Contoh Pengerjaan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 83

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia adalah daerah rawan gempa yang dilalui oleh 2 lempeng bumi
yang melalui Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, hal ini menyebabkan
Indonesia menjadi kawasan yang berpotensi mengalami gempa bumi tektonik
dengan intensi yang cukup sering. Pertemuan antar lempeng bumi inilah yang
menyebaban pergesaran dan menyebabkan berbagai fenomena dimuka bumi,
dimulai dari terjadinya lipatan-lipatan di permukaan bumi yang menjadi gunung
aktif maupun pasif hingga gempa dengan skala terkecil maupun yang terbesar
sekalipun. Adapun istilah Ring of Fire yang jalurnya juga melalui Indonesia
menjadi alasan terjadinya gempa vulkanik yang biasanya gempa tersebut terjadi
pra dan pasca proses meletusnya gunung aktif di suatu kawasan tertentu.

Berpijak terhadap penjelasan tersebut maka perencaan gedung yang


memperhitungkan dampak gempa bumi akan sangat diperlukan guna mengurangi
dampak kerugian material maupun keselamatan jiwa para penggunanya. Di dalam
SNI 1726 : 2012 terdapat penjelasan mengenai gaya lateral yang diakibatkan
beban gempa akan ditopang oleh kolom dimana perilaku dari struktur tersebut
akan menjadi kantilever yang jepitnya akan berada di dasar bangunan. Beban
gempa adalah beban dinamis yang arah dan besarnya selalu berubah-ubah sesuai
dengan waktu terjadinya, sehingga simpangan sudah pasti akan terjadi di setiap
lantai.

Dinding geser atau biasa disebut shear wall adalah salah satu solusi dari
struktur yang dapat digunakan sebagai pemikul gaya lateral yang diakibatkan oleh
gempa sehingga diharapkan dari kekakuan yang lebih besar daripada struktur
rangka dimiliki oleh dinding geser dapat mereduksi gaya-gaya yang terjadi dan
mengurangi gaya-gaya yang terjadi pada struktur kolom. Dengan menempatkan
dinding geser pada lokasi yang tepat maka penggunaannya dapat dimanfaatkan
secara maksimal ditinjau dari aspek ekonomis, keamanan, bahkan sampai efisiensi
mulai pada saat pengerjaan hingga saat terjadinya gempa.
Apartemen Begawan berada di Jalan Raya Tlogomas No 1-3 Lowokwaru
Kota Malang dengan fasilitas 25 lantai terhitung dari Basement hingga Rooftop.
Dari data-data yang telah ada sekilas konstruksi ini terbilang cukup aman
mengingat penggunaan struktur utama seperti pondasi, kolom, balok yang
dimensinya dan penggunaan materialnya cukup besar serta dengan
ditambahkannya dinding geser menerus yang ada yang menerus demi menjamin
ketahanan konstruksi terhadap beban lateral akibat gempa.

1.2. Rumusan Masalah


Dari beberapa hal yang telah dipaparkan maka dapat diambil beberapa
permasalahan yang perlu ditinjau adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh beda elevasi pada bangunan terhadap stabilitas dan


penempatan dinding geser?
2. Bagaimana stabilitas bangunan akibat penempatan dinding geser yang
akan direncanakan?
3. Bagaimana perencanaan dinding geser core wall?

1.3. Tujuan Masalah


Tujuan dari penelitian yang dilaksanakan adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pengaruh dari adanya perbedaan elevasi tiap lantai terhadap


stabilitas dinding geser
2. Megetahui stabilitas bangunan tinggi, akibat gempa pada penempatan
dinding geser
3. Mendapatkan hasil perencanaan dinding geser

1.4. Manfaat
Diharapkan dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber
pengetahuan bagi mahasiswa dan peneliti yang membutuhkan khususnya terkait
dengan perencanaan dinding geser dan penempatannya sesuai dengan SNI
1726:2012.

1.5. Batasan Masalah


Penelitian ini hanya membahas terkait beberapa hal, dengan batasan
sebagai berikut :

1. Tidak menghitung struktur bangunan bawah seperti pondasi, tiang


pancang dan pile cap
2. Tidak memperhitungkan beban angin.
3. Perhitungan gempa berdasarkan SNI-1726-2012
4. Perhitungan beton berdasarkan SNI-2847-2013
5. Perhitungan baja berdasarkan SNI 03-1729-2000
6. Perhitungan pembebanan berdasarkan SNI-1727-2013
7. Perhitungan menggunakan bantuan Software ETABS ULTIMATE
V.16.2.1
BAB II
DASAR-DASAR TEORI

2.1 Konsep dan Filosofi Perencanaan Bangunan Tahan Gempa


Dengan meningkatkan kapasitas tahanan terhadap struktur terhadap gaya
gempa yang bekerja adalah konsep dasar yang digunakan sebelum merencanakan
suatu konstruksi tahan gempa. Baik berupa dinding geser, sistem rangka pemikul
momen, ikatan angin / bracing dan lain sebagainya.

Ketentuan yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Tidak terjadi kerusakan sama sekali pada saat gempa kecil


2. Kerusakan sedang berupa arsitektural terjadi pada saat gempa sedang
3. Kerusakan structural namun tidak sampai menyebabkan runtuh pada
saat terjadi gempa besar

Selain itu konsep yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Bahan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan


2. Merencanakan keruntuhan yang aman dengan ketentuan kolom harus
lebih kuat daripada balok
3. Kontrol deformasi akibat gaya-gaya yang bekerja khususnya pada
saat gempa terjadi ( SNI 1726 : 2012, pasal 7.1.2 )
4. Merencanakan sambungan kolom dan balok yang memadai
5. Merencanakan pondasi yang lebih kuat untuk menahan struktur
diatasnya ( SNI 1726 : 2012, pasal 7.1.5 )

2.2.1 Seismic Limit State Design


Di dalam perencanaan stuktur terdapat beberapa pertimabangan
yang harus dilakukan mulai dari hal-hal terkait kegagalan pada bangunan
hingga peristiwa alam seperti gempa bumi. Deformasi pada bangunan
harus dapat ditoleransi pada saat terjadi gempa besar, sehingga
diadakannya perkembangan metode desain dengan batasan-batasan
berdasarkan kriterianya.
Batasan-batasan yang dimaksudkan dalam perencanaan bangunan
adalah kondisi yang tidak lagi memenuhi kriteria yang merujuk pada
tingkat pemuatan atau tindakan lain pada struktur. Kriteria lain yang
menjadi pertimbangan adalah ketahanan struktural, kesesuaian
penggunaan, daya tahan, kemudahan pengerjaan dan persyaratan desain
lainnya. Terdapat dua batasan yang diketahui di dalam pengerjaan proyek,
yaitu ULS (Ultimate Limit State) dan SLS (Serviceability Limit State).

ULS (Ultimate Limit State) adalah batasan yang bertujuan untuk


memastikan kemungkinan runtuhnya bangunan berada pada kondisi yang
masih dapat diterima. Oleh karena itu proses ULS mempertimbangkan
terhadap peristiwa dengan jangkauan lebih besar walaupun kemungkinan
terjadi terbilang kecil. Ketika struktur telah mencapai kondisi ULS berarti
struktur telah diketahui kondisi pada saat menerima beban maksimum dan
mencapai batas daya dukungnya, sehingga keruntuhan pada struktur dapat
dihindari. Dan batasan-batasan ULS diantaranya adalah :

1. Hilangnya keseimbangan struktur yang bertugas sebagai


struktur kaku.
2. Keruntuhan pada bagian kritis di tiap-tiap komponen
struktur
3. Penempatan sendi-sendi plastis pada komponen struktur
dengan kapasitas rotasi yang cukup (kolom kuat-balok
lemah)
4. Terganggunya kestabilan struktur akibat deformasi yang
berlebihan
5. Kerusakan yang timbul dari pengaruh keruntuhan struktur
6. Perubahan bentuk dan keretakan yang menyebabkan
berubahnya arah geometri struktur

Sedangkan SLS (Serviceability Limit State) adalah kondisi dimana


bangunan pada saat mengalami kerusakan diharapkan masih dapat
berfungsi walaupun tanpa adanya perbaikan sampai batas terendahnya.
Batas ini biasanya digunakan untuk perencanaan struktur yang seharusnya
dapat berfungsi kembali setelah terjadinya gempa, seperti stasiun
pemadam kebakaran, rumah sakit dan sejenisnya. Adanya batasan ini
membawa harapan bahwa struktur yang direncanakan dapat bertahan
beberapa waktu walaupun masih sempat mengalami kerusakan. Beberapa
hal yang meliputi SLS adalah sebagai berikut :

1. Deformasi berlebihan akan mempengaruhi pemakaian


struktur
2. Retak yang terjadi terlalu dini dan berlebihan
3. Kerusakan akibat korosi pada struktur
4. Getaran yang terjadi dengan sekala besar dan mendadak

Sejauh ini perkembangan teknik bangunan tahan gempa


mendapatkan hasil secara ringkas yaitu Strength Based Design dengan
menerapkan Capacity Design pada pengerjaannya, ini adalah bentuk dari
Ultimate Limit State. Sedangkan Serviceability Limit State didapatkan
Performance Based Design yang lebih menekankan terhadap data Push
Over Analysisis yang merupakan analisa statis nonlinier untuk mengetahui
perilaku keruntuhan suatu bangunan atau struktur dan metode respon
spectrum dengan data dalam bentuk grafik/plot antara periode getar
struktut T dengan respon-respon maksimum berdasarkan rasio redaman
dan gempa tertentu.

2.2 Struktur Penahan Gaya Lateral


Pada bangunan tinggi seringkali digunakan rigid frame atau portal beton
bertulang yang monolit dimana struktur tersebut memang bertujuan untuk
menahan beban lateral dan gaya gravitasi. Sistem struktur penahan lateral dibagi
menjadi 6 jenis diantara lain sistem penahan rangka momen, sistem rangka
gedung, sistem interaksi dinding dengan rangka, sistem kolom kantilever, dan
sistem dinding penumpu.
Struktur penahan gaya lateral berperan penting dalam menjaga keadaan
struktur pada saat terjadi gaya yang dimana apabila pengaruhnya menyebabkan
deformaasi pada konstruksi apalagi sampai melebihi batas ijinnya.

