Iman 2016 0401 01
Iman 2016 0401 01
(http://dx.doi.org/10.17576/IMAN-2016-0401-01)
The Transformation of Cultural Values in Minangkabau Matrilineal System among Minang Settlement in
Negeri Sembilan, Malaysia.
AbstrAk
Pull and push factor migrasi telah menimbulkan penempatan baru suku bangsa Minangkabau yang diyakini ditemukan
di Pulau sumatera yang semenjak tahun 1945 termasuk wilayah republik Indonesia. Migrasi merupakan pilihan hidup
dengan konsekuensi-konsekuensi yang mesti dihadapi. Di antara konsekuensi itu adalah terjadinya transformasi nilai-
nilai di daerah asal di penempatan baru. bila tidak ada transformasi nilai, maka nilai tersebut akan terbenam dan akan
tinggal menjadi sejarah bila hal itu digali oleh generasi yang akan datang. Persoalan yang dihadapi adalah generasi
yang tidak mewarisi nilai-nilai budayanya akan menjadi generasi yang tercerabut dari akar budayanya. Akibat lanjutnya
adalah akan timbul generasi yang kehilangan identitas. Untuk itu tulisan ini mengemukakan bagaimana transformasi
nilai-nilai pada sistem kekerabatan Minangkabau yang menjadi identitas bagi masyarakat pendukung adat Perpatih
di Negeri sembilan mengalami transformasi dan melalui proses akulturasi, sosialisasi dan enkulturasi. tulisan ini
diangkat dari melakukan kajian melalui pengamatan dan diskusi-diskusi dengan masyarakat di Negeri sembilan.
Daripada kajian ini diketahui bahawa Adat Perpatih diakui dan diupayakan untuk tetap dipertahankan sebagai identitas
masyarakat di kerajaan Negeri sembilan. Upaya untuk mengekalkan Adat Perpatih diupayakan dengan berbagai
cara, di antaranya melalui diskusi-diskusi, tulisan-tulisan, pada berbagai upacara adat, pada acara-acara penting
seperti dalam upacara perkahwinan dan ada juga dengan tetap membina tali kekerabatan dengan kerabat di daerah
asal walaupun sudah berbeda kewarganegaraan. Daripada kajian ini juga ditemukan bahawa migrasi menyebabkan
terjadinya perubahan atau perbedaan sistem kekerabatan Matrilineal Minangkabau di Indonesia dengan di Malaysia.
Perbedaan tersebut di antaranya didukung oleh adanya pilihan-pilihan yang dihadapi dalam proses transformasi
nilai di daerah asal dalam penempatan baru. Nilai-nilai pada sistem kekerabatan matrilineal Minangkabau semula
di daerah asal terbagi atas dua iaitu koto Piliang di bawah Datuk ketemanggungan dan bodi Caniago di bawah
Datuk Perpatih di transformasi menjadi adat temenggung dan Adat Perpatih. Adat Perpatih tetap mempertahankan
tradisi pewarisan garis keturunan matrilineal yang menghuni dan dikukuhkan di penempatan baru Negeri sembilan
dan ketemanggungan menjadi tradisi pewarisan garis keturunan patrilineal yang membuat penempatan di daerah
kerajaan negeri lainnya di Malaysia.
kata kunci: transformasi nilai; migrasi;hukum adat Minangkabau; sistem kekerabatan Matrilineal; Adat Perpatih;
Negeri sembilan
AbstrACt
the pull and push factor of migration has created a new settlement of Minangkabau tribe, which can be found in
sumatra island (as one of the Indonesia territory, since 1945). Migration caused number of consequences that must be
faced by the people. Among the consequences are the transformation of value at the origin area into the new settlement.
