Anda di halaman 1dari 12

International Journal of the Malay World and Civilisation (Iman) 4(1), 2016: 3 - 14

(http://dx.doi.org/10.17576/IMAN-2016-0401-01)

Transformasi Nilai Sistem Matrilineal Minangkabau dalam Penempatan Masyarakat Minang di


Negeri Sembilan, Malaysia

The Transformation of Cultural Values in Minangkabau Matrilineal System among Minang Settlement in
Negeri Sembilan, Malaysia.

Hermayulis, Hernadewita & Frengki Hardian

AbstrAk

Pull and push factor migrasi telah menimbulkan penempatan baru suku bangsa Minangkabau yang diyakini ditemukan
di Pulau sumatera yang semenjak tahun 1945 termasuk wilayah republik Indonesia. Migrasi merupakan pilihan hidup
dengan konsekuensi-konsekuensi yang mesti dihadapi. Di antara konsekuensi itu adalah terjadinya transformasi nilai-
nilai di daerah asal di penempatan baru. bila tidak ada transformasi nilai, maka nilai tersebut akan terbenam dan akan
tinggal menjadi sejarah bila hal itu digali oleh generasi yang akan datang. Persoalan yang dihadapi adalah generasi
yang tidak mewarisi nilai-nilai budayanya akan menjadi generasi yang tercerabut dari akar budayanya. Akibat lanjutnya
adalah akan timbul generasi yang kehilangan identitas. Untuk itu tulisan ini mengemukakan bagaimana transformasi
nilai-nilai pada sistem kekerabatan Minangkabau yang menjadi identitas bagi masyarakat pendukung adat Perpatih
di Negeri sembilan mengalami transformasi dan melalui proses akulturasi, sosialisasi dan enkulturasi. tulisan ini
diangkat dari melakukan kajian melalui pengamatan dan diskusi-diskusi dengan masyarakat di Negeri sembilan.
Daripada kajian ini diketahui bahawa Adat Perpatih diakui dan diupayakan untuk tetap dipertahankan sebagai identitas
masyarakat di kerajaan Negeri sembilan. Upaya untuk mengekalkan Adat Perpatih diupayakan dengan berbagai
cara, di antaranya melalui diskusi-diskusi, tulisan-tulisan, pada berbagai upacara adat, pada acara-acara penting
seperti dalam upacara perkahwinan dan ada juga dengan tetap membina tali kekerabatan dengan kerabat di daerah
asal walaupun sudah berbeda kewarganegaraan. Daripada kajian ini juga ditemukan bahawa migrasi menyebabkan
terjadinya perubahan atau perbedaan sistem kekerabatan Matrilineal Minangkabau di Indonesia dengan di Malaysia.
Perbedaan tersebut di antaranya didukung oleh adanya pilihan-pilihan yang dihadapi dalam proses transformasi
nilai di daerah asal dalam penempatan baru. Nilai-nilai pada sistem kekerabatan matrilineal Minangkabau semula
di daerah asal terbagi atas dua iaitu koto Piliang di bawah Datuk ketemanggungan dan bodi Caniago di bawah
Datuk Perpatih di transformasi menjadi adat temenggung dan Adat Perpatih. Adat Perpatih tetap mempertahankan
tradisi pewarisan garis keturunan matrilineal yang menghuni dan dikukuhkan di penempatan baru Negeri sembilan
dan ketemanggungan menjadi tradisi pewarisan garis keturunan patrilineal yang membuat penempatan di daerah
kerajaan negeri lainnya di Malaysia.

kata kunci: transformasi nilai; migrasi;hukum adat Minangkabau; sistem kekerabatan Matrilineal; Adat Perpatih;
Negeri sembilan

AbstrACt

the pull and push factor of migration has created a new settlement of Minangkabau tribe, which can be found in
sumatra island (as one of the Indonesia territory, since 1945). Migration caused number of consequences that must be
faced by the people. Among the consequences are the transformation of value at the origin area into the new settlement.
Without transformation of value, it will erode and will only be history. the next generation whose not inherit cultural
values will become generation that uprooted from their culture and they will lost their identity. this paper elaborates
the transformation of value among Minangkabau kinship relationship system as the identity of perpatih customary
through a process of acculturation, socialisation and enculturation. the case study is Negeri sembilan, Malaysia, as
one of perpatih customary community. this paper was compiled from the research and discussions with the community
members in Negeri sembilan. the result of this study noted that the perpatih customary was recognised and enabled to
remain preserved as the identity of community in Negeri sembilan. Various efforts made to maintain perpatih customary,
particularly through discussions, writings, variety of rituals, important occasions such as wedding ceremony and there
is also the continually build kinship relationship with relatives from the origin area of Minangkabau. this study also
found that the migration result of change and transformation in the Minangkabau matrilineal kinship systems among
Indonesia and Malaysia. the difference between them is supported by the availability of options encountered in the
4 Hermayulis, Hernadewita & Frengki Hardian

process of transformation in the area of the original in the new settlement. the value in Minangkabau matrilineal
kinship systems in the county was divided of koto Piliang under Datuk ketemanggungan and bodi Caniago under
Datuk Perpatih and they are transformed into temenggung and Perpatih customaries. Perpatih customary still maintain
the tradition of inheritance lineage occupying matrilineal and strengthened in the new settlements of Negeri sembilan,
while ketemanggungan as the patrilineal lineage inheritance traditions in other state of Malaysia district.

keywords: transformation value; migration; customary; Minangkabau; Matrilineal kinship relationship; Negeri
sembilan