2.2.2 Struktur Baja


Struktur tahan gempa bekerja dengan menyerap energi gempa
secara efektif dan meneruskannya kepada sendi plastis pada struktur lain
yang telah disediakan. Tentunya struktur yang dimaksudkan adalah
struktur dengan kriteria memiliki kekutan, kekakuan, daktailitas, dan
disipasi energi yang baik. Diperlukan perencanaan dengan detailing yang
baik untuk menghasilkan deformasi pada saat gempa yang stabil. Dan
penggunaan struktur yang efektif akan menyerap energi sesuai dengan
keperluan, namun tidak melupakan bahwa nilai R atau faktor reduksi
gempa harus setinggi yang dapat dihasilkan sehingga beban gempa yang
diterima struktur atau bangunan dapat ditekan menjadi lebih kecil.

Sejauh ini diketahui terdapat 3 jenis struktur baja yang pernah


digunakan dalam pengerjaan gedung bertingkat tinggi, yaitu Sistem
Rangka Pemikul Momen, Rangka berpengaku non-tekuk (Buckling
Restrain Braced Frames) dan Dinding Geser Plat Baja (Steel Plate Shear
Walls). Berikut adalah tabel nilai R untuk jenis struktur-struktur tersebut :
Gambar 2. 1 Nilai R untuk Struktur Rangka Baja

Di dalam SNI-1726-2012 menjelaskan bahwa Sistem Rangka


Pemikul Momen memiliki ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap,
namun untuk gaya lateral yang diterima dari beban gempa akan dibedakan
lagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB)


Sistem yang efektif digunakan pada kawasan gempa yang
kecil karena tidak terlalu diperlukan untuk memerhatikan
persyaratan kolom kuat dan balok lemah, sehingga daktalitas
menjadi yang paling rendah diantara sistem yang lain dan
deformasi yang terjadi bersifat plastis.

2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM)


Sistem rangka pemikul momen yang menitik beratkan
kepada batasan kegagalan struktur akibat keruntuhan geser.
SPRMM memiliki metode perhitungan beban, kemampuan
penampang untuk mencegah terjadinya perbalikan momen, serta
pemasangan tulangan geser diatur tersendiri di dalam SNI-2847-
2013.
Dengan nilai R yang lebih kecil dari 8,5 maka pengaruh
gaya geser dasar rencana akan menjadi lebih besar, detailing
pada struktur juga menjadi lebih ringan dan kemampuan rotasi
plastis yang lebih kecil pula. Adapun spesifikasi bahan yang
digunakan adalah sebagai berikut :
𝐹𝑦
● < 0,85
𝐹𝑢

● Daerah datar (plateau) pada grafik harus cukup


Panjang

● u ≥ 20%
● Material baja harus mudah dilas agar tidak
mempersulit pada saat pengerjaan

Gambar 2. 2 Grafik Elastisitas Baja


3. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)
Sistem yang dirancang untuk wilayah gempa dengan
tingkat yang lebih tinggi dari sistem sebelumnya. Komponen
struktur mampu memikul gaya gempa dan lentur yang
mempengaruhi struktur itu sendiri, sehingga ada persyaratan
yang harus dipenuhi diantaranya sebegai berikut :
● Gaya aksial tekan pada komponen struktur tidak
boleh lebih dari 0,1.Ag.fc’
● Komponen struktur memiliki bentang yang lebih
dari 4x tinggi efektif bangunan
● Perbandingan lebar terhadap tinggi bangunan
tidak boleh kurang dari 0,3
Ketiga sistem yang disebutkan memiliki perbedaan pada
kemampuan dalam mengalami deformasi plastis dan tingkat
daktilitasnya. Menurut SNI-1729-2000 rotasi plastis pada
SPRMK dan SPRMM tidak boleh melebihi 0,3 dan 0,2 radian
pada semua sambungan balok kolom yang memikul beban
gempa, sedangkan SRPMB rotasi plastisnya kurang dari 0,1
radian. Sistem rangka pemikul momen juga dapat dibedakan
berdasarkan perilaku kinerja struktur gedung terhadap daktilitas
yang berbeda-beda, dimana SRPMK tingkat daktilitasnya penuh
sementara yang lain memiliki tingkat daktail yang tak sebesar
SRPMK atau lebih sering dikenal dengan daktail parsial.
Sistem ini memiliki kemampuan untuk menahan gaya
lateral berdasarkan kuat lentur pada komponen struktur dan
balok. Penentuan dari penggunaan jenis Sistem Rangka Pemikul
Momen adalah berdasarkan daerah dengan resiko gempa yang
telah diketahui. Setelah diketahui dari beberapa hal tersebut
maka akan dapat ditentukan jenis manakah yang akan digunakan
dalam pekerjaan gedung.

Setelah itu terdapat struktur baja tahan gempa yang dinamakan


Buckling Restraint Braced Frames (BRBF) yang dimana struktur ini
merupakan struktur penahan gempa dengan sistem memusatkan energi
gempa yang merupakan gaya tarik atau gaya tekan kepada batang inti
(pengaku) yang terbuat dari baja lunak. Kelebihan yang dimiliki oleh
struktur ini adalah dapat menahan gaya tarik dan tekan secara bersamaan
tanpa mengalami tekuk sama sekali. BRBF juga dapat menjadikan sifatnya
yang daktail menjadi reaksi plastis, hal ini karena sistem ini
menggabungkan antara sifat kekakuan dan daktilitas yang tinggi.
Konfigurasi pemasangan Buckling Restraint Braced Frames diantaranya
adalah model single diagonal, inverted v-bracing, v-bracing dan two story
x-bracing

Struktur yang lain terdapat Special Plate Shear Walls (SPSW) yaitu
struktur rangka yang berdinding plat baja. Bekerja dengan mengendalikan
aksi tarik pada dinding baja yang nantinya akan mengalami leleh sekaligus
tekuk secara diagonal. Terhadap beban lateral, sistem berperilaku mirip
dengan plat balok. Plat dinding mirip dengan gesper yang berbentuk
diagonal dan dibentuk searah dengan arah datangnya tegangan. Daktilitas
dari struktur ini tergantung dari besarnya tegangan yang dihasilkan,
dimana plat dinding yang direncanakan akan dibuat di sepanjang medan
tegangan diagonal. Sistem ini juga mirip dengan sistem BRBF dimana
sistem ini menggabungkan antara sifat kekakuan dan daktilitas yang tinggi.

2.2.3 Dinding Geser


Dalam SNI-1726-2002 menjelaskan bahwa dinding geser adalah
sebuah subsistem struktur gedung yang memiliki fungsi utama sebagai
pemikul beban geser pengaruh Gempa Rencana. Sistem kerja yang bekerja
pada dinding geser dapat dibedakan menjadi :

1. Dinding geser beton bertulang kantilever yang runtuhnya


disebabkan momen lentur pada kaki struktur sebagai sendi
plastis. Momen plastis tersebut dapat meningkat akibat
bertambahnya regangan, sehingga terdapat batasan antara
lebar (minimal 1,5m) dan tinggi pada struktur yaitu tidak
boleh kurang dari 2.
2. Dinding geser beton bertulang berangkai yang terdiri dari 2
atau lebih dinding geser terangkai Bersama balok-balok
perangkai. Sendi plastis berada di kedua ujung balok
perangkai dan pada semua kaki dinding geser, dimana
momen leleh dapat meningkat sepenuhnya akibat
pertambahan regangan. Rasio antara tinggi dan bentang
balok perangkai harus kurang dari 4.

Umumnya dinding geser digunakan pada bangunan 7 lantai keatas,


dengan tujuan mengurangi nilai dari defleksi lateral dan menambah
kekakuan struktur. Hal tersebut menjadi keuntungan tersendiri bagi
dinding geser, karena kerusakan struktur dan non-struktur pada gedung
menjadi lebih kecil juga. Inilah alasan mengapa dinding geser menjadi
lebih disukai untuk menahan beban gempa dibandingkan dengan rigid
frame (portal kaku)

Terdapat 2 fungsi utama yang menjadi perhatian khusus


penggunaan dinding geser, yaitu :

1. Kekakuan, untuk memastikan bahwa tidak terjadi


deformasi yang berlebihan pada saat terjadi goyangan di
struktur atas.
2. Kekuatan, penting untuk melawan beban lateral yang
terjadi. Dengan prinsip meneruskan gaya horizontal kepada
elemen dibawahnya, dimulai dari dinding geser di
bawahnya, lantai, dan pondasi.

2.2.3.1 Pembagian Bentuk Dinding Geser


Berdasarkan letak dan fungsinya, dinding geser dapat dibedakan
menjadi 3 jenis, yaitu :

▪ Bearing wall, yaitu dinding geser yang menggunakan


dinding partisi berdekatan, sebagian besar beban gravitasi
dapat ditumpu oleh jenis ini.
▪ Frame walls, jenis satu ini berada diantara baris kolom yang
menahan gaya lateral namun berbeda dengan Bearing Wall
beban gravitasi berasal dari frame beton bertolang yang
menjadi bagian dari dinding geser itu sendiri.
▪ Core Walls, Berada di sekitar inti pusat gedung yang
biasanya berfungsi sebagai poros lift dan tangga, biasanya
penempatan ini bertujuan untuk lebih memanfaatkannya
menjadi fungsi lain/fungsi ganda sehingga dari segi
ekonomi dapat menjadi keuntungan tersendiri.

(a)

(b)

(c)

Gambar 2. 1 (a)Bearing wall (b)Frame wall (c)Core wall

Jenis dinding geser juga dapat dibedakan dengan membandingkan


lebar dan tinggi dari gedung bertingkat, penjelasannya adalah sebagai
berikut :

▪ Short Shear Wall, adalah dinding geser yang perbandingan


tinggi dan lebar memiliki nilai kurang dari 1 (H/D <1)
▪ Squat Shear Wall, adalah dinding geser dengan nilai
perbandingan tinggi dan lebar lebih dari 1 namun kurang
dari 3 (1< H/D < 3)
▪ Cantilever Shear Wall, atau dapat disebut dinding langsing
adalah dinding geser yang memiliki nilai perbadingan lebih
dari 3 (H/D > 3)

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam merencanakan dinding


geser adalah struktur yang bertugas menahan gaya lateral ini tidak
diperbolehkan mengalami keruntuhan karena tidak ada elemen lain yang
menahan gaya lateral pada bangunan yang memungkinan jika hal tersebut
terjadi dapat menyebabkan keruntuhan pada bangunan secara keseluruhan.
Maka dari itu dinding geser harus didesain mampu menahan beban gempa,
dijelaskan dalam SNI 03-2847-2013 bahwa tebal minimum (td) tidak boleh
kurang dari 1/25 tinggi atau panjang bentang tertumpu, harus lebih dari
100 mm.

