Bullous Drug Eruption PDF
Bullous Drug Eruption PDF
2 Tahun 2013:80-83
Laporan Kasus
ABSTRAK
Fixed drug eruption (FDE) didefinisikan sebagai lesi kulit berulang setelah minum obat tertentu, yang
muncul pada tempat yang sama. Diperlukan penanganan yang tepat untuk mencegah berulangnya FDE. Hal
yang utama adalah identifikasi obat penyebab. Uji tempel obat merupakan cara alternatif untuk menetukan
obat penyebab.
Satu kasus FDE bulosa pada anak laki-laki 9 tahun dengan riwayat minum obat ko-trimoksazol,
parasetamol, pseudoefedrin, klortrimeton, metampiron dan gliseril guiakolat. Terdapat bula multipel di atas
makula keunguan pada regio batang tubuh dan regio femoralis. Pasien membaik dengan terapi deksametason
3x0,75mg/hari dan dosisnya diturunkan secara bertahap. Setelah fase akut dilewati, makula hiperpigmentasi
sebagai ciri khas FDE masih terlihat. Delapan minggu setelah fase penyembuhan, uji tempel obat dilakukan,
tetapi hasilnya negatif.
Diagnosis FDE dibuat berdasarkan morfologi klinis dan berulangnya lesi di tempat yang sama setelah
mengonsumsi obat tertentu. Identifikasi obat penyebab merupakan hal yang penting, sehingga penggunaannya dapat
dihindari. Uji tempel obat merupakan alat bantu untuk mengidentifikasi obat penyebab. Hasil positif dapat
membantu menunjukkan obat penyebab, tetapi hasil negatif tidak dapat menyingkirkan keterlibatan obat tersebut.
(MDVI 2013; 40/2:80-83)
ABSTRACT
Fixed drug eruption (FDE) is recurrent lesion upon repeated uptake of the causative drug, appear at
the same skin or mucosal site. Imperative way to comprehend these reaction in order to prevent episodes and
subsequent recurrence. Identification of culprit drugs is crucial. Drug Patch Test (DPT) is a alternative way
to help determining the causative drugs.
A case of bullous fixed drug eruption in 9 year old boy with history of taking co-trimoxazole,
paracetamol, pseudoephedrine, chlortrimeton, metampiron and gliceryl guiacolate. Multiple blister based on
violaceous macule on his trunk and thigh were found. We gave dexametasone 3x0,75mg daily and afterwards
tappering off was done. After acute phase, we can see hyperpigmented macule. Eight weeks after the
resolution phase, we performed DPT and the result was negative.
Diagnosis of FDE made by clinical morphology and repeated on the same site after ingesting drug. The
most important thing in FDE is identifying the culprit . DPT is a tool helping identifying the culprit drug. The
positivity could point the causative drugs, but the negative result can’t rule out. (MDVI 2013; 40/2:80-83)
Korespondensi:
Jl. Dr. Moestopo No.68, Surabaya
Telp: 031-5501709
Email: pediarahadiyan@gmail.com
80
Primadiarti dan Hutomo Bullous fixed drug eruption
81
MDVI Vol. 40 No.2 Tahun 2013:80-83
ditemukan.1,3,7 Pada pasien, lesi kulit muncul setelah 6-8 seluruh jenis obat yang tersedia dalam panel.13,16 Sedang-
jam disertai keluhan subyektif berupa demam. Pada lesi, kan pada lesi residual, hanya obat yang dicurigai sebagai
pasien mengeluh adanya rasa tersengat dan nyeri. penyebab yang diujikan.11 Pembacaan dilakukan pada hari
Gambaran morfologi FDE yang biasa ditemukan ke-2,3 dan 4.11,17,19 Pembacaan dilakukan sesuai dengan
adalah makula eritematosa atau makula berpigmen yang kriteria International Contact Dermatitis Research group.16
dapat berkembang menjadi plak edematosa. Bula atau Proses patofisiologis FDE yang pasti belum dike-
vesikel dapat ditemukan. Lesi kulit dapat tunggal atau tahui dengan baik. Saat ini teori yang diterima adalah
multipel.3 Variasi lesi kulit FDE antara lain FDE dengan lesi adanya reaksi hipersensitivitas lambat yang terlokalisir
pigmentasi, FDE multipel atau generalisata, FDE linear, dan pada lesi. Terdapatnya CD8+ intraepidermal berperan
FDE bulosa. Lesi pada mukosa bibir, genital, perianal dan penting dalam kekambuhan lesi.3 Adanya stimulasi
lidah sering ditemukan. Lesi mukosa dapat ditemukan berbagai obat akan mengaktivasi CD8+ dan menyebabkan
bersama lesi kulit atau tanpa disertai lesi kulit.1 Lesi mukosa CD8+ memproduksi interferon γ (IFNγ) yang menye-
bibir paling sering ditemukan berupa makula hiper- babkan reaksi inflamasi dan menginduksi apotosis pada
pigmentasi di sekeliling bibir disertai erosi mukosa.3 Lesi keratinosit lesional.1,3,20,21