PeNdAHuluAN dan yang dicita-citakan adalah hari ini lebih baik


daripada hari kelmarin dan hari esok lebih baik
Suku bangsa Minangkabau terkenal dengan budaya daripada hari ini, maknanya selalu ada upaya agar
merantaunya. Bagi masyarakat suku bangsa dan ada perubahan keadaan ke arah yang lebih baik di
penganut budaya Matrilineal Minangkabau, masa yang akan datang. Pada saat perubahan terjadi,
merantau akan berpengaruh kepada status sosial maka pihak yang mengalami perubahan dihadapkan
seseorang dalam keluarga, kaum kerabat dan kepada pilihan iaitu akan berubah secara langsung
masyarakatnya. Fenomena budaya ini merupakan atau akan menjalani secara perlahan-lahan. untuk
salah satu faktor pendorong bagi seseorang untuk itu tidak jarang muncul fenomena orang kaya baru
bermigrasi. Pull dan push factor migrasi telah (OKB), cultural shock, atau kehilangan akar budaya.
menimbulkan penempatan baru suku bangsa Seiring dengan manusia selalu berusaha berubah
Minangkabau di Negeri Sembilan, Malaysia. Migran dan berkembang ke arah yang diperhitungkan
dari Minangkabau ke Negeri Sembilan ditengarai lebih baik, maka perubahan dalam adat sebagai
pada pertengahan abad ke- 14. Migrasi apakah untuk salah satu unsur budaya adalah suatu hal yang
menetap mahupun untuk sementara waktu tidaklah tidak dapat dipungkiri dan dihindari mengiringi
menyebabkan para migran melepaskan atau terlepas perubahan tersebut. Pilihan yang telah ditetapkan
daripada nilai-nilai budaya yang telah dimiliki. oleh para migran yang akan mentransformasikan
Nilai-nilai budaya tersebut mestilah diwariskan nilai pada sistem kekerabatan matrilineal dengan
melalui proses yang berkelanjutan. dalam era penamaan tradisi Adat Perpatih dan bukan Adat
migrasi, transformasi nilai-nilai yang dibawa dari Temenggung, merupakan suatu proses enkulturasi
daerah asal akan menghadapi tantangan-tantangan yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan
dalam penerapannya, sehingga membuat para tempat penempatan dipilih. Pilihan ini diikuti oleh
migran memilih. Kelebihan yang dimiliki berupa ketegasan sikap bahawa dalam proses transformasi
akal, membuatkan risiko-risiko daripada pilihan nilai-nilai tersebut di Negeri Sembilan menganut
tersebut dapat diatasi dengan akulturasi, sosialisasi aturan adat “biar mati anak daripada mati adat”.
dan enkulturasi. Hal itu ditunjukkan dengan adanya daripada pilihan tersebut sekali gus ditegaskan
proses dan menetapkan nilai yang akan dipakai dan pelaksanaan nilai-nilai “adat basandi sarak syarak
selanjutnya ditaati dan ditransformasikan lagi kepada basandi kitabullah” bahawa yang berurusan dengan
generasi selanjutnya. Migran Minangkabau ke dunia iaitu adat harus dipertahankan sedemikian
Negeri Sembilan telah memilih mentransformasikan rupa, sementara yang berhubungan dengan sang
dan mengekalkan nilai-nilai pada sistem kekerabatan pencipta seperti mati tidak dapat ditentukan dan
Matrilineal dalam tradisi adat perpatih, sementara diupayakan oleh manusia. daripada adanya pilihan
tradisi adat ketemanggungan dipakai oleh migran nilai yang telah ditetapkan yang akan diterapkan
asal Minangkabau di kerajaan-kerajaan lainnya di dan dipertahankan, untuk ditransformasikan kepada
Malaysia, seperti di Melaka. generasi selanjutnya. dalam proses transformasi
Hidup itu pilihan. Pilihan yang pertama kali ini terdapat upaya penyesuaian dengan adanya
dihadapi manusia adalah hidup atau mati. Ketika pengaruh globalisasi. Hanya saja perubahan dalam
pilihan adalah “hidup”, maka pilihan tersebut disusul adat itu telah disikapi lebih awal dengan pepatah
oleh pilihan-pilihan selanjutnya iaitu senang, susah, adat (perbilangan adat terminologi adat Negeri
bahagia, celaka, merugi, atau beruntung. Ketika Sembilan atau dalam tradisi adat di Malaysia)
manusia memilih untuk hidup senang, bahagia dan “sakali aia gadang-sakali tapian barubah, namun
beruntung, maka konsekuensinya adalah berusaha barubah bakisa di lapiak nan sahalai”.
melakukan perubahan. Perubahan yang diharapkan
Hermayulis, Hernadewita & Frengki Hardian 5

PerKeMBANgAN dAN PeNgHIjrAHAN di daerah asal adat Minangkabau sebetulnya


MASyArAKAT HuKuM AdAT sudah terjadi juga pilihan nilai oleh masyarakat
MINANgKABAu Ke NegerI SeMBIlAN pada saat pembahagian dua kelarasan (Koto Piliang
dan Bodi Caniago). Pemisahan aturan adat yang
Pandangan beberapa peneliti dan ahli, di antaranya radikal menyebabkan masyarakat pada beberapa
Amin Sweeny (2011: 2) menyatakan bahawa aksara daerah yang terdapat di luhak Tanah datar tidak
lisan merupakan bukti sejarah yang tidak boleh dapat menerimanya dan tidak dapat memilih salah
dikesampingkan. Mengacu kepada pandangan ini, satu di antara keduanya, akhirnya menetapkan
maka menurut Tambo nenek moyangnya masyarakat percampuran daripada keduanya, dan menerapkan
yang dijuluki sebagai masyarakat adat Minangkabau kedua bentuk aturan yang ada yang akan berlaku di
berasal dari gunung merapi (lihat juga Muchtar
Naim, 1986: 61). diriwayatkan bahawa di gunung pantun adat berikut:
Merapi masyarakat ini terbagi atas 3 (tiga) kelompok “Pisang sikalek-kalek hutan,
yang ditentukan oleh nama tempat mengambil air Pisang tumbatu bagatah,
1
dan tempat mandi yang dinamakan dengan luhak Bodi Caniago inyo bukan,
(sumur). luhak-luhak tersebut adalah luhak Tanah Koto Piliang inyo antah.
datar, Agam dan lima Puluh Kota (koto) (dt. Ciri daerah ini adalah balanggam koto
Maruhun & dt. Bagindo Tan Ameh, t.th: 13) dari Piliang, ba adat bodi Caniago (bergaya atau
3 (tiga) daerah ini kemudian terjadi perpindahan ke mempunyai struktur masyarakat Koto Piliang tetapi
3 (tiga) daerah, yang pertama iaitu ke daerah yang memperlakukan adat Bodi Caniago). Sehingga
kemudian dijuluki Tanah datar dan lebih dikenal adanya penggabungan antara adat bajanjang naiak,
dengan Luhak tanah Datar. daerah ini diakui batanggo turun dengan musyawarah-mufakat.
sebagai luhak nan tuo (tertua) di Minangkabau. Wilayah yang termasuk kelompok ini adalah saliliek
Kemudian disusul dengan perpindahan ke daerah (sekeliling) Batang Bangkaweh mulai dari guguk
yang dijuluki sebagai Luhak Agam yang terletak Sikaladi hilir sampai ke Bukit Tumasu Mudik.
di sebelah barat kaki gunung Merapi. Terakhir daerah-daerahnya adalah 8 (delapan) Koto di
adalah ke luhak limo puluah koto. lima keluarga atas (yang terdiri dari; guguk, Sikaladi, Pariangan
di antara anggota rombongan terakhir tersebut Padang Panjang, Koto Baru, Sialahan, Koto Tuo,
melanjutkan perjalanan sampai ke hilir sungai Batu Basa) dan Tujuh Koto di bawah (yang terdiri
yang kemudian dikenal dengan Kampar Kanan, dari; galo gandang, Padang luar, Turawan,
dengan nagari yang pertama didirikan di daerah ini Balimbing, Kinawai, Sawah Kareh dan Bukit
adalah Kuok dan Bangkinang. daerah ini kemudian Tummasu) (St. Mahmoed & A.M. rajo Panghulu
dikenal dengan 5 Koto. Ketiga daerah tersebut 1978: 34-35).
2
kemudian dibagi atas 2 (dua) laras , yang dikenal laras tersebut kemudian di bagi dalam bentuk
3
dengan Laras koto Piliang dipimpin oleh datuk nagari-nagari baru. Nagari yang tertua adalah nagari
3
Ketumanggungan dan Bodi Caniago dipimpin Pariangan dan nagari yang pertama dibentuk di
oleh datuk Perpatih Nan Sabatang. dengan Minangkabau adalah nagari Sungai Tarab di luhak
terbentuknya laras nan duo, maka Minangkabau Tanah datar, dengan penghulunya adalah datuk
terkenal dengan luhak nan tigo, laras (lareh) nan Bandaro Putieh, kemudian dilanjutkan dengan
duo. luhak menunjukkan pembahagian daerah pembentukan nagari di luhak Agam dan limo
berdasarkan asal dan perkembangan masyarakat, Puluah Koto (St. Mahmoed & A.M. rajo Panghulu
sedangkan laras (lareh) menunjukkan pembahagian 1978: 24). Nagari yang dibentuk di luhak Agam
bentuk peraturan yang berlaku dan pada tahap adalah Biaro dengan penghulunya datuk Bandaro
selanjutnya akan menentukan bentuk kepemimpinan Panjang, Baso dengan penghulunya datuk Bandaro
(dalam ketatanegaraan akan merupakan ciri-ciri Kunieng, sedangkan nagari yang dibentuk di luhak
bentuk pemerintahan) dan bentuk hubungan antara limo Puluah Koto adalah Situjuh, Batuhampa, Koto
masyarakat dengan pemimpinnya. ditengarai Nan gadang, dan Koto nan Ampek. Pada ke empat
bahawa dalam perkembangannya kelarasan Koto nagari ini diangkat dua orang penghulu iaitu datuk
Piliang cenderung kepada sistem aristokrat, rajo Nun dan datuk Sadi Awal.
sedangkan kelarasan Bodi Caniago lebih kepada dikaitkan dengan konsep “demografi”,
sistem konfederasi. perpindahan penduduk dari pinggang gunung
6 Hermayulis, Hernadewita & Frengki Hardian