Tabel 2. 1 Tabel Tebal Minimum untuk Dinding

Dalam pengerjaannya dinding geser dibuat menjadi beberapa


bentuk sesuai dengan kebutuhan dan penempatannya, diantaranya yang
umum digunakan adalah bentuk Hollow atau bentuk yang menelilingi
struktur (umumnya berbentuk persegi atau lingkaran), kemudian ada
bentuk Flanged Flanged yang terdiri dari bentukan C-shaped dan L-
shaped, dan yang terakhir adalah bentuk rectangular atau persegi di
sepanjang bidang yang dipengaruhi oleh gaya.
Gambar 2. 4 Bentuk-bentuk Dinding Geser

2.2.3.2 Prinsip Kerja Dinding Geser


Dinding geser adalah dinding struktural yang berfungsi sebagai
balok lentur kantilever penahan gaya horisontal dan vertikal, dimana gaya
horisontal yang dimaksud adalah beban angin dan beban gempa.
Sedangkan gaya vertikal yang terjadi adalah gaya angkat akibat perilaku
gaya geser di sepanjang dinding geser, sehingga pada puncak gedung akan
timbul tekanan dari puncak yang lainnya.

Selain itu beban dari bangunan itu sendiri sebagian juga akan
diterima oleh dinding geser dan menjadi beban vertikal, walaupun pada
umumnya yang lebih dominan menerima beban sendiri dari bangunan
adalah kolom dan balok. Pada analisa struktur 3 dimensi, pemasangan
dinding geser berpengaruh terhadap kekakuan torsi yang dimiliki struktur.
Apabila pemasangan jauh dari pusat massa bangunan dan dibuat simetris
maka konstruksi tersebut akan dapat memperkecil potensi terjadinya puntir
prematur yang berbahaya dan membuat tidak nyaman dalam masa
pengunaannya.

Penentuan posisi dinding geser yang paling tepat adalah dengan


melakukan analisa getaran bebas struktur 3 dimensi, dimana dari analisa
ini akan didapat berbagai macam model getaran yang dapat dialami
gedung. Struktur yang baik ditandai dengan adanya translasi di awal
getaran pada setiap sumbu utamanya dan memiliki getar rotasi pada mode
yang tinggi. Teorinya adalah dengan dimilikinya mode getar pada mode
yang tinggi menandakan bahwa struktur aman dari respon rotasi sehingga
pada saat struktur mengalami gempa, ini dikarenakan nilai faktor
partisipasi yang dimiliki kecil.

Pemasangan dinding geser harus dipasang menerus dari dasar


konstruksi (sejajar dengan pondasi) hingga ke ketinggian yang diperlukan,
alasannya adalah beban yang diterima dinding geser adalah beban yang
diterima oleh seluruh komponennya dari puncak teratas hingga ke dasar
bangunan, sehingga apabila kontstruksi dinding geser dibuat menerus
hingga ke dasar konstruksi ditakutkan akan terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan. Selain itu pertimbangan pemasangan dinding geser memiliki
pilihan antara dipasang memanjang di atas lebar bangunan secara utuh,
atau hanya sebagian, atau bahkan dapat melebihi lebar parsial dari
bangunan itu sendiri.

Berikut adalah pertimbangan dalam mentukan letak dinding geser :

1. Penempatan dinding geser pada sumbu lemah bangunan


2. Tata ruang bangunan dan keindahan tidak berkurang
nilainya
3. Eksentrisitas yang didapat tidak terlalu besar pada setiap
lantainya
4. Mencari lokasi sekecil mungkin nilai momen puntir pada
setiap percobaan permodelan

2.2.3.3 Keruntuhan Pada Dinding Geser


Dinding geser sebenarnya memiliki performa yang sangat baik pada
saat terjadinya gempa, umumnya kerusakan yang terlihat adalah retakan
atau cracking yang berada di dasar dinding dan coupling beam (sistem
dinding berangkai). Ketahanan terhadap gaya lateral yang terjadi secara
berkelanjutan adalah kelebihan yang dimiliki oleh dinding geser.

Adapun batasan-batasan perilaku pada dinding geser adalah sebagai


berikut :

▪ Respon dinding terhadap gaya luar dibentuk oleh kelehan


pada tulangan lentur. Kerutuhan akibat sifat daktail dari
dinding geser atau sering disebut perilaku lentur (Flexural
behavior).
▪ Kelehan tulangan lentur diikuti dengan kegagalan geser
(Flexural-shear behavior)
▪ Keruntuhan dinding akibat geser tanpa ada kelelehan pada
tulangan lentur, keadaanya dibagi menjadi diagonal tension
shear failure (sifat daktail dimana keruntuhan terjadi pada
tulangan terlebih dahulu), diagonal compression shear
failure (rapuh/brittle)
▪ Flexural crack yang terbuka lebar akibar sliding shear
(geser luncur) secara bolak balik, keruntuhan ini
mengakibatkan energi panas dari gesekan yang bersifat
merugikan.

Kegagalan lain yang sering terjadi adalah putusnya tulangan Tarik


yang terlihat pada dinding yang memiliki jumlah tulangan longitudinal
lebih sedikit, sehingga regangan tertuju kepada bagian yang mengalami
retak akibat pembebanan siklik berulang, kejadian ini berujung kepada
terputusnya tulangan.

Dinding geser dapat mengalami kegagalan juga bisa bisa


disebabkan karena terjadinya defleksi yang berlebihan pada bangunan,
maka daripada itu diperlukan kontrol defleksi. Defleksi maksimum karena
beban layanan dimana di dalamnya sudah termasuk efek P-Delta, tidak
akan lebih dari lc /150. Defleksi yang terjadi pada struktur akan ditentukan
oleh rumus :

(2. 1)

Dimana :

(2. 2)

Ie didapatkan dari hasil perhitungnan dengan menggunakan cara


substitusi M untuk Ma. Icr harus dikontrol sesuai dengan persamaan
(2.11)

2.2.3.4 Perencanaan Kekuatan Dinding Geser


Penulangan pada dinding geser diberikan pada kedua sisi pada
kondisi tertentu, ketentuan yang digunakana adalah untuk menetukan
jumlah penulangan minimum dan tebal dinding pada saat penerapannya
selama proses pengerjaannya. Berikut adalah ketentuan penulangan
minimum :

Sedangkan untuk perhitungan rasio penulangan minimum adalah


(ρv atau ρh) > 0.0025, kecuali dinding dengan gaya geser lebih kecil dari
0,083 ACV√𝑓′𝑐 maka perhitungan rasio tulangannya akan menjadi
Kekuatan dinding geser dalam menahan beban axial atau beban
yang diterima secara vertikal dihitung dengan formulasi sebagai berikut :

(2. 3)

Dimana ϕ adalah faktor reduksi yang nilainya untuk beban axial


adalah 0,70 dan nilai k di dapat dari tabel berdasarkan kondisi sebagai
berikut :

Tabel 2. 2 Faktor k Untuk Dinding Geser


Kondisi Batas k
Dinding menahan struktur atas dan
bawah terhadap gaya lateral dengan
:
Menahan rotasi di satu atau kedua
0,8
ujung (atas,bawah atau keduanya)
Tidak menahan rotasi di kedua
1,0
ujungnya
Dinding tidak menahan gaya lateral 2,0

Sementara gaya geser (shear demand) pada konstruksi yang


diterima oleh struktrur dinding geser dihitung dengan ketentuan :

Φ Vn ≥ Vu

Dimana ϕ adalah faktor reduksi untuk gaya geser senilai 0,6 (beban
lentur) dan 0,85 (beban lainnya)
Kuat geser yang direncanakan (Vn) harus mampu menahan gaya
geser yang akan diterima, sehingga perhitungan yang dilakukan memiliki
nilai lebih besar daripada gaya geser ultimit yang menjadi parameter
perencanaan, ini menjadi sangat penting untuk menghindari kegagalan
konstruksi. Dan nilai dari Vn adalah :

(2. 4)

(2. 5)
Dimana :

Perhitungan gaya geser ultimit yang diterima dinding geser akan

memiliki nilai sebagai berikut :

𝑽𝒖 = 𝟏, 𝟐𝑽𝑫 + 𝒇𝟏 𝑽𝑳 ± 𝑽𝑬 = 𝟎, 𝟗 𝑽𝑫 ± 𝑽𝑬 (2. 6)
Dimana : f1 adalah koefisien dengan nilai 1,0 untuk beban hidup
lebih dari 500kg/m2. Sedangkan untuk beban hidup yang kurang dari itu
digunakan nilai f1 = 0,5.

Namun perhitngan geser pada dinding geser juga


mempertimbangkan gaya geser yang diterima oleh beton, dimana yang
menjadi pembeda adalah metode perhitungan yang digunakan adaalah
metode yang sederhana atau secara terperinci.
Tabel 2. 3 Kapasitas Gaya Geser Pada Beton

Dengan demikian, Kuat geser maksimum yang dapat ditahan oleh


dinding geser adalah :

(2. 7)

Gambar 2. 5 Gaya Geser Pada Struktur


Terakhir yang menjadi perhitungan dalam perencanaan dinding
geser adalah menghitung beban lentur yang menyebabkan adanya momen
di tumpuan maupun di sepanjang struktur itu sendiri. Kombinasi antara
beban lentur dan beban axial di menghasilkan momen dengan ketentuan
sebagai berikut :

Dimana :

(2. 8)
Mua adalah momen di pertengahan tinggi dari dinding yang
disebabkan oleh beban terfaktor, dan ΔU didapat dengan rumus :

(2. 9)

Nilai dari Mu dapat diketahui dengan cara literasi defleksi, atau


dapat juga dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

(2. 10)

Dimana :

(2. 11)

Dan

(2. 12)

c = jarak dari serat yang mengalami tegangan terbesar ke sumbu


netral, mm

d = jarak dari serat yang mengalami tegangan terbesar ke sumbu


tegangan longitudinal terkuat, mm

n = rasio modular elastisitas, tetapi tidak boleh kurang dari 6 = ES / EC

Kententuan yang berlaku untuk momen ini terdiri atas :


● Momen lentur akibat kelangsingan dinding diabaikan
● Regangan non-linier untuk balok tinggi diabaikan
● Faktor reduksi kekuatan ϕ = 0,70, kecuali untuk dinding
dengan beban tekan kecil.