genital sering ditemukan pada pria, tampak sebagai balanitis Uji tempel obat menunjukkan hasil positif pada 7,5-
pada penis yang belum disirkumsisi. Setelah fase akut 54% kasus. Hal tersebut bergantung pada jenis erupsi obat
dilewati, lesi akan berubah menjadi makula hiperpigmentasi dan obat yang terlibat. Sebagian besar uji tempel obat
atau berwarna keabuan, yang akan menetap selama beberapa memberikan hasil positif pada erupsi eksematosa, erupsi
waktu. Lesi tersebut merupakan gambaran khas FDE.1,3,9 makulopapular dan eritroderma.4 FDE merupakan bentuk
Pasien pada kasus ini mengalami lesi di kulit dan lesi pada 2 unik CADR. Uji tempel obat pada FDE,memberikan hasil
area mukosa, yaitu mukosa oral dan genital. positif dalam persentase tinggi pada lesi residual. Adanya
Analgesik, antibiotik antiplogistik dan hipnotik meru- limfosit T memori spesifik mungkin berperan pada reak-
pakan obat yang paling sering menyebabkan FDE.11 tivitas uji tempel obat pada lesi residual. Tidak ditemukan
Beberapa literatur menyebutkan berbagai obat lain yang reaksi positif pada kulit normal.22,23
lebih jarang menyebabkan FDE di antaranya antihistamin, Pada kasus ini, pembacaan pada hari ke-2,3, dan 4,
antiplatelet, dan dekongestan (misalnya pseudoefedrin).1 semuanya menunjukkan hasil negatif, baik pada kulit
Pada kasus ini, yang diduga sebagai obat penyebab adalah punggung normal atau pada lesi kulit residual.
kotrimoxazol, obat yang terkandung di dalam demacolin Adanya hasil negatif pada uji tempel obat merupakan
terutama parasetamol serta antalgin. kelemahan uji tempel obat. Pada beberapa kasus, hal tersebut
Perubahan histologis yang terjadi pada FDE berupa disebabkan adanya gangguan penetrasi obat melalui stratum
proses likenoid dengan perubahan vakuolar yang korneum, yang menghalangi aktivasi sel CD8+ intradermal.
prominen.12,13 Tampak adanya degenerasi hidropik pada Vehikulum yang digunakan mungkin juga tidak dapat
beberapa sel basal menyebabkan terjadinya inkontinensia memfasilitasi migrasi transepidermal alergen yang diujikan.
pigmenti, yang ditandai oleh adanya melanin didalam Hasil negatif mungkin juga disebabkan molekul yang
makrofag pada dermis bagian atas.3,12 Gambaran tersebut diujikan masih berbentuk primitif tidak dapat mengaktifkan
sesuai dengan gambaran histopatologis lesi kulit pasien. respons imun dan perlu transformasi sistemik untuk menjadi
Prinsip penatalaksanaan yang utama adalah peng- metabolit yang aktif secara imunologis.11 Welsh menye-
hentian obat yang dicurigai. Identifikasi obat penyebab butkan faktor non-spesifik yang bertanggung jawab atas
seringkali sulit.5,14 Untuk lesi ringan dapat diberikan rekurensi FDE, yaitu faktor emosional dan fisik termasuk
antihistamin dan steroid topikal, sedangkan untuk lesi yang panas, ketidaknormalan menstruasi, kehamilan dan
luas atau adanya bula seringkali diperlukan kortikosteroid kelelahan.1 Hasil negatif juga dapat terjadi karena tidak
sistemik.3.8.14 Pada kasus ini, lesi berupa bula multipel yang adanya faktor konkomitan, misalnya infeksi virus.24 Teknik
tersebar di beberapa area tubuh, sehingga kortikosteroid pelaksanaan yang salah juga berperan memberikan hasil
sistemik merupakan pengobatan pilihan. negatif pada uji tempel obat, misalnya pembacaan dilakukan
Walaupun FDE bukan merupakan penyakit berat terlalu cepat, pelaksanaan uji tempel obat kurang oklusif dan
atau mengancam jiwa, tetapi FDE seringkali mencemas- salah tempat penempelan.13 Uji tempel obat mungkin
kan pasien dan keluarganya, sehingga sangat penting dilakukan dengan obat yang kurang tepat, dan obat yang
untuk menentukan obat penyebab.9 Uji provokasi oral menyebabkan FDE tidak diujikan karena tidak termasuk
merupakan metode yang paling terpercaya untuk menen- dalam panel obat.24
tukan obat penyebab, tetapi adanya risiko munculnya Berbagai faktor yang disebutkan di atas mungkin
reaksi yang lebih berat menjadikan metode ini jarang berperan dalam memberikan hasil negatif pada uji tempel
dilakukan. Uji tempel obat merupakan metode alternatif obat. Interpretasi harus dilakukan dengan hati-hati. Hasil
yang lebih aman.16 Uji tempel obat biasanya dilakukan negatif tidak dapat mengeksekusi reaksi alergi. Dengan
dalam waktu 6 minggu sampai dengan 6 bulan setelah lesi kata lain, hasil negatif tidak memberikan kesimpulan
membaik.4,11,17,18 Pada kulit punggung normal, diujikan definitif.