Merapi dan kemudian membentuk luhak Tanah (dalam Adat Perpatih 2007) mengistilahkan
datar, Agam dan limo Puluah Koto, dapat kedatangan generasi kedua dan ketiga dari Siak
dinyatakan telah terjadinya migrasi. Mencari ke Negeri Sembilan sebagai “pelarian” dari luhak
daerah penempatan baru merupakan tuntutan nan Tigo karena alasan sosiobudaya dan ekonomi.
daripada pertambahan jumlah anggota kelompok. Pada awal kedatangan dinyatakan melalui tiga
Baik pertambahan jumlah tersebut memerlukan jalur utama iaitu Temasik, Sungai linggi, Sungai
daerah baru atau sumber pemenuhan kebutuhan Muar, jalan Penarikan, dan kedatangan selanjutnya
hidup yang selalu meningkat. Bagi masyarakat adat melalui jalur Segenting langkap, Sungai Teriang
Minangkabau, pemenuhan kebutuhan hidup tersebut serta melalui Sungai langat (Noorhalim Ibrahim
diupayakan dengan mencarinya di luar penempatan dalam Adat Perpatih 2007). Migrasi yang agak
atau di luar daerah permukiman mereka. Fenomena besar tiba di rembau dan Naning sekitar tahun 1260
ini kemudian popular dengan sebutan “merantau”. (1849: 155). Kedatangan migran secara estafet dari
Merantau merupakan budaya yang dianut di Minangkabau ini diketahui dari kedatangan para
kalangan masyarakat adat Minangkabau (Muchtar migran dari Siak pada akhir abad ke-12. Perantau
Naim 1986: 61). Perpindahan yang dilakukan oleh dari Siak ini ditengarai adalah generasi kedua dan
masyarakat asal Minangkabau ini dapat dinyatakan ketiga keturunan Minangkabau tiba di Sungai linggi
merantau tahap pertama, sedangkan merantau tahap (Norhalim Ismail 2007). ertinya rantau tahap ketiga
ke dua dilakukan ke daerah sekeliling luhak Nan telah melahirkan rantau tahap keempat bagi suatu
Tigo. Merantau tahap kedua telah dilakukan sebelum kelompok seperti dari Siak tersebut. Hal ini dapat
abad ke-6, semenjak itu telah terjadi gelombang difahami karena pengangkutan yang digunakan
“merantau” tahap ketiga yang meliputi daerah atau adalah melalui darat dengan alat pengangkutan
wilayah “rantau” yang oleh Muchtar Naim (1979 seadanya atau mungkin hanya dengan jalan kaki
: 66) dinyatakan sebagai daerah “koloni. daerah dan melalui sungai. untuk sampai ke Semenanjung
tersebut tidak hanya meliputi daerah-daerah di sudah barang tentu melayari lautan. jalan laut yang
sekitar luhak nan Tigo (yang merupakan kampung paling dekat adalah di Tamasek dan johor, serta
halaman atau daerah asal orang Minangkabau), Melaka, melalui Kepulauan riau (sekarang).
tetapi telah meliputi daerah yang lebih jauh sampai
ke pesisir pantai barat iaitu; Sikilang Air Bangis
ke utara, ke selatan ke Muko-Muko dan Bengkulu. TrANSFOrMASI NIlAI PAdA SISTeM
Ke utara Agam iaitu ke Pasaman, lubuksikaping KeKerABATAN MATrIlINeAl
dan rao sampai ke perbatasan Mandahiling. Ke MINANgKABAu dI NegerI SeMBIlAN
selatan dan tenggara luhak Tanah datar iaitu
ke daerah Solok-Selayo, Muara Panas, Alahan Mencari daerah dan membuat penempatan baru
Panjang-Muara labuh, Alam Surambi-Sungai Pagu merupakan peristiwa demografi yang selalu
dan Sawah lunto-Sijunjung sampai ke perbatasan terjadi dalam kalangan masyarakat Minangkabau,
riau dan jambi (Muchtar Naim 1979: 61). Bahkan sehingga akhirnya dikenal rantau sampai ke
dalam abad ke-16 telah menyeberangi selat Melaka Semenanjung. di antara daerah Semenanjung yang
seperti yang diamati oleh Albuquerque (j.d. jong dijadikan penempatan baru oleh para migran dari
1971: 334), dikemukakan bahawa pada tahun 1512 Minangkabau dan terjadinya proses transformasi
telah berdatangan “imigran” Minangkabau ke nilai-nilai pada sistem kekerabatan Minangkabau di
kota “takluknya”. daerah rantau tahap ketiga ini daerah penempatan baru adalah di Negeri Sembilan.
disebut juga dengan “rantau nan tigo jurai”, yang Telah dikemukakan bahawa dalam sejarah
terdiri dari hulu sungai Batang Hari, hulu sungai penghijrahan masyarakat adat Minangkabau ke
Batang Kuantan, dan hulu sungai Kampar Kiri. Semenanjung terjadi secara bertahap. di kalangan
upaya untuk memperluas daerah penempatan baru masyarakat adat Minangkabau, yang merantau pada
lebih nyata dengan keberadaan imigran-imigran mulanya adalah laki-laki terutama yang muda, hal
dari Minangkabau di Naning Negeri Sembilan ini dinyatakan dalam pantun adat:
(Wilkinson 1971 dalam Muchtar Naim 1971: 69). Karatau madang kahulu
Kedatangan perantau dari Minangkabau ke Babuah babungo balun,
Semenanjung Tanah Melayu tidak dilakukan sekali Karantau bujang dahulu,
gus tetapi secara bertahap dan melalui jalur yang di rumah baguno balun.
berbeda-beda dan secara estafet. Noorhalim Ibrahim
Hermayulis, Hernadewita & Frengki Hardian 7