Perencanaan lebar efektif flens untuk dinding geser dengan


penampang I, L, C atau T adalah sebagai berikut :

1. ½ kali jarak terpendek wed dinding geser


2. 15% dari tinggi total dinding untuk flens tertekan
3. 30% dari tinggi total dinding untuk flens tertarik

Pada saat merencanakan dinding yang menahan beban axial yang


besar tidak diperbolehkan memiliki kapasitas yang lebih besar daripada
elemen yang bertugas menahan beban gempa. Untuk mengetahuinya
digunakan rumusan sebagai berikut :

Pu > 0,35 PO

Dimana :

(2. 13)
Terdapat boundary zone yang menjadi bagian penting dari dinding
geser, fungsinya adalah membatasi elemen penahan gaya gempa atau
seringkali menjadi pengikat antara tulangan dinding geser dengan struktur
lain seperti plat dan kolom. Menurut UBC (Uniform Building Code)
detailing pada boundary zone tidak dibutuhkan jika :

(2. 14)
(2. 15)
(2. 16)
Sementara menurut ACI (American Concrete Institute) 2014
menyebutkan bahwa tegangan axial maksimum harus kurang dari 0,2f’c.
Boundary zone dipasang disetiap sisi dinding dengan Panjang :

Lbz = 0.25 LW untuk Pu = 0.35 Po

Lbz = 0.15 LW untuk Pu = 0.15 Po

Dimana PU adalah interpolasi linier dari 0,15 PO dan 0,35 PO,


Panjang minimum untuk boundary zone sekurangnya-kurangnya adalah
0,15 LW

Gambar 2. 6 Ketentuan Panjang Boundary Zone

Di dalam tulangan boundary zone tidak memiliki sambungan las di


bagian sendi plastisnya. Namun kekuatan sambungan yang digunakan
harus memiliki kekuatan 160% lebih besar daripada kekuatan batang yang
mengalami leleh atau setidaknya 95% dari mutu tulangan fu.

Strain (tegangan) pada struktur memerlukan analisa berupa estimasi


nilai M’n dan C’u yang dimana distribusi tegangan untuk beton adalah AT
εcy = 0,003
Gambar 2. 7 Diagram Tegangan dan Regangan
Persamaan keseimbangan kekuatan didapat dari menjumlahkan
semua aksi (gaya yang terjadi) dan reaksi sama dengan 0.

𝑷𝒖 + 𝑻𝒔𝒊 + 𝑪𝒔𝒊 + 𝑪𝒄 = 𝟎 (2. 17)

Dimana : 𝑷𝒖 = 𝟏, 𝟐𝑫 + 𝟎, 𝟓𝑳 + 𝑬 (2. 18)

𝑪𝒄 = 𝟎, 𝟖𝟓𝒇′ 𝒄 . 𝑩. 𝑪′𝒖 (2. 19)


Keseimbangan moment 𝑴′ 𝒏 = 𝑻𝒔𝒊 𝒆𝒔𝒊 + 𝑪𝒔𝒊 𝒆𝒔𝒊 + 𝑪𝒄 𝒆𝒄 (2. 20)

Gambar 2. 8 Gaya-gaya yang Bekerja pada Dinding


Untuk menetukan boundary zone, pendekatan yang uumu dilakukan
adalah detailing pada boundary zone tidak deperlukan pada saat regangan
akibat tekanan di sisi dinding kurang dari 0,003 (εmax < 0,003). Lendutan
dan tegangan ditinjau berdasarkan bagian yang mengalami retak,
pergerakan gempa bumi yang tidak di reduksi dan perilaku bangunan
yang tidak linier. Jadi detailing pada boundary zone hanya diberikan pada
saat dinding mengalami regangan dengan nilai lebih dari 0,003.

Sementara apabila regangan tekan maksimum melebihi 0,003 atau


sama dengan 0,015, dikutip ACI-2014 menjelaskan bahwa detailing tidak
disyaratkan jika panjang blok tertekan (C)

(2. 21)

Kalaupun memang diperlukan detailing pada boundary zone maka


persyaratan yang berlaku adalah ketentuan panjang (Lbz) dengan nilai lebih
dari setengah C atau nilai C dikurangi 10% panjang dinding (Lw). Dengan
memeperkirakan regangan tekan di dasar dinding prismatic berdasarkan
panjang desain lendutan elastis di atas dinding (Δe). Hasil perhitungan
yang didapat di atas wall sesuai dengan regangan tekan 0,003 adalah
dengan menggunakan rumus :

𝑴𝒏′
y = 𝑴𝒆
𝒙 ∆𝒆 (2. 22)

Dimana Mn adalah nilai dari kekuatan lentur (persamaan 2.18), sedangkan


Me adalah momen yang di dapat dari kode gaya seismik

Gambar 2. 9 Grafik Momen Kekuatan Lentur


Untuk menghitung total lendutan yang terjadi di atas dinding adalah
dengan :

(2. 23)
Dimana UBC menyebutkan bahwa nilai R adalah koefisien
kekakuan dari 4,5-8,5. Untuk dinding plastis defleksi yang didapat adalah :

(2. 24)
Nilai rotasi di engsel plastis didapat dengan :

(2. 25)
Sementara untuk menghitung keamanan engsel plastis formulasi
yang digunakan dalam perencanaannya adalah sebagai berikut :

(2. 26)
Dimana :

(2. 27)
(2. 28)
Regangan tekan di daerah tertekan di dinding dapat diasumsikan
sebagai gaya-gaya yang linier, dimana sepanjang daerah tekan tersebut
dapat ditentukan dengan menggunakan kemampuan regangan dan analisa
penampang beton bertulan. pada jarak tertentu nilai Cu’ dapat diasumsikan
dengan :

(2. 29)

2.3 Core Wall


Core Wall merupakan struktur dinding geser yang berada di tengah
konstruksi, biasanya dipasang mengelilingi tangga atau lift untuk tujuan efisiensi
pengaturan guna dan tata letak ruang dengan berbagai macam bentuk, seperti
segitiga, lingkaran dan juga persegi. Perbedaan bentuk ini berpengaruh kepada
karakteristik penggunaannya pada struktur.

Pada saat proses pembuatan Core Wall dapat berupa struktur baja, beton
bertulang atau dapat pula berupa komposit. Terkadang pelubangan struktur untuk
pintu, kisi udara dan lain-lain dapat menyebabkan pelemahan struktur , tetapi
dalam proses perencangannya tentu sudah dipertimbangkan permasalahan
tersebut. Dengan perhitungan yang tepat dan solusi teknik yang sesuai.
Penggunaan material beton bertulang dapat memberikan keuntungan pada saat
menahan gaya lateral karena memiliki kuat tekan yang tinggi, maka daripada itu
konstruksi beton bertulang adalah pilihan yang tepat digunakan pada struktur
gedung bertingkat tinggi.

2.3.1 Karakteristik Beban Core Wall


Dalam perancangan strukturnya sangat perlu diperhatikan mengenai
bagian-bagian core wall yang terdiri dari struktur horisontal dan vertikal
yang saling terkait terhubung. Sistem core wall untuk aplikasi bangunan
tinggi terdiri dari :

1) Sistem kolom yang terdiri dari core wall dan kolom


2) Struktur bebas pada lantai yang terhubung pada struktur
core wall
3) Core wall dengan kolom-kolom di atas satu struktur grid
sebagai alasnya, dimana di atas struktur pondasi hanya
berupa struktur vertikal
4) Core wall digabungkan dengan plat lantai yang digantung
pada struktur grid
5) Core wall yang terhubung dengan kolom di atas grid dengan
tujuan membuat sistem struktur statis

Uraian di atas menjelaskan sistem core wall, masing-masing


memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sehingga pada
penelitian ini dapat fokus terhadap permasalahan analisa core wall
terhadap gaya gempa yang terjadi.

Pada dasarnya core wall adalah sistem struktur yang dirancang


menahan gaya lateral akibat beban angin dan gempa yang merupakan
beban dinamis.

Gambar 2. 10 Penyaluran Beban Pada Core Wall


Walaupun nilai torsi sangat dipertimbangkan dalam perencanaan,
namun proses analisa yang dilakukan menganggap gaya tersebut sebagai
beban terbagi rata dan bekerja searah sepanjang tinggi core wall.

2.3.2 Teori Dasar Beban Torsi Tebagi Rata


a. Metode Semi-Inverse St.Venant
Metode yang digunakan untuk bentuk core wall tidak
bundar, metode ini menggambarkan perpindahan u, v dan w
sebagai perandaian pertama, berikut terdapat dua asumsi yang
digunakan untuk menjelaskan komponen yang berpindah :
1. Bentuk potongan penampang tidak boleh berubah
setelah mengalami puntir
2. Warping (lekukan) dari potongan harus sama

Berdasarkan anggapan 1 didapat :

(2. 30)

(2. 31)

Dari anggapan kedua :

(2. 32)

(2. 33)

(2. 34)

(2. 35)

(2. 36)

Sehingga

(2. 37)

(2. 38)

(2. 39)

(2. 40)

Sehingga :
(2. 41)

Persamaan 2.37 disebut Persamaan Laplace. Dari buku


Torsion Of Reinforced Concrete karangan Thomas T.C. Hsu
persamaan 2.41 dapat diturunkan hubungan momen torsi dengan
fungsi tegangan adalah:

(2. 42)

2.3.3 Teori Dinding Tipis, Thin Tube Bredt Teori


Persamaan yang lebih ringkas diturunkan Bredt bertujuan untuk
persamaan torsi pada beton bertulang, dengan variabel yang ketebalan
yang ditunjukkan dalam gambar 2.13. Tube mempunyai sumbu z
longitudinal yang dibebani momen torsi T. Suatu elemen ABCD menerima
tegangan dasar seperti yang ditampilkan sepanjang dz, tegangan geser
pada muka AD adalah τ1 dan pada muka BC adalah τ2. Tebal dari muka
AD dan BC adalah t1 dan t2

(2. 43)

Bila t1 = t2 = t, maka shear flow q = τ t dimana gaya geser per unit


Panjang, maka q harus sama pada titik A dan B. Pada gambar 2.8 gaya
geser sepanjang ds adalah qds, maka dapat ditulis momen torsi.

