Radial [1]
Pada jaringan distribusi sistem radial (Gambar 2.8), suatu gardu induk digunakan
untuk melayani beban gardu induk yang lain yang kapasitasnya lebih kecil. Sedangkan
masing-masing dari gardu induk tersebut tidak saling berhubungan. Kemudian masing-
masing gardu induk melayani beberapa beban. Pada sistem ini biaya pembangunannya
juga relatif murah dan pengelolaannya lebih sederhana, karena aliran dayanya hanya
satu arah dan jumlah jaringannya relatif sedikit. Kelemahan sistem ini adalah apabila
terjadi gangguan pada suatu gardu induk atau jaringan yang mengakibatkan kerusakan,
maka semua beban yang melalui jaringan atau gardu induk tersebut akan terputus.

Kelemahan yang ada pada sistem di atas diselesaikan dengan menggunakan


sistem ring atau loop (Gambar 2.9), yaitu diupayakan ada interkoneksi antar gardu
induk yang ada melalui jaringan distribusi. Bila terjadi gangguan pada salah satu gardu
induk, beban dapat dilayani oleh gardu induk yang lain. melalui jaringan distribusi
yang berbeda. Demikian pula jika gangguan terjadi pada suatu saluran distribusi.
Pengelolaan sistem ini tentunya lebih rumit dan biaya pembangunannya lebih mahal,
tetapi tingkat pelayanan tenaga listrik ke pelanggan mejadi lebih baik.

17
Gambar 2.9 Konfigurasi Sistem Loop [1]
II.2 Bentuk Jaringan Sistem Tenaga Listrik

II.2.1 Sistem Radial Terbuka [2]

Keuntungannya:
a. Konstruksinya lebih sederhana
b. Material yang digunakan lebih sedikit, sehingga lebih murah
c. Sistem pemeliharaannya lebih murah
d. Untuk penyaluran jarak pendek akan lebih murah

Kelemahannya:
a. Keterandalan sistem ini lebih rendah
b. Faktor penggunaan konduktor 100 %
c. Makin panjang jaringan (dari Gardu Induk atau Gardu Hubung) kondisi tegangan
tidak dapat diandalkan
d. Rugi-rugi tegangan lebih besar
e. Kapasitas pelayanan terbatas
f. Bila terjadi gangguan penyaluran daya terhenti.

Sistem radial pada jaringan distribusi merupakan sistem terbuka, dimana tenaga
listrik yang disalurkan secara radial melalui gardu induk ke konsumen-konsumen
dilakukan secara terpisah satu sama lainnya. Sistem ini merupakan sistem yang paling
sederhana diantara sistem yang lain dan paling murah, sebab sesuai konstruksinya

18
sistem ini menghendaki sedikit sekali penggunaan material listrik, apalagi jika jarak
penyaluran antara gardu induk ke konsumen tidak terlalu jauh. Sistem jaringan radial
terbuka ditunjukkan pada Gambar 2.10 di bawah ini:

Gambar 2.10 Sistem Jaringan Radial Terbuka [2]


Sistem radial terbuka ini paling tidak dapat diandalkan, karena penyaluran tenaga
kistrik hanya dilakukan dengan menggunakan satu saluran saja. Jaringan model ini
sewaktu mendapat gangguan akan menghentikan penyaluran tenaga listrik cukup lama
sebelum gangguan tersebut diperbaiki kembali. Oleh sebab itu kontinuitas pelayanan
pada sistem radial terbuka ini kurang bisa diandalkan. Selain itu makin panjang jarak
saluran dari gardu induk ke konsumen, kondisi tegangan makin tidak bisa diandalkan,
justru bertambah buruk karena rugi-rugi tegangan akan lebih besar. Berarti kapasitas
pelayanan untuk sistem radial terbuka ini sangat terbatas.

II.2.2 Sistem Radial Paralel [2]

Keuntungannya:
a. Kontinuitas pelayanan lebih terjamin, karena menggunakan dua sumber
b. Kapasitas pelayanan lebih baik dan dapat melayani beban maksimum
c. Kedua saluran dapat melayani titik beban secara bersama
d. Bila salah satu saluran mengalami gangguan, maka saluran yang satu lagi dapat
menggantikannya, sehingga pemadaman tak perlu terjadi.
e. Dapat menyalurkan daya listrik melalui dua saluran yang diparalelkan

19
Kelemahannya:
a. Peralatan yang digunakan lebih banyak terutama peralatan proteksi
b. Biaya pembangunan lebih mahal

Gambar 2.11 Sistem Jaringan Radial Paralel [2]


Untuk memperbaiki kekurangan dari sistem radial terbuka diatas maka dipakai
konfigurasi sistem radial parallel (Gambar 2.11), yang menyalurkan tenaga listrik
melalui dua saluran yang diparalelkan. Pada sistem ini titik beban dilayani oleh dua
saluran, sehingga bila salah satu saluran mengalami gangguan, maka saluran yang satu
lagi dapat menggantikan melayani, dengan demikian pemadaman tak perlu terjadi.
Kontinuitas pelayanan sistem radial paralel ini lebih terjamin dan kapasitas pelayanan
bisa lebih besar dan sanggup melayani beban maksimum (peak load) dalam batas yang
diinginkan. Kedua saluran dapat dikerjakan untuk melayani titik beban bersama-sama.
Biasanya titik beban hanya dilayani oleh salah satu saluran saja. Hal ini dilakukan
untuk menjaga kontinuitas pelayanan pada konsumen.

20
II.2.3 Sistem Rangkaian Tertutup (Loop Circuit) [2]

Keuntungannya:
a. Dapat menyalurkan daya listrik melalui satu atau dua saluran feeder yang saling
berhubungan
b. Menguntungkan dari segi ekonomis
c. Bila terjadi gangguan pada salauran maka saluran yang lain dapat menggantikan
untuk menyalurkan daya listrik
d. Konstinuitas penyaluran daya listrik lebih terjamin
e. Bila digunakan dua sumber pembangkit, kapasitas tegangan lebih baik dan
regulasi tegangan cenderung kecil
f. Dalam kondisi normal beroperasi, pemutus beban dalam keadaan terbuka
g. Biaya konstruksi lebih murah
h. Faktor penggunaan konduktor lebih rendah, yaitu 50 %
i. Keandalan relatif lebih baik

Kelemahannya:
a. Keterandalan sistem ini lebih rendah
b. Drop tegangan makin besar
c. Bila beban yang dilayani bertambah, maka kapasitas pelayanan akan lebih jelek

Pada Gambar 2.12 menunjukkan sistem jaringan tertutup.

Gambar 2.12 Sistem Jaringan Tertutup [2]


21
Sistem rangkaian tertutup pada jaringan distribusi merupakan suatu sistem
penyaluran melalui dua atau lebih saluran feeder yang saling berhubungan membentuk
rangkaian berbentuk cincin.

Sistem ini secara ekonomis menguntungkan, karena gangguan pada jaringan


terbatas hanya pada saluran yang terganggu saja. Sedangkan pada saluran yang lain
masih dapat menyalurkan tenaga listrik dari sumber lain dalam rangkaian yang tidak
terganggu. Sehingga kontinuitas pelayanan sumber tenaga listrik dapat terjamin dengan
baik.

Yang perlu diperhatikan pada sistem ini apabila beban yang dilayani bertambah,
maka kapasitas pelayanan untuk sistem rangkaian tertutup ini kondisinya akan lebih
jelek. Tetapi jika digunakan titik sumber (pembangkit tenaga listrik) lebih dari satu di
dalam sistem jaringan ini maka sistem ini akan benyak dipakai, dan akan menghasilkan
kualitas tegangan lebih baik, serta regulasi tegangannya cenderung kecil.

II.2.4 Sistem Network/Mesh [2]

Sistem network/mesh ini merupakan sistem penyaluran tenaga listrik yang


dilakukan secara terus-menerus oleh dua atau lebih feeder pada gardu-gardu induk dari
beberapa pusat pembangkit tenaga listrik yang bekerja secara paralel. Sistem ini
merupakan pengembangan dari sistem-sistem yang terdahulu dan merupakan sistem
yang paling baik serta dapat diandalkan, mengingat sistem ini dilayani oleh dua atau
lebih sumber tenaga listrik. Selain itu junlah cabang lebih banyak dari jumlah titik
feeder. Untuk lebih jelasnya perhatikan Gambar 2.13.

Keuntungannya:

a. Penyaluran tenaga listrik dapat dilakukan secara terus-menerus (selama 24 jam)


dengan menggunakan dua atau lebih feeder
b. Merupakan pengembangan dari sistem-sistem yang terdahulu
c. Tingkat keterandalannya lebih tinggi
d. Jumlah cabang lebih banyak dari jumlah titik feeder
e. Dapat digunakan pada daerah-daerah yang memiliki tingkat kepadatan yang
tinggi

22
f. Memiliki kapasitas dan kontinuitas pelayanan sangat baik
g. Gangguan yang terjadi pada salah satu saluran tidak akan mengganggu
kontinuitas pelayanan

Kelemahannya:
a. Biaya konstruksi dan pembangunan lebih tinggi
b. Setting alat proteksi lebih sukar

Gambar 2.13 Sistem Jaringan Network/Mesh [2]


Sistem ini dapat digunakan pada daerah-daerah yang memiliki kepadatan tinggi
dan mempunyai kapasitas dan kontinuitas pelayanan yang sangat baik. Gangguan yang
terjadi pada salah satu saluran tidak akan mengganggu kontinuitas pelayanan. Sebab
semua titik beban terhubung paralel dengan beberapa sumber tenaga listrik.

II.2.5 Sistem Interkoneksi

II.2.5.1 Interkoneksi Jaringan [2]

Keuntungannya:
a. Merupakan pengembangan sistem network/mesh
b. Dapat menyalurkan tenaga listrik dari beberapa pusat pembangkit tenaga listrik
c. Penyaluran tenaga listrik dapat berlangsung terus-menerus (tanpa putus),
walaupun daerah kepadatan beban cukup tinggi dan luas
d. Memiliki keterandalan dan kualitas sistem yang tinggi

23
e. Apabila salah satu pembangkit mengalami kerusakan, maka penyaluran tenaga
listrik dapat dialihkan ke pusat pembangkit lainnya.
f. Bagi pusat pembangkit yang memiliki kapasitas lebih kecil, dapat dipergunakan
sebagai cadangan atau pembantu bagi pusat pembangkit utama (yang memiliki
kapasitas tenaga listrik yang lebih besar)
g. Ongkos pembangkitan dapat diperkecil
h. Sistem ini dapat bekerja secara bergantian sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan
i. Dapat memperpanjang umur pusat pembangkit
j. Dapat menjaga kestabilan sistem Pembangkitan
k. Keandalannya lebih baik
l. Dapat dicapai penghematan-penghematan di dalam investasi

Kelemahannya:
a. Memerlukan biaya yang cukup mahal
b. Memerlukan perencanaan yang lebih matang
c. Saat terjadi gangguan hubung singkat pada penghantar jaringan, maka semua
pusat pembangkit akan tergabung di dalam sistem dan akan ikut menyumbang
arus hubung singkat ke tempat gangguan tersebut.
d. Jika terjadi unit-unit mesin pada pusat pembangkit terganggu, maka akan
mengakibatkan jatuhnya sebagian atau seluruh sistem.
e. Perlu menjaga keseimbangan antara produksi dengan pemakaian
f. Merepotkan saat terjadi gangguan petir

Sistem interkoneksi ini merupakan perkembangan dari sistem network/mesh.


Sistem ini menyalurkan tenaga listrik dari beberapa pusat pembangkit tenaga listrik
yang dikehendaki bekerja secara paralel. Sehingga penyaluran tenaga listrik dapat
berlangsung terus menerus (tak terputus), walaupun daerah kepadatan beban cukup
tinggi dan luas. Hanya saja sistem ini memerlukan biaya yang cukup mahal dan
perencanaan yang cukup matang. Untuk perkembangan dikemudian hari, sistem
interkoneksi ini sangat baik, bisa diandalkan dan merupakan sistem yang mempunyai
kualitas yang cukup tinggi. Sistem interkoneksi sistem tenaga listrik, dapat dilihat pada
Gambar 2.14.

24
Pada sistem interkoneksi ini apabila salah satu pusat pembangkit tenaga listrik
mengalami kerusakan, maka penyaluran tenaga listrik dapat dialihkan ke pusat
pembangkit lain. Untuk pusat pembangkit yang mem-punyai kapasitas kecil dapat
dipergunakan sebagai pembantu dari pusat pembangkit utama (yang mempunyai
kapasitas tenaga listrik yang besar). Apabila beban normal sehari-hari dapat diberikan
oleh pusat pembangkit tenaga listrik tersebut, sehingga ongkos pembangkitan dapat
diperkecil. Pada sistem interkoneksi ini pusat pembangkit tenaga listrik bekerja
bergantian secara teratur sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Sehingga tidak
ada pusat pembangkit yang bekerja terus-menerus. Cara ini akan dapat memperpanjang
umur pusat pembangkit dan dapat menjaga kestabilan sistem pembangkitan.

