Anda di halaman 1dari 8

POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal.

11 - 18 ISSN : 2301-4970

Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Berdasarkan Metode Magnetotellurik


di Kawasan Panas Bumi Wapsalit Kabupaten Buru Provinsi Maluku
Siti Masyitah Fitrida1*), Joko Sampurno1) , Okto Ivansyah2) , Muhammad Kholid3)

1)Program Studi Fisika, Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura


2) Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan, Politeknik Negeri Pontianak
3)Kelompok Bawah Permukaan, Pusat Sumber Daya Geologi Bandung

*Email: sitimasyitahfitrida@ymail.com

Abstrak
Metode magnetotellurik (MT) telah diaplikasikan untuk mengidentifikasi struktur bawah permukaan
kawasan Panas Bumi Wapsalit. Kawasan ini terletak di Kabupaten Buru Provinsi Maluku. Pengolahan
data dilakukan dengan tahapan: mengubah data mentah dalam domain waktu ke domain frekuensi,
pembuatan grafik resistivitas semu terhadap frekuensi dan grafik fase terhadap frekuensi, smoothing
grafik dan pemodelan inversi dengan hasil akhir berupa distribusi sebaran resistivitas 2D. Penelitian
bertujuan untuk menganalisis struktur bawah permukaan berdasarkan distribusi nilai resistivitas. Hasil
pengolahan data menunjukkan tiga lapisan dengan rentang nilai resistivitas 1-32 Ωm, 32-139 Ωm dan
lebih dari 139 Ωm, masing-masing diinterpretasi sebagai batu penudung (caprock), reservoir dan batuan
dasar (basement).

Kata kunci : magnetotellurik (MT), resistivitas, panas bumi, Wapsalit

1. Latar Belakang
Seiring berjalannya waktu, peningkatan Secara geologis, Indonesia terletak pada
industri dan jumlah penduduk menyebabkan pertemuan tiga lempeng tektonik utama yaitu
konsumsi energi terus meningkat setiap Lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik
tahunnya tidak terkecuali energi listrik. Hingga (Saptadji, 2001). Pergerakan ketiga lempeng
saat ini sebagian besar energi listrik di tersebut akan menghasilkan tumbukan yang
Indonesia masih tergantung dengan bahan mana merupakan faktor terbentuknya sumber
bakar fosil. Menurut CRS (Congressional energi panas bumi di Indonesia dengan
Research Services) cadangan minyak bumi dunia manifestasi permukaan berupa gunung api.
hanya cukup untuk 30 sampai dengan 50 tahun Keadaan geologis yang dilalui oleh banyak
kedepan terhitung sejak tahun 2002 gunung api membuat potensi energi panas bumi
(Prihandana dan Hendroko, 2008). Menghadapi di Indonesia cukup besar, mencakup 40 persen
krisis energi yang akan terjadi maka diperlukan potensi panas bumi dunia. Potensi tersebut
berbagai solusi berupa energi terbarukan yang tersebar di 251 lokasi pada 26 provinsi dengan
dapat dimanfaatkan untuk mengatasi total potensi energi 27.140 Megawatt atau
ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. setara dengan 219 Milyar Barrel minyak
Salah satu energi terbarukan yang berpotensi (Pertamina, 2014). Menurut Ketua Asosiasi
untuk dikembangkan adalah energi panas bumi. Panas Bumi Indonesia (API) Abadi Purnomo,
Energi panas bumi adalah energi yang potensi energi panas bumi Indonesia yang
tersimpan dalam bentuk air atau uap panas mencapai 40 persen merupakan yang terbesar
pada kondisi geologi tertentu pada kedalaman di dunia. Akan tetapi dari segi pengembangan
beberapa kilometer di dalam kerak bumi energi panas bumi, Indonesia masih berada di
(Santoso, 2012). Energi panas bumi merupakan urutan ketiga setelah Amerika Serikat dan
energi yang bersih, terbarukan dan merupakan Filipina (Christina, 2013).
energi berkelanjutan yang tidak menambah Mengingat energi panas bumi di Indonesia
emisi dunia (Daud, 2010). Energi panas bumi yang berpotensi cukup besar maka diperlukan
diperoleh dari sistem panas bumi yang memiliki adanya eksplorasi untuk memaksimalkan
karakteristik komponen yang khas diantaranya pengembangan dan pemanfaatan. Salah satu
terdapat lapisan dengan patahan yang dari sekian banyak potensi energi panas bumi di
terhubung dengan lapisan yang berisi fluida Indonesia adalah daerah panas bumi Wapsalit,
panas, jalan masuk air dingin mengalir untuk Kabupaten Buru, Provinsi Maluku. Pada daerah
mengisi ulang sistem dan tempat masuknya panas bumi Wapsalit, telah dilakukan survei
fluida magma dan adanya sumber panas (Grant geofisika terpadu yaitu menggunakan metode
dan Bixley, 2011). Saat ini energi panas bumi geolistrik, gravitasi dan magnetik. Survei
telah dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik geofisika terpadu tersebut bertujuan
di 24 negara di dunia termasuk Indonesia mengetahui indikasi batuan perangkap panas,
(Bandono, 2011). suhu fluida di kedalaman, struktur permukaan