(2. 44)

r adalah jarak pusat torsi dari sumbu punter ke gaya geser qds.

rds sama dengan dua kali luasan segitiga yang dibentuk oleh r dan ds,
maka luasan sekeliling dapat dimisalkan :

(2. 45)

Dimana A adalah luas total yang dibatasi oleh dia garis sumbu dinding,
maka di dapatkan persamaan :

Atau (2. 46)


(2. 47)

Sedangkan pada permukaan yang sempit adalah :

(2. 48)

(2. 49)

(2. 50)

Gambar 2. 11 Torsi Pada Tampang Shaft


Gambar 2. 12 Geometri Penampang Shaft

Gambar 2. 13 Tegangan Geser Pada Thin Tube

2.2.4 Sistem Ganda (Dual System)


Di dalam SNI-1726-2012 menjelaskan bahwa sistem ganda adalah
kombinasi antara rangka pemikul momen,dinding geser atau rangka
bresing dengan distribusi kekakuan yang sesuai kapasitasnya masing-
masing. Secara sederhana pembagian rangka pemikul momen paling
sedikit memikul 25% gaya gempa desain. Dan gaya lateral tetap ditahan
oleh dinding geser sebagai structural yang nantinya akan turut
berkombinasi dalam menahan beban dasar geser nominal secara
proposional berdasarkan kekakuan relatifnya.

Sistem rangka kaku atau rigid frame biasanya berbentuk segi empat
tertur yang terdiri dari balik horisontal dan kolom vertikal yang terhubung
pada suatu bidang secara kaku (rigid), sehingga pertemuan antara kolom
dan balok dapat menahan momen. Pada dasarnya rangka kaku ekonomis
digunakan sampai 30 lantai untuk rangka baja dan sampai 20 lantai untuk
rangka beton bertulang (Schueller, 1989). Mekanisme rangka kaku dalam
menahan beban lateral yang menghubungkan antara kolom dan balok
secara kontinu khususnya pada saat mengalami lentur menyebabkan
lendutan lateral pada kedua struktur tersebut. Lendutan yang terjadi
disebabkan oleh dua hal, yaitu :

1. Lendutan akibat lentur kantilever


Biasa disebut juga chord drift, yaitu reaksi dari balok
kantilever vertikal yang menahan momen akibat beban lateral
(overturning moment), besar lendutan ini berkisar 20% dari total
simpangan struktur.
2. Defleksi akibat lentur kolom dan balok
Penyumbang terbesar dari simpangan struktur yang terdiri
dari 65% akibat lentur dari balok dan 15% dari kolom. Adanya
momen lentur pada kolom dan balok yang disebabkan gaya
geser sangat berdampak terhadap rangka gedung, perilaku
diantara kedua struktur ini disebut shear lag atau frame
wracking.
Gambar 2. 14 Simpangan Pada Rangka Kaku
Untuk menghindari terlalu besarnya dimensi struktur balok dan
kolom yang menahan gaya lateral pada gedung bertingkat tinggi, maka
dual system menjadi pilihan tepat dimana dari segi ekonomis pun lebih
baik. Dinding geser dan struktur rangka akan terhubung dengan
sambungan kaku dan bekerja sama dalam menahan beban-beban yang
terjadi baik berupa beban gravitasi maupun beban lateral. Hasilnya adalah
simpangan yang terjadi akan diminimalisir sebaik mungkin setingkat
dengan jumlah lantai struktur. Artinya semakin tinggi struktur yang
digunakan maka akan semakin kecil simpangan yang terjadi, begitu juga
jika sebaliknya.

Gambar 2. 15 Deformasi Dari dual system


2.4 Kriteria Pembebanan
Berikut adalah uraian pembebanan yang terkait dengan perhitungan
kekuatan pada struktur yang akan ditinjau. Beban-beban yang dimaksud berupa
beban mati,beban hidup,beban gempa dan beban angin. Berikut uraian dari
pembebanan tersebut. :

2.4.1 Beban Mati


Beban mati adalah berat kontruksi secara keseluruhan yang
terpasang secara fungsional dan telah ditetapkan di dalam SNI 03-1727-
2013
Tabel 2. 4 Berat Sendiri Bahan Bangunan
Gambar 2. 16 Berat Sendiri Komponen Gedung
2.4.2 Beban Hidup
Beban hidup adalah beban yang diakibatkan oleh pengguna dan
penghuni bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk beban
konstruksi dan beban lingkungan, seperti beban angin, beban hujan, beban
gempa, beban banjir, atau beban mati. (SNI 03 – 1727 – 2013).

2.4.3 Beban Gempa


Dengan mengacu kepada nilai drift rasio maka akan didapat hasil
perbandingan dari nilai kekakuan sebuah struktur, yang artinya apabila
simpangan horizontal terbilang lebih besar maka ini menandakan bahwa
kekakuan yang dimiliki pun cukup besar, sebaliknya apabila simpangan
yang terjadi lebih kecil maka kekauan yang dimiliki relatif lebih besar.

2.4.4 Beban Angin


Gesekan udara yang mengenai struktur menyebabkan timbulnya
gaya yang dikenal dengan bebang angin, walaupun memiliki kontribusi
yang kecil dibandingkan dengan beban lainnya namun untuk gedung
bertingkat tinggi memasukkan beban angin menjadi bagian dari
perhitungan menjadi penting.

2.4.5 Kombinasi Beban Terfaktor dan Beban Layan dengan metode


ultimit
Perancangan suatu struktur gedung dan non-gedung harus
menggunakan kombinasi yang telah ditetapkan di dalam SNI-1726:2012,
sehingga kuat rencana akan melebihi atau paling tidak sama dengan beban
pengaruh terfaktor, berikut adalah kombinasinya :

1. 1,4D
2. 1,2D + 1,6L + 0,5(Lr atau R)
3. 1,2D + 1,6 (Lr atau R) + (L atau 0,5W)
4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5(Lratau R)
5. 1,2D + 1,0E + L
6. 0,9D +1,0W
7. 0,9D +1,0E

Keterangan :
D = beban mati R = beban hujan
L = beban hidup W = beban angin
Lr = beban hidup atap E = beban gempa

Terdapat pengecualian terhadap beban hidup ( factor L ) pada


kombinasi 3,4 dan 5, boleh diambil sama dengan 0,5 kecuali ruangan
bergarasi, ruang pertemuan dan ruangan yang nilai beban hidupnya lebih
besar dari 500 kg/m2.

2.5 Sistem Struktur Tiga Dimensi


Dalam perhitungan struktur baik berupa gedung maupun non-gedung
penting sekali untuk meninjau dari berbagai macam aspek. Analisa yang
digunakan salah satunya adalah peninjauan dari segala arah, umumnya yang
menjadi label adalah sumbu X,Y yang biasanya dikenal dengan arah horizontal
sementara untuk arah vertikal digunakan sumbu Z.

Struktur adalah susunan elemen-elemen yang saling terhubung satu dengan


yang lain, sambungan antara elemen inilah yang diasumsikan kaku sempurna
namun flelksibel, artinya pada saat yang diperlukan sambungan-sambungan ini
dapat berpindah menyesuaikan dengan besar kecilnya pengaruh gaya yang
diterima oleh struktur itu sendiri. Letak dari gaya-gaya ini tentunya tidak dapat
ditebak dimana pastinya, kadangkala dapat berada di sepanjang batang atau justru
tepat di titik buhulnya.
Gambar 2. 17 Konsep Tiga Dimensi

Elemen-elemen yang telah disebutkan akan menerima gaya dalam (internal


forces) berupa momen lentur,( bending moment ), momen torsi ( torsional moment
), gaya geser bolak balik, dan gaya aksial.

2.6 Analisa Gempa


Didalam menentukan tingkat keamanan suatu struktur terhadap pengaruh
gempa, sangat penting untuk meninjau simpangan horisontal yang terjadi. Untuk
mengetahui simpangan yang diijinkan didalam perencanaannya maka SNI 1726 :
2012 telah memuat nilai-nilai beserta tahapan-tahapannya secara detail dalam
menganalisa gempa untuk bangunan, selain itu acuan tersebut dapat juga menjadi
parameter kemampuan sistem struktur yang digunakan untuk menahan beban
gempa yang akan terjadi.

2.6.1 Kategori Risiko Bangunan dan Faktor Keutamaan, Ie


Untuk berbagai kategori risiko struktur bangunan gedung dan non
gedung sesuai Tabel 2.5, pengaruh gempa rencana terhadapnya harus
dikalikan dengan suatu faktor keutamaan, Ie menurut Tabel 2.6
Tabel 2. 5 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non-Gedung Untuk
Beban Gempa
Sumber : SNI 1726 : 2012

Tabel 2. 6 Faktor Keutamaan Gempa

2.6.2 Nilai Spektral Percepatan SS dan S1


Dengan menggunakan peta zona gempa diambil nilai spectral
sebagai dasar pengambilan nilai Ss parameter respon spectral percepatan
gempa maksumum yang dipertimbangkan resiko tertarget (MCER) yang
penentuannya berdasarkan periode kala ulang gempa selama 2500 tahun
dengan T = 0,2 detik serta situs SB (Lampiran A). Peta zonasi gempa juga
didapat nilai S1 parameter respon spectral gempa maksimum yang
dipertimbangkan resiko tertarget (MCER), dengan periode yang sama
(2500 tahun) namun T = 1.00 detik dan kelas situs SB (Lampiran B).
2.6.3 Klasifikasi Situs
Peninjauan sebelum menentukan kriteria desain seismik pada
bangunan di permukaan tanah berupa faktor amplifikasi besaran percepatan
gempa puncak dari permukaan hingga mengenai perkerasan permukaan
batuan suatu situs. Dari peninjauan inilah yang menjadi dasar perumusan
klasifikasi di dalam SNI-1726:2012 sebagai berikut.