Gambar 2.14 Sistem Jaringan Interkoneksi [2]


II.3 Kestabilan Sistem Tenaga Listrik [3]

Suatu sistem tenaga listrik yang baik harus memenuhi beberapa syarat, seperti
”Reliability, Quality dan Stability”.
✓ Reliability adalah ”kemampuan suatu sistem untuk menyalurkan daya atau energi
secara terus menerus”.
✓ Quality adalah ”kemampuan sistem tenaga listrik untuk menghasilkan besaran-
besaran standar yang ditetapkan untuk tegangan dan frekuensi”.
✓ Stability adalah ”kemampuan dari sistem untuk kembali bekerja secara normal
setelah mengalami suatu gangguan”.

25
Dalam sistem tenaga listrik yang baik maka ketiga syarat tersebut harus dipenuhi
yaitu sistem harus mampu memberi pasokan listrik secara terus menerus dengan
standar besaran untuk tegangan dan frekuensi sesuai dengan aturan yang berlaku dan
harus segera kembali normal bila sistem terkena gangguan.

Untuk jaringan yang sangat komplek dimana beberapa pembangkit saling


terkoneksi satu sama lain maka keluaran daya elektris berupa besaran seperti tegangan
dan frekuensi haruslah diperhatikan agar tidak ada pembangkit yang kelebihan beban
dan pembangkit yang lain bebannya kecil.

Sistem tenaga listrik mempunyai variasi beban yang sangat dinamis dimana setiap
detik akan berubah-ubah, dengan adanya perubahan ini pasokan daya listrik tetap dan
harus dipasok dengan besaran daya yang sesuai, bila pada saat tertentu terjadi lonjakan
atau penurunan beban yang tidak terduga maka perubahan ini sudah dapat
dikategorikan ke dalam gangguan pada sistem tenaga listrik yakni kondisi tidak
seimbang antara pasokan listrik dan permintaan energi listrik akibat adanya gangguan
baik pada pembangkit ataupun pada sistem transmisi sehingga mengakibatkan kerja
dari pembangkit yang lain menjadi lebih berat. Untuk itu diperlukan satu penelaahan
kestabilan agar pembangkit yang terganggu tidak terlepas dari sistem.

Analisis kestabilan biasanya digolongkan kedalam tiga jenis, tergantung pada


sifat dan besarnya gangguan yaitu [3]:

1. Kestabilan Keadaan Tetap (Steady State Stability)


Kestabilan keadaan tetap adalah: “Kemampuan sistem tenaga listrik untuk
menerima gangguan kecil yang bersifat gradual, yang terjadi disekitar titik
keseimbangan pada kondisi tetap”. Kestabilan ini tergantung pada karakteristik
komponen yang terdapat pada sistem tenaga listrik antara lain: pembangkit, beban,
jaringan transmisi, dan kontrol sistem itu sendiri. Model pembangkit yang
digunakan adalah pembangkit yang sederhana (sumber tegangan konstan) karena
hanya menyangkut gangguan kecil disekitar titik keseimbangan.
2. Kestabilan Dinamis (Dynamic Stability)
Kestabilan dinamis adalah: ”Kemampuan sistem tenaga listrik untuk kembali
ke titik keseimbangan setelah timbul gangguan yang relatif kecil secara tiba-tiba

26
dalam waktu yang lama”. Analisa kekestabilan dinamis lebih komplek karena juga
memasukkan komponen kontrol otomatis dalam perhitungannya.
3. Kestabilan Peralihan (Transient Stability)
Kekestabilan peralihan adalah: ”Kemampuan sistem untuk mencapai titik
keseimbangan/sinkronisasi setelah mengalami gangguan yang besar sehingga
sistem kehilangan kestabilan karena gangguan terjadi diatas kemampuan sistem”.
Analisis kestabilan peralihan merupakan analisis yang utama untuk menelaah
perilaku sistem daya misalnya gangguan yang berupa:
a. Perubahan beban yang mendadak karena terputusnya unit pembangkit.
b. Perubahan pada jaringan transmisi misalnya gangguan hubung singkat atau
pemutusan saklar (switching).

Sistem daya listrik masa kini jauh lebih luas, ditambah interkoneksi antar sistem
yang rumit dan melibatkan beratus-ratus mesin yang secara dinamis saling
mempengaruhi melalui perantara jala-jala tegangan ekstra tinggi, mesin-mesin ini
mempunyai sistem penguatan yang berhubungan.

Kisaran masalah yang dianalisis banyak menyangkut gangguan yang besar dan
tidak lagi memungkinkan menggunakan proses kelinearan. Masalah kestabilan
peralihan dapat lebih lanjut dibagi kedalam ”Kestabilan ayunan pertama (first swing)
dan ayunan majemuk (multi swing).

Kestabilan ayunan pertama didasarkan pada model generator yang cukup


sederhana tanpa memasukkan sistem pengaturannya, biasanya periode waktu yang
diselidiki adalah detik pertama setelah timbulnya gangguan pada sistem. Bila pada
sistem, mesin dijumpai tetap berada dalam keadaan serempak sebelum berakhirnya
detik pertama, ini dikatagorikan sistem masih stabil.

Kestabilan sistem tenaga listrik diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal di


bawah ini [3]:
a. Sifat alami dari ketidakstabilan yang dihasilkan terkait dengan parameter sistem
utama dimana ketidakstabilan bisa diamati.
b. Ukuran gangguan dianggap menunjukkan metode perhitungan dan prediksi
ketidakstabilan yang paling sesuai.

27
c. Divais, proses, dan rentang waktu yang harus diambil untuk menjadi pertimbangan
dalam menentukan kestabilan

Stabilitas Sistem
Tenaga

Stabilitas Stabilitas Stabilitas


Sudut Rotor Frekuensi Tegangan

Stabilitas Sudut Stabilitas Stabilitas Stabilitas


Akibat Transien Tegangan Akibat Tegangan Akibat
Gangguan Kecil Gangguan Kecil Gangguan Luas

Cepat Cepat Lama Cepat Lama

Gambar 2.15 Klasifikasi Kestabilan Sistem Tenaga Listrik [3]


Gambar 2.15 menunjukkan sebuah kemungkinan klasifikasi kestabilan sistem
tenaga listrik ke dalam tiga bagian, yaitu kestabilan sudut rotor, kestabilan frekuensi,
dan kestabilan tegangan.

II.3.1 Kestabilan Tegangan [3]

Kestabilan tegangan berkaitan dengan kemampuan suatu sistem daya untuk


menjaga tegangan tetap stabil pada semua bus dalam sistem pada kondisi operasi
normal dan setelah terjadi gangguan. Ketidakstabilan yang terjadi akan mengakibatkan
tegangan turun atau tegangan naik pada beberapa bus. Akibat yang mungkin timbul
dari ketidakstabilan tegangan adalah hilangnya beban di daerah dimana tegangan
mencapai nilai rendah yang tidak dapat diterima atau hilangnya integritas sistem daya.
Faktor utama yang menyebabkan ketidakstabilan tegangan biasanya jatuh tegangan
yang terjadi ketika aliran daya aktif dan reaktif melalui reaktansi induktif yang terkait
dengan jaringan transmisi, dimana hal ini membatasi kemampuan jaringan transmisi
untuk mentransfer daya.

28
Masalah kestabilan tegangan biasanya terjadi pada sistem dengan pembebanan
yang besar. Ketidakstabilan tegangan dapat menginisiasi terjadinya runtuh tegangan.
Gangguan yang menyebabkan runtuh tegangan dapat dipicu oleh beberapa hal, seperti
naiknya beban atau gangguan besar yang muncul secara tiba-tiba. Masalah yang paling
mendasar adalah lemahnya sistem tenaga listrik. Di samping kekuatan jaringan
transmisi dan kemampuan transfer daya, faktor-faktor yang berkontribusi dalam
fenomena runtuh tegangan (voltage collapse), antara lain batas kendali tegangan / daya
reaktif generator, karakteristik beban, karakteristik kompensator daya reaktif, dan aksi
dari divais kendali tegangan seperti transformator on-load tap changer.

Istilah-istilah yang terkait dengan kestabilan tegangan dapat didefinisikan sebagai


berikut [3]:

a. Kestabilan tegangan (voltage stability) adalah kemampuan dari sistem tenaga listrik
untuk mempertahankan tegangan pada seluruh bus dalam sistem agar tetap berada
dalam batas toleransi tegangan, baik pada saat kondisi normal maupun setelah
terkena gangguan.
b. Runtuh tegangan (voltage collapse) adalah proses dimana ketidakstabilan tegangan
berakhir pada nilai tegangan yang sangat rendah pada bagian penting dari sistem
tenaga listrik.
c. Keamanan tegangan (voltage security) adalah kemampuan dari sistem tenaga
listrik, tidak hanya untuk beroperasi stabil, tetapi juga tetap stabil (selama sistem
proteksi tetap bekerja untuk mempertahankan tegangan) setelah terjadi gangguan
atau perubahan keadaan sistem yang signifikan.

Ketidakstabilan tegangan dan proses runtuh tegangan dapat terjadi dalam selang
waktu beberapa detik hingga beberapa menit. Sejumlah komponen dan kendali sistem
tenaga listrik memainkan peran dalam kestabilan tegangan. Karakteristik sistem dan
gangguan akan menentukan fenomena yang penting bagi suatu sistem tenaga listrik.

Berdasarkan rentang waktu terjadinya, kestabilan tegangan dibagi menjadi


kestabilan tegangan transien (transient voltage stability) dan kestabilan tegangan
jangka panjang (longer-term stability).

29
Setiap komponen dalam sistem tenaga listrik memberikan pengaruh terhadap
kestabilan tegangan sistem tersebut, termasuk sistem pembangkitan, sistem transmisi,
karakteristik beban, dan kompensator daya reaktif.

II.3.2 Kestabilan Frekuensi [4]

Pada sistem tenaga listrik, frekuensi merupakan indikator dari keseimbangan


antara daya yang dibangkitkan dengan total beban sistem. Frekuensi sistem akan turun
bila terjadi kekurangan pembangkitan atau kelebihan beban. Penurunan frekuensi yang
besar dapat mengakibatkan kegagalan-kegagalan unit-unit pembangkitan secara
beruntun yang menyebabkan kegagalan sistem secara total. Pelepasan sebagian beban
secara otomatis dengan menggunakan rele frekuensi (under frequency relay) dapat
mencegah penurunan frekuensi dan mengembalikannya ke kondisi frekuensi yang
normal. Dengan semakin berkembangnya sistem tenaga listrik dan dengan adanya
pembangkit-pembangkit baru yang masuk dalam sistem interkoneksi, maka penyetelan
rele frekuensi sudah perlu ditinjau kembali.

Salah satu karakteristik pada sistem tenaga listrik yang sangat penting untuk
dijaga kestabilannya adalah frekuensi. Pentingnya menjaga frekuensi berkaitan erat
dengan upaya untuk menyediakan sumber energi yang berkualitas bagi konsumen.
Pasokan energi dengan frekuensi yang berkualitas baik akan menhindarkan peralatan
konsumen dari kerusakan (umumnya alat hanya dirancang untuk dapat bekerja secara
optimal pada batasan frekuensi tertentu saja 50 s.d 60 Hz).

Pengendalian frekuensi tidak semata untuk memuaskan pelanggan semata,


tindakan ini juga bertujuan untuk menjaga kestabilan sistem.

Pertama kita lihat hubungan antara torsi mekanik (Tm), torsi elektrik (Te),
𝑑2 𝜃𝑚
jumlah total moment inersia dari rotor (J), dan percepatan angular dari rotor 𝑑𝑡 2
𝑑2 𝜃𝑚
𝐽 = 𝑇𝑎 = 𝑇𝑚 − 𝑇𝑒 (2.4)
𝑑𝑡 2

Dari rumus diatas terlihat bahwa ketika [4]:

a. Torsi mekanik = torsi elektrik maka Ta = 0 yang berarti pula tidak ada percepatan
yang dialami oleh rotor. Karena tidak ada percepatan, maka rotor berputar pada

30
kecepatan yang tetap sehingga mengahasilkan tegangan dengan frekuensi yang
konstan. Keadaan ini terjadi ketika tercapai keseimbangan antara jumlah energi
yang dibangkitkan dengan energi yang diserap beban.
b. Tm > Te maka tercipta kelebihan torsi sebesar Ta yang menyebabkan timbulnya
𝑑2 𝜃𝑚
percepatan rotor sebesar sehingga frekuensi tegangan yang dibangkitkan naik
𝑑𝑡 2

sampai tercapai nilai tertentu dan tercipta keseimbangan baru antara Tm dan Te.
c. Tm < Te maka tercipta kekurangan torsi sebesar Ta yang menyebabkan timbulnya
𝑑2 𝜃𝑚
perlambatan rotor sebesar sehingga frekuensi tegangan yang dibangkitkan
𝑑𝑡 2

turun sampai tercapai nilai tertentu di titik B dan tercipta keseimbangan baru antara
Tm dan Te.

Gambar 2.16 Ilustrasi Kestabilan Frekuensi [4]


Ilustrasi gambar diatas menunjukan bahwa ketidakseimbangan antara
pembangkitan dan beban akan menyebabkan frekuensi bergeser dari nilai normalnya.
Dalam hal ini ketika pembangkitan > beban maka frekuensi sistem akan > 50 Hz,
begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu perlu selalu dijaga keadaan yang seimbang
antara pembangkitan dan beban agar tercipta frekuensi sitem yang normal 50 Hz.