11
POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal. 11 - 18 ISSN : 2301-4970

dan bawah permukaan (PSDG, 2012). Untuk panas bumi mengacu pada hasil akhir berupa
menegaskan potensi panas bumi di daerah penampang sebaran resistivitas bawah
tersebut maka dilakukan survei geofisika permukaan. Oleh karena itu pada penelitian ini
dengan metode magnetotellurik (MT). Metode diaplikasikan metode magnetotellurik di daerah
MT diaplikasikan untuk memastikan berbagai panas bumi Wapsalit untuk mengetahui struktur
komponen penting dalam sistem panas bumi bawah permukaannya. Hasil akhir pengolahan
seperti batuan penudung, reservoir dan sumber data adalah berupa model sebaran resistivitas
panas. Struktur bawah permukaan dapat bawah permukaan 2D.
dianalisis dan diidentifikasi sebagai komponen

Gambar 1. Lokasi Survei Magnetotellurik (Tim Peta, 2014)



2. Metodologi D  q (3)
Metode Magnetotellurik (MT) 
B  0 (4)
Metode magnetotellurik (MT) merupakan  
metode elektromagnetik pasif yang melibatkan dengan D (V/m) adalah medan listrik H (A/m)
pengukuran fluktuasi medan listrik dan medan adalah medan magnetik, B (Weber/m2 atau T)

magnet alami yang saling tegak lurus di adalah fluks atau induksi magnetik, D (C/m2)
permukaan bumi yang dapat digunakan untuk adalah perpindahan muatan listrik dan q

mengetahui nilai konduktivitas batuan di bawah (C/m3) adalah rapat muatan listrik. J adalah

permukaan bumi dari kedalaman beberapa rapat arus dan  D / t (A/m2) adalah
meter hingga ratusan kilometer. Metode MT perpindahan arus terhadap waktu.
menggunakan frekuensi dengan kisaran 10-5 Hz- Medan elektromagnetik (EM) akan
103 Hz (Simpson dan Bahr, 2005). teratenuasi ketika melewati lapisan konduktif.
Sifat-sifat perambatan gelombang EM Untuk dapat memperkirakan kedalaman
didasarkan pada persamaan Maxwell sebagai penetrasi atau kedalaman investigasi gelombang
berikut: EM dapat digunakan besaran skin depth. Skin

 B depth didefinisikan sebagai kedalaman pada
xE   (1) suatu medium homogen dimana amplitudo
t
   D gelombang EM telah tereduksi menjadi 1/e dari
xH  J  (2) amplitudonya di permukaan bumi (Grandis,
t 2013). Nilai skin depth dipengaruhi oleh
resistivitas bahan dan frekuensi yang digunakan

12
POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal. 11 - 18 ISSN : 2301-4970

(Perdana, 2011). Besaran tersebut dirumuskan mensubstitusi ekivalensi nilai ω=2πf sehingga
sebagai berikut. muncul f yang merupakan frekuensi.
2 Data
  (5) Data yang digunakan pada penelitian
o merupakan data sekunder berupa datahasil
Dengan ρ adalah tahanan jenis medium survei magnetotellurik dalam domain waktu
homogen, µo adalah permeabilitas magnetik yang diperoleh di Pusat Sumber Daya Geologi
pada ruang hampa udara (4π x 10-7) dan ω (PSDG) Bandung. Lokasi survei magnetotellurik
adalah frekuensi sudut. Persamaan (5) dapat berada di Kawasan Panas Bumi Wapsalit,
ditulis seperti persamaan dibawah ini. Kabupaten Buru, Maluku. Daerah ini berada
pada koordinat 126˚47’40’’- 126˚56’47’’BT dan

  503 (6) 3˚34’16’’- 3˚26’09’’LS atau pada koordinat
f antara 9608000 - 9620000 mU dan 257000 -
Nilai tersebut diperoleh setelah mensubstitusi 271000 mT pada sistem koordinat UTM, zona 52
semua nilai konstanta yang telah ditetapkan dan belahan bumi selatan.

