1. Latar belakang
Islam meyakini bahwa wajib berbuat adil dalam segala hal, termasuk dalam berinteraksi
dengan non-muslim yang hidup di negara muslim yang menjamin keamanan setiap
penduduknya. Bahkan tidak boleh berbuat zhalim sekalipun kepada non-muslim. Di antara
kaum muslimin, ada yang bersikap berlebihan membenci non-muslim hingga mengganggu
mereka bahkan meneror mereka. Sebagian lagi bersikap bermudah-mudahan, hingga
berkasih-sayang dan loyal kepada mereka. Adapun sikap yang adil adalah pertengahan di
antara keduanya.
2. Rumusan masalah
Suatu kesalahan fatal yang terjadi pada sebagian kaum muslimin adalah menyikapi semua orang
kafir atau non-muslim dengan sikap yang sama. Padahal Allah dan Rasul-Nya membedakan orang
kafir menjadi beberapa kelompok, sebagaimana dijelaskan para ulama:
Kafir harbi atau kafir muharib, yaitu orang kafir yang berada dalam peperangan dan
permusuhan terhadap kaum muslimin
Kafir dzimmi, yaitu orang kafir yang hidup di tengah kaum muslimin di bawah pemerintah
muslim dan mereka membayar jizyah setiap tahun
Kafir mu’ahhad, yaitu orang kafir yang sedang berada dalam perjanjian dengan kaum
muslimin dalam jangka waktu tertentu
Kafir musta’man, yaitu orang kafir yang dijamin keamanannya oleh kaum muslimin
3. Kerangka pemikiran
BENAR
Toleransi terhadap orang kafir ahlul ‘ahdi
Islam agama yang samahah (toleran), Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya agama Allah (Islam) itu hanifiyyah dan samahah” (HR. Bukhari secara
mu’allaq, Ahmad, Ath Thabrani). Hanifiyyah maksudnya lurus dan benar, samahah
maksudnya penuh kasih sayang dan toleransi. Bahkan terhadap orang kafir yang tidak
memerangi Islam telah diatur adab-adab yang luar biasa, diantaranya:
1. Dianjurkan berbuat baik dalam muamalah
Setiap muslim hendaknya bermuamalah dengan baik dalam perkara muamalah dengan
non-muslim, serta menunjukkan akhlak yang mulia. Baik dalam jual-beli, urusan
pekerjaan, urusan bisnis, dan perkara muamalah lainnya. Sebagaimana termaktub dalam
Al Qur’an (artinya), “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik (dalam urusan dunia)
dan berlaku adil terhadap orang-orang (kafir) yang tiada memerangimu karena agama dan
tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil” (QS. Al-Mumtahanah :8).
Ayat ini juga merupakan dalil bolehnya berjual-beli dan berbisnis dengan orang kafir
selama bukan jual beli atau bisnis yang haram. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dan
para sahabat juga dahulu berbisnis dengan orang kafir.
Jika ada yang berkata: “Masalah keyakinan saja koq dibesar-besarkan?” atau semisalnya.
Justru bagi seorang muslim, masalah aqidah atau keyakinan adalah masalah terbesar dalam
hidupnya. Perkara yang berkaitan dengan hubungan seorang insan dengan Rabb-nya.
Perkara yang merupakan tujuan hidup. Perkara yang menentukan nasibnya kelak di hari
kiamat nanti, yang menentukan kelak ia merasakan adzab abadi ataukah nikmat abadi. Oleh
karena itu, Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengajarkan kita doa: “Ya Allah baguskanlah
agama kami, yang merupakan perisai urusan kami” (HR. Muslim). Karena urusan agama
dan keyakinan ini lah yang menjadi perisai kita dari api neraka kelak.
Maka anjuran berbuat baik dan ihsan kepada tetangga kafir atau orang kafir secara umum,
hanya sebatas perbuatan baik yang wajar, tidak boleh sampai menjadikan mereka orang
yang dekat di hati, sahabat, orang kepercayaan atau yang dicenderungi untuk diberikan
kasih sayang, apalagi menjadikan orang kafir sebagai pemimpin. Wallahul musta’an.
Termasuk juga dalam hal ini, tidak boleh memakai atribut-atribut agama lain. Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat Adi bin Hatim radhiallahu’anhu
yang mengenakan kalung salib, beliau mengatakan, “Wahai ‘Adi buang berhala yang ada
di lehermu” (HR. Tirmidzi, hasan). Juga, termasuk dalam hal ini, tidak boleh ikut
merayakan perayaan orang kafir. Khalifah Umar bin Khathab radhiallahu’anhu pernah
mengatakan, “Janganlah kalian memasuki peribadatan non muslim di gereja-gereja mereka
di hari raya mereka. Karena saat itu sedang turun murka Allah” (HR. Abdurrazaq).