untuk itu, fenomena yang tidak dapat dielakkan bertemu dengan nilai yang dibawa oleh migran
adalah terjadinya perkahwinan dengan perempuan dari Minangkabau terjadinya suatu proses sosial.
penduduk asli (orang asli) daerah tempatan. Orang Oleh Abdul Samad Idris (1990: 32) pertemuan dua
asli daerah ini disebut suku kaum Sakai, Semang budaya ini dinamakan dengan pertembungan dua
dan jakun. Mereka hidup berpindah (nomad) dan budaya, iaitu budaya Minangkabau dan penduduk
memenuhi kebutuhan hidup daripada berburu asli Negeri Sembilan (orang-orang asli atau Proto
dan meramu daripada kemudahan alam, dan ada Melayu) telah melahirkan budaya (tamadun)
yang mulai bertani. Keturunan yang lahir daripada yang lebih cenderung menerapkan aturan hidup
perkahwinan tersebut menimbulkan fenomena Minangkabau sehingga melenyapkan satu sama lain
terbentuknya suku Biduanda. Suku Biduanda adalah budaya dan sistem sosial penduduk asli.
pewaris asal Negeri Sembilan dan pemimpin hanya Setiap masyarakat mempunyai kebudayaan
dipilih daripada suku ini (Mohd Shah bin Mohd yang secara kontinum ditaati, dipertahankan dan
Said al-Haj 2000). diajarkan daripada generasi ke generasi berikutnya.
Pada awalnya orientasi merantau bagi disedari atau tidak, di sengaja atau tidak pada suatu
masyarakat hukum adat Minangkabau adalah untuk masyarakat akan selalu terjadi proses mengajarkan
kembali ke kampung. dengan adanya fenomena kebudayaan dan ini yang dinamakan dengan
melangsungkan perkahwinan di rantau dengan transformasi nilai-nilai pada kebudayaan atau
orang asli, sudah barang tentu suatu waktu rumah pewarisan kebudayaan. unsur kebudayaan tersebut
tangga yang dibina di rantau akan ditinggalkan. adalah sistem bahasa, sistem peralatan hidup dan
Apatah itu di tinggal untuk sementara waktu atau teknologi, sistem ekonomi dan mata pencarian
untuk waktu yang lama untuk pulang ke kampung di hidup, sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial,
Minangkabau, bahkan mungkin tidak kembali lagi ilmu pengetahuan, kesenian dan sistem kepercayaan
ke rantau karena menikah lagi di kampung halaman. unsur-unsur kebudayaan ini oleh Kuntjaraningrat
Fenomena menikah lagi di kampung halaman (1992) dijabarkan ke dalam beberapa bahagian iaitu:
bagi seorang laki-laki Minangkabau yang pergi 1. Sistem bahasa lisan dan tulis.
merantau masih berlangsung sampai awal tahun 2. Sistem pengetahuan. Pengetahuan tentang alam
1970-an. Setidaknya sampai diberlakukan undang-
5
undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkahwinan . mentah, tentang tubuh manusia, kelakuan
dalam kondisi demikian, maka anak akan lebih sesama manusia, tentang ruang, waktu dan
dekat dengan ibu dan keluarga ibunya. daripada bilangan.
fenomena ini secara di sengaja atau tidak telah 3. Organisasi sosial terdiri daripada sistem
terjadi transformasi nilai pada sistem kekerabatan kekerabatan, sistem kesatuan hidup setempat,
matrilineal Minangkabau, sehingga pada tahap ini asosiasi perkumpulan, sistem kenegaraan.
terjadi akulturasi antara kebudayaan masyarakat asli 4. Sistem peralatan dan teknologi, meliputi
dengan masyarakat migran. Akulturasi adalah suatu alat-alat produktif, alat-alat distribusi dan
proses sosial pada saat suatu kelompok manusia transportasi, wadah dan tempat perhiasan,
dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan,
unsur daripada suatu kebudayaan asing. Kebudayaan dan tempat berlindung dan perumahan, senjata.
asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam 5. Sistem mata pencarian hidup terdiri daripada
kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan berburu dan meramu, perikanan, bercucuk
hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. tanah di ladang, bercucuk tanah menetap,
daripada fenomena akulturasi yang terjadi pada penternakan, dan perdagangan.
penghijrahan suku Minangkabau dan terjadinya 6. Sistem religi terdiri daripada sistem kepercayaan,
penerimaan nilai pada sistem kekerabatan matrilineal kesusasteraan suci, sistem upacara keagamaan,
Minangkabau dan tidak diketahui adanya kesan kelompok keagamaan, ilmu gaik, dan sistem
penolakan. Fenomena ini dapat dinyatakan sebagai nilai dan pandangan hidup.
telah terjadinya akulturasi. Oleh beberapa peneliti 7.
tentang Negeri Sembilan ini ditengarai bahawa pahat, lukis, seni rias, seni instrumen, seni
masyarakat asli telah menganut nilai-nilai budaya kesusasteraan dan seni drama.
pada sistem kekerabatan matrilineal. untuk itu,
begitu terjadi perjumpaan nilai budaya, maka Transformasi nilai yang akan diungkapkan
nilai budaya tersebut melebur, sehingga pada saat pada tulisan ini adalah berkaitan dengan sistem
8 Hermayulis, Hernadewita & Frengki Hardian

sosial dan lebih khusus lagi adalah pada sistem dan perkahwinan. dalam proses belajar kebudayaan
kekerabatan. dalam pengkajian kebudayaan unsur- manusia tentunya tidak begitu saja menerima apa
unsur itu tidak dapat dipisahkan satu sama lain. adanya. Ia akan selalu menggunakan daya nalarnya
untuk itu pada tulisan ini akan juga menyinggung untuk memahami, menyelami, memilih, dan
unsur kebudayaan lainnya untuk memberi lebih melaksanakan apa yang menurut pandangannya
pertegasan unsur kebudayaan yang sedang baik. Biasa saja yang ia lakukan sedikit berbeda
diungkapkan, namun tetap dalam konteks sistem atau berbeda sama sekali dengan yang diajarkan
kekerabatan. Membicarakan sistem kekerabatan oleh kebudayaan atau masyarakatnya. Perbedaan
dalam masyarakat hukum adat Minangkabau ini awalnya bisa menimbulkan konflik dalam
tidak terlepas daripada membicarakan kesatuan masyarakat, namun jika kemudian dapat saling
hidup setempat atau komunitas. Koentjaraningrat
(1992: 161) mengungkapkan bahawa komunitas Proses transformasi budaya dapat dilakukan melalui
adalah kesatuan sosial yang terjadi bukan karena ucapan, sikap, atau perilaku yang sudah terpola.
adanya ikatan kekeraban sebagaimana kelompok Berikut ini dikemukakan nilai-nilai pada sistem
kekerabatan, akan tetapi karena ikatan tempat kekerabatan matrilineal Minangkabau yang di
kehidupan. lebih lanjut dinyatakan bahawa orang transformasi pada masyarakat di Negeri Sembilan.
yang tinggal bersama di suatu wilayah tertentu Bertitik tolak daripada makna kekerabatan sebagai
belum dapat dikatakan community bila mereka tidak hal yang menyangkut hubungan hukum antara
merasakan terikat oleh perasaan bangga dan cinta orang dalam pergaulan hidup, maka transformasi
kepada wilayahnya, sehingga mereka segan untuk nilai-nilai pada sistem kekerabatan matrilineal yang
tinggal di wilayah yang lain. dikemukakan pada tulisan ini adalah meliputi:
etimologi daripada terminologi kekerabatan 1. Organisasi Kemasyarakatan
berasal daripada bahasa Arab iaitu kata karib, Bentuk organisasi kemasyarakatan pada
yang terbentuk dari 3 suku kata, iaitu “qaf, ra, dan masyarakat adat Minangkabau terbagi 3 iaitu
ba” menjadi kata “quraba, quruba, qurbaan wa struktur Koto Piliang, Bodi Caniago, dan
qurbaanan”, yang ertinya dekat, atau sesuatu yang percampuran antara Bodi Caniago dan Koto
mendekatkan sesuatu dengan yang lainnya. Ikatan Piliang. Ketiga struktur ini menganut sistem
kekerabatan itu timbul karena adanya rasa saling kekerabatan matrilineal. Pada Koto Piliang yang
dekat, walaupun wilayahnya berbeda dan jaraknya dipimpin oleh datuk Ketumanggungan, struktur
jauh. Itulah yang terjadi pada sistem kekerabatan masyarakat adalah bajanjang naiak batanggo
matrilineal Minangkabau. turun dan pada Bodi Caniago yang dipimpin oleh
Nilai- nilai tersebut telah disepakati dan datuk Perpatih Nan Sabatang struktur masyarakat
tertanam dalam lingkup organisasi, lingkungan duduk sama rendah tegak sama tinggi dan semua
masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, diputuskan berdasarkan musyawarah mufakat,
kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan sedangkan pada penggabungan keduanya
karakteristik tertentu yang dapat membedakan satu struktur masyarakatnya bajanjang naiak
dan lainnya sebagai acuan perilaku dan tanggapan batanggo turun dan duduk samo randah tagak
atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi dalam samo tinggi. Struktur organisasi kemasyarakatan
masyarakat matrilineal Minangkabau. ini adalah:
Sebagai salah satu unsur kebudayaan, sistem a) Jurai. jurai diertikan juga dengan keluarga
kemasyarakatan mempunyai nilai-nilai budaya yang “se-dapur” (Iskandar Kemal 1965: 29).
ditransformasikan. Nilai-nilai budaya merupakan jurai akan dipimpin oleh mamak.
nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam b) Paruik. Paruik terhimpun tidak lebih dari
suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan lima generasi ibu ke atas Paruik (Iskandar
masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, Kemal 1965: 29), dipimpin oleh mamak
kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan c) suku. Suku merupakan gabungan atas
karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu beberapa paruik, yang dipimpin oleh
dan lainnya sebagai acuan perilaku dan tanggapan penghulu. di Minangkabau terdapat 4 suku
atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi. Nilai- asal iaitu Koto, Piliang, Bodi dan Caniago.
nilai yang ditransformasikan tersebut di antaranya Suku-suku ini kemudian berkembang atau
berkaitan dengan tata kekerabatan, organisasi di pecah-pecah sesuai dengan aturan adat
kemasyarakatan, organisasi politik, tata hukum, gadang manyimpang-leba basibiran, dan
Hermayulis, Hernadewita & Frengki Hardian 9