Gambar 2. Peta Titik Ukur (PSDG, 2012)

Pengolahan Data (XPR) yang dipengaruhi oleh gangguan.


Pengolahan data magnetotellurik pada Terakhir yang dilakukan adalah proses inversi
penelitian ini menggunakan tiga perangkat 2Duntuk mendapatkan penampang bawah
lunak yaitu SSMT 2000, MT EDITOR dan permukaandi lintasan pengukuran
WinGLink. Proses dimulai dengan mengubah menggunakan perangkat lunak WinGLink.
data mentah yang berasal dari MT unit yang Secara umum, permasalahan inversi dapat
memiliki format domain waktu ke domain dituliskan dalam bentuk persamaan :
frekuensi menggunakan perangkat lunak SSMT
2000. Setelah itu data dengan domain frekuensi d= F(m)+e (7)
diplot menjadi kurva resistivitas semu dan fase dengan d adalah vektor data, m adalah vektor
terhadap frekuensi yang dilakukan pada model, e adalah vektor error dan F adalah fungsi
perangkat lunak MT EDITOR. Pada tahap ini forward modelling. Pemodelan inversi pada
grafik juga akan diperhalus untuk menghasilkan perangkat lunak WinGlink menggunakan
sebuah kurva tahanan jenis semudengan metode inversi Nonlinear Conjugate Gradien
menonaktifkan setiap cuplikan data crosspowers

13
POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal. 11 - 18 ISSN : 2301-4970

(NLCG). Metode NLCG digunakan untuk magnet Hy masing-masing sejajar dan tegak
meminimalisasi fungsi objektif yang lurus dengan arah struktur. Persamaan yang
didefinisikan sebagai berikut (Rodi dan Mackie, berlaku adalah (Grandis, 2009):
2001): 2
 Ex
2
 Ex
2
 2
 i0 Ex (11)
T 1 T T
 ( m)  (d - F(m)) V (d - F(m ))   m L Lm (8) y z

dengan λ adalah parameter regulasi yang 1 Ex


merupakan bilangan positif. V adalah matriks Hy   (12)
yang mengatur variasi vektor error e dan L i0 z
adalah matriks operator. Algoritma NLCG
menggunakan variasi Polak-Ribiere NLCG untuk Pada polarisasi (TM) medan magnet Hx dan
meminimalisasi persamaan fungsi objektif. medan listrik Ey masing-masing sejajar dan
Rangkaian model untuk NLCG ditentukan oleh tegak lurus dengan arah struktur. Persamaan
penentuan variabel minimalisasi fungsi objektif yang berlaku adalah (Grandis, 2009):
dimana diberikan model awal mo, sehingga   Hx    Hx 
persamaan model berubah menjadi (Rodi dan   y   z   z   i0 Hx (13)
Mackie, 2001): y    
m
1
 m  p
   (9) Hx
Ey   (14)
z
dengan m 1 merupakan model baru berupa Untuk pemodelan kedepan pada polarisasi
hasil dari model awal yang telah ditambah TE, terlebih dahulu dihitung medan listrik Ex
dengan sistem yang dapat mempercepat proses pada grid menggunakan persamaan berikut :
inversi atau disebut juga preconditioner
(Amriyah, 2012). Penerapan metode NLCG Ex  2 Ex  Ex
( y1,z ) ( y, z ) ( y 1,z )
untuk meminimumkan fungsi objektif pada 2

persamaan (12) memberikan solusi: y
Ex  2 Ex  Ex
T T 1/2 ( y , z 1) ( y,z) ( y , z 1)
m1  m  [ J  J   H  ( F(m)  d)   
z 2
T 1 T
L L ]  [ J  ( F(m) - d )] (10) i0 Ex( y , z ) (15)

