Anda di halaman 1dari 8

PERBEDAAN VARIASI SUHU PROSES DEPARAFINISASI

MENGGUNAKAN AKUABIDES PADA PENGECATAN


IMUNOHISTOKIMIA Esterogen Reseptor
Manuscript

Disusun oleh :
Irmastuti Huda
G1C115001

PROGRAM STUDI D IV ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018

http://repository.unimus.ac.id
http://repository.unimus.ac.id
http://repository.unimus.ac.id
PERBEDAAN VARIASI SUHU PROSES DEPARAFINISASI
MENGGUNAKAN AKUABIDES PADA PENGECATAN
IMUNOHISTOKIMIA Esterogen Reseptor
Irmastuti Huda1 , Sri Sinto Dewi2, Arya Iswara2
1. Program Studi DIV Analis Kesehatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Semarang
2. Laboratorium Biologi Molekuler Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Semarang

Info Artikel Abstrak


Proses pengecatan imunohistokimia meliputi
pengolahan jaringan, pemotongan jaringan,
deparafinisasi, rehidrasi, antigen retrieval, peroxidase
blocking, protein blocking, inkubasi antibodi, antibodi
sekunder post primary, compact polymer, DAB,
counterstain, dehidrasi, clearing, mounting.
Deparafinisasi merupakan proses untuk menghilangkan
parafin yang terdapat pada jaringan. Penelitian ini
digunakan deparaffinization agent berupa aquabidest
pemanasan dengan suhu 45oC, 50oC, 55oC, 60oC.
Tujuan dari penelitian ini untuk melihat perbedaan
variasi antara suhu aquabidest pada proses
deparafinisasi pengecatan imunohistokimia Esterogen
Reseptor. Sampel penelitian menggunakan blok
jaringan Ca mamae +3. Deparafinisasi dengan
aquabidest pemanasan diperoleh hasil intensitas
pewarnaan dengan skor +1 intensitas lemah pada suhu
45oC, skor +1 intensitas lemah pada suhu 50oC, skor
+2 intensitas sedang pada suhu 55oC, skor +3 intensitas
kuat pada suhu 60oC. Penelitian ini terdapat perbedaan
penggunaan aquabidest dengan pemanasan yang
signifikan yaitu nilai 0,007 < 0,05 dengan
menggunakan uji statistik Kruskal Wallis. Proses
deparafinisasi menggunakan aquabidest pemanasan
terdapat perbedaan baik menggunakan xylol maupun
aquabidest pemanasan.

Keyword
Akuabides, Deparafinisasi,
Suhu

*Corresponding Author
Anita Dian Maryani
Laboratorium Biologi Molekuler. Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan. Universitas Muhammadiyah
Semarang. Semarang Indonesia 50273
E-mail : irmashuda12@gmail.com