Without transformation of value, it will erode and will only be history. the next generation whose not inherit cultural
values will become generation that uprooted from their culture and they will lost their identity. this paper elaborates
the transformation of value among Minangkabau kinship relationship system as the identity of perpatih customary
through a process of acculturation, socialisation and enculturation. the case study is Negeri sembilan, Malaysia, as
one of perpatih customary community. this paper was compiled from the research and discussions with the community
members in Negeri sembilan. the result of this study noted that the perpatih customary was recognised and enabled to
remain preserved as the identity of community in Negeri sembilan. Various efforts made to maintain perpatih customary,
particularly through discussions, writings, variety of rituals, important occasions such as wedding ceremony and there
is also the continually build kinship relationship with relatives from the origin area of Minangkabau. this study also
found that the migration result of change and transformation in the Minangkabau matrilineal kinship systems among
Indonesia and Malaysia. the difference between them is supported by the availability of options encountered in the
4 Hermayulis, Hernadewita & Frengki Hardian
process of transformation in the area of the original in the new settlement. the value in Minangkabau matrilineal
kinship systems in the county was divided of koto Piliang under Datuk ketemanggungan and bodi Caniago under
Datuk Perpatih and they are transformed into temenggung and Perpatih customaries. Perpatih customary still maintain
the tradition of inheritance lineage occupying matrilineal and strengthened in the new settlements of Negeri sembilan,
while ketemanggungan as the patrilineal lineage inheritance traditions in other state of Malaysia district.
keywords: transformation value; migration; customary; Minangkabau; Matrilineal kinship relationship; Negeri
sembilan
Merapi dan kemudian membentuk luhak Tanah (dalam Adat Perpatih 2007) mengistilahkan
datar, Agam dan limo Puluah Koto, dapat kedatangan generasi kedua dan ketiga dari Siak
dinyatakan telah terjadinya migrasi. Mencari ke Negeri Sembilan sebagai “pelarian” dari luhak
daerah penempatan baru merupakan tuntutan nan Tigo karena alasan sosiobudaya dan ekonomi.
daripada pertambahan jumlah anggota kelompok. Pada awal kedatangan dinyatakan melalui tiga
Baik pertambahan jumlah tersebut memerlukan jalur utama iaitu Temasik, Sungai linggi, Sungai
daerah baru atau sumber pemenuhan kebutuhan Muar, jalan Penarikan, dan kedatangan selanjutnya
hidup yang selalu meningkat. Bagi masyarakat adat melalui jalur Segenting langkap, Sungai Teriang
Minangkabau, pemenuhan kebutuhan hidup tersebut serta melalui Sungai langat (Noorhalim Ibrahim
diupayakan dengan mencarinya di luar penempatan dalam Adat Perpatih 2007). Migrasi yang agak
atau di luar daerah permukiman mereka. Fenomena besar tiba di rembau dan Naning sekitar tahun 1260
ini kemudian popular dengan sebutan “merantau”. (1849: 155). Kedatangan migran secara estafet dari
Merantau merupakan budaya yang dianut di Minangkabau ini diketahui dari kedatangan para
kalangan masyarakat adat Minangkabau (Muchtar migran dari Siak pada akhir abad ke-12. Perantau
Naim 1986: 61). Perpindahan yang dilakukan oleh dari Siak ini ditengarai adalah generasi kedua dan
masyarakat asal Minangkabau ini dapat dinyatakan ketiga keturunan Minangkabau tiba di Sungai linggi
merantau tahap pertama, sedangkan merantau tahap (Norhalim Ismail 2007). ertinya rantau tahap ketiga
ke dua dilakukan ke daerah sekeliling luhak Nan telah melahirkan rantau tahap keempat bagi suatu
Tigo. Merantau tahap kedua telah dilakukan sebelum kelompok seperti dari Siak tersebut. Hal ini dapat
abad ke-6, semenjak itu telah terjadi gelombang difahami karena pengangkutan yang digunakan
“merantau” tahap ketiga yang meliputi daerah atau adalah melalui darat dengan alat pengangkutan
wilayah “rantau” yang oleh Muchtar Naim (1979 seadanya atau mungkin hanya dengan jalan kaki
: 66) dinyatakan sebagai daerah “koloni. daerah dan melalui sungai. untuk sampai ke Semenanjung
tersebut tidak hanya meliputi daerah-daerah di sudah barang tentu melayari lautan. jalan laut yang
sekitar luhak nan Tigo (yang merupakan kampung paling dekat adalah di Tamasek dan johor, serta
halaman atau daerah asal orang Minangkabau), Melaka, melalui Kepulauan riau (sekarang).