Pada model 2D magnetotellurik, resistivitas yang merupakan hampiran beda hingga dari
bervariasi dalam arah horisontal sesuai lintasan pers (11) dan hasilnya kemudian digunakan
(sumbu x) dan dalam arah vertikal atau untuk menghitung Hy melalui penyelesaian
kedalaman (sumbu z) sehingga ρ (y,z). Medium persamaan diferensial secara numerik seperti
didiskretisasi menjadi blok-blok dengan diperlihatkan pada persamaan berikut :
geometri tetap sehingga parameter model
adalah resistivitas tiap blok. Ukuran blok dibuat
tidak seragam untuk menggambarkan resolusi 1 Ex( y ,z 1)  Ex( y , z 1)
data MT yang berkurang terhadap jarak dan Hy   (16)
kedalaman serta untuk penerapan syarat batas i0 2 z
pada penyelesaian persamaan diferensial
menggunakan metode beda hingga atau finite Hal yang sama juga dilakukan untuk
difference. Dekomposisi persamaan yang polarisasi TM menggunakan persamaan (13)
dihasilkan dengan memperlihatkan geometri dan (14) dengan pendekatan beda hingga.
model 2D menghasilkan persamaan medan EM Secara umum fungsi yang menghubungkan data
yang diidentifikasi sebagai polarisasi transverse dengan parameter model adalah fungsi non
electric (TE) dan transverse magnetic (TM). Pada linier.
polarisasi TE medan listrik Ex dan medan

14
POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal. 11 - 18 ISSN : 2301-4970

Gambar 3. Model Resistivitas Semu 2D Lintasan 1

3. Hasil dan Pembahasan panas agar tetap terakumulasi di dalam zona


Interpretasi model sebaran resistivitas semu reservoir (Kadir, 2011).
2D lintasan 1 Di bawah sebaran resistivitas rendah
Lintasan 1 terdiri dari titik pengukuran terdapat sebaran resistivitas sedang. Sebaran
MTWP-21A, MTWP 16, MTWP 11, MTWP 05, resistivitas sedang mulai muncul di kedalaman
MTWP-30 dan MTWP 34, berarah dari barat laut 1200 m di bawah titik pengukuran MTWP-21A
hingga tenggara. Pada hasil inversi 2D pada menyebar secara diagonal hingga mencapai
gambar 3, secara umum terlihat adanya tiga kedalaman 4000 m di bawah titik pengukuran
sebaran resistivitas utama. Terdapat pola MTWP-34. Sebaran resistivitas sedang diduga
sebaran resistivitas rendah dengan rentang nilai merupakan reservoir karena berada pada dua
antara 1-32 Ωm ditunjukkan dengan warna zona yang memiliki resistivitas kontras yaitu
merah hingga kuning, sebaran pola resistivitas rendah dan tinggi. Reservoir merupakan volume
sedang dengan rentang nilai 32-139 Ωm lapisan batu permeabel yang berfungsi
ditunjukkan dengan warna hijau dan sebaran menyimpan panas dan tempat sirkulasi fluida
resistivitas tinggi dengan nilai resistivitas yang mengekstrak panas (Kadir, 2011). Sebaran
>139Ωm ditunjukkan dengan warna biru muda resistivitas sedang juga terdapat di bagian
hingga biru tua. permukaan tepatnya di bawah titik pengukuran
Sebaran resistivitas rendah menyebar di MTWP-11 yang menyebar hingga kedalaman
bawah permukaan titik MTWP-21A dan 1000 m di bawah titik pengukuran MTWP-34.
mengarah diagonal menuju tenggara mencapai Lapisan ini diduga sebagai batuan metamorf
kedalaman 2500 m di bawah permukaan titik karena menurut informasi geologi, batuan yang
MTWP-30. Sebaran resistivitas rendah diduga tersebar di daerah penelitian adalah batuan
merupakan lapisan batu penudung. Batu metamorf.
penudung (caprock) merupakan batuan ubahan Lapisan terakhir setelah lapisan dengan
yang terjadi akibat adanya interaksi antara sebaran resistivitas rendah dan sedang adalah
fluida panas dengan batuan yang ditunjukkan sebaran resistivitas tinggi. Sebaran resistivitas
dengan respon tahanan jenis yang rendah. tinggi berada di kedalaman mulai 2500 m di
Lapisan batu penudung merupakan lapisan bawah titik pengukuran MTWP-21A dan
impermeabel yang berfungsi untuk menjaga menyebar diagonal di bawah titik pengukuran
MTWP-16 dan MTWP 11 hingga kedalaman