Dan tentu dari semua bahasan ini, yang tidak kalah penting adalah kita berharap dan
mengusahakan orang kafir mendapatkan hidayah. Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata:
“Yang disyariatkan kepada kita terhadap orang kafir, pertama, adalah dakwah ilallah ‘Azza
wa Jalla. Yaitu mengajaknya kepada agama Allah dan menjelaskan hakekat Islam, sebisa
mungkin dan sebatas ilmu yang kita miliki. Karena ini adalah perbuatan baik yang paling
baik terhadap mereka. Inilah yang hendaknya diserukan seorang muslim di tempat-tempat
orang kafir dan ditempat orang Yahudi dan Nasrani serta orang Musyrik lainnya
berkumpul. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam: ‘Barangsiapa yang
menunjukkan kepada hidayah maka ia mendapat pahala semisal pelakunya’ (HR.
Muslim)” (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Baz).
Surat Al-Kafirun memiliki keutamaan dan manfaat apabila diamalkan sehari-hari, antara lain:
Surat ini sangat terkenal karena kandungannya mengajarkan kita untuk bertoleransi antar umat
beragama. Dalam kitab suci Alquran di perintahkan untuk menghormati penganut agama lain.
Seperti dalam potongan akhir ayat surat tersebut yang artinya, "Untuk mu agama mu dan untuk ku
agama ku".
Surat ini juga ditakuti oleh iblis. Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, menurutnya tiada surat
yang sangat ditakuti iblis kecuali surat Al Kafirun. "Tidak ada dalam Alquran yang lebih
menakutkan bagi iblis daripada Qul Ya Ayyuhal-Kafirun, sebab ia adalah tauhid dan pembebas
dari kemusyrikan."
Menurut Syeikh Ibnu 'Abbaz membaca empat kali surat ini sama dengan menghatam Alquran.
Hanya saja, bukan berarti tidak perlu lagi membaca Alquran. Sebab seorang muslim hendaknya
membaca Alquran setiap hari.
SALAH
Tidak boleh mengikuti agamanya, mencakup semua ritual dan kepercayaannya
Allah Ta’ala berfirman:
ِ َّللاِ إ
اْلس َإَلم َّ َِإ َّن الدِينَ ِعند
“Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah adalah Islam” (QS. Al Imran: 19).
ِين
ِ يدَ ق إل يَا أَيُّ َها إالكَافِرونَ ََل أ َ إعبد َما تَ إعبدونَ َو ََل أ َ إنت إم َعا ِبدونَ َما أَعإبد َو ََل أَنَا َعا ِبد ٌ َما َعبَدإت إم َو ََل أ َ إنت إم َعا ِبدونَ َما أَعإبد لَك إم دِينك إم َو ِل
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan
kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa
yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku” (QS. Al Kafirun).
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi auliya bagimu, orang-orang
yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang
telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan
bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman” (QS. Al Maidah:
57).
Tidak boleh tasyabbuh bil kuffar, meniru kebiasaan yang menjadi ciri khas kaum non-Muslim
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Orang yang menyerupai suatu kaum, ia menjadi bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Daud,
4031, di hasankan oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari, 10/282, di shahihkan oleh Ahmad Syakir di
‘Umdatut Tafsir, 1/152)
ور َو ِإذَا َم ُّروا ِباللَّ إغ ِو َم ُّروا ِك َرا ًما ُّ ََو َّالذِينَ ََل يَ إش َهدون
َ الز
“Dan orang-orang yang tidak melihat az zuur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang)
yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan
menjaga kehormatan dirinya” (QS. Al Furqan: 72).
Ibnu Abbas radhiallahu’anhu mengatakan: “az zuur adalah hari-hari perayaan kaum musyrikin”
(Tafsir Al Qurthubi).
Tidak boleh menjadikannya teman dekat, pemimpin dan orang kepercayaan
Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani
menjadi aliya bagi(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.
Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu
termasuk golongan mereka” (QS. Al Maidah: 51).
Makna auliya adalah: pemimpin; orang kepercayaan; orang yang dicenderungi untuk disayangi;
teman dekat; wali. Ini semua makna yang benar dan tercakup dalam ayat.
Tidak boleh seorang Muslimah menjadikan lelaki non Muslim sebagai suami
Allah Ta’ala berfirman:
“maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu
kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi
orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka” (QS. Mumtahanah:
10).