tetapi telah meliputi daerah yang lebih jauh sampai
ke pesisir pantai barat iaitu; Sikilang Air Bangis
ke utara, ke selatan ke Muko-Muko dan Bengkulu. TrANSFOrMASI NIlAI PAdA SISTeM
Ke utara Agam iaitu ke Pasaman, lubuksikaping KeKerABATAN MATrIlINeAl
dan rao sampai ke perbatasan Mandahiling. Ke MINANgKABAu dI NegerI SeMBIlAN
selatan dan tenggara luhak Tanah datar iaitu
ke daerah Solok-Selayo, Muara Panas, Alahan Mencari daerah dan membuat penempatan baru
Panjang-Muara labuh, Alam Surambi-Sungai Pagu merupakan peristiwa demografi yang selalu
dan Sawah lunto-Sijunjung sampai ke perbatasan terjadi dalam kalangan masyarakat Minangkabau,
riau dan jambi (Muchtar Naim 1979: 61). Bahkan sehingga akhirnya dikenal rantau sampai ke
dalam abad ke-16 telah menyeberangi selat Melaka Semenanjung. di antara daerah Semenanjung yang
seperti yang diamati oleh Albuquerque (j.d. jong dijadikan penempatan baru oleh para migran dari
1971: 334), dikemukakan bahawa pada tahun 1512 Minangkabau dan terjadinya proses transformasi
telah berdatangan “imigran” Minangkabau ke nilai-nilai pada sistem kekerabatan Minangkabau di
kota “takluknya”. daerah rantau tahap ketiga ini daerah penempatan baru adalah di Negeri Sembilan.
disebut juga dengan “rantau nan tigo jurai”, yang Telah dikemukakan bahawa dalam sejarah
terdiri dari hulu sungai Batang Hari, hulu sungai penghijrahan masyarakat adat Minangkabau ke
Batang Kuantan, dan hulu sungai Kampar Kiri. Semenanjung terjadi secara bertahap. di kalangan
upaya untuk memperluas daerah penempatan baru masyarakat adat Minangkabau, yang merantau pada
lebih nyata dengan keberadaan imigran-imigran mulanya adalah laki-laki terutama yang muda, hal
dari Minangkabau di Naning Negeri Sembilan ini dinyatakan dalam pantun adat:
(Wilkinson 1971 dalam Muchtar Naim 1971: 69). Karatau madang kahulu
Kedatangan perantau dari Minangkabau ke Babuah babungo balun,
Semenanjung Tanah Melayu tidak dilakukan sekali Karantau bujang dahulu,
gus tetapi secara bertahap dan melalui jalur yang di rumah baguno balun.
berbeda-beda dan secara estafet. Noorhalim Ibrahim
Hermayulis, Hernadewita & Frengki Hardian 7
untuk itu, fenomena yang tidak dapat dielakkan bertemu dengan nilai yang dibawa oleh migran
adalah terjadinya perkahwinan dengan perempuan dari Minangkabau terjadinya suatu proses sosial.
penduduk asli (orang asli) daerah tempatan. Orang Oleh Abdul Samad Idris (1990: 32) pertemuan dua
asli daerah ini disebut suku kaum Sakai, Semang budaya ini dinamakan dengan pertembungan dua
dan jakun. Mereka hidup berpindah (nomad) dan budaya, iaitu budaya Minangkabau dan penduduk
memenuhi kebutuhan hidup daripada berburu asli Negeri Sembilan (orang-orang asli atau Proto
dan meramu daripada kemudahan alam, dan ada Melayu) telah melahirkan budaya (tamadun)
yang mulai bertani. Keturunan yang lahir daripada yang lebih cenderung menerapkan aturan hidup
perkahwinan tersebut menimbulkan fenomena Minangkabau sehingga melenyapkan satu sama lain
terbentuknya suku Biduanda. Suku Biduanda adalah budaya dan sistem sosial penduduk asli.
pewaris asal Negeri Sembilan dan pemimpin hanya Setiap masyarakat mempunyai kebudayaan
dipilih daripada suku ini (Mohd Shah bin Mohd yang secara kontinum ditaati, dipertahankan dan
Said al-Haj 2000). diajarkan daripada generasi ke generasi berikutnya.