Penanganan ketika terjadi keadaan dimana frekuensi < 50 Hz dapat dilakukan


dengan cara [4]:

1. Menambahkan jumlah total energi yang di suplai ke sistem melalui cara menambah
unit pembangkit yang bekerja.

31
2. Memanfaatkan fasilitas LFC (Load Frequency Control)/AGC yang mengendalikan
putaran generator sesuai dengan fluktuasi beban. Ketika beban besar makan AGC
akan memberikan bahan bakar lebih banyak agar unit pembangkit dapat
membangkitkan energi sesuai yang dibutuhkab oleh beban.
3. Apabila unit pembangkit sudah beroperasi maksimal, maka dengan terpaksa harus
dilakukan pengurangan beban melalui manual load shedding (pembuangan beban)
ataupun melaui relai UFR yang bekerja ketika frekuensi sistem berada dibawah
nilai settingnya.

II.3.2.1 Menjaga Kestabilan Frekuensi pada Sisi Generator [4]

Pasokan listrik ke beban dimulai dengan menghidupkan satu generator, kemudian


secara sedikit demi sedikit beban dimasukkan sampai dengan kemampuan generator
tersebut, selanjutnya menghidupkan lagi generator berikutnya dan memparalelkan
dengan generator pertama untuk memikul beban yang lebih besar lagi. Saat generator
kedua diparalelkan dengan generator pertama yang sudah memikul beban diharapkan
terjadinya pembagian beban yang semula ditanggung generator pertama, sehingga
terjadi kerjasama yang meringankan sebelum beban-beban selanjutnya dimasukkan.

Seberapa besar pembagian beban yang ditanggung oleh masing-masing generator


yang bekerja paralel akan tergantung jumlah masukan bahan bakar dan udara untuk
pembakaran mesin diesel, bila mesin penggerak utamanya diesel atau bila mesin-mesin
penggeraknya lain maka tergantung dari jumlah (debit) air ke turbin air, jumlah
(entalpi) uap/gas ke turbin uap/gas atau debit aliran udara ke mesin baling-baling.

Jumlah masukan bahan bakar/ udara, uap air/ gas atau aliran udara ini diatur oleh
peralatan atau katup yang digerakkan governor yang menerima sinyal dari perubahan
frekuensi listrik yang stabil pada 50 Hz, yang ekivalen dengan perubahan putaran (rpm)
mesin penggerak utama generator listrik. Bila beban listrik naik maka frekuensi akan
turun, sehingga governor harus memperbesar masukan (bahan bakar/udara, air, uap/gas
atau aliran udara) ke mesin penggerak utama untuk menaikkan frekuensinya sampai
dengan frekuensi listrik kembali ke normalnya. Sebaliknya bila beban turun, governor
mesin-mesin pembangkit harus mengurangi masukan bahan bakar/udara, air, uap
air/gas atau aliran udara ke mesin-mesin penggerak sehingga putarannya turun sampai

32
putaran normalnya atau frekuensinya kembali normal pada 50 Hz. Bila tidak ada
governor maka mesin-mesin penggerak utama generator akan mengalami overspeed
bila beban turun mendadak atau akan mengalami overload bila beban listrik naik.

Governor beroperasi pada mesin penggerak sehingga generator menghasilkan


keluaran arus yang dapat diatur dari 0 persen sampai dengan 100 persen
kemampuannya. Jadi masukan ke mesin penggerak sebanding dengan keluaran arus
generatornya atau dengan kata lain pengaturan governor 0 persen sampai dengan 100
persen sebanding dengan arus generator 0 persen sampai dengan 100 persen pada
tegangan dan frekuensi yang konstan.

Governor bekerja secara hidrolik/mekanis, sedangkan sinyal masukan dari


keluaran arus generator berupa elektris, sehingga masukan ini perlu diubah ke mekanis
dengan menggunakan elektrik actuator untuk menggerakkan motor listrik yang
menghasilkan gerakan mekanis yang diperlukan oleh governor.

Pada beberapa generator yang beroperasi paralel, setelah sebelumnya disamakan


tegangan, frekuensi, beda phasa dan urutan phasanya, perubahan beban listrik tidak
akan dirasakan oleh masing-masing generator pada besaran tegangan dan frekuensinya
selama beban masih dibawah kapasitas total paralelnya, sehingga tegangan dan
frekuensi ini tidak digunakan sebagai sumber sinyal bagi governor.

Untuk itu digunakan arus keluaran dari masing-masing generator sebagai sumber
sinyal pembagian beban sistem paralel generator-generator tersebut. Saat diparalelkan
pembagian beban generator belum seimbang/sebanding dengan kemampuan masing-
masing generator. Alat pembagi beban generator dipasangkan pada masing-masing
rangkaian keluaran generator, dan masing-masing alat pembagi beban tersebut
dihubungkan secara paralel satu dengan berikutnya dengan kabel untuk menjumlahkan
sinyal arus keluaran masing-masing generator dan menjumlahkan sinyal kemampuan
arus masing-masing generator.

Arus keluaran generator yang dideteksi oleh alat pembagi beban akan merupakan
petunjuk posisi governor berapa persen, atau arus yang lewat berapa persen dari
kemampuan generator. Hasil bagi dari penjumlahan arus yang dideteksi alat-alat

33
pembagi beban dengan jumlah arus kemampuan generator-generator yang beroperasi
paralel dikalikan 100 (persen) merupakan nilai posisi governor yang harus dicapai oleh
setiap mesin penggerak utama sehingga menghasilkan keluaran arus yang proprosional
dan sesuai dengan kemampuan masing-masing generator.

Bila ukuran generator sama maka jumlah arus yang dideteksi oleh masing-masing
alat pembagi beban dibagi jumlah generator merupakan arus beban yang harus
dihasilkan oleh generator setelah governornya diubah oleh electric actuator yang
menerima sinyal dari alat pembagi beban sesaat setelah generator diparalelkan.

Dalam prakteknya alat pembagi beban generator dipasang dengan bantuan


komponen-komponen seperti berikut: trafo arus, trafo tegangan (sebagai pencatu daya),
electric actuator, potensiometer pengatur kecepatan dan saklar-saklar bantu.

Trafo arus berfungsi sebagai transducer arus keluaran generator sampai dengan
sebesar arus sinyal yang sesuai untuk alat pembagi beban generator (biasanya
maksimum 5 A atau = 100 persen kemampuan maksimum generator). Trafo tegangan
berfungsi sebagai sumber daya bagi alat pembagi beban, umumnya dengan tegangan
110 V AC, 50 Hz; dibantu adapter untuk keperluan tegangan DC. Electric actuator
merupakan peralatan yang menerima sinyal dari alat pembagi beban sehingga mampu
menggerakkan motor DC di governor sampai dengan arus keluaran generator mencapai
yang diharapkan.

Potensiometer pengatur kecepatan adalah alat utama untuk mengatur frekuensi


dan tegangan saat generator akan diparalelkan atau dalam proses sinkronisasi.
Tegangan umumnya sudah diatur oleh AVR, sehingga naik turunnya tegangan hanya
dipengaruhi oleh kecepatan putaran mesin penggerak. Setelah generator dioperasikan
paralelkan atau sudah sinkron dengan yang telah beroperasi kemudian menutup MCCB
generator, fungsi potensiometer pengatur kecepatan ini diambil alih oleh alat pembagi
beban generator. Untuk lebih akuratnya pengaturan kecepatan dalam proses
sinkronisasi secara manual, biasanya terdapat potensiometer pengatur halus dan
potensiometer pengatur kasar.

34
Pada sistem kontrol otomatis pemaralelan generator dapat dilakukan oleh SPM
(modul pemaralel generator) dengan mengatur tegangan dan frekuensi keluaran dari
generator, kemudian mencocokan dengan tegangan dan frekuensi sistem yang sudah
bekerja secara otomatis, setelah cocok memberikan sinyal penutupan ke MCCB
generator sehingga bergabung dalam operasi paralel. Untuk mencocokkan tegangan
dan frekuensi dapat dilihat dalam satu panel sinkron yang digunakan bersama untuk
beberapa generator dimana masing-masing panel generator mempunyai saklar sinkron
disamping SPM-nya.

Setelah generator beroperasi secara paralel, generator-generator dengan alat


pembagi bebannya selalu merespon secara aktif segala tindakan penaikan atau
penurunan beban listrik, sehingga masing-masing generator menanggung beban dengan
prosentasi yang sama diukur dari kemampuan masing-masing

II.4 Pelepasan Beban [5]

Pelepasan beban merupakan salah satu fenomena yang terjadi disuatu sistem
tenaga listrik yang mengijinkan adanya beberapa beban keluar dari sistem sehingga
menghasilkan kestabilan sisem tenaga listrik. Hal ini biasanya disebabkan oleh beban
lebih pada sistem, sehingga untuk dapat mengembalikan kondisi sistem seperti
sediakala diperlukan pelepasan beberapa beban tertentu.
Adanya ketidaknormalan yang disebabkan oleh terjadinya beban lebih pada
umumnya dipicu oleh beberapa hal, antara lain [5]:
a. Adanya pembangkit yang lepas dari sistem yang mengakibatkan beban yang
seharusnya disuplai oleh pembangkit tersebut menjadi tanggungan pembangkit lain.
b. Adanya gangguan pada saluran transmisi sehingga ada beberapa beban yang tidak
dapat suplai oleh salah satu pembangkit dalam sistem interkoneksi.

II.4.1 Akibat Beban Lebih Pada Sistem Tenaga Listrik [5]

Gangguan berupa beban lebih dapat mempengaruhi antara daya yang


dibangkitkan dan permintaan beban sehingga menyebabkan beberapa hal yang dapat
mengganggu kestabilan sistem, yaitu:
a. Penurunan tegangan sistem
b. Penurunan frekuensi
35
Suatu sistem tenaga listrik beserta komponennya memiliki spesifikasi aman
tertentu berkaitan dengan tegangan. Setiap komponen memiliki nilai batas bawah dan
batas atas tenganan operasi sistem. Hal ini berkaitan dengan pengaruh ketidakstabilan
dan kualitas tegangan yang dapat mengakibatkan kerusakan pada peralatan.

Sebagian besar beban pada sistem tenaga listrik memiliki faktor daya tertinggal
(lagging) sehingga membutuhkan suplai daya reaktif yang cukup tinggi. Ketika terjadi
gangguan pada salah satu generator dalam sistem interkoneksi maka generator yang
lain akan terjadi kelebihan beban. Sehingga kebutuhan daya reaktif akan semakin
meningkat. Akibatnya turun tegangan yang terjadi semakin besar dan menyebabkan
kondisi yang tidak aman bagi generator. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu
pelepasan beban. Namun, turun tegangan bisa juga diakibatkan oleh adanya gangguan
lain seperti misalnya gangguan hubung singkat. Sehingga dalam hal ini penurunan
frekuensi merupakan acuan yang lebih baik untuk melakukan pelepasan beban.

Pada dasarnya setiap generator mimiliki spesifikasi tertentu berkaitan dengan


rentang frekuensi kerja yang diijinkan beserta waktu operasi dari frekuensi tersebut.
Penurunan frekuensi yang disebabkan oleh adanya beban lebih sangat membahayakan
generator. Ketika laju penurunan frekuensi menurun tajam, hal buruk yang mungkin
terjadi adalah pemadaman total. Apabila penurunan frekuensi tidak terlalu tajam, dapat
segera dilakukan pelepasan beban.

II.4.2 Pelepasan Beban Akibat Penurunan Frekuensi [5]

Pelepasan beban akibat penurunan frekuensi pun diklasifikasikan menjadi dua


macam berdasarkan laju penurunannya yaitu [5]:

a. Pelepasan beban manual


Pelepasan beban manual dilakukan apabila laju penurunan frekuensi sangat
rendah. Sehingga untuk memperbaiki frekuensi tidak membutuhkan waktu cepat
karena sistem dirasa aman untuk jangka waktu yang cukup lama. Pelepasan beban
secara manual ini akan membutuhkan beberapa operator yang cukup banyak.
Waktu yang dibutuhkan pun cukup lama bila dibandingkan dengan pelepasan beban
otomatis.

36
b. Pelepasan beban otomatis
Pelepasan beban otomatis dilakukan ketika laju penurunan frekuensi cukup
tinggi. Dengan adanya pelepasan beban otomatis maka sistem secara keseluruhan
dapat diselamatkan dengan cepat tanpa harus menunggu operator bekerja.
Pelepasan beban otomatis biasanya didukung dengan beberapa komponen seperti
penggunaan Under Frequency Relay.
Pelepasan beban yang dilakukan akibat penurunan frekuensi yang merupakan
efek beban lebih penting dilakukan. Selain untuk menghindari terjadinya pemadaman
total, pelepasan beban dapat mencegah [5]:
a. Penuaan yang semakin cepat dari komponen mekanik generator
Penurunan frekuensi yang cukup parah bisa menimbulkan getaran (vibration)
pada unit turbin. Hal ini mampu memperpendek usia pakai peralatan.
b. Pertimbangan pemanasan
Berkurangnya frekuensi menyebabkan berkurangnya kecepatan motor
pendingin generator, berakibat berkurangnya sirkulasi udara yang dapat
menyebabkan pemanasan pada generator.
c. Terjadinya eksitasi lebih
Ketika terjadi penurunan frekuensi arus eksitasi generator semakin meningkat
hal ini memicu terjadinya eksitasi lebih. Eksitasi lebih ditandai dengan fluks
berlebih yang dapat menyebabkan munculnya arus pusar, yang dapat menyebabkan
pemanasan pada inti generator.

