Anda di halaman 1dari 2

Murahnya Tarif Data Lemahkan Pertumbuhan Industri

Telekomunikasi Indonesia
Rully Fauzi | Tivan Rahmat
Kamis, 17 Januari 2019 | 22:57 WIB

Acara Selular Business Forum di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (17/1/2019) malam. [Suara.com / Tivan RAHMAT]
Acara Selular Business Forum di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (17/1/2019) malam.
Suara.com - Kehadiran 4G membuat ekosistem DNA (device, network, application)
semakin berkembang di Indonesia. Namun di tengah meningkatnya
pengguna smartphone yang mendorong lonjakan konsumsi data, industri seluler
sesungguhnya terbilang rapuh.
Tengok saja hingga semester pertama 2018, kinerja operator terus melorot,
bahkan sudah mengalami "negative growth" baik dari sisi pendapatan (-12,3
persen) dan juga EBITDA (-24,3 persen). Industri telekomunikasi Indonesia pun
diproyeksi tumbuh negatif 6,4 persen pada 2018.
Penurunan ini sebenarnya terbilang cepat. Pasalnya pada 2016, industri selular
masih tumbuh sebesar 10 persen.

Namun, rendahnya tarif data, tidak bisa mengimbangi turunnya layanan suara dan
SMS. Layanan basic itu, semakin kurang diminati karena pelanggan beralih ke
layanan OTT. Alhasil, pertumbuhan menciut menjadi 9 persen di akhir 2017.
Tumbuhnya konsumsi data masyarakat yang mengakses layanan OTT ini pun
dianggap sebagai beban industri karena harga paket internet yang terlalu murah.

Rendahnya tarif data yang dibarengi dengan dampak dari kebijakan r egistrasi pra
bayar, dan kondisi ekonomi makro yang tak kondusif seperti kurs rupiah yang
masih tertekan terhadap dolar pun membuat operator menutup 2018 dengan
kinerja yang kurang menggembirakan.

Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) mencatat, rata-rata


penggunaan data pada 2014 hanya 0,3 gigabyte (GB) per bulan. Angka itu tumbuh
menjadi 3,5 GB per bulan pada 2018. Tahun ini, estimasi konsumsi data di
Indonesia mencapai 4,8 GB dan meningkat terus menjadi 6 GB pada 2021.
"Harga layanan data Indonesia yang termurah di dunia, hanya sedikit di atas
India," ungkap Ketua ATSI, Ririek Adriansyah dalam acara Selular Business
Forum di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (17/1/2019) malam.

Padahal untuk memenuhi permintaan layanan data yang naik 3,5 kali lipat dalam
lima tahun ke depan, dikatakan Ririk perlu tambahan modal. "Kami perlu investasi
untuk menambah kapasitas," ujar Ririek.

Dalam kesempatan yang sama, Kristiono selaku Ketua Masyarakat Telemat ika
Indonesia (MASTEL) juga menyebutkan bahwa harga layanan data di Indonesia
justru menurun dari Rp 1 per kilobyte (kb) pada 2010 menjadi Rp 0,015 per kb
pada 2018.
"Penurunan harga mencapai 40 persen per megabyte (MB) inilah yang jadi
masalahnya," jelas Kristiono.
Sementara, menurut Kristiono, murahnya tarif layanan data ini justru
menguntungkan perusahaan digital yang penggunaan produknya lebih banyak
menggunakan kuota data.

"E-commerce tumbuh di tengah infrastrukturnya, yakni telekomunikasi yang


menurun. Jadi seperti benalu saja," katanya.

Sumber : https://www.suara.com/tekno/2019/01/17/225736/murahnya-tarif-data-lemahkan-
pertumbuhan-industri-telekomunikasi-indonesia

Anda mungkin juga menyukai