Pada awalnya orientasi merantau bagi disedari atau tidak, di sengaja atau tidak pada suatu
masyarakat hukum adat Minangkabau adalah untuk masyarakat akan selalu terjadi proses mengajarkan
kembali ke kampung. dengan adanya fenomena kebudayaan dan ini yang dinamakan dengan
melangsungkan perkahwinan di rantau dengan transformasi nilai-nilai pada kebudayaan atau
orang asli, sudah barang tentu suatu waktu rumah pewarisan kebudayaan. unsur kebudayaan tersebut
tangga yang dibina di rantau akan ditinggalkan. adalah sistem bahasa, sistem peralatan hidup dan
Apatah itu di tinggal untuk sementara waktu atau teknologi, sistem ekonomi dan mata pencarian
untuk waktu yang lama untuk pulang ke kampung di hidup, sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial,
Minangkabau, bahkan mungkin tidak kembali lagi ilmu pengetahuan, kesenian dan sistem kepercayaan
ke rantau karena menikah lagi di kampung halaman. unsur-unsur kebudayaan ini oleh Kuntjaraningrat
Fenomena menikah lagi di kampung halaman (1992) dijabarkan ke dalam beberapa bahagian iaitu:
bagi seorang laki-laki Minangkabau yang pergi 1. Sistem bahasa lisan dan tulis.
merantau masih berlangsung sampai awal tahun 2. Sistem pengetahuan. Pengetahuan tentang alam
1970-an. Setidaknya sampai diberlakukan undang-
5
undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkahwinan . mentah, tentang tubuh manusia, kelakuan
dalam kondisi demikian, maka anak akan lebih sesama manusia, tentang ruang, waktu dan
dekat dengan ibu dan keluarga ibunya. daripada bilangan.
fenomena ini secara di sengaja atau tidak telah 3. Organisasi sosial terdiri daripada sistem
terjadi transformasi nilai pada sistem kekerabatan kekerabatan, sistem kesatuan hidup setempat,
matrilineal Minangkabau, sehingga pada tahap ini asosiasi perkumpulan, sistem kenegaraan.
terjadi akulturasi antara kebudayaan masyarakat asli 4. Sistem peralatan dan teknologi, meliputi
dengan masyarakat migran. Akulturasi adalah suatu alat-alat produktif, alat-alat distribusi dan
proses sosial pada saat suatu kelompok manusia transportasi, wadah dan tempat perhiasan,
dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan,
unsur daripada suatu kebudayaan asing. Kebudayaan dan tempat berlindung dan perumahan, senjata.
asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam 5. Sistem mata pencarian hidup terdiri daripada
kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan berburu dan meramu, perikanan, bercucuk
hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. tanah di ladang, bercucuk tanah menetap,
daripada fenomena akulturasi yang terjadi pada penternakan, dan perdagangan.
penghijrahan suku Minangkabau dan terjadinya 6. Sistem religi terdiri daripada sistem kepercayaan,
penerimaan nilai pada sistem kekerabatan matrilineal kesusasteraan suci, sistem upacara keagamaan,
Minangkabau dan tidak diketahui adanya kesan kelompok keagamaan, ilmu gaik, dan sistem
penolakan. Fenomena ini dapat dinyatakan sebagai nilai dan pandangan hidup.
telah terjadinya akulturasi. Oleh beberapa peneliti 7.
tentang Negeri Sembilan ini ditengarai bahawa pahat, lukis, seni rias, seni instrumen, seni
masyarakat asli telah menganut nilai-nilai budaya kesusasteraan dan seni drama.