Tabel 2. 7 Klasifikasi Situs


2.6.4 Koefisien Situs
Tabel 2. 8 Koefisien situs Fa

Tabel 2. 9 Koefisien Situs, Fv


2.6.5 Respon Spektrum Percepatan
Berikut adalah perumusan parameter spektrum berdasarkan periode
pendek (SMS) dan periode 1 (SM1) detik dengan meninjau klasifikasi situs.

SMS = Fa . Ss (2. 51)


SM1 = Fv S1 (2. 52)

2.6.6 Parameter Percepatan Spektral Desain


Parameter percepatan spektral desain untuk periode pendek SDS dan
pada periode 1 detik, SD1, persamaan yang harus digunakan adalah sebagai
berikut :

𝟐
SDS = 𝑺𝑴𝑺 (2. 53)
𝟑

𝟐
SD1 = 𝟑 𝑺𝑴𝟏 (2. 54)

2.6.7 Parameter Desain Seismik


Kategori desain seismik berdasarkan lokasi harus ditetapkan
terhadap struktur, sehingga perencanaannya dapat dibuat lebih kuat
daripada nilai yang seharusnya. Tujuan dari hal ini adalah untuk
menghindari kerusakan yang lebih parah, terlepas dari pengaruh getaran
struktur, T. Berikut adalah tabel kategori risiko yang diambil adalah nilai
terbesar.
Tabel 2. 10 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Percepatan Pada
Periode Pendek

Tabel 2. 11 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons


Percepatan Pada Periode 1 detik

2.6.8 Spektrum Respon Desain


Persyaratan yang harus dipenuhi dalam spektrum respon desain
terdiri dari beberapa hal diantara lain adalah sebagai berikut :

1. T0 > Periode ( T ) digunakan persamaan :

𝑻
Sa = SDS [0,40 + 0,60 𝑻 ] (2. 55)
𝟎

2. TS ≥ T0 < Periode ( T ), maka Sa = SDS


3. TS < Periode ( T ), digunakan persamaan :

𝑺𝑫𝟏
Sa = (2. 56)
𝑻

𝑺𝑫𝟏
To = 0.20 (2. 57)
𝑺𝑫𝑺

𝑺
TS = 𝑺𝑫𝟏 (2. 58)
𝑫𝑺
Gambar 2. 18 Spectrum Respon Desain

2.6.9 Nilai R, Cd dan Ωo


Tabel 2. 12 Faktor R, Cd, dan Ωo untuk sistem penahan gaya gempa
Sumber : SNI-1726:2012

2.6.10 Ketidakberaturan Horisontal dan Vertikal Pada Struktur


Tabel 2. 13 Ketidak beraturan Horisontal
Tabel 2. 14 Ketidak beraturan vertikal pada struktur

Sumber : SNI-1726:2012

2.6.11 Prosedur Kombinasi Ortogonal


Analisa struktur dua arah yang terpisah secara ortogonal (tegak
lurus), mencari beban paling kritis untuk digunakan sebagai beban 100
persen ditambah 30 persen gaya yang tegak lurus dengannya. Pondasi dan
komponen lainnya harus didesain untuk memikul kombinasi beban
tersebut.

2.6.12 Prosedur Analisis


Di dalam tabel 2.13 akan memberikan daftar tipe-tipe kategori
desain seismik sesuai dengan karakteristik struktur. Dengan berbagai
pertimbangan yang akan menentukan ada atau tidaknya perijinan dari
suatu analisa yang ditentukan.

Tabel 2. 15 Prosedur Analisis yang Boleh Digunakan

Sumber : SNI-1726:2012

2.6.13 Prosedur Analisis Gaya Lateral Ekivalen


1. Geser Dasar Seismik, V
Berdasarkan SNI-1726:2012 Persamaan yang digunakan
adalah sebagai berikut :

V = Cs . W (2. 59)

2. Koefisien Respon Seismik, Cs


𝑺𝑫𝒔
Cs = 𝑹 (2.60)
( )
𝑰𝒆

2.12

SNI-1726:2012

Nilai Cs di dalam persamaan 2.10 tidak melebihi persamaan :

𝑺𝑫𝟏
Cs = 𝑹 (2. 61)
𝑻( )
𝑰𝒆

Cs = 0,044 SDS . Ie ≥ 0,01 (2. 62)


Untuk struktur yang berada di daerah dimana S1 sama dengan
atau lebih besar dari 0,6g, maka Cs harus tidak kurang dari :

𝟎,𝟓𝑺𝟏
Cs = 𝑹 (2. 63)
( )
𝑰𝒆

2.6.14 Perioda Fundamental Pendekatan


Persamaan yang berlaku untuk Perioda Fundamental Pendekatan
(Ta) dalam detik, adalah sebagai berikut :

Cs =Ct hnx (2. 64)


Tabel 2. 16 Nilai parameter perioda pendekatan Ct dan x

Pada suatu kondisi dimana struktur memiliki tingkatan kurang dari


12 lantai dan sistem penahan gaya gempa adalah rangka penahan momen
beton atau baja maka persamaan yang dapat digunakan adalah sebagai
berikut :

Ta =0,1 N (2. 65)


Keterangan :
N = Jumlah tingkat

Untuk dinding geser batu bata atau beton periode fundamental pendekatan
digunakan persamaan sebagai berikut :

𝟎,𝟎𝟎𝟔𝟐
Ta = 𝒉𝒏 (2. 66)
√𝑪𝒘

Dengan nilai Cw sebagai berikut :

𝟏𝟎𝟎 𝒉 𝑨𝒊
Cw = 𝑨 ∑𝒙𝒊=𝟏 ( 𝒉𝒏 )𝟐 𝒉
𝟐 (2. 67)
𝑩 𝒊
[𝟏+𝟎,𝟖𝟑( 𝒊 ) ]
𝑫𝒊
2.6.15 Distribusi Vertikal Gaya Gempa, Fx
Persamaan berikut digunakan untuk nilai geser desain gempa di
semua tingkat (Vx) (kN) :

Fx = Cvx V (2. 68)


dan

𝒘𝒙 𝒉 𝒙 𝒌
Cvx = (2. 69)
∑𝒏
𝒊=𝟏 𝒘𝒊 𝒉 𝒊 𝒌

2.7 Stabilitas Gedung Bertingkat

2.7.1 Simpangan Antar Lantai


Perhitungan simpangan antar lantai atau defleksi diijinkan pada saat
pusat massa tidak terletak segaris dalam arah vertikal, berdasarkan
proyeksi vertikal dari pusat massa diatasnya. Untuk struktur dengan
kategori desain seismik C, D, E atau F tipe 1a dan 1b pada tabel 2.11,
simpangan antar lantai desain harus dihitung selisih terbesar dari defleksi
di atas dan di bawahnya. Persamaan yang berlaku untuk defleksi pusat
massa ( δ ) adalah sebagai berikut :

𝑪𝒅 𝜹𝒙𝒆
δ= (2. 70)
𝑰𝒆
Terdapat Batasan simpangan antar lantai sehingga perencanaan
tidak boleh melebihi simpangan antar lantai tingkat izin (δmin), tabel di
bawah ini adalah Batasan tersebut :

Tabel 2. 17 Simpangan Antar Lantai Ijin, δmin

Sumber : SNI-1726:2012

2.7.2 Pengaruh Torsi


Torsi terjadi pada saat pusat beban tidak mengenai pusat kekakuan
elemen, yang mengakibatkan bangunan berputar dengan arah tegak lurus
terhadap sumbu utama elemen. Jarak antara pusat inilah yang dinamakan
dengan eksentrisitas yang biasanya menjadi penyebab terjadinya masalah
pada elemen penahan lateral pada tepi gedung.
Astrani, N.K di dalam bukunya menjelaskan bahwa torsi tidak
dapat dihapuskan namun dapat diperkecil atau paling tidak dirancang
untuk dikenali, yaitu dengan menganalisa penyebabnya seperti bentuk
bangunan, efek bangunan lain, dan pengaruh dinamis.

2.7.2.1 Torsi Tak Terduga

2.7.2.2 Pembesaran Momen Torsi Tak Terduga


Unturk struktur yang dirancang pada kategori C,D,E dan F
dimana tipe 1a dan 1b ketidakberaturan torsi memiliki perhitungan
dengan mengalikan Mta yang tiap tingkat dengan pembesaran torsi
(Ax) ditentukan dengan persamaan berikut :

𝜹 𝒎𝒂𝒙
Ax = (𝟏,𝟐𝜹 )𝟐 ≤ 𝟑, 𝟎 (2. 71)
𝒂𝒗𝒈
Gambar 2. 19 Faktor pembesaran Torsi Ax
Sumber : SNI-1726:2012

2.7.3 Pengaruh P-Delta


P-delta akan mempengaruhi geser,momen tingkat,dan momen
elemen struktur, tidak harus memperhitungkan koefisien stabilitas (θ) pada
simpangan antar lantai bila nilainya kurang dari 0,1, persamaannya adalah
sebagai berikut :

𝑷𝒙 𝜹𝑰𝒆
θ=𝑽 (2. 72)
𝒙 𝒉𝒔𝒙 𝑪𝒅

Pada saat θ > 0,10 maka harus menggunakan persamaan untuk


mengecek

𝟎,𝟓
θmax = 𝜷𝑪 ≤ 0,25 (2. 73)
𝒅

Bila θ > θmax berarti struktur tidak stabil dan desain ulang menjadi
pilihan terakhir
BAB III
METODOLOGI PERENCANAAN