15
POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal. 11 - 18 ISSN : 2301-4970

4000 m. Sebaran resistivitas tinggi diduga munculnya mata air panas tidak jauh dari lokasi
merupakan lapisan batuan dasar (basement) tersebut. Pada lintasan 1 terdapat pula mata air
yang mengalami intrusi sehingga diduga panas di dekat lokasi titik pengukuran MTWP-
menjadi salah satu sumber panas melihat nilai 30, akan tetapi tidak dapat dipastikan letak
resistivitas yang tinggi dibandingkan dengan struktur di sekitar titik MTWP-30. Lapisan batu
zona lainnya. penudung juga tidak mencakup permukaan
Pada lintasan 1, berdasarkan informasi namun masih terlihat mendapat sebaran
geologi untuk Kawasan Panas Bumi Wapsalit, resistivitas rendah dari batu penudung dan
terdapat struktur patahan yang berada diantara terlihat mulai menutup di kedalaman 3000 m di
titik ukur MTWP-16 dan MTWP-11. Struktur ini bawah permukaan tanah. Mata air panas di
diduga merupakan jalur transportasi fluida yang sekitar titik pengukuran MTWP-30 diduga
terperangkap oleh lapisan impermeabel pada muncul karena terdapat struktur lain.
batu penudung. Hal ini didukung dengan

Gambar 4. Model Resistivitas Semu 2D Lintasan 2

Interpretasi model sebaran resistivitas semu biru muda sampai biru yang memiliki nilai
2D lintasan 2 resistivitas <139 Ωm.
Lintasan 2 terdiri dari titik pengukuran Pada model sebaran resistivitas lintasan,
MTWP-14, MTWP-15, MTWP-16, MTWP 16A, lapisan resistivitas rendah di dekat permukaan
MTWP 17, MTWP-17A dan MTWP-18. Lintasan diduga sebagai lapisan batu penudung. Batu
2 berarah dari barat daya hingga timur laut. penudung berada pada tiap titik pengukuran
Pada hasil inversi 2D yang terlihat pada gambar dan resistivitas cenderung sangat rendah yang
4, terlihat pula 3 lapisan sebaran resistivitas ditandai dominasi warna merah ditengah dan
yang kontras seperti pada lintasan 1 di gambar diselimuti oleh lapisan yang juga rendah yang
3. Terdapat resistivitas rendah ditandai dengan ditandai dengan warna oranye hingga kuning.
warna merah hingga kuning yang bernilai 1- Lapisan batu penudung berada di sepanjang
32Ωm, resistivitas menengah yang ditandai permukaan lintasan hingga pada kedalaman
dengan warna hijau bernilai 32-139 Ωm, dan 2000 m. Lapisan dengan resistivitas sedang
resistivitas tinggi yang ditandai dengan warna yang berada pada kedalaman kurang lebih