pada sistem kekerabatan matrilineal. untuk itu,
begitu terjadi perjumpaan nilai budaya, maka Transformasi nilai yang akan diungkapkan
nilai budaya tersebut melebur, sehingga pada saat pada tulisan ini adalah berkaitan dengan sistem
8 Hermayulis, Hernadewita & Frengki Hardian
sosial dan lebih khusus lagi adalah pada sistem dan perkahwinan. dalam proses belajar kebudayaan
kekerabatan. dalam pengkajian kebudayaan unsur- manusia tentunya tidak begitu saja menerima apa
unsur itu tidak dapat dipisahkan satu sama lain. adanya. Ia akan selalu menggunakan daya nalarnya
untuk itu pada tulisan ini akan juga menyinggung untuk memahami, menyelami, memilih, dan
unsur kebudayaan lainnya untuk memberi lebih melaksanakan apa yang menurut pandangannya
pertegasan unsur kebudayaan yang sedang baik. Biasa saja yang ia lakukan sedikit berbeda
diungkapkan, namun tetap dalam konteks sistem atau berbeda sama sekali dengan yang diajarkan
kekerabatan. Membicarakan sistem kekerabatan oleh kebudayaan atau masyarakatnya. Perbedaan
dalam masyarakat hukum adat Minangkabau ini awalnya bisa menimbulkan konflik dalam
tidak terlepas daripada membicarakan kesatuan masyarakat, namun jika kemudian dapat saling
hidup setempat atau komunitas. Koentjaraningrat
(1992: 161) mengungkapkan bahawa komunitas Proses transformasi budaya dapat dilakukan melalui
adalah kesatuan sosial yang terjadi bukan karena ucapan, sikap, atau perilaku yang sudah terpola.
adanya ikatan kekeraban sebagaimana kelompok Berikut ini dikemukakan nilai-nilai pada sistem
kekerabatan, akan tetapi karena ikatan tempat kekerabatan matrilineal Minangkabau yang di
kehidupan. lebih lanjut dinyatakan bahawa orang transformasi pada masyarakat di Negeri Sembilan.
yang tinggal bersama di suatu wilayah tertentu Bertitik tolak daripada makna kekerabatan sebagai
belum dapat dikatakan community bila mereka tidak hal yang menyangkut hubungan hukum antara
merasakan terikat oleh perasaan bangga dan cinta orang dalam pergaulan hidup, maka transformasi
kepada wilayahnya, sehingga mereka segan untuk nilai-nilai pada sistem kekerabatan matrilineal yang
tinggal di wilayah yang lain. dikemukakan pada tulisan ini adalah meliputi:
etimologi daripada terminologi kekerabatan 1. Organisasi Kemasyarakatan
berasal daripada bahasa Arab iaitu kata karib, Bentuk organisasi kemasyarakatan pada
yang terbentuk dari 3 suku kata, iaitu “qaf, ra, dan masyarakat adat Minangkabau terbagi 3 iaitu
ba” menjadi kata “quraba, quruba, qurbaan wa struktur Koto Piliang, Bodi Caniago, dan
qurbaanan”, yang ertinya dekat, atau sesuatu yang percampuran antara Bodi Caniago dan Koto
mendekatkan sesuatu dengan yang lainnya. Ikatan Piliang. Ketiga struktur ini menganut sistem
kekerabatan itu timbul karena adanya rasa saling kekerabatan matrilineal. Pada Koto Piliang yang
dekat, walaupun wilayahnya berbeda dan jaraknya dipimpin oleh datuk Ketumanggungan, struktur
jauh. Itulah yang terjadi pada sistem kekerabatan masyarakat adalah bajanjang naiak batanggo
matrilineal Minangkabau. turun dan pada Bodi Caniago yang dipimpin oleh
Nilai- nilai tersebut telah disepakati dan datuk Perpatih Nan Sabatang struktur masyarakat
tertanam dalam lingkup organisasi, lingkungan duduk sama rendah tegak sama tinggi dan semua
masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, diputuskan berdasarkan musyawarah mufakat,
kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan sedangkan pada penggabungan keduanya
karakteristik tertentu yang dapat membedakan satu struktur masyarakatnya bajanjang naiak
dan lainnya sebagai acuan perilaku dan tanggapan batanggo turun dan duduk samo randah tagak
atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi dalam samo tinggi. Struktur organisasi kemasyarakatan
masyarakat matrilineal Minangkabau. ini adalah:
Sebagai salah satu unsur kebudayaan, sistem a) Jurai. jurai diertikan juga dengan keluarga
kemasyarakatan mempunyai nilai-nilai budaya yang “se-dapur” (Iskandar Kemal 1965: 29).