2.1 Data Perencanaan


● Nama Gedung : Apartemen Begawan
● Lokasi : Jalan Raya Tlogomas No 1-3
Lowokwaru Kota
● Jumlah Lantai : 23 Lantai
● Fungsi Gedung : Apartemen, departemen store dan area
pariwisata
● Sistem Struktur : Dinding Geser
● Tinggi Gedung : 68,25 m
● Luas Gedung : 112.856,18 m2
● Tinggi Tiap Lantai
o LG : 4,125 m
o Ground & UG : 4,2 m
o 3 - Roof Floor : 3,15 m
● Mutu Bahan
o Mutu Beton
▪ Tiang pancang pc square 45x45, daya dukung ijin =
120 ton (fc’ 40 MPa)
▪ Kolom (fc’ 35 MPa)
▪ Plat, balok, tie beam, ramp, pile cap, slab lantai 1, slab
lantai basement, dinding basement, STP, GWT, dinding
kolam renang (fc’ 30 MPa)
▪ Tangga (fc’ 30 MPa)
▪ Exhaust duct, intake fresh air duec, lisplang, kolom
praktis, rise floor, balok lintel, janggutan, umpak,
parapet, planter box, ramp groove, parkir atas island
parkir, car stopper (fc’ 25 MPa)
▪ Pondasi genset, trafo, pompa, tangki air, tangki bahan
bakar dan peralatan m/e yang lain. (fc’ 30 MPa)
o Mutu Baja
▪ Baja Tulangan
● D10, D13 : tulangan ulir U-50 ( BJTD 50 ) / D16,
D19, D22, D25, D29, D32 : tulangan ulir u-40 (
BJTD 40 )
● Wiremesh (M) : Tulangan Ulir U-50 ( BJTD 50 )
▪ Baja Profil
● ST-37 ( Tegangan leleh = 2400 Kg/cm )
o Mutu Las : AWS E-70xx
o Mutu baut angkur : ASTM A-307
o Mutu Sambungan Baut
▪ ASTM A-325 : DIA > 16mm
▪ ASTM A-307 : DIA < 16mm
● Beban Hidup Rencana Lantai Bangunan ( Live Load )
o Lantai Basement : 400 kg/m2
o Lantai 1 – Lantai Atap : 200 kg/m2
o Lantai Penthouse : 200 kg/m2
o Ramp : 400 kg/m2
o Lantai Parkir; Tangga : 400 kg/m2
o Office : 250 kg/m2
o Tangga; R.Pertemuan; Koridor, Roof Garden : 480 kg/m2
o Beban M & E disesuaikan dengan data Pembebanan
Gambar 3. 1 Visual Apartemen Begawan

2.2 Data Teknis Bangunan


Apartemen Begawan memiliki bentuk bangunan yang tidak menerus
sampai keatas, terdapat perubahan bentuk seiring dengan tingkatan lantainya.
Berikut adalah denah setiap lantai di apartemen Begawan.
Gambar 3. 2 Denah Basement-Upper Ground

Gambar 3. 3 Denah lantai 3 – lantai 6


Gambar 3. 4 Denah lantai 7 - lantai 9
Gambar 3. 5 Denah lantai 10 - lantai 15

Gambar 3. 6 Denah lantai 16 – lantai 17


Gambar 3. 7 Denah Lantai 18 - lantai 25

2.3 Dinding Geser


● Tebal Dinding Geser : 350 mm
● Pemodelan Dinding Geser
o Penempatan dinding geser akan dibuat menjadi 3 model
sebagai pembanding kekuatan dan ketahanan terhadap
gempa dengan nilai simpangan terkecil sebagai jaminan
keamanan dari konstruksi yang ditinjau.

2.4 Eksentrisitas Bangunan


Eksentrisitas adalah jarak antara pusat massa bangunan dengan pusat
kekakuan bangunan. Pusat massa sendiri adalah letak titik tangkap kombinasi
beban mati dan beban hidup, sedangkan pusat kekakuan adalah titik yang tidak
mengalami rotasi pada saat menerima beban horisontal namun hanya mengalami
translasi.

𝒆 = 𝑷𝒖𝒔𝒂𝒕 𝑴𝒂𝒔𝒔𝒂 – 𝑷𝒖𝒔𝒂𝒕 𝑲𝒆𝒌𝒂𝒌𝒖𝒂𝒏 (3. 1)


Dalam mencari eksentrisitas rencana perlu diketahui pusat massa dan pusat
rotasi dari suatu struktur. Setelah diketahui pusat massa dan pusat rotasi maka kita
perlu membandingkan keduanya, jika eksentrisitas yang terjadi melebihi batas
yang diijinkan, maka bentuk struktur perlu diganti. Perhitungan eksentrisitas
rencana (ed) antara pusat massa dan pusat kekakuan lantai dapat menggunakan
rumus berikut ini:

– Untuk 0 < e ≤ 0,3b

ed = 1,5e + 0,05b atau ed = e – 0,05b

– Untuk e > 0,3b

ed = 1,33e + 0,1b atau ed = 1,17e – 0,1b

Cara pertama menentukan titik berat adalah dengan cara memecah


satu bentuk bangunan menjadi beberapa bentuk bangun datar, dengan
menggunakan data yang ada berupa luas bangunan dan menambahkan
koordinat 2 dimensi yang tujuannya adalah menyederhanakan proses
perhitungan.
Gambar 3. 8 Contoh Perngambilan Data di Aplikasi Autocad
Nilai dari dimensi Panjang dan luas yang digunakan didapat dari
data dengan bantuan aplikasi komputer Autocad dan untuk koordinat
didapat dengan menggunakan Microsoft excel dengan rumus sebagai
berikut

𝐹𝑋 (3. 2)
𝑋0 =
𝐹

𝐹𝑌 (3. 3)
𝑌0 =
𝐹

Kemudian Untuk mempermudah perhitungan dapat juga digunakan


aplikasi komputer Etabs yang memiliki formulasi perhitungan sebagai berikut :

1. Pusat Massa

𝑴𝟏 𝒙𝟏 + 𝑴𝟐 𝒙𝟐 +𝑴𝟑 𝒙𝟑 …+𝑴𝒊 𝒙𝒊
𝑬𝒎 = (3. 4)
𝑴𝟏 +𝑴𝟐 +𝑴𝟑 …+𝑴𝒊

Dimana :

M = Massa
x = Jarak dari titik berat penahan lateral ke titik yang
ditinjau

2. Pusat Kekakuan

𝑬𝒄 𝑰𝟏 𝒙𝟏 +𝑬𝒄 𝑰𝟐 𝒙𝟐 +𝑬𝒄 𝑰𝟑 𝒙𝟑 …+𝑬𝒄 𝑰𝒊 𝒙𝒊


𝑬𝒌 = (3. 5)
𝑬𝒄 𝑰𝟏 +𝑬𝒄 𝑰𝟐 +𝑬𝒄 𝑰𝟑 …+𝑬𝒄 𝑰𝒊

Dimana :

Ec =Modulus elastisitas beton

I = Inersia

x = Jarak dari titik berat penahan lateral ke titik yang


ditinjau

2.5 Alternatif Penempatan Dinding Geser


Model penempatan dinding geser dalam analisa perbandingan ini dibagi
menjadi 3 alternatif yaitu excisting, alternatif dan alternative 2. Masing-masing
model memiliki perbedaan pada bagian West core dan East core, dasar perbedaan
tersebut adalah letak dinding geser berada pada bagian yang menerus hingga
rooftop bangunan. Selain itu pemindahan dilakukan dengan upaya memperkecil
nilai eksentritas dan reaksi-reaksi yang terjadi pada bangunan. Berikut adalah
permodelan yang dimaksud :
Gambar 3. 9 Penempatan Dinding Excisting

Gambar 3. 10 Penempatan Dinding Geser Alternatif 1


Gambar 3. 11 Penempatan Dinding Geser Alternatif 2

2.6 Tahapan Analisa Struktur


Pertama yang dilakukan sebelum proses analisa adalah permodelan sesuai
dengan data perencanaan yang ada. Data-data yang dimaksud adalah terkait
dengan denah, luas bangunan, tinggi antar lantai dan mutu/kekuatan bahan dan
struktur yang ada.

2.6.1 Analisa Gempa

Analisa gempa dibedakan dalam proses analisanya, mengingat


nilai-nilai yang dihasilkan perlu diperhitungkan kembali. Berbeda dengan
beban mati dan beban hidup yang nilainya dapat didapat dari data
lapangan dan SNI terkait dengan pembebanan. Adapun tahapan yang
dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Menentukan nilai kategori resiko bangunan dan faktor


keutamaan, Ie sesuai dengan tabel 2.3 dan 2.4
2. Memasukkan nilai spektral SS dan S1 yang bisa didapat dari
bantuan aplikasi online
(http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2
011/). Dari sini pula didapatkan klasifikasi situs yang
menjelaskan jenis tanah pada lokasi yang ditinjau.
3. Dari data no.2 maka dapat dihitung koefisien situs Fa dan Fv
yang disesuaikan dengan tabel 2.8 dan 2.9
4. Masih mengandalkan data dari tahapan no.2 mentukan nilai
spektrum respon percepatan didapatkan dengan rumus :

𝑺𝑴𝑺 = 𝑭𝒂 𝒙𝑺𝑺 (3. 6)

𝑺𝑴𝟏 = 𝑭𝑽 𝒙𝑺𝟏 (3. 7)


5. Kemudian akan didapat nilai percepatan spectral desain yang
dimana rumusnya adalah :

𝟐
𝑺𝑫𝑺 = 𝟑 𝒙𝑺𝑴𝑺 (3. 8)
𝟐
𝑺𝑫𝟏 = 𝟑 𝒙𝑺𝑴𝟏 (3. 9)

6. Nilai yang didapat dari tahapan no.5 akan digunakan sebagai


dasar untuk menentukan kategori desain seismik yang
terdapat dalam tabel 2.10 dan 2.11
7. Menentukan nilai R,Cd dan Ωo berdasarkan bentuk dan jenis
bangunan dengan meninjau di tabel 2.12
8. Menetukan periode fundamental pendekatan dengan masing-
masing model lokasi penempatan yang direncanakan.
9. Menentukan Prosedur analisis gaya lateral (T) yang akan
digunakan berdasarkan ketidakberaturan struktur. Dari tabel
2.13 dapat disimpulkan antara analisis gaya lateral statis
ekivalen atau respon spektrum dinamik. Syarat yang berlaku
untuk menentukan nilai T adalah :

𝑺𝑫𝟏
𝑻 < 𝟑, 𝟓 𝑻𝑺 = 𝟑, 𝟓 𝒙 (3. 10)
𝑺𝑫𝑺

10. Gaya geser dasar (V) juga perlu diperhitungkan dengan


menggunakan data-data yang di dapat dari tahapan
sebelumnya, rumus yang digunakan adalah :
𝑽 = 𝑪𝑺 𝒙𝑾 (3. 11)
Dimana,

𝑺𝑫𝟏
𝑪𝑺 = 𝑹 (3. 12)
𝑻𝒙
𝑰𝒆

𝑪𝑺 𝒎𝒊𝒏 = 𝟎, 𝟎𝟒𝟒𝒙𝑺𝑫𝟏 𝒙𝑰𝒆 ≥ 𝟎, 𝟎𝟏 (3. 13)


CS > CS min

11. Mencari nilai distribusi vertikal gaya gempa yang dimana


rumusnya adalah :

𝑭𝑿 = 𝑪𝑽𝑿 𝒙 𝑽 (3. 14)


2.6.2 Analisa Struktur Dengan ETABS V.16.2.1

Permodelan struktur apartemen Begawan pada aplikasi ditunjukkan


seperti gambar berikut :

Gambar 3. 12 Rencana Permodelan Struktur Apartemen Begawan

Beberapa asumsi yang digunakan pada saat proses analisa


diantaranya adalah :

1. Plat lantai menerima beban lateral (beban gempa) dan tegak lurus
atau didalam aplikasi disebut elemen shell
2. Pondasi bekerja sebagai tumpuan jepit, karena pondasi tidak
diperbolehkan mengalami rotasi dan translasi

Permodelan struktur dimulai dengan memasukan grid pada lembar


kerja. Langkah pertama adalah membuka aplikasi dan klik new
model.maka akan muncul tampilan seperti di bawah ini.