http://repository.unimus.ac.id
Pendahuluan 2007). ER positif merupakan marker penanda
kanker payudara.
Penyakit kanker merupakan salah
satu penyebab kematian utama di dunia. Pada proses pewarnaan
Penyakit kanker adalah penyakit yang timbul imunohistokimia salah satu langkahnya
akibat pertumbuhan tidak normal sel pada adalah deparafinisasi. Prinsip deparafinisasi
jaringan tubuh yang berubah menjadi kanker adalah menghilangkan parafin pada jaringan,
(Kemenkes, 2015), salah satunya adalah dengan tujuan mempermudah antigen masuk
kanker payudara. Kanker payudara kedalam jaringan. Pada proses deparafinisasi
merupakan penyebab kematian terbesar di larutan yang digunakan adalah xylol I, xylol
setiap tahunnya, dan kedua terbanyak setelah II, xylol III dan akuades masing-masing
kanker leher rahim pada wanita di Indonesia. preparat direndam selama 3-5 menit (Sofian
Pada tahun 2014 sebanyak 519.000 wanita dan Kampono, 2005).
dilaporkan mengalami kematian akibat Xylol adalah golongan Hidrokarbon
kanker payudara (Budiman dkk, 2013). aromatik yang biasa digunakan sebagai
Adanya kanker payudara dapat didiagnosis pelarut atau dikombinasikan dengan senyawa
dengan cara pemeriksaan imunohistokimia. organik dan juga sebagai proses kimia. Xylol
Imnohistokimia adalah suatu metode merupakan senyawa yang berbahaya dan
yang bertujuan untuk menunjukkan adanya mempunyai resiko utama pada susunan saraf
antigen didalam jaringan oleh antibodi pusat. Dalam jangka pendek akan terjadi
spesifik (Nasution dkk, 2015). Prinsip iritasi pada mata, mual muntah jika terhirup,
metoda imunohistokimia adalah perpaduan gangguan pencernaan dan penyumbatan
antara reaksi imunologi dan kimiawi, dimana paru-paru jika tertelan. Dalam jangka
reaksi imunologi ditandai dengan adanya panjang akan terjadi kesemutan, gangguan
reaksi antara antigen dengan antibodi menstruasi, efek reproduksi, kejang jika
sedangkan reaksi kimiawi ditandai dengan terhirup, dan terjadi ruam kulit jika mengenai
adanya reaksi antara enzym dengan kulit (Cahyana et al., 2015). Sehingga
substratnya. Reaksi imunohistokimia ini diperlukan bahan untuk mengantikan xylol
sifatnya spesifik, karena bahan yang bahan alternatif tersebut adalah akubides
dideteksi akan direaksikan dengan antibodi dengan pemanasan.
spesifik yang dilabel dengan suatu enzym. Bahan dan Metode
Enzym yang digunakan untuk melabeli
antibodi tersebut adalah peroksidase. Jenis penelitian yang digunakan
Antibodi dilabel dengan enzym peroksidase, adalah penelitian eksperimental dengan
substrat yang digunakan adalah peroksida. pendekatan cross sectional yaitu menguji
untuk menandai adanya reaksi enzymatik perbedaan antara pemeriksaan
maka digunakan suatu indikator warna imunohistokimia menggunakan akuabides
(chromogen). Chromogen yang digunakan pemansan dan xylol sebagai kontrol.
pada reaksi ini adalah DAB (3,3 Penelitian ini dilakukan pada bulan
diaminobenzidine) yang berwarna coklat November 2017 sampai bulan Januari 2018
(Widiarti et al., 2009). Salah satu di Rumah Sakit Margono Purwokerto.
pemeriksaan yang sering dilakukan untuk Populasi penelitian ini adalah semua jaringan
mendiagnosis adanya kanker payudara yaitu payudara yang terdapa di rumah sakit
dengan imunohistokimia metode Esterogen margono Purwokerto. Sampel penelitian ini
Reseptor (ER). menggunakan jaringan kanker payudara Ca
Mammae yang sudah diketahui positif kanker
Esterogen Reseptor adalah sebagai payudara.
prognostik dan faktor prediktif karsinoma
payudara invasif. ER positif memprediksi
terhadap respon terapi endokrin (Bauer et al.,