II.4.3 Syarat Pelepasan Beban [5]

Sebelum dilakukan suatu pelepasan beban yang bertujuan untuk pemulihan


frekuensi, hendaknya pelepasan beban ini memenuhi kriteria antara lain [5]:

a. Pelepasan beban dilakukan secara bertahap dengan tujuan apabila pada pelepasan
tahap pertama frekuensi belum juga pulih masih dapat dilakukan pelepasan beban
tahap berikutnya untuk memperbaiki frekuensi.
b. Jumlah beban yang dilepaskan hendaknya seminimal mungkin sesuai dengan
kebutuhan sistem tenaga listrik dalam memperbaiki frekuensi.

37
c. Beban yang dilepaskan adalah beban yang memiliki prioritas paling rendah
dibandingkan beban lain dalam suatu sistem tenaga listrik. Oleh sebab itu seluruh
beban terlebih dahulu diklasifikasikan menurut kriteria-kriteria tertentu.
d. Pelepasan beban harus dilakukan tepat guna. Oleh karenanya harus ditentukan
waktu tunda rele untuk mendeteksi apakah penurunan frekuensi generator akibat
beban lebih atau pengaruh lain seperti masuknya beban yang sangat besar ke dalam
sistem secara tiba-tiba.

Keempat kriteria tersebut harus terpenuhi, dengan begitu pelepasan beban aman
untuk dilakukan.

II.5 Gangguan Sistem Tenaga Listrik [6]

Jenis gangguan dibagi menjadi dua kategori yaitu [6]:


a. Gangguan simetris
b. Gangguan tak simetris

Salah satu contoh gangguan simetris adalah gangguan tiga fasa simetris yang mana
terjadi pada saat ketiga fasanya terhubung singkat melalui atau tanpa impedansi.
Gangguan tak simetris terdiri dari gangguan hubung singkat tak simetris, gangguan tak
simetris melalui impedansi dan penghantar terbuka. Gangguan hubung singkat tak
simetris terjadi sebagai gangguan tunggal saluran ke tanah, gangguan antar saluran, serta
gangguan ganda ke tanah.
Bila hubungsingkat dibiarkan berlangsung agak lama pada suatu sistem tenaga
listrik maka pengaruh-pengaruh yang tidak diinginkan dapat terjadi [6]:

a. Berkurangnya batas-batas kestabilan untuk suatu sistem tenaga listrik


b. Rusaknya peralatan yang berada dekat dengan gangguan yang disebabkan oleh arus
yang besar, arus yang tidak seimbang atau tegangan-tegangan rendah yang
ditimbulkan oleh hubungsingkat.
c. Ledakan-ledakan yang mungkin terjadi pada peralatan yang mengandung minyak
isolasi sewaktu terjadinya hubung singkat dan yang mungkin menimbulkan
kebakaran sehingga dapat membahayakan orang yang menanganinya dan merusak
peralatan-peralatan lain.

38
d. Terpecah-pecahnya keseluruhan daerah pelayanan sistem tenaga listrik itu oleh
suatu rentetan tindakan pengamanan yang diambil oleh sistem-sistem pengamanan
yang berbeda.

II.6 ETAP (Electrical Transient Analyzer Program) [7]

Dalam perancangan dan analisa sebuah sistem tenaga listrik, sebuah software
aplikasi sangat dibutuhkan untuk merepresentasikan kondisi real sebelum sebuah
sistem direalisasikan. ETAP (Electric Transient and Analysis Program) PowerStation
12.6 merupakan salah satu software aplikasi yang digunakan untuk mensimulasikan
sistem tenaga listrik.
ETAP mampu bekerja dalam keadaan offline untuk simulasi tenaga listrik, dan
online untuk pengelolaan data real-time atau digunakan untuk mengendalikan sistem
secara realtime. Fitur yang terdapat di dalamnya pun bermacam-macam antara lain fitur
yang digunakan untuk menganalisa pembangkitan tenaga listrik, sistem transmisi
maupun sistem distribusi tenaga listrik.
Analisa sistem tenaga listrik yang dapat dilakukan ETAP antara lain [7]:
✓ Analisa aliran daya
✓ Analisa hubung singkat
✓ Arc Flash Analysis
✓ Starting motor
✓ Koordinasi proteksi
✓ Analisa kestabilan transien, dan lain-lain

II.6.1 Analisa Kestabilan Transien [7]

Analisis kestabilan transient pada ETAP digunakan untuk menginvestigasi batas


kestabilan sistem tenaga pada saat sebelum, sesudah, maupun pada saat terjadi
perubahan atau gangguan pada sistem. Pada simulasi kestabilan transien ini sistem
dimodelkan secara dinamik, event dan action yang terjadi di-set oleh user, dan
penyelesaian persamaan jaringandan persamaan diferensial mesin diselesaikan secara
interaktif dalam melihat respon sistemmaupun mesin dalam kawasan waktu. Dari
respon tersebut, kita dapat menentukan watak transien sistem, melakukan studi
kestabilan, menentukan setting peralatan proteksi, dan mengaplikasikan suatu

39
perubahan pada sistem untuk meningkatkan kestabilan. Performa dinamis sistem tenaga
sangat penting dalam desain dan operasi. Studi transien dan kestabilandigunakan untuk
menentukan sudut daya mesin/pergeseran kecepatan, frekuensi sistem, aliran daya aktif
dan reaktif, dan level tegangan bus.
Penyebab ketidakstabilan sistem antara lain [7]:
✓ Hubung singkat
✓ Lepasnya tie-connection utility sistem
✓ Starting motor
✓ Lepasnya salah satu generator
✓ Switching operation
✓ Perubahan mendadak pada pembangkitan atau beban

Oleh karena kestabilan sistem tenaga merupakan fenomena elektromekanis, maka


mesin sinkron memegang peranan penting. Pada saat terjadi gangguan dan setelah
terjadigangguan, sudut rotor akan berosilasi dan menyebabkan osilasi aliran daya
sistem. Osilasi ini dapat menjadikan ketidakstabilan pada sistem. Oleh sebab itu
kestabilan sistem tenagakadangkala dilihat dari kestabilan sudut rotor mesin sinkron.

Berbagai pengembangan yang dapat dilakukan pada sistem berdasarkan studi


kestabilan:

✓ Pengubahan konfigurasi sistem


✓ Desain dan pemilihan rotating equipment : menambah momen inersia,
mengurangi reaktansi transien, meningkatkan kinerja voltage regulator, dan
karakteristik exciter
✓ Aplikasi Power System Stabilizer
✓ Peningkatan performa sistem proteksi
✓ Load Shedding Scheme

40
BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Lokasi Penelitian

Penelitian tugas akhir ini dilakukan di PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk
Pomalaa, Sulawesi Tenggara. PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk merupakan Badan
Usaha Milik Negara yang bekerja dalam bidang penambangan bijih nikel dan
pengolahan ferronikel.

III.2 Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian dari tugas akhir ini dimulai Januari 2016 sampai bulan
Februari 2016. Adapun penulisan tugas akhir dimulai dari bulan September 2016
sampai bulan Juni 2107.

III.3 Pengambilan Data

Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi kasus Sistem
Kelistrikan PT. Aneka Tambang Pomalaa, di mana dalam penelitian yang akan diteliti
yaitu, kestabilan transien pada sistem kelistrikan PT. Aneka Tambang Pomalaa dengan
menggunakan software ETAP (Electrical Transient Analyzer Program) 12.6. Data
penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari industri PT. Aneka Tambang
Tambang Pomalaa, khususnya data yang ada hubungannya dengan penelitian berupa
data berikut:

1. Data jaringan sistem kelistrikan PT. Aneka Tambang Pomalaa (Single Line
Diagram)
2. Data peralatan kelistrikan PT. Aneka Tambang Pomalaa (Generator, transformator,
beban, dan data pendukung lainnya).
3. Data interkoneksi jaringan sistem kelistrikan PT. Aneka Tambang Pomalaa, antara
unit PLTD dengan unit PLTU.
4. Data unit pembangkit, transformator, panjang saluran, dan beban dari PLN Kolaka.

41
III.4 Diagram Alir Penelitian

Diagram alir penelitian yang dilaksanakan ditunjukan pada Gambar 3.1. alam
melakukan penelitian ini dibutuhkan data-data pendukung antara lain data generator,
transformator, beban, dan data jaringan. Berdasarkan data ini akan dilakukan simulasi
sesuai dengan situasi/keadaan dan juga spesifikasi peralatan di lapangan (mulai dari
panjang jaringan, jenis kabel, spesifikasi generator, trafo, beban, faktor daya, dan lain-
lain) yang dibentuk dalam suatu single line diagram pada ETAP 12.6.

Selanjutnya simulasi analisis kestabilan transien dilakukan satu persatu, baik pada
saat terjadi gangguan pada daerah PLTU, maupun terjadi gangguan pada saluran
interkoneksi antar unit pembangkit. Selain itu, simulasi dilakukan dengan melihat
kestabilan transien, jika terjadi gangguan pada PT. Antam dengan interkoneksi PLN.
Dari hasil simulasi ini, kita dapat melihat kondisi kestabilan transien pada sistem
kelistrikan yang ada di PT. Aneka Tambang Pomalaa, jika terjadi gangguan pada titik
tertentu.

42
Mulai

Studi Literatur

Mengumpulkan Data

Membuat Single Line


Diagram di ETAP 12.6

Jalankan Analisis
Kestabilan
Transien di ETAP
12.6

Analisis kestabilan tegangan Analisis kestabilan tegangan Analisis kestabilan tegangan


dan frekuensi PT. Antam dan frekuensi PLN Kolaka dan frekuensi interkoneksi
antara PT. Antam dengan
PLN Kolaka

Penulisan hasil
penelitian

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

43
III.5 Langkah-langkah Menggunakan Software ETAP

Berikut langkah-langkah dalam menjalankan software ETAP 12.6:

➢ Jalankan software Etap


Setelah menginstall software ETAP di komputer ataupun di laptop, maka
selanjutnya klik icon ETAP

Icon
Etap

Gambar 3.2 Icon Etap


Setelah icon ETAP double klik pada desktop atau klik kiri pada taskbar, maka
akan membuka jendela awal dari software etap.

Gambar 3.3 Tampilan awal ETAP 12.6

44
➢ Membuat new project
Setelah muncul tampilan awal seperti pada Gambar 3.3, selanjutnya pilih
menu file, dan klik new project.

Gambar 3.4 Tampilan memilih new project


Setelah itu, akan muncul kotak dialog seperti gambar berikut:

Gambar 3.5 Tampilan kotak dialog new project


Sebelum tekan OK, pilih berdasarkan kebutuhan dari beberapa opsi yang ada
pada kotak dialog new project di atas. Namun yang paling utama adalah, jangan

45
lupa menulis nama pada pada kolom Project File  Name. selanjutnya tekan
ENTER atau klik OK. Maka, muncullah tampilan sebagai berikut:

Gambar 3.6 Tampilan utama ETAP 12.6


➢ Membuat single line diagram suatu sistem tenaga listrik
Dapat dilihat pada Gambar 3.6. Setelah muncul layar utama dari etap, maka
dilanjutkan dengan membuat single line diagram dari sistem tenaga listrik yang
akan diteliti. Untuk menggambar single line, dapat digunakan Edit Toolbar pada
sisi kanan, tampilan utama ETAP 12.6. Setelah dilakukan penggambaran single line
diagram sistem tenaga listrik, maka terlihatlah seperti gambar berikut:

Gambar 3.7 Single Line Diagram ETAP 12.6

46
➢ Memasukkan Data Peralatan
Setelah suatu sistem tenaga listrik direpresentasikan dalam single line
diagram di ETAP, maka selanjutnya memasukan data pada peralatan-peralatan.
Data yang dibutuhkan adalah data pada generator, bus, transmisi, transformator,
pengaman, dan beban pada sistem.
a. Data Pembangkit-Generator
Data generator yang dibutuhkan antara lain:
• ID Generator
• Generator type (steam generator, diesel, turbo, hydro, hydro w/o damping)
• Operating mode (Swing, Voltage Control, PF control dan Mvar Control)
• Rating Tegangan
• %V dan sudut untuk mode operasi swing
• %V, MW loading, dan Mvar limits (Qmax dan Qmin) untuk modeoperasi
Voltage Control
• MW dan Mvar loading untuk mode operasi Mvar control
Tampilan data generator program ETAP 12.6 dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.

Gambar 3.8 Tampilan Data Generator pada ETAP 12.6

47
b. Data Transformer
Data transformator yang dibutuhkan program ETAP 12.6 adalah:
• ID transformator
• Rating tegangan di sisi primer dan sekunder
• Rated MVA
• Impedansi (%Z dan X/R)
• Fixed tap (% tap)
Tampilan data transformator pada program ETAP 12.6 terdapat pada
gambar di bawah ini.

Gambar 3.9 Tampilan Data Transformator pada ETAP 12.6


c. Data Beban
Ada dua jenis beban dalam program ETAP 12.6 yaitu beban statis (static
load) dan gabungan beban statis dan beban motor (lumped load). Static load
merupakan beban-beban resistif seperti beban rumah tangga, sedangkan lumped
load merupakan gabungan beban statis dan beban induktif seperti pada industri.