Gambar 3. 13 Standar Yang Akan digunakan Dalam Aplikasi

2.6.3 Analisa Stabilitas Gedung

Stabilitas gedung ditentukan dengan tujuan untuk memberi batasan


terhadap keamanan struktur agar tidak melebihi batasan tersebut. Stabilitas
yang dimakasud terdiri dari nilai simpangan dengan nilai :

∆𝒊𝒋𝒊𝒏 = 𝟎, 𝟎𝟏 𝒙 𝒉𝑺𝑿 (3. 15)

Jika nilai diatas sudah didapatkan maka dapat dilanjutkan untuk cek
stabilitas gedung dengan aspek-aspek sebagai berikut :

𝛿𝑡𝑜𝑝
1. Drift ratio = < 0,0025 (berdasarkan AISC-2005 dan UBC)
𝐻𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

Dimana : 𝛿𝑡𝑜𝑝 = nilai simpangan pada puncak banguan


𝐻𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = tinggi bangunan

𝛿𝑖+1 −𝛿𝑖
2. Drift storey = < ∆𝑖𝑗𝑖𝑛

Dimana : 𝛿𝑖+1= simpangan pada tingkat ke-(i+1)
𝛿𝑖= simpangan pada tingkat ke-i
h= tinggi antar lantai
3. Efek P-Delta

Untuk gedung diatas 10 tingat atau 40 meter maka cek terhadap


efek P-Delta

𝑃𝑥 ∆𝐼𝑒 0,5
𝜃= ≤ ≤ 0,25
𝑉𝑥 ℎ𝑠𝑥 𝐶𝑑 𝛽𝐶𝑑

Berikutnya adalah menghitung stabilitas gedung terhadap momen


torsi yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya puntir
pada gedung, faktor penting yang sangat berpengaruh pada saat terjadinya
puntir adalah adanya eksentrisitas antara pusat massa dan pusat kekauan
pada bangunan. Sehingga persamaan yang digunakan dalam perhitungan
stabilitas tersebut adalah :

𝑴𝒕 = 𝟏𝟎𝟎%𝑭𝑿 𝒙 𝒆𝒚 + 𝟑𝟎%𝑭𝒚 𝒙 𝒆𝒙 (3. 16)

Atau apabila terjadi momen torsi tak terduga maka momen torsi
yang telah ada sebelumnya akan ditambah dengan 5% dimensi struktur.
Setelah diketahui nilai momen torsi maka dapat ditentukan penambahan
nilai gaya geser pada masing-masing elemen vertikal (kolom dan dinding
geser)

𝑴𝒕 𝒚
𝑽𝒙 = (3. 17)
(𝒙𝟐 +𝒚𝟐 )

𝒕𝑴𝒚
𝑽𝒙 = (𝒙𝟐 +𝒚𝟐) (3. 18)
2.7 Diagram Flow Chart
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perencanaan Dimensi Struktur


Tabel 4. 1 Luas dan Tinggi per Lantai

4.2 Pembebanan

4.2.1 Beban Mati


Beban sendiri atau beban mati dari konstruksi adalah sebagai
berikut :

● Baja : 7850 kg/m3


● Batu pecah : 1450 kg/m3
● Beton Bertulang : 2400 kg/m3
● Pasir (kering udara sampai lembab) : 1600 kg/m3
● Spesi : 2200 kg/m3
● Keramik : 2200 kg/m3
● Bata Ringan : 25 kg/m3
● Beban Instalasi : 25 kg/m2
● Plafon : 20 kg/m2
● Waterproofing atap : 28 kg/m2

4.2.2 Beban Hidup


Berdasarkan jenis dan fungsi dari bangunan maka dapat ditentukan
beban hidup (berdasarkan SNI-1727-2013 sebagai berikut :
Tabel 4. 2 Beban Hidup per lantai

4.2.3 Beban Gempa


4.2.3.1 Analisa Gempa
1. Kategori Resiko Bangunan dan Faktor Keutamaan, Ie
Apartemen Begawan adalah apartemen yang kategorinya terdapat
di dalam table 2.3 sebagai kategori resiko kelas II, maka factor
keutamaan gempa yang nilainya ditunjukkan di dalam tabel 2.4 yaitu
1,0.

2. Nilai Spektral Percepatan Ss dan S1


Dengan menggunakan bantuan dari website Desain Spektra
Indonesia
(http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/) di
koordinat -7.926793, 112.602427 sebagai lokasi dari Apartemen
Begawan didapat hasil sebagai berikut :

Gambar 4. 1 Hasil Dari Input Koordinat Apartemen Begawan


Berdasarkan hasil Analisa diatas maka didapatkan nilai Ss sebesar
0,765 dan S1 sebesar 0,323.

3. Klasifikasi Situs
Lokasi apartemen Begawan ini berada di daerah aliran sungai
dengan jenis tanah sedang, sehingga dalam proses analisa berlaku input
data tanah sebagai kelas situs SD (tanah sedang)

4. Koefisien Situs
Dengan meninjau nilai pada tabel 2.8 dan 2.9 maka untuk
menentukan nilai Fa dan Fv didapatkan sesuai dengan perhitungan
berikut :
▪ Input data untuk menentukan nilai Fa :
● Kelas situs = SD (tanah sedang)
● Ss = 0,765
● X0 = 0,75 => Y0 = 1,2
● X1 = 1,0 => Y1 = 1,1
● X = 0,765

Untuk nilai Fa yang lebih spesifik didapat dengan


interpolasi :

𝑌1−𝑌0
𝐹𝑎 = 𝑌0 + (𝑋 − 𝑋0 )
𝑋1 − 𝑋0

1,1 − 1,2
𝐹𝑎 = 1,2 + (0,765 − 0,75)
1,0 − 0,75

Fa = 1,194

▪ Input data untuk menentukan nilai Fv :


● Kelas situs = SD (tanah sedang)
● S1 = 0,323
● X0 = 0,3 => Y0 = 1,8
● X1 = 0,4 => Y1 = 1,6
● X = 0,323

Untuk nilai Fv yang lebih spesifik didapat dengan


interpolasi :

𝑌1−𝑌0
𝐹𝑣 = 𝑌0 + (𝑋 − 𝑋0 )
𝑋1 − 𝑋0

1,6 − 1,8
𝐹𝑣 = 1,8 + (0,323 − 0,3)
0,4 − 0,3
Fv = 1,754

5. Spektrum Respon Percepatan


Dari input data pada aplikasi Desain spektra dan interpolasi nilai Fa
dan Fv maka dapat ditentukan nilai SMS dan SM1 sebagai berikut :

● SMS = Fa x SS ● SM1 = Fv x S1

SMS = 1,194 x 0,765 SM1 = 1,754 x 0,323

SMS = 0,913 SM1 = 0,567

6. Parameter Percepatan Spektral Desain


Untuk mencari nilai SDS dan SD1 ditentukan sebagai berikut :

● SDS = 2/3 x SMS ● SD1 = 2/3 x SM1

SDS = 2/3 x 0,913 SD1 = 2/3 x 0,567

SDS = 0,609 SD1 = 0,378

7. CRS
8. Kategori Desain Seismik
Berdasarkan 2.10 dan 2.11 yang menunjukkan nilai SDS ≥ 0,5 dan
nilai SD1 ≥ 0,2 maka dapat disimpulkan bawa kategori desain seismik
Apartmen Begawan adalah kategori desain seismik D.

9. Menentukan Nilai R, Cd dan Ωo


Berdasarkan tabel 2.12 dan diketahui Apartemen Begawan
Tlogomas Malang menggunakan sistem penahan gaya gempa seismik
berupa system rangka pemikul momen khusus dengan rangka beton
bertulang
pemikul momen khusus maka nilai R, Cd, Ω0 adalah sebagai
berikut :
R (Koefisien Modifikasi Respon) = 8
Ω0 (Faktor Kual Lebih Sistem) =3
Cd (Faktor Pembesaran Defleksi) = 5 1/2
hn (Batasan Tinggi Struktur) = TB (Tidak dibatasi)

10. Periode Fundamental Pendekatan


11. Evaluasi Ketidakberaturan Struktur
Ditinjau dari kriterianya tabel 2.13 dan 2.14 menunjukkan bahwa
ketidakberaturan horisontal pada apartemen Begawan masuk kedalam
kategori :

12. Prosedur Analisa Gaya Lateral


Apartemen Begawan masuk ke dalam kategori desain seismik D
dan memiliki bentuk yang tidak beraturan. Sehingga dapat ditentukan
nilai T berdasarkan tabel 2.15 sebagai berikut :
𝑆𝐷1
𝑇 < 3,5 𝑥
𝑆𝐷𝑆

0,378
𝑇 < 3,5 𝑥
0,609

Anda mungkin juga menyukai