nagari pun di pecah-pecah sehingga di i. Perut. Perut adalah unit yang terkecil di
sinyalir terdapat lebih kurang 400 buah mana anggota sesuatu perut itu adalah
suku di Minangkabau (Sumatera Barat). berasal dari moyang (keturunan perempuan)
Pemecahan ini tetap merujuk kepada suku yang sama. Mereka ini sangat erat dan
asal (suku yang empat). Setiap nagari biasanya tinggal di suatu perkampungan
akan mempunyai pemecahan suku yang atau kawasan yang sama. Setiap perut
berbeda-beda, namun tetap dalam koridor mempunyai seorang ketua yang dinamakan
suku yang empat. Pecahan tersebut kadang (diberi gelar) buapak. Buapak dipilih oleh
kala tidak lagi menunjukkan adanya nama anggota perut.
suku asli yang empat, seperti menjadi: Suku ii. suku. Suku terbentuk dari beberapa perut
Piboda, Suku Pitopang, Suku Tanjung, yang menjadikan keluarga tersebut semakin
Suku Sikumbang, Suku guci, Suku besar. Suku diketuai oleh seorang ketua
Panai, Suku jambak, Suku Panyalai, Suku yang digelar Dato’ Lembaga. Suku-suku di
Kampai, Suku Bendang, Suku Malayu, Negeri Sembilan diberi nama sesuai dengan
Suku Sipisang, Suku Bendang, Suku daerah asal para migran. Suku-suku tersebut
Kutianyie, Suku Payobada, Suku Pitopang, berjumlah 12 suku, iaitu: Suku Biduanda
Suku Mandailiang, Suku Mandaliko, Suku (dondo), Batu Hampar (Tompar), Paya
Sumagek, Suku dalimo, Suku Simabua, Kumbuh (Payo Kumboh), Mungkal, Tiga
Suku Salo, Suku Singkuan. Nenek, Seri Melenggang (Somolenggang)
d) Nagari. Nagari sebagai kesatuan genealogis Seri lemak (Solomak), Batu Belang, Tanah
territorial pada masyarakat hukum datar, Anak Acheh, Anak Melaka dan Tiga
adat Minangkabau. Nagari terbentuk Batu. Berbeda dengan di daerah asalnya,
dari gabungan suku (iaitu 4 suku pada suku-suku ini tidak ditetapkan mengacuk
mulanya) dan kemudian menjadi wilayah kepada suku; Koto, Piliang, Bodi dan
administratif. dengan diperlakukan Caniago. Suku lebih ditetapkan berdasarkan
undang-undang No. 5 tahun 1979, nagari nama daerah asal para migran. Suku-suku
di Minangkabau tidak lagi menjadi wilayah ini juga tidak mengalami perkembangan
administratif sampai akhirnya diperlakukan seperti halnya di daerah asal, tetapi tetap
undang-undang No. 22 tahun 1999 dan dipertahankan keberadaannya sampai
dengan Peraturan daerah No. 9 tahun 2001, sekarang.
nagari kembali diakui sebagai suatu daerah iii. Luak. luak adalah unit sosiopolitik wilayah
administratif. administratif dari segi adat. di Negeri
Sembilan terdapat empat luak utama
Pada tahap awal diakui bahawa migran dari iaitu rembau, Sungai ujung, johol dan
Minangkabau kebanyakan datang dari Tanah jelebu. Setiap luak diketuai oleh seorang
datar dan Payakumbuh. di Negeri Sembilan Undang. Selain dari empat luak utama ini
sebagai daerah rantau, memilih struktur ada lagi luak yang dinamakan Luak tanah
organisasi yang dipimpin oleh datuk Perpatih Mengandung. luak Tanah Mengandung
Nan Sabatang, dan menamakan struktur terdiri dari lima luak kecil di Seri Menanti
organisasi yang dipilih sebagai Adat Perpatih. iaitu luak Inas, luak ulu Muar, luak
dari fenomena ini dapat dinyatakan bahawa gunung Pasir, luak Terachi dan luak
para migran ini datang dari luhak Tanah jempol. Setiap luak kecil ini diatur oleh
datar dan luhak lima Puluh yang menganut seorang ketua yang bergelar Penghulu
sistem kelarasan Bodi Caniago, sehingga di Luak.
Negeri Sembilan terjadi transformasi nilai
dengan menyesuaikan dengan lingkungan di Keberadaan struktur organisasi masyarakat
daerah baru dengan tidak lagi memakai sistem matrilineal Minangkabau di Negeri Sembilan
kelarasan tetapi langsung menggunakan nama dinyatakan juga dalam bentuk gurindam, yang
pemimpin yang ajarannya mereka anut dan berbunyi:
setujui. raja beralam
Struktur organisasi masyarakat matrilineal Penghulu berluak
Minangkabau di Negeri Sembilan adalah: lembaga berlingkungan
10 Hermayulis, Hernadewita & Frengki Hardian