48
• Static Load
Data beban statis yang dibutuhkan pada ETAP 12.6 adalah:
- ID Beban
- Rating Tegangan (kV), Daya Semu (MVA) dan faktor daya
- Loading Category dan % Loading

Gambar 3.10 Tampilan Data Beban Static pada ETAP 12.6

• Lumped Load
Data beban lumped load yang dibutuhkan pada ETAP 12.6 adalah:
- ID Beban
- Rating Tegangan (kV), Daya Semu (MVA), faktor daya, dan perbandingan
beban motor dan beban statis dalam persen (%)
- Loading category ID dan % Loading

49
Gambar 3.11 Tampilan Data Lumped Load pada ETAP 12.6
d. Data Bus
Data bus yang dibutuhkan program ETAP 12.6 adalah:
- ID bus dan Nominal KV
- %V dan Angle (bila initial condition digunakan untuk tegangan bus)
Tampilan data bus pada program ETAP 12.6 seperti pada gambar di
bawah ini:

50
Gambar 3.12 Tampilan Data Bus pada ETAP 12.6
e. Data Pengaman Pemutus Tenaga (Circuit Breaker)
Data pengaman (high voltage circuit breaker) yang digunakan untuk pada
ETAP 12.6 adalah:
- ID Circuit Breaker
- Rating Tegangan (kV), Rating Arus (Ampere), dan AC Breaking

51
Data pengaman dapat dipilih pada library.

Gambar 3.13 Tampilan Data Circuit Breaker pada ETAP 12.6


Setelah seluruh data peralatan telah di input, maka selanjutnya melakukan analisis
sistem tenaga listrik.

III.5.1 Analisis Kestabilan Transien (Transient Stability)

Gambar di bawah merupakan diagram alir (flow chart) studi kestabilan transien
menggunakan ETAP 12.6, dimana proses pertama dimulai hingga keluar program.

52
Mulai

Membuat Single Line Diagram

Masukkan Data:
Generator (kV, MW, Z, X/R)
Transformator (kV, MVA, Z, X/R)
Beban (kV, MVA)

Tentukan
Tidak
Swing Bus

Masukan Data Studi Kasus:


Initial Load Flow, Load Category, Generation
Category, Load Diversity Factor, Charging
Loading, Initial voltage Condition

Jalankan
Simulasi Analisis
Kestabilan Transien

Ya

Output Analisis
Kestabilan
Transien

Selesai

Gambar 3.14 Diagram Alir Analisis Kestabilan Transien ETAP 12.6

53
Proses analisis kestabilan transien menggunakan ETAP 12.6 adalah sebagai
berikut:
1. Membuat single line diagram sistem;
2. Memasukkan data generator, transformator, transmisi, dan beban ke dalam program
setelah single line diagram dibuat;
3. Menentukan sebuah atau beberapa swing generator, setelah data generator,
transformator, transmisi, dan beban dimasukan;
4. Masukan data studi kasus yang ditinjau;
5. Jalankan analisis kestabilan transien pada ETAP 12.6 dengan memilih icon stability
transient analisys pada toolbar. Program tidak akan jalan (error) apabila terjadi
kesalahan, data yang kurang, dan swing generator sehingga data dapat dimasukkan
kembali;
6. Keluaran studi kestabilan transien dapat diketahui setelah program dapat dijalankan.
Untuk melihat hasil keluaran kestabilan transien dapat memilih transient stability
analisys report manager yang terdapat di toolbar sebelah kanan program.

54
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Perencanaan Simulasi

Perencanaan simulasi yang dilakukan pada software ETAP 12.6 ini, yakni
menggunakan pilihan simulasi analisis kestabilan frekuensi dan tegangan (transient
stability analysis). Ada 3 tujuan utama penelitian ini, yaitu: pertama, menganalisis
kestabilan tegangan maupun frekuensi unit PLTD akibat lepasnya unit PLTU, lepasnya
beban, maupun adanya gangguan di PT. Antam; kedua, menganalisis kestabilan
tegangan maupun frekuensi unit pembangkit akibat pelepasan beban maupun adanya
gangguan di PLN Kolaka; dan ketiga, menganalisis kestabilan tegangan maupun
frekuensi unit PLTD PT. Antam pada saat unit PLN Kolaka lepas sinkron dari sistem
PT. Antam.
Ada beberapa skenario yang dilakukan, mulai dari hilangnya salah satu beban
besar, gangguan hubung singkat pada bus tertentu maupun, lepasnya salah satu
pembangkit dari sistem tenaga listrik yang mengakibatkan terjadinya perubahan
frekuensi maupun tegangan dari batas toleransinya. Pada setiap simulasi, perubahan
parameter sistem diamati dengan interval waktu 20 detik.
Adapun hal yang akan diamati pada penelitian ini adalah:
a. Perubahan frekuensi sistem tenaga listrik
b. Perubahan tegangan pada sistem tenaga listrik

Berikut beberapa variasi skenario yang akan dilakukan pada penelitian ini:
a. Untuk sistem tenaga listrik PT. Antam
1. Simulasi transient stability dengan gangguan 3 fasa pada salah satu busbar
switchgear 30 kV Backbone tepatnya pada bus Inc. C.
2. Simulasi hilangnya beban smelter Feni 4
3. Simulasi putusnya interkoneksi, terbukanya circuit breaker BAICFPP
b. Untuk sistem tenaga listrik PLN Kolaka
1. Simulasi hilangnya beban feeder Wundulako
2. Simulasi hilangnya salah satu unit pembangkit MTU

55
c. Setelah interkoneksi antara sistem tenaga listrik PT. Antam dengan PLN Kolaka
1. Simulasi hilangnya intekoneksi antara PT. Antam dengan PLN di GH PT.
Antam
2. Setelah interkoneksi dengan skenario yang sama sebelum interkoneksi, yakni:
a. Gangguan 3 fasa pada bus Inc. C.
b. Hilangnya beban smelter Feni 4
c. Putusnya interkoneksi, terbukanya circuit breaker BAICFPP

IV.2 Data Penelitian

a. Untuk sistem tenaga listrik PT. Antam


Single line diagram PT. Antam dapat dilihat pada lampiran 1.

Tabel 4.1 Data Pembangkit PT. Antam

Nama Komponen Daya (MW) Daya(MVA) %PF


G11 17.076 21.345 80
G12 17.076 21.345 80
G13 17.076 21.345 80
G14 17.076 21.345 80
G15 17.076 21.345 80
G16 17.076 21.345 80
G17 17.076 21.345 80
G18 17.076 21.345 80
1G-10MKA00 31.875 37.5 85
1G-10MKA2 31.875 37.5 85

Bersumber dari PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk Pomalaa (Desember,


2016)

56
Tabel 4.2 Data Beban PT. Antam

BEBAN STATIS
Nama Komponen Daya (MW) Daya(MVA) %PF
FENI 4 27 28.066 96.2
FENI 2 24.513 25 98.05
FENI 3 41.58 42 99
AUX PP3 1.833 2 91.67
LADLE FURNACE 0.1 0.108 92.18
Penr.JALAN & SUBSTATION 0.064 0.08 80
PERUMAHAN 1.343 1.414 95
BEBAN DINAMIS
Nama Komponen Daya (MW) Daya(MVA) %PF
COAL FIRING 0.21 0.233 90
COOLFIRING PART 0.127 0.141 90
DRYER PLANT 0.765 0.85 90
DRYING ROOM 0.05 0.045 90
DUST COL.PLANT 0.396 0.44 90
EL.FUR.HOUSE 0.651 0.723 90
HOUSING PTL 0.5 0.625 80
HUKO-HUKO 0.027 0.03 90
INDUCED FAN 0.243 0.269 90
KNSTRKSI &BKL.LISTRIK 0.364 0.404 90
MIXING 0.075 0.083 90
MIXING PLANT 0.294 0.327 90
ORE DRYING&RECEIVING 0.104 0.115 90
ORE MIXING&SIZING 0.185 0.206 90
OXIGEN PLAN 0.057 0.063 90
OXYGEN PLANT 0.42 0.467 90
OXYGENT ROOM 0.029 0.032 90
PUMP 1 – 3 0.45 0.5 90
PUMP A&B PART 0.486 0.54 90
REFINING 0.698 0.776 90
REFINING PLANT& D.COLLECT 0.641 0.712 90
Ret.Wat.Pump 0.166 0.185 90
ROT.DRYER 0.3 0.333 90
ROTARY KILN 0.321 0.357 90
ROTARY KILN PART 0.382 0.424 90

Bersumber dari PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk Pomalaa (Desember,


2016)

57
BEBAN DINAMIS
Nama Komponen Daya (MW) Daya(MVA) %PF
ROTRY KILN 0.62 0.775 80
SLAG TREATMENT 0.131 0.145 90
WATER PUMP 0.164 0.182 90
YETTY 0.551 0.612 90
COMPRESSOR 0.6 0.696 92.28
COOLFIRING 0.2 0.234 91.83
DRYER 1&2 0.9 1.039 92.45
EXH.FAN 0.28 0.327 91.97
FEED PUMP 0.24 0.281 91.9
IM-2 0.09 0.106 91.5
IM-3 1.41 1.621 92.63
IM-4 0.532 0.618 92.23
Ind. Wat.PUMP 1 1.154 92.49
Mtr1 0.64 0.742 92.31
OXIGENPLAN 0.82 0.948 92.41
PWR.STATION 0.5 0.581 92.2
ROTARY DRYER 0.52 0.604 92.22
ROTARY KILN. 0.96 1.108 92.47
SHAKING CONVERTER 0.1 0.131 91.54

Bersumber dari PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk Pomalaa (Desember,


2016)
b. Untuk sistem tenaga listrik PLN Kolaka
Single line diagram PLN Kolaka dapat dilihat dilampiran 2.
Tabel 4.3 Data Pembangkit PT. PLN Kolaka
Nama Komponen Daya (MW) Daya(MVA) %PF
DAI 1 0.416 0.52 80
DAI 2 0.4 0.5 80
DAI 3 0.4 0.5 80
MAK 1 2.544 3.18 80
MAK 2 2.544 3.18 80
MTU 0.8 1 80
NGT 2 1.05 1.312 80
NGT 3 1.05 1.312 80
PLTMH 2 2.5 80
SWD 1 0.336 0.42 80
SWD 2 0.336 0.42 80

Bersumber dari PT. PLN Kolaka (Januari, 2017)

58
Tabel 4.4 Data Beban Sistem PT. PLN Kolaka

BEBAN STATIS
FEDEER Daya (MW) Daya(MVA) %PF
PENDIDIKAN 2.154 2.341 92
TOSIBA 4.657 5.062 92
WUNDULAKO 2.616 2.843 92
DAWI-DAWI 1.556 1.691 92
EXPRESS 0.409 0.445 92
ANAIWOI 1.592 1.73 92

Bersumber dari PT. PLN Kolaka (Januari, 2017)

IV.3 Hasil Simulasi

a. Untuk sistem tenaga listrik PT. Antam


1. Simulasi Transient Stability dengan gangguan 3 fasa pada salah satu busbar 30
kV Switchgear Backbone tepatnya pada bus inc. C

Tabel 4.5 Skenario kejadian dan aksi simulasi gangguan 3 fasa pada busbar 30 kV
Switchgear Backbone tepatnya pada bus inc. C

Tipe Nama Aksi


Nama Kejadian Waktu (sekon)
Komponen Komponen
3 Phase
HS 4 Bus Inc. C
Fault

Untuk skenario ini, gangguan disimulasikan terjadi pada busbar Inc. C untuk
mengevaluasi kestabilan frekuensi maupun tegangan pada sistem tenaga listrik PT.
Antam. Simulasi dilakukan dengan menyetting terjadinya gangguan pada saat t = 4
detik dengan durasi simulasi selama 20 detik.

59
Gambar 4.1 memperlihatkan letak gangguan hubung singkat 3 fasa untuk
simulasi ini:

Inc.

Gambar 4.1 Tampilan Letak Skenario Hubung Singkat 3 Fasa


Berikut hasil grafik pada beberapa bus yang dipilih sebagai berikut:

1.a Frekuensi

Gambar 4.2 – 4.5 adalah hasil simulasi kestabilan frekuensi untuk kejadian ini.
Gambar 4.2 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit
PLTD. Gambar 4.3 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar
pada unit PLTU. Gambar 4.4 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi
busbar pada unit 30 kV Switchgear Backbone dan Gambar 4.5 memperlihatkan hasil
simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit beban.

60
- BAB 903 - Bus A - Bus B

Gambar 4.2 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD

- CFPP SWGR A - CFPP SWGR B

Gambar 4.3 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU

61
- Inc. A - Inc. B - Inc. C

Gambar 4.4 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone

- BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22

- Bus-37 - Bus-42

Gambar 4.5 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban

62
Dari keempat grafik di atas, terlihat bahwa pada saat terjadi gangguan 3 fasa
pada detik ke-4, frekuensi sistem akan naik. Hal ini dikarenakan, arus mengalami
kenaikan yang cukup tinggi dan tegangan sama dengan nol, maka daya pada beban
secara keseluruhan akan berkurang pada saat hubung singkat dan ketidakseimbangan
daya akan terjadi. Daya sumber lebih besar dibandingkan daya beban, akibatnya
frekuensi sistem akan naik.
Dengan melihat nilai frekuensi sistem pada akhir simulasi selama 20 detik,
meskipun nilai perubahan frekuensi sudah melebihi batas toleransi dari perubahannya,
namun masih cenderung menuju konstan dan stabil dengan melihat grafik.