ditransformasikan. Nilai-nilai budaya merupakan jurai akan dipimpin oleh mamak.
nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam b) Paruik. Paruik terhimpun tidak lebih dari
suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan lima generasi ibu ke atas Paruik (Iskandar
masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, Kemal 1965: 29), dipimpin oleh mamak
kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan c) suku. Suku merupakan gabungan atas
karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu beberapa paruik, yang dipimpin oleh
dan lainnya sebagai acuan perilaku dan tanggapan penghulu. di Minangkabau terdapat 4 suku
atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi. Nilai- asal iaitu Koto, Piliang, Bodi dan Caniago.
nilai yang ditransformasikan tersebut di antaranya Suku-suku ini kemudian berkembang atau
berkaitan dengan tata kekerabatan, organisasi di pecah-pecah sesuai dengan aturan adat
kemasyarakatan, organisasi politik, tata hukum, gadang manyimpang-leba basibiran, dan
Hermayulis, Hernadewita & Frengki Hardian 9
nagari pun di pecah-pecah sehingga di i. Perut. Perut adalah unit yang terkecil di
sinyalir terdapat lebih kurang 400 buah mana anggota sesuatu perut itu adalah
suku di Minangkabau (Sumatera Barat). berasal dari moyang (keturunan perempuan)
Pemecahan ini tetap merujuk kepada suku yang sama. Mereka ini sangat erat dan
asal (suku yang empat). Setiap nagari biasanya tinggal di suatu perkampungan
akan mempunyai pemecahan suku yang atau kawasan yang sama. Setiap perut
berbeda-beda, namun tetap dalam koridor mempunyai seorang ketua yang dinamakan
suku yang empat. Pecahan tersebut kadang (diberi gelar) buapak. Buapak dipilih oleh
kala tidak lagi menunjukkan adanya nama anggota perut.
suku asli yang empat, seperti menjadi: Suku ii. suku. Suku terbentuk dari beberapa perut
Piboda, Suku Pitopang, Suku Tanjung, yang menjadikan keluarga tersebut semakin
Suku Sikumbang, Suku guci, Suku besar. Suku diketuai oleh seorang ketua
Panai, Suku jambak, Suku Panyalai, Suku yang digelar Dato’ Lembaga. Suku-suku di
Kampai, Suku Bendang, Suku Malayu, Negeri Sembilan diberi nama sesuai dengan
Suku Sipisang, Suku Bendang, Suku daerah asal para migran. Suku-suku tersebut
Kutianyie, Suku Payobada, Suku Pitopang, berjumlah 12 suku, iaitu: Suku Biduanda
Suku Mandailiang, Suku Mandaliko, Suku (dondo), Batu Hampar (Tompar), Paya
Sumagek, Suku dalimo, Suku Simabua, Kumbuh (Payo Kumboh), Mungkal, Tiga
Suku Salo, Suku Singkuan. Nenek, Seri Melenggang (Somolenggang)
d) Nagari. Nagari sebagai kesatuan genealogis Seri lemak (Solomak), Batu Belang, Tanah
territorial pada masyarakat hukum datar, Anak Acheh, Anak Melaka dan Tiga
adat Minangkabau. Nagari terbentuk Batu. Berbeda dengan di daerah asalnya,
dari gabungan suku (iaitu 4 suku pada suku-suku ini tidak ditetapkan mengacuk
mulanya) dan kemudian menjadi wilayah kepada suku; Koto, Piliang, Bodi dan
administratif. dengan diperlakukan Caniago. Suku lebih ditetapkan berdasarkan
undang-undang No. 5 tahun 1979, nagari nama daerah asal para migran. Suku-suku
di Minangkabau tidak lagi menjadi wilayah ini juga tidak mengalami perkembangan
administratif sampai akhirnya diperlakukan seperti halnya di daerah asal, tetapi tetap
undang-undang No. 22 tahun 1999 dan dipertahankan keberadaannya sampai
dengan Peraturan daerah No. 9 tahun 2001, sekarang.