Buapak beranak buah dan terakhir adalah nagari. Nagari merupakan


Anak buah duduk bersuku-suku percampuran beberapa koto yang memenuhi
Berapa sukunya?
dua Belas!
berikut:
Telah dikemukakan bahawa telah terjadi “Basawah baladang,
transformasi nilai dari daerah asal ke daerah batambak bapanyabungan,
penempatan baru. Transformasi dilakukan juga badusun bagalanggang,
dilakukan dengan melakukan pilihan-pilihan. baparik nan tarantang,
Pilihan tersebut menyebabkan terjadinya baitiak baayam.”
baranak bakamanakan,
perbedaan-perbedaan dengan di daerah asal,
baayam bakambiang,
seperti yang telah dikemukakan di atas. batabek batanam-tanaman,
bakorong bakampuang,
2. Tata Hukum bacupak bagantang,
Telah dikemukakan pada bagian terdahulu baradat balimbago,
tulisan ini bahawa masyarakat matrilineal bataratak ba kapalo koto,
babalai bamusajik,
Minangkabau terbagi atas 3 balanggam koto balabuah bagalanggang,
Piliang, ba adat bodi Caniago (bergaya atau batapian tampek mandi,
mempunyai struktur masyarakat koto Piliang bapanghulu kaampek suku untuk mamintak hukum
tetapi memperlakukan adat bodi Caniago). adat bak kawi .”
Sehingga adanya penggabungan antara adat Pada suatu nagari harus terdapat 4 buah
bajanjang naiak, batanggo turun dengan suku, masing-masing suku dipimpin oleh satu
musyawarah-mufakat. untuk itu terdapat tiga orang penghulu. Pada saat suku yang empat ini
bentuk aturan adat pada sistem kekerabatan berkembang, maka penghulu suku yang empat
matrilineal Minangkabau di daerah asal. ini dinamakan Penghulu Pucuk. Penghulu
Sementara itu di Negeri Sembilan hanya satu pucuk inilah yang harus selalu hadir dalam
aturan adat yang digunakan iaitu adat Perpatih. kerapatan atau dalam musyawarah adat.
Aturan adat di Minangkabau tidak
3. Organisasi Politik menerapkan dan tidak dikaitkan dengan sistem
dalam sejarah Minangkabau ada kerajaan, kerajaan seperti halnya di Negeri Sembilan.
namun kerajaan tidak berpengaruh banyak Nilai-nilai yang ada daripada hadirnya kerajaan
terhadap hubungan kekerabatan matrilineal Pagar ruyung yang diperintah oleh raja
Minangkabau dalam konsep hubungan yang Aditiyawarman tidak terakulturasi dengan sistem
diatur dalam adat iaitu “kamanakan barajo ka kekerabatan matrilineal Minangkabau. Hal itu
mamak mamak barajo ka panghulu-panghulu ditunjukkan dengan berakhirnya kerajaan Pagar
barajo ka nanbana sasuai jo alua dan patuik. ruyung, menjadikan suatu fenomena kerajaan
Pola pemerintahan pada masa pemerintahan yang pernah ada di Minangkabau. Fenomena
Adityawarman di kerajaan Pagar ruyung tidak ini masih perlu dikaji lebih mendalam, apatah
banyak menyebabkan perubahan dalam struktur hal itu disebabkan oleh raja di kerajaan itu
kehidupan masyarakat. Masyarakat tetap hidup bukanlah berasal daripada keturunan datuk
sesuai dengan pola dan struktur yang telah Ketumanggungan dan datuk Perpatih Nan
mereka miliki, bahkan datuk Ketumanggungan Sabatang. untuk itu kehidupan “berkerajaan
dan datuk Perpatih Nan Sabatang secara dan beraja” tidak menjadi melembaga dalam
tidak sengaja menetapkan dan memperkuat kehidupan masyarakat di Minangkabau. untuk
pola hubungan mamak - kemenakan dengan itu pepatah adat: kamanakan barajo ka mamak,
membentuk aturan pewarisan menurut garis mamak barajo ka panghulu, panghulu baraja
keturunan pada sistem kekerabatan matrilineal. ka nan bana sasuai jo alua dan patuik” yang
Hal ini tertuang di dalam aturan adat batali menunjukkan status “rajo” adalah berada
cambua. dalam konteks hubungan kekerabatan, bukan
Organisasi politik menjadi dasar dalam dalam konteks hubungan dalam ketatanegaraan
pembentukan nagari-nagari di Minangkabau. (publik).
Ikatan teritorial yang paling rendah adalah
taratak, disusul oleh kampung, lebih lanjut koto,
Hermayulis, Hernadewita & Frengki Hardian 11

di Negeri Sembilan sebagai daerah rantau dusun. Hal ini dinyatakan dalam pantun adat,
menerapkan sistem beraja dan ini sesuai yang berbunyi:
dengan pantun adat yang berbunyi, kampuang Taratak mula dibuat,
ba panghulu, rantau barajo. Nilai ini dibawa, Sudah taratak menjadi kampung,
bahkan dipertahankan dengan mendatang Sudah kampong menjadi dusun,
(menjemput) raja dari Minangkabau (daerah Sudah dusun menjadi kota (penulis koto),
asal). Sistem politik “beraja” ini di Negeri Sudah Kota manjadi negeri
Sembilan tetap utuh. Itu juga disebabkan oleh Noorhalim Ismail (dalam Adat Perpatih)
sistem pemerintahan di Malaysia telah memilih mengaitkan pembentukan kerajaan rembau
bentuk pemerintahan beraja dan berparlimen. dengan pembentukan negeri di Negeri Sembilan,
dari segi organisasi politik, Noorhalim sehingga dinyatakan bahawa pembentukan
(dalam Adat Perpatih 2007:16) mengemukakan taratak menjadi negeri menghabiskan waktu +
bahawa kedatangan perantau dari luhak nan 2 abad seperti pada jadual 1.
Tigo terjadi sebelum abad ke-14 dan membuka
taratak, kemudian kampung dan selanjutnya

jAduAl 1. Metamorfosis Pembangunan Kerajaan rembau

No. Proses metamorphosis berdasarkan Pantun (proses metamorphosis mengikut Perbilangan) Tahun terjadi (Tarikh berlaku)
1. Taratak mula dibuat Abad ke-12
2. Sudah teratak menjadi kampung Abad ke-13 (1260)
3. Sudah kampung menjadi dusun Abad ke-14 (1330)
4. Sudah dusun menjadi kota Tahun 1520-an
5. Sudah kota menjadi negeri Tahun 1540

sumber: Noorhalim Ismail dalam Adat Perpatih (2007:17)

4. Tata Kekerabatan dan Perkahwinan g. dalam perkahwinan suami tinggal di rumah


Kekerabatan pada masyarakat matrilineal kaum isteri (matrilocal marriage or visit of
Minangkabau adalah garis keturunan menurut husband to his wife),
garis keturunan ibu. Pada garis keturunan ibu h. Warisan diturunkan daripada mamak
terdapat pembahagian peran antara laki-laki kepada anak daripada saudara perempuan
dan perempuan. Ciri-ciri atau karakteristik (kemenakan) (succession of dignities from
hubungan kekerabatan matrilineal seperti yang mother brother to sister son).
dikemukakan oleh j. de jong (1960 : 84),
lihat juga Muhammad radjab (1969). Ciri-ciri Mengacu kepada ciri-ciri tersebut, maka
tersebut adalah: syarat atau nilai yang disepakati untuk
a. Keturunan menurut garis ibu (matrilineal dinyatakan sebagai orang Minangkabau adalah:
descent), a. Basuku, bamamak, bakamanakan
b. Suku terbentuk menurut garis ibu b. Barumah gadang
(matrilineal clan), c. Basasok bajarami
c. Kahwin harus keluar suku (clan-exogamy), d. Basawah baladang
d. Balas dendam adalah kewajiban seluruh e. Bapandan pakuburan
anggota kaum (vendetta as a duty of entire f. Batapian tampek mandi
clan),
e. Kekuasaan secara teoretis di tangan Ciri-ciri tata kekerabatan pada masyarakat
ibu, walaupun jarang dilaksanakan (clan matrilineal Minangkabau di Negeri Sembilan
authority theoretically in hands of the adalah:
“mother”, but rarely exercised by her in a. Keturunan menurut garis ibu (matrilineal
practice), descent).
f. Adanya kekuasaan mamak (saudara laki- b. Seseorang akan menjadi anggota suku
laki ibu) (authority of mother’s brother), ibunya (matrilineal clan).
12 Hermayulis, Hernadewita & Frengki Hardian

c. Kahwin harus keluar suku (clan-exogamy). mempertentangkan kehidupan tradisional dan