1.b Tegangan

1.b.1 Busbar Pada Unit PLTD

- BAB 903 - Bus A - Bus B

Gambar 4.6 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD

Pada Gambar 4.6 di atas terlihat bahwa pada saat terjadi gangguan hubung
singkat 3 fasa, tegangan akan jatuh hingga menuju nol. Hal ini disebabkan oleh
kenaikan arus yang cukup besar dan generator pada sisi PLTD sudah tidak dapat
mempertahankan nilai tegangannya, sehingga nilai tegangan akan jatuh bahkan hingga

63
menuju nol jika pada saat terjadinya gangguan, relay ataupun CB dianggap tidak
bekerja.

1.b.2 Busbar Pada Unit PLTU

- CFPP SWGR A - CFPP SWGR B

Gambar 4.7 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU

Dari Gambar 4.7, terlihat bahwa pada saat terjadi gangguan 3 fasa pada detik ke-
4, tegangan pada unit PLTU akan turun. Namun pada detik ke-7, tegangan kembali
naik lagi dan sampai akhir simulasi 20 detik, tegangan unit PLTU cenderung untuk
konstan dan tetap dalam batas kestabilan.

64
1.b.3 Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone

- Inc. A - Inc. B - Inc. C

Gambar 4.8 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone

Gambar 4.8 memperlihatkan perubahan tegangan pada busbar 30 kV. Pada saat
terjadi gangguan 3 fasa pada detik ke-4, tegangan akan turun. Untuk busbar Inc. A dan
Inc. B, tegangannya setelah terjadi gangguan turun disekitar nilai 20 kV dan hingga
akhir simulasi nilai tegangan tidak dapat kembali ke kondisi stabil. Tegangan jatuh
yang terbesar terjadi pada busbar Inc. C yang merupakan letak gangguan.Tegangan di
busbar ini langsung jatuh hingga menuju nol. Untuk itu, jika gangguan hubung singkat
seperti ini terjadi, maka diharapkan relay bekerja dengan baik sehingga tidak
mengganggu sistem tenaga listrik secara keseluruhan.

65
1.b.4 Busbar Pada Beban

- BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22

- Bus-37 - Bus-42

Gambar 4.9 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban

Berdasarkan Gambar 4.9 di atas, terlihat bahwa pada saat terjadi gangguan 3 fasa
pada detik ke-4, tegangan pada bus beban akan turun.

Untuk semua bus beban setelah terjadi gangguan, nilai tegangan tidak dapat
kembali ke kondisi stabil, Kecuali bus (AUX 3) yang yang masih dapat kembali ke
kondisi stabil setelah terjadi gangguan.

66
2. Simulasi Transient Stability dengan skenario hilangnya beban Feni 4

Tabel 4.6 Skenario kejadian dan aksi simulasi hilangnya beban Feni 4

Tipe Nama Aksi


Nama Kejadian Waktu (sekon)
Komponen Komponen
Hilang Beban 4 CB CB1 Open

Untuk skenario ini, disimulasikan terjadinya gangguan sehingga CB1 terbuka


dan beban Feni 4 hilang. Selanjutnya, simulasi dinamis dilakukan untuk mengevaluasi
kestabilan frekuensi maupun tegangan pada sistem tenaga listrik PT. Antam. Simulasi
dilakukan dengan menyetting terjadinya gangguan pada saat t = 4 detik dengan durasi
simulasi selama 20 detik.
Gambar 4.10 memperlihatkan letak CB yang terbuka sehingga beban Feni 4
hilang:

CB1

Gambar 4.10 Tampilan Letak Skenario Hilangnya Beban

67
Berikut hasil grafik pada beberapa bus yang dipilih sebagai berikut:

2.a Frekuensi

Gambar 4.11 – 4.14 adalah hasil simulasi kestabilan frekuensi untuk kejadian
ini. Gambar 4.11 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar
pada unit PLTD. Gambar 4.12 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan
frekuensi busbar pada unit PLTU. Gambar 4.13 memperlihatkan hasil simulasi untuk
perubahan frekuensi busbar pada unit 30 kV Switchgear Backbone dan Gambar 4.14
memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit beban.

- BAB 903 - Bus A - Bus B

Gambar 4.11 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD

68
- CFPP SWGR A - CFPP SWGR B

Gambar 4.12 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU

- Inc. A - Inc. B - Inc. C

Gambar 4.13 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone

69
- BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22

- Bus-37 - Bus-42

Gambar 4.14 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban

Pada keempat gambar di atas, terlihat bahwa pada saat terjadi hilangnya beban,
nilai frekuensi sistem akan naik. Hal ini disebabkan setelah beban Feni 4 terlepas dari
sistem, daya pembangkit akan lebih besar daripada beban, sehingga frekuensi sistem
juga mengalami kenaikan. Namun, setelah detik ketujuh, frekuensi sistem turun
kembali dan sampai akhir simulasi selama 20 detik, nilai perubahan frekuensi masih
dalam batas toleransi dari perubahannya dan cenderung menuju konstan serta stabil.

2.b Tegangan

Gambar 4.15 – 4.18 adalah hasil simulasi kestabilan tegangan untuk kejadian
ini. Gambar 4.15 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada
unit PLTD. Gambar 4.16 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan
busbar pada unit PLTU. Gambar 4.17 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan
tegangan busbar pada unit 30 kV Switchgear Backbone dan Gambar 4.18
memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit beban.

70
- BAB 903 - Bus A - Bus B

Gambar 4.15 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD

- CFPP SWGR A - CFPP SWGR B

Gambar 4.16 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU

71
- Inc. A - Inc. B - Inc. C

Gambar 4.17 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone

- BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22

- Bus-37 - Bus-42

Gambar 4.18 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban

72
Pada keempat gambar di atas terlihat bahwa pada saat terjadi hilangnya beban,
nilai tegangan akan naik. Pada akhir simulasi yakni detik ke-20 nilai tegangan berubah
hanya sangat sedikit dan masih dalam batas toleransi dari awal sebelum terjadi
hilangnya beban.
Hingga pada akhir simulasi yaitu detik ke-20 baik pada bus unit PLTD, 30 kV
Switchgear Backbone, unit PLTU, maupun bus pada unit beban mengalami perubahan
tegangan yang sangat sedikit dan masih dalam batas toleransi perubahan tegangan.
Hingga tegangan bus cenderung kembali pada posisi konstan dan stabil.

73
3. Simulasi Transient Stability dengan skenario putusnya interkoneksi beban
yang terhubung pada unit PLTD dengan beban yang terhubung pada unit
PLTU.
Tabel 4.7 Skenario kejadian dan aksi simulasi putusnya interkoneksi beban yang
terhubung pada unit PLTD dengan beban yang terhubung pada unit

Tipe Nama Aksi


Nama Kejadian Waktu (sekon)
Komponen Komponen
Open BAICFPP 4 CB CB1 Open

Untuk skenario ini, gangguan disimulasikan terjadi pada jaringan interkoneksi


antara PLTD dengan PLTU untuk mengevaluasi kestabilan frekuensi maupun tegangan
pada sistem tenaga listrik PT. Antam. Simulasi dilakukan dengan menyetting terjadinya
gangguan pada saat t = 4 detik dengan durasi simulasi selama 20 detik.
Gambar 4.19 memperlihatkan letak CB yang terbuka untuk simulasi ini:

BAICFP

Gambar 4.19 Tampilan Letak Skenario Putusnya Interkoneksi

74
Berikut hasil grafik pada beberapa bus yang dipilih sebagai berikut:

3.a Frekuensi

Gambar 4.20 – 4.21 adalah hasil simulasi kestabilan frekuensi untuk kejadian
ini. Gambar 4.20 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar
pada unit PLTD, 30 kV Switchgear Bacbone, dan unit beban yang terhubung ke PLTD.
Gambar 4.21 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada
unit PLTU dan unit beban yang terhubung ke PLTU.

3.a.1 Busbar Pada Unit PLTD, 30 kV Switchgear Backbone, dan beban PLTD

- BAB 903 - BUS A - BUS B - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Inc. A

- Inc. B - Inc. C

Gambar 4.20 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD, 30 kV Switchgear


Backbone, dan beban PLTD

Pada Gambar 4.20, di atas terlihat bahwa pada saat interkoneksi antara sistem
yang terhubung dengan PLTD dengan sistem yang terhubung dengan PLTU terputus,
nilai frekuensi pada Unit PLTD, 30 kV Switchgear Backbone, dan beban PLTD mula-
mula turun. Hal ini dikarenakan, unit PLTD seolah-olah mengalami kenaikan daya

75
beban pada saat cb BAICFPP terbuka yang secara penuh menyuplai semua beban
smelter yang ada di PT. Antam.
Hingga pada akhir simulasi detik ke-20, nilai frekuensi pada bus PLTD, 30 kV
Switchgear Backbone, dan bus beban sebelum dan setelah putusnya interkoneksi ada
sedikit perubahan namun tetap dalam batas toleransi perubahan frekuensi.

3.a.2 Busbar Pada Unit PLTU dan beban PLTU

- Bus (AUX 3) - Bus-22 - Bus-37 - Bus-42 - CFPP SWGR A - CFPP SWGR B

Gambar 4.21 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU dan beban PLTU

Terlihat pada Gambar 4.21, pada saat interkoneksi antara sistem yang terhubung
dengan PLTD dengan sistem yang terhubung dengan PLTU terputus, nilai frekuensi
mula-mula naik.
Setelah itu frekuensi selanjutnya turun hingga 0 Hz, bahkan sampai pada akhir
simulasi yaitu detik ke-20. Hal ini disebabkan pada saat lepasnya interkoneksi, yaitu
terbukanya CB BACFPP, masing-masing unit menyuplai beban tersendiri. PLTD
menyuplai 3 beban terbesar yaitu beban smelter, sedangkan unit PLTU yang menyuplai
beban auxiliary nya tersendiri, perumahan, termasuk beban dinamis lainnya.
Berdasarkan data dari PT. Antam, beban dinamis yang memperoleh suplai oleh unit
PLTU mencapai 92,82% dari total beban.

76
3.b Tegangan
Gambar 4.22 – 4.23 adalah hasil simulasi kestabilan tegangan untuk kejadian
ini. Gambar 4.20 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada
unit PLTD, 30 kV Switchgear Bacbone, dan unit beban yang terhubung ke PLTD.
Gambar 4.21 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada
unit PLTU dan unit beban yang terhubung ke PLTU.

3.b.1 Busbar Pada Unit PLTD, 30 kV Switchgear Backbone, dan beban PLTD

- BAB 903 - BUS A - BUS B - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Inc. A

- Inc. B - Inc. C

Gambar 4.22 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD, 30 kV Switchgear


Backbone, dan beban PLTD

Pada Gambar 4.22, terlihat bahwa pada saat interkoneksi antara sistem yang
terhubung dengan PLTD dengan sistem yang terhubung dengan PLTU terputus, nilai
tegangan pada unit PLTD, 30 kV Switchgear Backbone, dan beban PLTD mengalami
perubahan bahkan berosilasi. Hal ini karena, pada saat interkoneksi putus, unit PLTD
menyuplai beban smelter secara keseluruhan yang awal mulanya juga mendapat suplai
dari unit PLTU.

77
Adapun pada akhir simulasi pada detik ke-20 nilai tegangan sebelum dan setelah
terputusnya interkoneksi, hanya mengalami sedikit perubahan dan masih dalam batas
toleransi.

3.b.2 Busbar Pada Unit PLTU dan beban PLTU

- Bus (AUX 3) - Bus-22 - Bus-37 - Bus-42 - CFPP SWGR A - CFPP SWGR B

Gambar 4.23 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU dan beban PLTU

Pada Gambar 4.23 di atas bahwa pada saat interkoneksi antara sistem yang
terhubung dengan PLTD dengan sistem yang terhubung dengan PLTU terputus,
tegangan bus pada unit PLTU dan beban PLTU tadi mengalami perubahan. Hingga
pada akhirnya tegangan jatuh hingga 0 kV dan bus PLTU dan bebannya ini mengalami
voltage collapse hingga pada akhir simulasi.
Hal ini, karena pada saat lepasnya interkoneksi, yaitu terbukanya CB BACFPP,
masing-masing unit menyuplai beban tersendiri. PLTD yang menyuplai 3 beban
terbesar yaitu beban smelter. Dan unit PLTU yang menyuplai beban auxiliary nya
tersendiri, perumahan, termasuk beban dinamis lainnya.

78
b. Untuk sistem tenaga listrik PLN Kolaka
1. Simulasi Transient Stability dengan skenario hilangnya beban Feeder
Wundulako.
Tabel 4.8 Skenario kejadian dan aksi simulasi hilangnya beban Feeder Wundulako

Tipe Nama Aksi


Nama Kejadian Waktu (sekon)
Komponen Komponen
Lepas Beban 4 CB CB329 Open

Untuk skenario ini, disimulasikan terjadinya gangguan sehingga CB329 terbuka


dan beban Fedeer Wundulako hilang. Selanjutnya mengevaluasi kestabilan frekuensi
maupun tegangan pada sistem tenaga listrik PT. PLN Kolaka. Simulasi dilakukan
dengan menyetting terjadinya gangguan pada saat t = 4 detik dengan durasi simulasi
selama 20 detik.
Gambar 4.24 memperlihatkan letak CB yang terbuka sehingga beban Fedeer
Wundulako hilang:

CB32

Gambar 4.24 Tampilan Letak Skenario Hilangnya Beban

79
Berikut hasil grafik pada beberapa bus yang dipilih sebagai berikut:

1.a Frekuensi

Gambar 4.25 – 4.26 adalah hasil simulasi kestabilan frekuensi untuk kejadian
ini. Gambar 4.25 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar
pada unit pembangkit. Gambar 4.26 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan
frekuensi busbar pada unit beban.