nagari kembali diakui sebagai suatu daerah iii. Luak. luak adalah unit sosiopolitik wilayah
administratif. administratif dari segi adat. di Negeri
Sembilan terdapat empat luak utama
Pada tahap awal diakui bahawa migran dari iaitu rembau, Sungai ujung, johol dan
Minangkabau kebanyakan datang dari Tanah jelebu. Setiap luak diketuai oleh seorang
datar dan Payakumbuh. di Negeri Sembilan Undang. Selain dari empat luak utama ini
sebagai daerah rantau, memilih struktur ada lagi luak yang dinamakan Luak tanah
organisasi yang dipimpin oleh datuk Perpatih Mengandung. luak Tanah Mengandung
Nan Sabatang, dan menamakan struktur terdiri dari lima luak kecil di Seri Menanti
organisasi yang dipilih sebagai Adat Perpatih. iaitu luak Inas, luak ulu Muar, luak
dari fenomena ini dapat dinyatakan bahawa gunung Pasir, luak Terachi dan luak
para migran ini datang dari luhak Tanah jempol. Setiap luak kecil ini diatur oleh
datar dan luhak lima Puluh yang menganut seorang ketua yang bergelar Penghulu
sistem kelarasan Bodi Caniago, sehingga di Luak.
Negeri Sembilan terjadi transformasi nilai
dengan menyesuaikan dengan lingkungan di Keberadaan struktur organisasi masyarakat
daerah baru dengan tidak lagi memakai sistem matrilineal Minangkabau di Negeri Sembilan
kelarasan tetapi langsung menggunakan nama dinyatakan juga dalam bentuk gurindam, yang
pemimpin yang ajarannya mereka anut dan berbunyi:
setujui. raja beralam
Struktur organisasi masyarakat matrilineal Penghulu berluak
Minangkabau di Negeri Sembilan adalah: lembaga berlingkungan
10 Hermayulis, Hernadewita & Frengki Hardian
di Negeri Sembilan sebagai daerah rantau dusun. Hal ini dinyatakan dalam pantun adat,
menerapkan sistem beraja dan ini sesuai yang berbunyi:
dengan pantun adat yang berbunyi, kampuang Taratak mula dibuat,
ba panghulu, rantau barajo. Nilai ini dibawa, Sudah taratak menjadi kampung,
bahkan dipertahankan dengan mendatang Sudah kampong menjadi dusun,
(menjemput) raja dari Minangkabau (daerah Sudah dusun menjadi kota (penulis koto),
asal). Sistem politik “beraja” ini di Negeri Sudah Kota manjadi negeri
Sembilan tetap utuh. Itu juga disebabkan oleh Noorhalim Ismail (dalam Adat Perpatih)
sistem pemerintahan di Malaysia telah memilih mengaitkan pembentukan kerajaan rembau
bentuk pemerintahan beraja dan berparlimen. dengan pembentukan negeri di Negeri Sembilan,
dari segi organisasi politik, Noorhalim sehingga dinyatakan bahawa pembentukan
(dalam Adat Perpatih 2007:16) mengemukakan taratak menjadi negeri menghabiskan waktu +
bahawa kedatangan perantau dari luhak nan 2 abad seperti pada jadual 1.