َالمشركين
ِ أظهر
ِ َمسلم يقيم بين
ٍ ِ أَنا بري ٌء من
كل
“Aku berlepas diri dari setiap Muslim yang tinggal di antara mayoritas kaum Musyrikin” (HR.
Abu Daud 2645, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).
Kecuali ketika ada kebutuhan, seperti untuk mendakwahkan Islam di antara mereka.
Tidak boleh memakan sembelihan non Muslim yang selain Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani)
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al
An’am: 121)
“Janganlah engkau mendahului orang Yahudi dan Nasrani dalam mengucapkan salam” (HR.
Muslim no. 2167)
Tidak boleh memintakan ampunan bagi non Muslim yang sudah meninggal
Allah Ta’ala berfirman:
“Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah)
untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya),
sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka)
Jahim” (QS. At-Taubah: 113).
ٍورة
َ ضر ِ َّاتَّفَقَ إالفقَ َهاء َعلَى أَنَّه يَحإ رم دَ إفن م إس ِل ٍم فِي َم إقبَ َرةِ إالكف
َ ار َو َع إكسه ِإَلَّ ِل
“Para fuqaha sepakat bahwa diharamkan memakamkan Muslim di pemakaman orang kafir atau
sebaliknya, kecuali jika darurat”.
َ ََل ت َِجد قَ إو ًما يؤإ ِمنونَ ِباللَّـ ِه َو إال َي إو ِم إاْل ِخ ِر ي َوادُّونَ َم إن َحادَّ اللَّـهَ َو َرسولَه َولَ إو كَانوا آ َبا َءه إم أَ إو أَ إبنَا َءه إم أَ إو ِإ إخ َوانَه إم أ َ إو َعش
ِيرتَه إم
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-
sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu
bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka” (QS. Al
Mujadilah: 22)
“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu
menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu
terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil. Berbuat adillah karena ia lebih mendekati
ketakwaan. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan” (QS. Al Maa’idah: 8)
“Wahai hambaKu, Aku telah haramkan kezaliman atas Diriku, dan aku jadikan kezaliman itu
haram bagi kalian, maka janganlah saling menzalimi” (HR. Muslim 2577).
“Waspadalah terhadap doa orang yang terzalimi, walaupun ia kafir. Karena tidak ada hijab
antara ia dengan Allah” (HR. Ahmad 12549, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Shahihah no.
767 )
Tidak boleh menyakitinya atau menganggu orang kafir yang dijamin keamanannya oleh kaum
Muslimin, yang sedang dalam perjanjian damai, atau kafir dzimmi
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang membunuh orang kafir muahad, ia tidak akan mencium wangi surga. Padahal
wanginya tercium dari jarak 40 tahun” (HR. Bukhari no. 3166).
5. Simpulan
Secara keseluruhan, Islam telah mengajarkan toleransi yang indah terhadap orang kafir,
namun tentu toleransi itu ada batasannya. Kaum mukminin adalah kaum yang pertengahan,
tidak berlebihan namun juga tidak meremehkan.
6. Daftar referensi
https://buletin.muslim.or.id/aqidah/toleransi-terhadap-non-muslim-dan-batasannya
https://www.merdeka.com/peristiwa/al-kafirun-surat-yang-mengajak-tolernasi-
beragama.html
https://muslim.or.id/29520-ringkasan-hal-hal-yang-boleh-dan-tidak-boleh-terhadap-non-
muslim.html
1. Latar belakang
Pentingnya mengenal makna La Ilaha Illallah (Kalimat Tauhid)
Membicarakan pokok bahasan tentang kalimat tauhid ini bukanlah perkara yang
baru, akan tetapi jauh sebelum hidupnya kita, para nabi dan rasul
‘alaihimussalaamsudah menebarkan dan mendakwahkan kalimat ini, bahkan Allah
Subhanahu wa Ta’aala sendiri telah memfirmankan di dalam al-Quran, yang
artinya: “dan sesungguhnya Kami telah mengutus pada tiap umat seorang Rasul,
agar mereka (para rasul) memerintahkan menyembah Allah dan menjauhi Thaghut
(sesembahan selain Allah)” (QS. An-Nahl/16: 36).