- Bus 1 - Bus 4 - Bus 6 - Bus 9 - Bus 11 - Bus 12 - Bus 16

- Bus 18

Gambar 4.25 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Pembangkit

80
- Bus 19 - Bus 20 - Bus 22 - Bus 354 - Bus 523

Gambar 4.26 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Beban

Dari Gambar 4.25 (pembangkit) terlihat bahwa pada saat terjadi hilangnya
beban, nilai frekuensi pada semua unit pembangkit akan naik. Hal ini dikarenakan
beban mengalami penurunan daya dari sebelum hilangnya beban, sehingga frekuensi
juga mengalami kenaikan. Dengan melihat nilai frekuensi pada akhir simulasi selama
20 detik, nilai perubahan frekuensi masih dalam batas toleransi dari perubahannya.

Demikian pula untuk bus beban yakni Bus 19, Bus 20, Bus 22, dan Bus 523
setelah CB329 terbuka, nilai frekuensi mula-mula mengalami kenaikan, namun hingga
pada akhir simulasi selama 20 detik, nilai perubahan frekuensi selain bus pada feeder
Wundulako masih dalam batas toleransi dari perubahannya.

Berbeda dengan frekuensi pada bus 354 (bus Feeder Wundulako) setelah CB329
terbuka, nilai frekuensinya mengalami penurunan bahkan menjadi 0 Hz. Hal ini
dikarenakan pada saat hilangnya beban masih mendapat suplai dari PLTMH. Namun
karena besar beban yang ada pada Feeder Wundulako ini lebih besar daripada daya
yang tersedia pada PLTMH ini, maka pada nilai frekuensi akhirnya turun menjadi 0 Hz
beberapa detik setelah hilangnya beban.

81
1.b Tegangan

Gambar 4.27 – 4.28 adalah hasil simulasi kestabilan tegangan untuk kejadian
ini. Gambar 4.27 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada
unit pembangkit. Gambar 4.28 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan
tegangan busbar pada unit beban.

- Bus 1 - Bus 4 - Bus 6 - Bus 9 - Bus 11 - Bus 12 - Bus 16

- Bus 18

Gambar 4.27 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Pembangkit

82
- Bus 19 - Bus 20 - Bus 22 - Bus 354 - Bus 523

Gambar 4.28 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Beban

Setelah CB329 terbuka, nilai bus 354 (bus Feeder Wundulako) langsung
mengalami kenaikan. Adapun nilai tegangan pada feeder ini tidak langsung menjadi 0
kV, dikarenakan pada saat hilangnya beban masih mendapat suplai dari PLMH. Namun
karena besar beban yang ada pada Feeder Wundulako ini lebih besar daripada daya
yang tersedia pada PLTMH ini, maka pada beberapa detik kemudian nilai tegangan
akhirnya turun menjadi 0 kV.

Adapun untuk bus beban yang lain yakni Bus 19, Bus 20, Bus 22, dan Bus 523,
serta bus pembangkit (Gambar 4.27) setelah CB329 terbuka, nilai tegangan mengalami
osilasi. Nilai tegangan berosilasi hingga kembali pada posisi konstan, meskipun dengan
perubahan dari nilai awal tegangan, namun tetap pada batas toleransi perubahan
tegangan.

83
2. Simulasi Transient Stability dengan skenario hilangnya unit Pembangkit MTU.

Tabel 4.9 Skenario kejadian dan aksi simulasi hilangnya beban Feeder Wundulako

Tipe Nama Aksi


Nama Kejadian Waktu (sekon)
Komponen Komponen
Lepas MTU 4 CB CB22 Open

Untuk skenario ini, disimulasikan terjadinya gangguan sehingga CB22 terbuka


dan pembangkit MTU hilang. Selanjutnya mengevaluasi kestabilan frekuensi maupun
tegangan pada sistem tenaga listrik PT. PLN Kolaka. Simulasi dilakukan dengan
menyetting terjadinya gangguan pada saat t = 4 detik dengan durasi simulasi selama 20
detik.
Gambar 4.29 memperlihatkan letak CB yang terbuka sehingga pembangkit MTU
hilang:

CB22

Gambar 4.29 Tampilan Letak Skenario Hilangnya Unit Pembangkit MTU

84
Berikut hasil grafik pada beberapa bus yang dipilih sebagai berikut:
2.a Frekuensi
Gambar 4.30 – 4.31 adalah hasil simulasi kestabilan frekuensi untuk kejadian
ini. Gambar 4.30 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar
pada unit pembangkit. Gambar 4.31 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan
frekuensi busbar pada unit beban.

- Bus 1 - Bus 4 - Bus 6 - Bus 9 - Bus 11 - Bus 12 - Bus 16

- Bus 18

Gambar 4.30 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Pembangkit

85
- Bus 19 - Bus 20 - Bus 22 - Bus 354 - Bus 523

Gambar 4.31 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Beban

Pada gambar di atas terlihat bahwa setelah CB22 terbuka yang diskenariokan
sebagai hilangnya pembangkit MTU pada detik ke-4, frekuensi bus pada unit
pembangkit (Gambar 4.30) dan bus pada unit beban (Gambar 4.31) tadi mula-mula
mengalami penurunan. Hal ini karena, seolah-olah nilai beban daya bertambah, dengan
hilangnya beberapa daya suplai dari pembangkit. Selanjutnya nilai frekuensi setelah
hilangnya beban tadi cenderung konstan. Dengan melihat nilai frekuensi pada akhir
simulasi selama 20 detik, nilai perubahan frekuensi masih dalam batas toleransi dari
perubahannya.

2.b Tegangan

Gambar 4.32 – 4.33 adalah hasil simulasi kestabilan tegangan untuk kejadian
ini. Gambar 4.32 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada
unit pembangkit. Gambar 4.33 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan
tegangan busbar pada unit beban.

86
- Bus 1 - Bus 4 - Bus 6 - Bus 9 - Bus 11 - Bus 12 - Bus 16

- Bus 18

Gambar 4.32 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Pembangkit

- Bus 19 - Bus 20 - Bus 22 - Bus 354 - Bus 523

Gambar 4.33 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Beban

87
Pada gambar di atas terlihat bahwa setelah CB22 terbuka yang diskenariokan
sebagai hilangnya unit pembangkit pada detik ke-4, tegangan bus pada unit pembangkit
(Gambar 4.32) dan bus pada unit beban (Gambar 4.33) tadi mengalami perubahan. Hal
ini karena, seolah-olah nilai beban daya bertambah, dengan hilangnya beberapa daya
suplai dari pembangkit.

Nilai tegangan berosilasi, mula-mula nilai tegangan naik dari ratingnya, turun
dan selanjutnya naik, begitu seterusnya hingga kembali pada posisi konstan, meskipun
mengalami perubahan dari nilai awal tegangan, namun tetap pada batas tolenrasi
perubahan tegangan.

88
c. Setelah interkoneksi antara sistem tenaga listrik PT. Antam dengan PLN
Kolaka
1. Simulasi Transient Stability dengan skenario lepasnya interkoneksi antara PT.
Antam dengan PLN di GH PT. Antam.

Tabel 4.10 Skenario kejadian dan aksi simulasi lepasnya interkoneksi antara PT. Antam
dengan PLN Kolaka

Tipe Nama Aksi


Nama Kejadian Waktu (sekon)
Komponen Komponen
CB56 &
Open Koneksi 4 CB Open
CB57

Untuk skenario ini, disimulasikan terjadinya gangguan sehingga CB56 dan


CB57 terbuka dan interkoneksi antara PT. Antam dengan PLN Kolaka terputus.
Selanjutnya mengevaluasi kestabilan frekuensi maupun tegangan pada sistem tenaga
listrik PT. Antam. Simulasi dilakukan dengan menyetting terjadinya gangguan pada
saat t = 4 detik dengan durasi simulasi selama 20 detik.
Gambar 4.34 memperlihatkan letak CB yang terbuka sehingga beban Feni 4
hilang:

CB5

CB5

Gambar 4.34 Tampilan Letak Skenario Open Koneksi

89
Berikut hasil grafik pada beberapa bus yang dipilih sebagai berikut:
1.1 Frekuensi
1.1.1 Sistem Tenaga Listrik PT. Antam

Gambar 4.35 – 4.38 adalah hasil simulasi kestabilan frekuensi untuk kejadian ini.
Gambar 4.35 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada
unit PLTD. Gambar 4.36 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi
busbar pada unit PLTU. Gambar 4.37 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan
frekuensi busbar pada unit 30 kV Switchgear Backbone dan Gambar 4.38
memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit beban.

- BAB 903 - Bus A - Bus B

Gambar 4.35 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD

90
- CFPP SWGR A - CFPP SWGR B

Gambar 4.36 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU

- Inc. A - Inc. B - Inc. C

Gambar 4.37 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone

91
- BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22

- Bus-37 - Bus-42

Gambar 4.38 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban

Pada ke empat gambar di atas, terlihat bahwa pada saat CB56 dan CB57 terbuka
yang diskenariokan sebagai putusnya interkoneksi antara sistem tenaga listrik PT.
Antam dan PLN Kolaka pada detik ke-4, frekuensi bus pada unit PLTD, 30 kV
Switchgear Backbone, unit PLTU, dan bus unit beban tadi mengalami kenaikan
beberapa detik. Hal ini dikarenakan daya beban yang tersuplai dari PT. Antam seolah-
olah berkurang. Nilai frekuensi sebelum dan setelah terjadinya skenario, hanya sedikit
perubahan dan masih dalam batas toleransi perubahan frekuensi.
1.1.2 Sistem Tenaga Listrik PLN Kolaka

Gambar 4.39 – 4.41 adalah hasil simulasi kestabilan frekuensi untuk kejadian ini.
Gambar 4.39 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada
GH Antam. Gambar 4.40 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi
busbar pada unit pembangkit. Dan Gambar 4.41 memperlihatkan hasil simulasi untuk
perubahan frekuensi busbar pada unit beban.

92
- Bus-62

Gambar 4.39 Perubahan Frekuensi Busbar GH Antam

- Bus41 - Bus44 - Bus46 - Bus49 - Bus51 - Bus52 - Bus55

- Bus57

Gambar 4.40 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Pembangkit

93
- Bus1 - Bus17 - Bus58 - Bus163 - Bus430 - Bus663

Gambar 4.41 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Beban

Pada ke tiga gambar di atas, terlihat bahwa pada saat CB56 dan CB57 terbuka
yang diskenariokan detik ke-4, frekuensi bus pada GH Antam, unit pembangkit, dan
unit beban PLN Kolaka tadi mengalami perubahan. Frekuensi mula-mula turun, hal ini
dikarenakan, bus GH Antam yang awalnya mendapat suplai sepenuhanya dari PT.
Antam, pada saat interkoneksi antara PLN dan Antam putus, maka bus GH Antam pun
beralih mendapat suplai dari PT. PLN Kolaka, sehingga beban di PLN Kolaka
merasakan kenaikan daya beban. Nilai frekuensi sempat berosilasi sebelum kembali
pada kondisi konstan.

Selanjutnya nilai frekuensi cenderung konstan. Dengan melihat nilai frekuensi


pada akhir simulasi selama 20 detik, meskipun nilai perubahan frekuensi sudah
melampaui batas toleransi dari perubahannya, namun cenderung menuju konstan.

94
1.2 Tegangan
1.2.1 Sistem Tenaga Listrik PT. Antam
Gambar 4.42 – 4.45 adalah hasil simulasi kestabilan tegangan untuk kejadian ini.
Gambar 4.42 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada
unit PLTD. Gambar 4.43 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan
busbar pada unit PLTU. Gambar 4.44 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan
tegangan busbar pada unit 30 kV Switchgear Backbone dan Gambar 4.45
memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit beban.

- BAB 903 - Bus A - Bus B

Gambar 4.42 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD

95
- CFPP SWGR A - CFPP SWGR B

Gambar 4.43 Grafik Tagangan Busbar Pada Unit PLTU

- Inc. A - Inc. B - Inc. C

Gambar 4.44 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone

96
- BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22

- Bus-37 - Bus-42

Gambar 4.45 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban

Pada ke empat gambar di atas, terlihat bahwa pada saat CB56 dan CB57 terbuka
yang diskenariokan sebagai putusnya interkoneksi antara sistem tenaga listrik PT.
Antam dan PLN Kolaka pada detik ke-4, tegangan bus pada unit PLTD, 30 kV
Switchgear Backbone, unit PLTU, dan bus unit beban tadi mengalami perubahan. Hal
ini dikarenakan daya beban yang tersuplai dari PT. Antam berubah dari sebelumnya.
Nilai tegangan sempat berosilasi sebelum kembali pada kondisi konstan. Hingga pada
akhir simulasi detik ke-20, tegangan kembali ke rating kerja sebelum terjadinya
gangguan dan stabil.