Tigo terjadi sebelum abad ke-14 dan membuka
taratak, kemudian kampung dan selanjutnya
No. Proses metamorphosis berdasarkan Pantun (proses metamorphosis mengikut Perbilangan) Tahun terjadi (Tarikh berlaku)
1. Taratak mula dibuat Abad ke-12
2. Sudah teratak menjadi kampung Abad ke-13 (1260)
3. Sudah kampung menjadi dusun Abad ke-14 (1330)
4. Sudah dusun menjadi kota Tahun 1520-an
5. Sudah kota menjadi negeri Tahun 1540
digunakan untuk menunjukkan daerah atau tempat untuk Mohd Shah bin Mohd Said al-Haj. 2000. tambo Alam Naning.
menjatuhkan (memberlakukan) kata pilihan dan peraturan Kuala lumpur: dewan Bahasa dan Pustaka.
yang telah menjadi keputusan dari hasil mufakat. dalam Naim Muchtar. 1986. Merantau: Pola Migrasi suku
perkembangan masyarakat dan bentuk pemerintahan di Minangkabau. jogyakarta: gajah Mada Press.
Minangkabau, laras bererti sub distrik atau menjadi dasar Noorhalim Ibrahim. 2007. Sejarah kewujudan adat perpatih.
pemerintahan menurut adat. dlm. Adat Perpatih: Esei Pilihan. Kuala lumpur: jabatan
3
Terhadap penamaan laras Koto Piliang ada juga Warisan Negara, Kementerian Kebudayaan, Kesenian dan
pendapat yang menyatakan bahawa timbulnya nama Warisan Malaysia (KeKKWA).
tersebut karena datuk Ketumanggungan memilih koto- Pound, r. 1986. Interpretations of Legal History. Florida: Sons.
koto tempat “melaraskan” (menjatuhkan) peraturan- Inc., Holmes Beach.
peraturan yang berasal daripada keputusan yang sudah radjab, M. 1969. sistem kekerabatan di Minangkabau. Padang:
dipilihnya bersama-sama dengan Ceti Bilang Pandai untuk Center For Minangkabau Studies Press.
memelihara kehidupan masyarakat. Samad Idris, A. 1990. Payung terkembang. Kuala lumpur:
4
untuk hal ini perlu penelitian lebih mendalam. Penerbit Pustaka Budiman.
Shamsul Amri B. 2007. globalisasi dan Adat Perpatih:
Satu ulasan Kritis dlm. Adat Perpatih: Esei Pilihan.
rujuKAN Kuala lumpur: jabatan Warisan Negara, Kementerian
Kebudayaan, Kesenian dan Warisan Malaysia (KeKKWA).
Sweeney, S. 2011. Pucuk gunung es: Kelisanan dan
de jong, P. e. j. 1971. The dynastic Myth of Negeri Sembilan,
Keberaksaraan dalam Kebudayaan Melayu-Indonesia.
Mimeograph.
Vollenhoven, C. van. 1925. De Indonesier en Zijn Grond.
Kemal, Iskandar. 1966. sekitar Pemerintahan Nagari
leiden: e. j.Brill.
Minangkabau dan Perkembangannya: tinjauan tentang
Wernsy, g. H. 1736. Malaische Spraakkunst. Amserdam dalam
kerapatan Adat. Pakistan: Centre For Book development
Amin Sweeney, 2011:486. Pucuk gunung es: Kelisanan
in Asia.
dan Keberaksaraan dalam Kebudayaan Melayu-Indonesia.
Koentjaraningrat. 1992. beberapa Pokok Anthropotogi sosial.
Wilkinson, r. j. 1971. Papers on Malay subjects. Kuala
jakarta: dian rakyat.
lumpur. Oxford university Press.
Mahmoed., St. & A. M. rajo Panghulu. 1978. Himpunan tambo
Willinck. g. d. 1909. Het rechtsleven bij De Minangkabausche
Minangkabau dan bukti sejarah.
Maleiers. leiden: Boekhandel en drukkerij, leiden.
Maruhun, dt. Batuah, A.M. & d. H. Bagindo Tanameh. t. th .
Hukum Adat dan Adat Minangkabau. Bandung: Poesaka
Aseli.
Hermayulis
Hernadewita
Frengki Hardian
Institut Alam dan Tamadun Melayu
universiti Kebangsaan Malaysia
43600 uKM, Bangi
Selangor
e-mail: hermayulis@gmail.com