Berbicara tentang kalimat tauhid, bukanlah khusus kepada orang yang baru
masuk Islam saja, bahkan juga ditujukan kepada orang-orang yang telah memeluk
Islam berpuluh tahun lamanya, karena tidaklah sah iman seseorang muslim kalau
isi kandungan kalimat tauhid ini tetap ia langgar, bahkan di dalam satu hadits
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya: “Barangsiapa yang
berjumpa dengan Allah Subhanahu wa Ta’aala tanpa mempersekutukan-Nya
sedikitpun, maka dia masuk surga dan barangsiapa yang berjumpa dengan
Allah‘Azza wa Jalla sedangkan dia mempersekutukan-Nya dalam bentuk apapun,
maka dia masuk neraka.” (HR. Muslim)
2. Rumusan masalah
3. Kerangka pemikiran
Dalam kehidupan kalimat tauhid laa ilaaha illallah akan senantiasa memberikan
kesan kuat kepada umat manusia, seperti yang dikatakan Abul A’laa Maududi
bahwa orang mukmin yang mengimani kalimat tauhid, wawasan berpikirnya akan
luas, karena iya meyakini Allah, sebagai dzat yang menciptakan langit dan bumi
sebagai penguasa alam semesta, sebagai pemilik barat dan timur. Bahkan Dialah
yang memberikan rezeki dan mengatur manusia.
Iman kepada kalimat tauhid akan melahirkan rasa percaya diri dan kebesaran jiwa
manusia. Ia yakin bahwa tidak ada yang dapat menghalanginya selain Allah. Hanya
Dialah yang bisa memberikan manfaat dan mudhorot. Dialah yang mematikan dan
menghidupkan dan Dia jugalah pemilik segala hukum, kekuasaan, dan kedaulatan.
Walaupun orang mukmin itu memiliki kebesaran jiwa dan wawasan berpikir, tapi
pasti ia tidak sombong. Ia akan selalu berusaha agar tidak terpedaya oleh keluasan
berpikir dan kebesarannya itu. Hal ini dapat dicapai bila selalu bersyukur akan
nikmat yang diberikan Robbnya. Ia sadar hanya Allah lah yang menganugerahi
seluruh kekuatan dan kebesaranNya itu. Hanya Robbnyalah yang berkuasa
memberi dan mencabut sesuatu dengan kehendaknya.
Orang yang mengimani kalimat tauhid akan memahami dengan sepenuh hatinya,
bahwa jalan menuju keselamatan dan kebahagiaan hanya dapat dicapai dengan
kebersihan jiwa dan amal sholeh. Ia berasumsi begini karena ia beriman kepada
dzat yang maha kaya dan maha adil. Hanya Dialah tempat bergantung.
Sedangkan bagi orang-orang musyrik dan orang kafir, mereka berada di bawah
angan-angan kosong. Diantara mereka bahkan ada yang mengatakan tentang
adanya Anak Tuhan yang menjadi penembus dosa umat manusia. Diantara mereka
juga ada yang mengaku putera-putera Allah dan kekasihNya. Diantara mereka juga
ada yang mengatakan,”kami akan meminta syafaat pada sisi Allah yang pembesar-
pembesarnya kami dan orang yang takwanya lebih dari pada kami”. Diantara
mereka juga ada yang mempersembahkan nazar-nazardan kurban-kurban kepada
tuhan-tuhan mereka. Mereka beranggapan dengan cara itulah mereka mendapatkan
ijin dari RobbNya untuk melakukan segala perbuatan menurut hawa nafsunya.
Orang yang beriman kepada kalimat tauhid juga tidak akan mudah dihinggapi rasa
putus asa dan frustasi dalam kondisi apapun juga. Ia yakin karunia Allah tiada batas.
Ia yakin terhadap kekuasaanNya karena Allah lah pemilik dan pengatur alam ini.
Orang beriman juga akan selalu berada dalam ketenangan yang hakiki, walaupun
berjuta manusia menghina dan menyempitkan lapangan hidupnya. Ia selalu yakin
pertolongan Allah pasti akan tiba. Oleh karena itulah ia selalu bertawakkal dan
meminta pertolongan hanya kepadaNya.
5. Simpulan
kalimat laa ilaaha illallah merupakan suatu tauhid sama halnya dengan kalimat syahadat
apabila kalimat tahlil atau kalimat Laa ilaaha illallah hanya diucapkan dan tidak diamalkan
maka hal itu Tidak bermnfaat apa-apa.merupakan suatu kalimat yang apabila tidak hati-
hati dalam Melafalkannya maka itu termasuk perbuatan musyrik termasuk dalam perkara
yang dapat membatalkan islam, apabila diucapkan di jamin masuk syurga termasuk dalam
kalimat penghapus dosa. merupakan dzikir yang paling utama.
6. Daftar referensi
https://salafyboengo.wordpress.com/2010/08/24/pentingnya-memahami-makna-
laa-ilaaha-illallah-dalam-kehidupan/
http://fajriana.blog.ugm.ac.id/2011/11/08/memahami-makna-laa-ilaaha-illallah-
dalam-kehidupan-sehari-hari/