http://repository.unimus.ac.id
Kriteria Inklusi hasil tidak normal maka menggunakan uji
Kruskal Wallis. Untuk melihat perbedaan
a. Jaringan positif 3 (+3) Ca Mammae
dari organ yang sama antara variabel menggunakan uji Post
b. Blok parafin dengan kualitas dan Hoc Tukey. Interpretasi skor hasil
kondisi baik yang masih bisa pengecatan imunohistokimia ER
digunakan untuk pemeriksaan mengacu pada American Journal Of
imunohistokimia Clinical Pathologi dengan penilaian skor
+1, +2, +3. Dengan nilai +1 intensitas
Kriteria Eksklusi warna pada inti sel terlihat samar atau
a. Preparat jaringan dari pasien yang lemah, +2 intensitas warna pada inti sel
berbeda dan organ yang berbeda tampak tidak menyeluruh (utuh) atau
tidak boleh digunakan bersifat sedang, +3 intensitas warna pada
b. Blok parafin dengan kondisi kualitas inti sel tampak menyeluruh (utuh) atau
yang tidak baik (rusak) tidak dapat bersifat kuat.
digunakan untuk pemeriksaan
Hasil
Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pipet, mikropipet, Tabel 1. Hasil rata-rata pengamatan
microwave, oven, beaker glass, objek glass pengecatan IHC ER dengan akubides
polysilane. Bahan yang digunakan dalam pemanasan untuk proses deparafinisasi
penelitian ini adalah xylol, alkohol, absolut, Pengulangan Rata-
akuades, buffer sitrat, larutan PBS, entelan, Penilaian rata
Agen
H2O2 3% dalam metanol, Deparaffinization Intensitas warna hasil
Deparafinisasi
agent (akuabides suhu 40oC, 50oC, 55oC, ER
60oC), antibodi primer Esterogen Reseptor 1 2 3
(ER), antibodi sekunder (Trekkie Universal Akubides suhu +1 +1 +1 +1
Link), Trek avidin HRP, kromogen DAB, dan 45oC
hematoxylin. Penelitian dilakukan dengan Akubides suhu +1 +1 +1 +1
empat perlakuan yaitu akuabides suhu 40oC, 50oC
50oC, 55oC, 60oC selama 4 menit diulang Akubides suhu +2 +2 +2 +2
sebanyak 3 kali. Jaringan yang sudah 55oC
memenuhi kriteria inklusi ekslusi lalu Akubides suhu +3 +3 +3 +3
kemudian dilakukan pengolahan jaringan, 60oC
pemotongan jaringan, pengecatan Xylol (Kontrol) +3 +3 +3 +3
jaringan dengan pengecatan
imunohistokimia deparafinisasi,
rehidrasi, antigen retrieval, peroxidase Berdasarkan tabel 1. Pada suhu 45oC
blocking, protein blocking, inkubasi dan 50oC mendapatkan hasil skor yang
antibodi, antibodi sekunder, compact sama yaitu +1 (positif 1), pada suhu 55oC
polymer, DAB, Counterstain, dehidrasi, mendapatkan hasil skor +2 (positif 2),
clearing, mounting. dan pada suhu 60oC mendapatkan hasil
skor +3 (positif 3). Semua perlakuan
data yang sudah diperoleh dibandingkan dengan xylol sebagai
dianalisa menggunakan program statistik kontrol +3.
komputer. Data dilakukan uji normalitas
dengan menggunakan Saphiro Wilk,
apabila hasil data normal maka
menggunakan uji anova, sedangkan jika

http://repository.unimus.ac.id
Gambar 1. hasil pengecatan dengan Gambar 4. hasil pengecatan dengan
akuabides suhu 45oC. akuabides suhu 60oC.
Berdasarkan keterangan gambar 1 Berdasarkan keterangan gambar 4
pengamatan hasil pengecatan menggunakan pengamatan hasil pengecatan menggunakan
akuabides suhu 45oC didapatkan hasil skor 1 akuabides suhu 60oC didapatkan hasil skor 1
dengan intensitas warna pada inti sel terlihat dengan intensitas warna pada inti sel tampak
samar atau lemah. menyeluruh (utuh) atau bersifat kuat. Data
pengecatan selanjutnya diuji secara statistik
yaitu dengan uji normalitas menunjukkan
nilai p value 0.001 < 0.05 data tidak normal
dan dilanjutkan uji kruskal wallis
menunjukkan nilai p value 0.007 < 0.05 data
terdapat perbedaan antar perlakuan.
Diskusi
Gambar 2. hasil pengecatan dengan
akuabides suhu 50oC. Hasil pengecatan imunohistokimia ER
berdasarkan intensitas warna menggunakan
Berdasarkan keterangan gambar 2 akubides dengan variasi suhu pemanasan
pengamatan hasil pengecatan menggunakan yaitu 45oC, 50oC, 55oC, dan 60oC mengalami
akuabides suhu 50oC didapatkan hasil skor 1 peningkatan skor intensitas warna. Suhu
dengan intensitas warna pada inti sel terlihat 60oC merupakan suhu yang baik pada proses
samar atau lemah. deparafinisasi menggunakan akubides
dimana skor intensitas warna sama dengan
kontrol (+3). Hal ini dikarenakan pengaruh
dari titik leleh parafin pada suhu 53,7 oC
sehingga pada proses pengecatan sampel
dapat menyerap cat dengan sempurna. Selain
itu didukung juga pada proses antigen
retrieval didalamnya dilakukan pemanasan
suhu tinggi sampai pada suhu 100 oC
Gambar 3. hasil pengecatan dengan (Shujalpurkar and Vikey, 2016). Pada suhu
akuabides suhu 55oC. 45oC sampai 60oC mengalami kenaikan skor
intensitas warna apabila dibandingkan
Berdasarkan keterangan gambar 3 dengan kontrol yaitu menggunakan xylol
pengamatan hasil pengecatan menggunakan (+3). Skor intensitas warna ER yang rendah
akuabides suhu 55oC didapatkan hasil skor 2 disebabkan antibodi primer yang tidak
dengan intensitas warna pada inti sel tidak berikatan dengan antigen pada jaringan
menyeluruh (utuh) atau bersifat sedang. karena parafin masih belum bersih secara
sempurna. Suhu 45oC dan 50oC
menghasilkan skor (+1) yang lebih rendah
daripada suhu 55oC (+2) karena suhu 45oC
dan 50oC dibawah suhu titik leleh parafin
sehingga kurang optimal dalam