16
POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal. 11 - 18 ISSN : 2301-4970

1500-3000 m dibawah permukaan diduga penudung (caprock). Sebaran pola


sebagai komponen reservoir sedangkan untuk resistivitas dengan rentang nilai 32-139 Ωm
resistivitas cukup tinggi (193-228 Ωm) yang berada pada kedalaman kurang lebih 1500-
terlihat berada pada kedalaman lebih dari 3000 m dibawah permukaan diduga sebagai
2500m dibawah permukaan diduga sebagai reservoir. Sebaran pola resistivitas dengan
batuan dasar (basement). rentang nilai 193-228 Ωm yang berada pada
Pada lintasan 2 yang menampilkan kedalaman lebih dari 2500 m dibawah
kedalaman hingga 4000 m, tidak terlihat lapisan permukaan diduga sebagai batuan dasar
batu batu dasar dengan resistivitas tinggi (basement).
(>316Ωm) pada kedalaman 3500 m seperti pada
model 2D pada lintasan 1 yang terlihat hingga Daftar Pustaka
berwarna biru tua dengan nilai resistivitas
berkisar 611-720 Ωm. Pada penampang struktur Amriyah, Qonita, 2012, “Pemodelan Data
bawah permukaan lintasan 2, diduga bahwa Magnetotellurik Multidimensi untuk
batu penudung, reservoir dan basement masih Mendelineasi Sistem Geotermal Daerah
menyebar di sebelum titik pengukuran MTWP- Tawau Malaysia”, Universitas Indonesia,
16 hingga titik pengukuran MTWP-18. Jakarta, (Skripsi).
Seperti pada lintasan 1, pola resistivitas Bandono, I.B., 2011, “Potensi Geothermal
sedang juga terlihat berada di permukaan Indonesia”, sumber:
lintasan pengukuran. Pada lintasan 2, sebaran www.ibnudwibandono.wordpress.com,
tersebut berada di dekat permukaan pada titik diakses pada 18 Mei 2014
pengukuran MTWP-17A hingga MTWP-18. Christina, B., 2013, “Energi Panas Bumi,
Sebaran ini mencapai kedalaman 500 m di Indonesia Kalah dari Filipina”, Liputan
bawah permukaan. Lapisan ini diduga juga Khusus Tempo, Jakarta
merupakan sebaran batu metamorf. Daud, Y., 2010, “Reducing Emission From
Berdasarkan informasi geologi, pada lintasan 2 Geothermal Energy Technology”,
terdapat pula struktur patahan seperti pada International Climate Change Workshop,
lintasan 1. Patahan diduga berada diantara titik Geothermal Laboratory University of
pengukuran MTWP-15 hingga MTWP-17. Indonesia, Jakarta
Seperti yang telah di tuliskan sebelumnya Grandis, H., 2009, “Pengantar Pemodelan Inversi
bahwa patahan merupakan salah satu Geofisika”, Institut Teknologi Bandung,
komponen sistem panas bumi yang berfungsi Bandung
sebagai jalur transportasi fluida dari reservoir. Grandis, H., 2013, “Metoda Magnetotellurik
Banyaknya zona patahan akan menambah (MT)”, Institut Teknologi Bandung,
jumlah fluida yang muncul ke permukaan. Hal Bandung
ini diperkuat dengan banyaknya mata air panas Grant dan Bixley, 2010, “Geothermal Reservoir
yang berada di dekat lintasan 2. Engineering”, edisi kedua, Academic
Press, USA
4. Kesimpulan Kadir, T.V.S., 2011, “Metode Magnetotellurik
Setelah melakukan pengolahan data hingga (MT) untuk Eksplorasi Panasbumi Daerah
menghasilkan penampang lintasan pengukuran Lili, Sulawesi Barat, dengan Data
dalam bentuk 2D, dapat disimpulkan bahwa: Pendukung Metode Gravitasi”, Universitas
1. Pada lintasan 1, sebaran pola resistivitas Indonesia, Jakarta, (Skripsi).
antara 1-32 Ωm yang menyebar diagonal Perdana, A.W., 2011, “Metode Controlled Source
menuju tenggara dari titik MTWP-21A Audio Frequency Magnetotelluric (CSAMT)
hingga titik MTWP-30 diduga sebagai lapisan untuk Eksplorasi Mineral Emas Daerah “A”
batu penudung (caprock). Sebaran pola dengan Data Pendukung Metode Magnetik
resistivitas antara 32-139 Ωm yang mulai dan Geolistrik”, Universitas Indonesia,
muncul di kedalaman 1200 m hingga Jakarta, (Skripsi).
mencapai kedalaman 4000 m di bawah Pertamina, 2014, “Tentang Panas Bumi”,
permukaan diduga merupakan reservoir. sumber: www.pge.pertamina.com,
Sebaran resistivitas dengan nilai lebih dari diakses pada 28 Maret 2014.
139 Ωm yang berada di kedalaman mulai Prihandana dan Hendroko, 2008, “Energi Hijau”,
2500 m di bawah permukaan tanah diduga Penebar Swadaya, Jakarta
merupakan lapisan batuan dasar (basement). PSDG, 2012, “Laporan Survei Magnetotellurik
2. Pada lintasan 2, sebaran pola resistivitas Daerah Panas Bumi Wapsalit, Kabupaten
antara 1-32 Ωm yang berada di sepanjang Buru, Provinsi Maluku” Pusat Sumber
permukaan lintasan hingga pada kedalaman Daya Geologi, Bandung.
2000 m diduga merupakan lapisan batu

17
POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal. 11 - 18 ISSN : 2301-4970

Rodie dan Mackie, 2001, “Nonlinear Conjugate


Gradients Algorithm for 2D
Magnetotelluric Inversion” Jurnal
Geophysics Vol.66 No.1
Santoso, D., 2012, “Volkanologi dan Eksplorasi
Geotermal”, Catatan kuliah Prodi Teknik
Geofisika, Penerbit ITB, Bandung.
Saptadji, N.M., 2001, “Teknik Panas Bumi”, Diktat
Kuliah Prodi Teknik Perminyakan,
Penerbit ITB, Bandung.
Simpson F. dan Bahr K., 2005, “Practical
Magnetotellurics”, Cambridge University
Press, USA.
Tim peta, 2014,https://petatematikindo.
wordpress.com /2014/07/19/administasi-
kabupaten-buru-selatan/,diakses tanggal
13 januari 2014.

18

Anda mungkin juga menyukai