Perkahwinan seperut atau sesuku adalah modern, merupakan kerangka analisis dan metode
dilarang. Hubungan dalam sesuatu perut penelitian dan pembahasan suatu masalah sosial
dan suku adalah erat, laki-laki akan yang perlu dipertimbangkan untuk suatu kondisi.
menganggap pertemuan adalah saudara roscoe Pound (1986) mengisyaratkan bahawa
perempuannya dan begitu sebaliknya. berlakunya suatu aturan tersebut tidaklah dapat
d. Perempuan mewarisi pusaka (pusako) ditetapkan kepada semua masyarakat karena terikat
berupa harta daripada ibu, dan laki-laki waktu dan tempat (time and place) dan setiap
menyandang saka (sako) atau gelar adat. masyarakat mempunyai kebudayaan (civilization).
e. dalam perkahwinan suami tinggal di rumah Kebudayaan tersebut dinyatakan sebagai jiwa
ibu si isteri (matrilocal marriage or visit of bangsa oleh C van Vollenhoven (1925). untuk itu
husband to his wife). mempertentangkan antara tradisional dan moderen,
dan menyatakan bahawa yang tradisional adalah
yang kuno dan sudah masanya ditinggalkan, adalah
MASIH SIgNIFIKAN MeMBICArAKAN suatu analisis yang perlu diteliti dengan hati-hati.
ATurAN AdAT dAlAM erA Adakah kebudayaan yang merupakan budaya atau
glOBAlISASI? jiwa bangsa ini akan dihilangkan?
Menurut Shamsul Amri (dalam Adat Perpatih
diskusi tentang hal ini sengaja penulis tampilkan 2007: 250), pemikiran seperti itu berasal daripada
untuk memulai diskusi-diskusi lebih lanjut tentang cara orang eropah membedakan dirinya dengan
kekayaan budaya adat matrilineal Minangkabau. bukan eropah. lebih lanjut dinyatakan bahawa orang
Masyarakat ini terkenal sebagai masyarakat eropah menganggap bahawa diri mereka moden,
matrilineal terbesar di dunia, demikian pada maju, sophisticated, beradab, terkemuka, sedangkan
umumnya para peneliti organisasi sosial atau sistem orang bukan eropah adalah kolot, mundur, primitif,
kekerabatan dalam masyarakat Minangkabau
baik dalam mahupun luar negeri akan memberi Amri lebih lanjut mengikatkan bahawa dengan
kesimpulan demikian, seperti: Willinck 1909; pandangan ini telah dijadikan alasan oleh orang
josselin de jong 1967; Muchtar Naim 1979 dan eropah untuk menjajah orang bukan eropah agar
lain-lainnya. Banyak lagi peneliti dan peminat beradab, dimajukan dan diselamatkan daripada
dalam pengkajian Asia Tenggara yang tertarik dan kemunduran dan kegelapan hidup. Pandangan ini
berdatangan ke tanah Minangkabau. Sementara oleh patut kita renungkan dan disikapi dalam menentukan
sebahagian kalangan masyarakat termasuk beberapa jati diri dan mempertahankan identitas. Hal ini untuk
masyarakat matrilineal Minangkabau sendiri menghindari masyarakat kehilangan budaya dan
menyatakan bahawa tradisi adat Minangkabau ini tercerabut daripada akar budayanya.
Mempertahankan akar budaya bagi masyarakat
diubah karena tak lakang dek paneh- tak lapuak hukum adat Minangkabau sebetulnya telah di
dek hujan, sudah using (lapuk) dan berbagai antisipasi daripada awal dengan pepatah adat, “tak
julukan negatif. Sebagai contoh bagaimana lapuak dek hujan, tak lakang dek paneh” untuk
masyarakat “mencaci” adat japuik manjapuik adat nan sabana adat. Sementara untuk aturan
dalam perkahwinan masyarakat Minangkabau adat istiadat “sakali aia gadang, sakali tapian
di Pariaman. Masyarakat tidak mengangkat nilai baranjak”. Berubah pun diingatkan bakisa dilapiak
positif dalam kaitannya dengan keberadaan dan nan sahalai. ertinya, kalaupun akan berubah
keberlajutan hubungan kekerabatan masyarakat tetapkan dalam koridor adat Minangkabau supaya
adat Minangkabau di Pariaman. Sebahagian jalan jaan dianjak urang lalu. Melalui pantun
masyarakat merasa “malu” dan “terhina” bila terjadi adat ini generasi Minangkabau telah diingatkan
perkahwinan dan menggunakan adat “manjampuik supaya jangan dienyahkan apalagi dijajah oleh
dan uang jamputan”. Pelaksanaan aturan adat ini orang lain. Fenomena yang saat ini perlu disikapi
dihadapkan kepada tradisi moderen yang dianggap oleh masyarakat yang menyatakan diri sebagai
penyandang adat Minangkabau adalah unsur-unsur
oleh banyak orang, dan berbagai penilaian positif. kebudayaannya sudah mulai terkikis. Sebagai
Penerapan dan mengembangkan kerangka contoh bahasa Minang sudah mulai terkikis dalam
analisis dikotomi sosial (social dichotomy) yang bahasa pergaulan seharian (kiranya ini perlu dikaji
Hermayulis, Hernadewita & Frengki Hardian 13