97
1.2.2 Sistem Tenaga Listrik PLN Kolaka

1.2.2.a Busbar Pada GH Antam

- Bus-62

Gambar 4.46 Perubahan Tegangan Busbar GH Antam

Pada grafik di atas terlihat bahwa pada saat CB56 dan CB57 terbuka yang
diskenariokan sebagai putusnya interkoneksi antara sistem tenaga listrik PT. Antam
dan PLN Kolaka pada detik ke-4, tegangan bus pada GH Antam tadi mengalami
perubahan. Hal ini dikarenakan, bus GH Antam yang awalnya mendapat suplai
sepenuhnya dari PT. Antam, pada saat interkoneksi antara PLN dan Antam putus, maka
bus GH Antam pun beralih mendapat suplai dari PT. PLN Kolaka. Sehingga beban di
PLN Kolaka merasakan kenaikan daya beban.
Namun, dengan melihat nilai tegangan tersebut, melampaui batas toleransi
perubahan tegangan dari rating tegangan awal bus pada GH Antam tersebut dan berada
di bawah batas kestabilan tegangan.
Sehingga ada baiknya bus beban yang terhubung pada GH Antam ini, sebaiknya
di lepas terlebih dahulu. Karena apabila tetap dibiarkan dan telah melebihi batas
toleransi perubahan tegangan, karena dapat mengakibatkan banyak peralatan elektronik
yang tidak bisa bekerja secara maksimal bahkan beberapa mengalami kerusakan.

98
1.2.2.b Busbar Pada Unit Pembangkit

- Bus41 - Bus44 - Bus46 - Bus49 - Bus51 - Bus52 - Bus55

- Bus57

Gambar 4.47 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Pembangkit

Pada grafik di atas terlihat bahwa pada saat CB56 dan CB57 terbuka yang
diskenariokan sebagai putusnya interkoneksi antara PT. Antam dengan PLN Kolaka
pada detik ke-4, tegangan bus pada unit Pembangkit tadi mengalami perubahan. Hal ini
dikarenakan adanya perubahan daya beban di sistem kelistrikan PT. PLN Kolaka. Nilai
tegangan sempat berosilasi sebelum kembali pada kondisi konstan. Hingga pada akhir
simulasi detik ke-20, tegangan kembali ke rating kerja sebelum terjadinya gangguan
dan stabil.

99
1.2.2.c Busbar Pada Unit Beban

- Bus1 - Bus17 - Bus58 - Bus163 - Bus430 - Bus663

Gambar 4.48 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Beban

Sama halnya dengan bus pada unit pembangkit, saat CB56 dan CB57 terbuka
maka Bus1, Bus17, Bus58, Bus163, Bus430, dan Bus663, nilai tegangan mengalami
perubahan. Hal ini dikarenakan adanya perubahan daya beban di sistem kelistrikan PT.
PLN Kolaka. Nilai tegangan pada bus beban sempat berosilasi sebelum kembali pada
kondisi konstan. Hingga pada akhir simulasi detik ke-20, tegangan kembali ke rating
kerja sebelum terjadinya gangguan dan stabil. Kecuali pada Bus663, nilai tegangan
tersebut melampaui batas toleransi perubahan tegangan dari rating tegangan awal bus
pada GH Antam tersebut dan berada di bawah batas kestabilan tegangan.

100
2. Setelah interkoneksi dengan skenario yang sama sebelum interkoneksi, yaitu:
2.1 Gangguan 3 fasa pada bus Inc. C
Untuk skenario ini, kejadian simulasi dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6.
Begitupun dengan letak skenario simulasi, dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Adapun hasil grafiknya sebagai berikut:
2.1.1 Frekuensi
Gambar 4.49 – 4.52 adalah hasil simulasi kestabilan frekuensi untuk kejadian
ini. Gambar 4.49 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar
pada unit PLTD. Gambar 4.50 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan
frekuensi busbar pada unit PLTU. Gambar 4.51 memperlihatkan hasil simulasi untuk
perubahan frekuensi busbar pada unit 30 kV Switchgear Backbone dan Gambar 4.52
memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit beban.

- BAB 903 - Bus A - Bus B

Gambar 4.49 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD

101
- CFPP SWGR A - CFPP SWGR B

Gambar 4.50 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU

- Inc. A - Inc. B - Inc. C

Gambar 4.51 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone

102
- BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22

- Bus-37 - Bus-42

Gambar 4.52 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban


2.1.2 Tegangan

Gambar 4.53 – 4.56 adalah hasil simulasi kestabilan tegangan untuk kejadian ini.
Gambar 4.53 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada
unit PLTD. Gambar 4.54 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan
busbar pada unit PLTU. Gambar 4.55 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan
tegangan busbar pada unit 30 kV Switchgear Backbone dan Gambar 4.56
memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit beban.

103
- BAB 903 - Bus A - Bus B

Gambar 4.53 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD

- CFPP SWGR - CFPP SWGR

Gambar 4.54 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU

104
- Inc. A - Inc. B - Inc. C

Gambar 4.55 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone

- BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22

- Bus-37 - Bus-42

Gambar 4.56 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban

105
2.2 Hilangnya beban smelter Feni 4
Untuk skenario ini, kejadian simulasi dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8.
Begitupun dengan letak skenario simulasi, dapat dilihat pada Gambar 4.10.
Adapun hasil grafiknya sebagai berikut:
2.2.1 Frekuensi

Gambar 4.57 – 4.60 adalah hasil simulasi kestabilan frekuensi untuk kejadian ini.
Gambar 4.57 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada
unit PLTD. Gambar 4.58 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi
busbar pada unit PLTU. Gambar 4.59 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan
frekuensi busbar pada unit 30 kV Switchgear Backbone dan Gambar 4.60
memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit beban.

- BAB 903 - Bus A - Bus B

Gambar 4.57 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD

106
- CFPP SWGR A - CFPP SWGR B

Gambar 4.58 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU

- Inc. A - Inc. B - Inc. C

Gambar 4.59 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone

107
- BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22

- Bus-37 - Bus-42

Gambar 4.60 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban


2.2.2 Tegangan

Gambar 4.61 – 4.64 adalah hasil simulasi kestabilan tegangan untuk kejadian ini.
Gambar 4.61 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada
unit PLTD. Gambar 4.62 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan
busbar pada unit PLTU. Gambar 4.63 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan
tegangan busbar pada unit 30 kV Switchgear Backbone dan Gambar 4.64
memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit beban.

108
- BAB 903 - Bus A - Bus B

Gambar 4.61 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD

- CFPP SWGR A - CFPP SWGR B

Gambar 4.62 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU

109
- Inc. A - Inc. B - Inc. C

Gambar 4.63 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone

- BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22

- Bus-37 - Bus-42

Gambar 4.64 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban


110
2.3 Putusnya interkoneksi, terbukanya circuit breaker BAICFPP
Untuk skenario ini, kejadian simulasi dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan Tabel
4.10. Begitupun dengan letak skenario simulasi, dapat dilihat pada Gambar 4.19.
Adapun hasil grafiknya sebagai berikut:
2.3.1 Frekuensi

- BAB 903 - Bus A - Bus B

Gambar 4.65 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD

- CFPP SWGR A - CFPP SWGR B

Gambar 4.66 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU

111
.
- Inc. A - Inc. B - Inc. C

Gambar 4.67 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone

- BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22

- Bus-37 - Bus-42

Gambar 4.68 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban

112
2.3.2 Tegangan

- BAB 903 - Bus A - Bus B

Gambar 4.69 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD

- CFPP SWGR A - CFPP SWGR B

Gambar 4.70 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU

113
- Inc. A - Inc. B - Inc. C

Gambar 4.71 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kV Switchgear Backbone

- BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22

- Bus-37 - Bus-42

Gambar 4.72 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban

114
Berdasarkan simulasi transient analysis untuk 3 jenis gangguan di PT. Antam,
hasil simulasi kestabilan frekuensi dan tegangan pada sistem tenaga listrik PT. Antam
sebelum dan setelah intekoneksi cenderung sama. Namun, pada grafik hasil kestabilan
frekuensi maupun tegangan setelah interkoneksi dengan PLN Kolaka, terlihat
timbulnya harmonisa setelah terjadi gangguan. Sehingga berdasarkan penelitian ini,
dapat disimpulkan bahwa kualitas dan kestabilan sistem tenaga listrik PT. Antam lebih
baik sebelum interkoneksi dengan sistem PLN Kolaka ditinjau dari analisis berbagai
gangguan.

Khusus untuk analisis gangguan terputusnya interkoneksi, kestabilan frekuensi


pada sistem tenaga listrik PT. Antam sebelum dan setelah intekoneksi sedikit berbeda.
Di mana, pada saat sebelum interkoneksi dengan PT. PLN, bus pada unit PLTU jatuh
hingga ke 0 Hz. Namun setelah interkoneksi, terjadi kenaikan frekuensi, dimana
kenaikan frekuensi ini melebihi batas toleransi dan juga timbulnya harmonisa.

115
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan


software ETAP 12.6 maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Berdasarkan hasil simulasi transient stability untuk melihat kestabilan


frekuensi maupun tegangan pada PT. Antam, terlihat bahwa:
a. Untuk gangguan 3 fasa yang terjadi pada Inc. C, baik pada bus yang
terletak pada unit pembangkit maupun beban, memiliki frekuensi yang
cenderung konstan setelah adanya gangguan. Namun dari sisi tegangan,
bus pada unit PLTD cenderung turun dan menuju nol. Begitupun tegangan
yang ada pada switchgear yang cenderung turun menuju nol, terutama pada
bus Inc. C letak terjadinya gangguan, yang langsung menuju jatuh.
b. Untuk hilangnya beban, baik frekuensi maupun tegangan cenderung
konstan setelah terjadinya gangguan.
c. Pada saat terputusnya interkoneksi antara unit PLTU dengan PLTD,
frekuensi maupun tegangan pada bus PLTD dan beban yang terhubung
dengannya cenderung konstan setelah terjadinya gangguan. Namun pada
unit PLTU serta beban yang terhubung dengannya cenderung jatuh hingga
menuju 0.
2. Berdasarkan hasil simulasi transient stability untuk melihat kestabilan
frekuensi maupun tegangan pada PT. PLN Kolaka, terlihat bahwa:
a. Untuk hilangnya beban feeder Wundulako, frekuensi dan tegangan
cenderung konstan dan stabil. Kecuali pada bus feeder Wundulako, yang
menuju nol karena adanya gangguan dan tidak mendapat suplai daya.
b. Hilangnya pembangkit, baik frekuensi maupun tegangan cenderung
konstan setelah terjadinya gangguan.

116
3. Berdasarkan hasil simulasi transient stability untuk melihat kestabilan
frekuensi maupun tegangan interkoneksi sistem tenaga listrik antara PT.
Antam dengan PT. PLN Kolaka, terlihat bahwa:
a. Untuk hilangnya interkoneksi, kestabilan frekuensi dan tegangan pada PT.
Antam maupun PT. PLN Kolaka cenderung konstan. Kecuali bus pada GH
Antam yang mengalami perubahan tegangan melebihi batas toleransinya.
b. Untuk interkoneksi dengan skenario yang sama sebelum interkoneksi,
memiliki kestabilan frekuensi maupun tegangan cenderung sama. Namun
terlihat timbulnya harmonisa. Perbedaan lainnya yakni, pada saat CB
BAICFPP terbuka, frekuensi pada unit PLTU dan beban yang terhubung ke
PLTU mengalami kenaikan.

V.2 Saran

1. Sebaiknya pada saat interkoneksi di PT. Antam antara unit PLTD dan unit PLTU,
dilakukan pelepasan beban di sisi PLTU, sehingga masih bisa memiliki
kemungkinan untuk tetap menyuplai beban penting yang terhubung dengan unit
PLTU.

2. Sebaiknya pada interkoneksi PT. Antam dan PLN, ketika terjadi lepas sinkron
antara keduanya, dilakukan pelepasan beban pada sisi GH Antam sehingga
tegangan tidak melebihi batas toleransi perubahan tegangan.

3. Pada data penelitian yang ada saat ini, masih dapat dikembangkan dengan meneliti
hubung singkat, sistem proteksi, dan lainnya.

4. Selain itu, penelitian ini masih dapat dikembangkan dengan meneliti HVRT,
LVRT, HFRT, dan LFRT

117
DAFTAR PUSTAKA

[1] Suripto, S. (2016). Sistem Tenaga Listrik. Yogyakarta, Universitas


Muhammadiyah Yogyakarta.

[2] Suswanto, D. (2009). Sistem Distribusi Tenaga Listrik. Padang, Universitas


Negeri Padang.

[3] Kundur, P. (1994). Power System Stability and Control. USA, McGraw-Hill.

[4] Marsudi, D. (2006). Operasi Sistem Tenaga Listrik. Yogyakarta, Graha Ilmu.

[5] Hidayat and F. Irfan (2004). Simulasi Pelepasan Beban Pada Sistem Tenaga
Listrik. Depok, Departemen Elektro Fakultas Teknik UI.
[6] Yelfianhar, I. (2009). Studi Hubung Singkat Untuk Gangguan Dua Fasa Antar
Saluran Pada Sistem Tenaga Listrik. Padang, Universitas Negeri Padang.

[7] Multa, L. P., S.T., M.Eng Aridani, Prima Restu (2013). Modul Pelatihan Etap.
Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada.

118
LAMPIRAN 1
Single Line Diagram PT. Antam

119
120
LAMPIRAN 2
Single Line Diagram PLN Kolaka

121
122

Anda mungkin juga menyukai