http://repository.unimus.ac.id
membersihkan parafin pada jaringan dan Descriptive analysis of estrogen
menutupi antigen untuk bereaksi dengan receptor (ER)‐negative, progesterone
antibodi (Prabin, 2009). receptor (PR)‐negative, and HER2‐
negative invasive breast cancer, the so‐
Kesimpulan dan Saran called triple‐negative
phenotype. Cancer, 109(9), pp.1721-
Ada perbedaan hasil pemeriksaan 1728.
imunohistokimia dengan akuabides Budiman, A., Khambri, D. and Bachtiar, H.,
pemanasan dengan xylol dimana pada suhu 2013. Faktor yang mempengaruhi
60oC menghasilkan hasil yang sama dengan kepatuhan berobat pasien yang diterapi
kontrol dengan tamoxifen setelah operasi
Diharapkan dapat dilakukan pengecatan kanker payudara. Jurnal kesehatan
imunohistokimia dengan metode lain seperti andalas, 2(1), pp.20-24.
HER2 dan PR maupun selain pengecatan Cahyana, G.H., Sukrisna, A. and Mulyani, T.,
imunohistokimia 2017. Hubungan Paparan Xylene Dan
Methyl Hippuric Acid Pada Pekerja
Ucapan Terimakasih Informal Pengecatan Mobil Di
Karasak, Bandung. Creative Research
Penulis mengucapkan terimakasih Journal, 1(01), pp.79-94.
kepada : Kementerian Kesehatan, R.I., 2015. Pusat
1. Kepada kedua orang tua saya Bapak Data dan Informasi Kementerian.
Nurkholis, Ibu Khomisah atas doa dan KesehatanRI. Jakarta: Kementerian
bimbingan secara material dan moril, Kesehatan RI.
2. Dra. Sri Sinto Dewi, M.Si, Med Selaku Nasution, S.S., Setiyono, A. and
pembimbing I yang telah memberikan Handharyani, E., 2015. Deteksi
petunjuk, semangat, motivasi dan ilmu Imunohistokimia Antigen Coxiella
yang bermanfaat, terhadap penulis untuk Burnetii Sebagai Penyebab Q Fever
menyelesaikan skripsi ini, Pada Sapi. Jurnal Kedokteran
3. Arya Iswara, M.Si. Med Selaku Hewan, 9(2), pp.147-151
pembimbing II yang selalu memberikan Prabin, S., Isha, S. and Kaoru, K., 2009.
semangat serta dengan sabar Immunohistochemistry: A review of
mengajarkan ilmu kepada penulis untuk practical procedure. Nepal J
menyelesaikan skripsi ini, Neurosci, 6, pp.38-41.
4. Andri Sukesi,SKM, M.Si Selaku ketua Shujalpurkar, A. and Vikey, A., 2016. Basics
program studi yang telah memberikan of Immunohistochemical
motivasi dan semangat untuk procedure. IJAR, 2(6), pp.883-886.
menyelesaikan skripsi ini, Widiarti, W., Boewono, D.T. and Widyastuti,
5. Moh Aji Saputra yang selalu U., 2009. Deteksi Antigen Virus
memberikan material, moril dan Dengue pada Progeni Vektor Demam
motivasi Berdarah dengan Metode
6. Teman – teman seperjuangan serta Imunohistokimia. Buletin Penelitian
semua pihak yang tidak dapat saya Kesehatan, 37(3). pp.126-136
sebutkan satu persatu yang turut
membantu dalam menyelesaikan skripsi
ini.

Referensi

Bauer, K.R., Brown, M., Cress, R.D., Parise,


C.A. and Caggiano, V., 2007.

http://repository.unimus.ac.id

Anda mungkin juga menyukai