lebih jauh); pantun-pantun adat dan pantun dalam PeNuTuP


“pasambahan” sudah jarang didengar, kalaupun ada
itu sudah sulit dicari dan akan “mahal”. Migrasi atau perpindahan atau penghijrahan dalam
Fenomena yang dihadapi oleh masyarakat adat konteks migrasi adalah suatu fenomena yang tidak
Minangkabau di daerah asal ini sudah masanya perlu bisa dielakkan. Fenomena ini ditimbulkan oleh full
disikapi. di daerah rantau, fenomena terhakisnya dan push factor yang akan selalu dihadapi manusia,
nilai-nilai budaya adat Minangkabau yang dikenal baik secara perseorangan mahupun kelompok. di
dengan Adat Perpatih telah lama disikapi dengan samping itu pertambahan jumlah anggota kelompok
melakukan transformasi secara terus menerus, tidak dalam masyarakat akan ikut menentukan akan
saja oleh masyarakat yang akan mengamalkan tetapi berpindah atau tidak. Itulah fenomena yang dihadapi
juga oleh pemerintah kerajaan Negeri Sembilan oleh masyarakat hukum adat Minangkabau,
bahkan oleh Kerajaan Persekutuan. di daerah sehingga sampai ke daerah penempatan baru yang
rantau Adat Perpatih dinyatakan sebagai identitas kemudian lebih dikenal sebagai Negeri Sembilan.
masyarakat Negeri Sembilan. Pepatah (disebut dalam proses perpindahan dan penempatan,
perbilangan) adat menegaskan bia mati anak serta pasca penembatan baru, transformasi nilai-nilai
daripada mati adat. daripada sudut epistemologi, budaya yang telah dimiliki akan selalu berlangsung.
pepatah adat ini sangat halus karena di dalamnya Persoalan kemudian muncul adalah apakah nilai-
terkandung unsur dan nilai agama. di dalamnya nilai tersebut akan bertahan dan akan dipertahankan
tersirat rasa percaya kepada Tuhan yang Maha pada saat menghadapi nilai-nilai budaya “asing”
esa dan sangat meyakini keberadaan Allah SWT. yang juga diperkenalkan oleh penghijrah lain.
Mati adalah fenomena yang dipandang secara Pada masyarakat hukum adat Minangkabau di
ber-trancendent, sementara “mati” adat adalah daerah asal, terlihat ada di antara unsur-unsur
fenomena yang berada dalam keupayaan manusia kebudayaan yang mengalami perubahan dan
sebagai makhluk berakal. Pepatah-pepatah adat
yang ada perlu diinterpretasikan untuk dapat perubahan dan perkembangan nama-nama suku.
difahami makna yang terkandung di dalamnya. Sementara bagi masyarakat di daerah rantau nilai-
Fenomena penjajahan yang pernah dialami nilai tersebut dipertahankan dan dijadikan identitas
masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat bagi komunitasnya dalam pergaulan antara kerajaan-
Indonesia dan juga pada masyarakat Negeri Sembilan kerajaan negeri di Malaysia.
di Malaysia, telah menunjukkan terjadinya upaya untuk mencegah hilang atau habisnya nilai-
mempertentangkan tradisional dengan moderen. Saat nilai budaya yang dianggap sebagai nilai budaya
ini pun analisis dan tradisi mempertentangkan atau bangsa atau suku bangsa yang dinyatakan bersifat
menjadikan dikotomi masih berlangsung. Persoalan tradisional yang dipertentangkan dengan nilai
lanjut adalah apakah masyarakat pendukung adat moderen di era globalisasi, dilakukan dengan
matrilineal Minangkabau akan menghilangkan nilai menggunakan pendekatan interaktif dan hubungan
budaya yang dunia pun mengakui akan “kemegahan dialektik antara adat dan globalisasi. Pendekatan
dan keunikannya”? Adakah masyarakat hukum adat dan analisis yang digunakan ini diarahkan untuk
Minangkabau di tanah Melayu akan menghilangkan menghindari kolonialisasi daripada kalangan
dirinya dalam pergaulan dunia? untuk ini Shamsul yang menyatakan mempunyai moderen terhadap
Amri (2007:254) mengungkapkan bahawa lebih masyarakat lain yang “dituduh” mempunyai nilai
baik melihat adat dan globalisasi sebagai dua “tradisional”.
fenomena sosial yang aktif, dinamik, dan senantiasa
berubah sesuai dengan perubahan masa. lebih lanjut
dinyatakan perlu memandang sebagai dua fenomena NOTA AKHIr
yang saling berinteraksi, yang satu merubah yang
satu, kadang-kadang menguntungkan satu pihak dan
1
Kata “luhak” atau “luak” di samping bererti sumur juga
bererti berlimpah (melimpah) dan juga diertikan “kurang”
pada ketika lain menguntungkan pihak yang lain.
yang digunakan untuk menunjukkan bahawa telah
Hubungan ini jangan dipandang sebagai zero-sum melimpah (lah luhak) penduduk Pariangan dan pindah
game- hanya satu pihak saja yang menang dan yang ke Tanah datar, sehingga berkuranglah orang Pariangan
satu lagi kalah dan terhapus. karena melimpah (luhak) ke Tanah datar.
2
laras berasal dari kata “lareh” (jatuh) sehingga laras
di sini bererti “menjatuhkan”. Akhirnya kata “laras”
14 Hermayulis, Hernadewita & Frengki Hardian

digunakan untuk menunjukkan daerah atau tempat untuk Mohd Shah bin Mohd Said al-Haj. 2000. tambo Alam Naning.
menjatuhkan (memberlakukan) kata pilihan dan peraturan Kuala lumpur: dewan Bahasa dan Pustaka.
yang telah menjadi keputusan dari hasil mufakat. dalam Naim Muchtar. 1986. Merantau: Pola Migrasi suku
perkembangan masyarakat dan bentuk pemerintahan di Minangkabau. jogyakarta: gajah Mada Press.
Minangkabau, laras bererti sub distrik atau menjadi dasar Noorhalim Ibrahim. 2007. Sejarah kewujudan adat perpatih.
pemerintahan menurut adat. dlm. Adat Perpatih: Esei Pilihan. Kuala lumpur: jabatan
3
Terhadap penamaan laras Koto Piliang ada juga Warisan Negara, Kementerian Kebudayaan, Kesenian dan
pendapat yang menyatakan bahawa timbulnya nama Warisan Malaysia (KeKKWA).
tersebut karena datuk Ketumanggungan memilih koto- Pound, r. 1986. Interpretations of Legal History. Florida: Sons.
koto tempat “melaraskan” (menjatuhkan) peraturan- Inc., Holmes Beach.
peraturan yang berasal daripada keputusan yang sudah radjab, M. 1969. sistem kekerabatan di Minangkabau. Padang:
dipilihnya bersama-sama dengan Ceti Bilang Pandai untuk Center For Minangkabau Studies Press.
memelihara kehidupan masyarakat. Samad Idris, A. 1990. Payung terkembang. Kuala lumpur:
4
untuk hal ini perlu penelitian lebih mendalam. Penerbit Pustaka Budiman.
Shamsul Amri B. 2007. globalisasi dan Adat Perpatih:
Satu ulasan Kritis dlm. Adat Perpatih: Esei Pilihan.
rujuKAN Kuala lumpur: jabatan Warisan Negara, Kementerian
Kebudayaan, Kesenian dan Warisan Malaysia (KeKKWA).
Sweeney, S. 2011. Pucuk gunung es: Kelisanan dan
de jong, P. e. j. 1971. The dynastic Myth of Negeri Sembilan,
Keberaksaraan dalam Kebudayaan Melayu-Indonesia.
Mimeograph.
Vollenhoven, C. van. 1925. De Indonesier en Zijn Grond.
Kemal, Iskandar. 1966. sekitar Pemerintahan Nagari
leiden: e. j.Brill.
Minangkabau dan Perkembangannya: tinjauan tentang
Wernsy, g. H. 1736. Malaische Spraakkunst. Amserdam dalam
kerapatan Adat. Pakistan: Centre For Book development
Amin Sweeney, 2011:486. Pucuk gunung es: Kelisanan
in Asia.
dan Keberaksaraan dalam Kebudayaan Melayu-Indonesia.
Koentjaraningrat. 1992. beberapa Pokok Anthropotogi sosial.
Wilkinson, r. j. 1971. Papers on Malay subjects. Kuala
jakarta: dian rakyat.
lumpur. Oxford university Press.
Mahmoed., St. & A. M. rajo Panghulu. 1978. Himpunan tambo
Willinck. g. d. 1909. Het rechtsleven bij De Minangkabausche
Minangkabau dan bukti sejarah.
Maleiers. leiden: Boekhandel en drukkerij, leiden.
Maruhun, dt. Batuah, A.M. & d. H. Bagindo Tanameh. t. th .
Hukum Adat dan Adat Minangkabau. Bandung: Poesaka
Aseli.

Hermayulis
Hernadewita
Frengki Hardian
Institut Alam dan Tamadun Melayu
universiti Kebangsaan Malaysia
43600 uKM, Bangi
Selangor
e-mail: hermayulis@gmail.com

diserahkan: 23 disember 2014


diterima: 8 April 2015

Anda mungkin juga menyukai