82
Primadiarti dan Hutomo Bullous fixed drug eruption
DAFTAR PUSTAKA 14. Riedl MA, Casillas AM. Adverse drug reaction: types and
treatment option AFP 2003; 68: 1782-8
1. Sehgal V, Srivastava G. Fixed drug eruption (FDE): changing 15. Bayazit EO, Bayazit H, Ozarmagan . Topical provocation in 27
scenario of incriminating drugs. Int J Dermatol. 2006; 45: 897-908 cases of cotrimoxazole-induced fixed drug eruption. Contact
2. Handisurya A, Moritz BK, Riedl E, Fixed drug eruption caused Dermatitis. 1999; 41:185-9
by mefenamic acid: a case series and diagnostic algorithms. J 16. Panduan peserta drug skin testing (Drug Patch Testing, Prick Testing,
German Soc Dermatol. 2011; 9: 374-8 Intradermal Testing). In Update in pathogenesis, diagnostic test and
3. Ozkaya O. Fixed drug eruption: state of the art. J German Soc treatment simposium and workshop; 2010 Feb 12; Makassar,
Dermatol. 2008; 6: 181-8. Indonesia; 2010.p 26-33.
4. Bruinzeel D, Goncalo M. Patch testing in adverse drug 17. Barbaud A, Goncalo M, Bruynzeel, Bircher A. Guidelines for
reaction.Contact Dermatitis. 2011; 26:475-8. performing skin tests with drugs in the investigation of cutaneous
5. Arden-Jones MR, Friedman PS. Skin manifestation of drug adverse drug reaction. Contact Dermatitis. 2001; 45:321-8
allergy. Brit J Clin Pharmacol. 2011; 71: 672-83 18. Brockow K, Romano A, Blanca M, et al. General consideration
6. Svensson CK, Cowen EW and Gaspari AA. Cutaneous Drug for skin test procedures in diagnosis of drug hypersensitivity.
reaction. Pharmacol Rev. 2000; 53: 357-79 Allergy. 2002; 57: 45-51
7. Shear NH, Knowles SR and Shapiro L. Cutaneous reaction to Drugs. 19. Friedmann PS, Jones MA. Patch testing in drug allergy. Curr op
Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Kart SI, Gilchrest BA, Paller AS, in allergy and clin imunol . 2010; 10: 291-6
Leffel DJ, penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology in General 20. Shiohara T, Mizukawa Y, Teraki Y. Pathophysiology of fixed
Medicine. Edisi ke-7. New York: Mc Graw Hill; 2008. h. 359 drug eruption: the role of skin-resident T cells. Curr op in allergy
8. Young LA. Fixed Drug Eruption Incidence, recognition, and and clin imunol 2002; 2:317-23
avoidance. Am J Clin Dermatol. 2000; 1: 277-85 21. Shiohara T. Fixed drug eruption: pathogenesis and diagnostic test.
9. Nussinovitch M, Prais Dario, Ben-Amitai D, Amir J, Volovitz B. Curr op in allergy and clin imunol 2009; 9: 316-21
Fixed Drug eruption in Genital Area in 15 boys. Ped Dermatol. 22. Cravo M, Goncalo M, Figueiredo A. Fixed drug eruption to
2002; 19: 216-9 cetirizine with positive lesional patch tests to three piperazine
10. Sehgal VN, Jain S, Bhattacharya SN. Cutaneous drug reaction. derivatives. Int J Dermatol. 2007;46: 760-2
JEADV. 1993; 2:281-95 23. Ozkaya-Bayazit E. Specific site involvement in fixed drug
11. Andrade P, Brinca A, Goncalo M. Patch testing in fixed drug eruption eruption. J Am Acad Dermatol. 2003; 49: 1003-7
a-20 year review. Contact Dermatitis. 2011;1-7 24. Bruynzeel DP, Maibach HI. Patch testing in systemic drug
12. Hiatt KM, Horn TD. Cutaneous Toxicities of Drug. Dalam: Elder eruption. Clin Dermatol. 1997; 15: 479-84
DE, Elenitsas R, Johnson BL, Murphy GF, Xu G, penyunting. 25. Tchen T, Regulai Z, Arnoult E, Grange A, Florent G, Bernard P.
Lever’s histopathology of the skin. Edisi ke-10. Philadelphia: Usefulness of skin testing in cutaneous drug eruption in routine
Lippincot Williams& Wilkins; 2009. h. 314 practice. Contact Dermatitis 2009; 61: 138-44
13. Weedon D. Weedon’s Skin Pathology. Edisi ke-3. London: Churchill
Livingstone; 2010. h.50-1.
83