Anda di halaman 1dari 38

PRESENTASI KASUS

STROKE NON HEMORAGIK

DISUSUN OLEH:
TAMARA RAMADHAN SUHARTO
1102015236

PEMBIMBING :
Dr. Tri Wahyu Pamungkas, Sp.S

KEPANITRAAN KLINIK ILMU NEUROLOGI


RSUD ARJAWINANGUN
SEPTEMBER 2019

1
BAB I

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. Maskur


Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 47 Tahun
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMTA
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Jatipura
Tanggal Masuk RS : 02 September 2019 (pukul 11.13 WIB)

ANAMNESA
Keluhan Utama
Bicara sulit sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang pasien datang ke Poli RSUD Arjawinangun dengan keluhan


bicara sulit sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, Menurut informasi dari
keluarga pasien, pasien mulai bicara sulit setelah kehilangan salah satu anggota
keluarganya. Saat pasien bangun tidur mulai merasakan sulit bicara. Pada saat
keesokannya, mulai mengeluh sakit kepala berdenyut. Keesokan Pasien juga
mengeluh kesemutan di kaki dan tangan sebelah kiri. Pasien makin sulit bicara
dengan jelas ,terkadang bicara sedikit melantur, dan ketika melihat cahaya seperti
ada bayangan bintik hitam. Pasien tidak mengeluh mual, muntah, pusing, kejang,
demam, sesak, dada berdebar dan tidak ada penurunan kesadaran. BAB dan BAK
normal. Setelah dilakukan pemeriksaan di poli syaraf, pasien disarankan untuk
rawat inap. Pasien dapat membuka mata spontan, menggerakan ekstremitas
sebelah kanan dan kiri sesuai arahan, dan dapat melawan dorongan dari pemeriks.

2
Saat kaki pasien ditekuk kanan dan kiri, dan disuruh untuk meluruskan, pasien
masih dapat melakukannya dan pasien dapat menjawab pertanyaan walaupun
dengan sulit bicara.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :


- Riwayat Diabetes Melitus
- Riwayat Hipertensi disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA:


- Riwayat sakit seperti ini dalam keluarga disangkal
- Riwayat Hipertensi dalam keluarga disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus dalam keluarga disangkal

RIWAYAT PENGOBATAN:
- Pasien masih dalam pengobatan diabetes melitus

RIWAYAT PENYAKIT ALERGI:


- Riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan, debu dan cuaca
disangkal oleh pasien

A. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang


Kesadaran : Compos Mentis
BB : 54 kg
TB : 165 cm
Status Gizi : Baik
Tanda Vital
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 90x / menit
Respiratory Rate : 21 x/menit

3
Suhu : 36,6 0C
SpO2 : 99 %

Kepala dan Leher :


Kepala : Normocephal, wajah terlihat simetris
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Hidung : Sekret (-), epistaksis (-/-), septum deviasi (-),
pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : Bentuk normotia, secret (-)
Mulut : simetris (+) Bibir lembab (+), perioral cyanosis
(-), lidah kotor (-),
Leher : Kuduk kaku (-), pembesaran KGB (-),
peningkatan JVP (-)

Thoraks
- Bentuk normochest,
- Pernapasan abdominothorakal,
Paru :
- Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada
simetris, retraksi sela iga (-)
- Palpasi : Vocal fremitus sama pada kedua lapang paru
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Vesikuler di kedua lapang paru, ronchi (+/-),
wheezing (-/-)
Jantung :
- Inspeksi : Ictus Cordis terlihat di ICS V linea mid
clavicula sinistra
- Palpasi : Teraba ictus cordis di ICS V linea mid clavicula
sinistra
- Perkusi : Batas jantung kanan relative di ICS V linea
parasternal dextra
Batas jantung kiri relative di ICS V linea mid
clavicula sinistra

4
- Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II regular, murmur (-),
gallop (-)

Abdomen
- Inspeksi : Abdomen datar,
- Palpasi : Nyeri epigastrium (-) , turgor baik, hepar dan lien
sulit dinilai.
- Perkusi : Timpani pada ke-empat kuadran abdomen
- Auskultasi : Bising usus normal

Ekstremitas
- Superior : tonus normal, Akral hangat (-), CRT < 2 detik,
Edema (-), sianosis (-)
- Inferior : Akral hangat (-), inflamasi regio digiti I dekstra (+)
CRT < 2 detik, Edema (-), sianosis (-)

STATUS NEUROLOGIK
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M6V5 (15)

RANGSANG MENINGEAL
Kaku Kuduk : (-)
Laseque, Kernig : (-)
Bruzinski I : (-)
Bruzinski II : (-)

SARAF CRANIAL
N.I (OLFAKTORIUS)
Daya Pembau : tidak dilakukan

N.II (OPTIKUS ) KANAN KIRI


Daya Penglihatan : + +

5
Pengenalan Warna : tidak dilakukan
Lapang pandang : baik

N.III (OKULOMOTORIUS) KANAN KIRI


Ptosis : - -
Gerakan Mata : baik baik
Ukuran pupil : 3 mm 3 mm
Refleks cahaya direct : (+/+)
Refleks cahaya indirect : (+/+)

N.IV (TROKHLEARIS) KANAN KIRI


Gerakan mata ke medial bawah : + +
Strabismus konvergen : (-)
Diplopia : tidak ada

N.V (TRIGEMINUS) KANAN KIRI


Menggigit : (+) (+)
Membuka Mulut : (<) (<)
Reflek kornea : tidak dilakukan
Refleks maseter : tidak dilakukan
Refleks zigomatikum : tidak dilakukan

N.VI (ABDUSEN) KANAN KIRI


Gerakan mata ke lateral : (+) (+)
Diplopia : tidak ada

N.VII (FASIALIS) KANAN KIRI


Kedipan mata : (+) (+)
Angkat alis : (+) (+)
Kerut dahi : (+) (+)
Tersenyum : (+) (+)

6
Mencucurkan bibir : (+) (+)
Perasa lidah : tidak dilakukan

N.VIII(VESTIBULOCHOCLEARIS)
KANAN KIRI
Mendengar suara berbisik : - -
Tes rinne : tidak dilakukan
Tes weber : tidak dilakukan
Tes Schawabach : tidak dilakukan

NIX (GLOSOFARINGEUS)
Arkus farings : tidak dilakukan
Arkus faringssaat bergerak : tidak dilakukan
Daya kecap lidah 1/3 belakang : tidak dilakukan
Reflex muntah : tidak dilakukan

N.X(VAGUS) KANAN KIRI


Denyut Nadi : 77x/mnt 77x/mnt
Menelan : (+)

N.XI (ASESORIUS) KANAN KIRI


Memalingkan Kepala : baik baik
Sikap Bahu : baik baik
Mengangkat Bahu : baik baik

N.XII(HIPOGLOSUS)
Sikap lidah : ditengah, kaku
Atropi otot lidah : (-)

MOTORIK
Kekuatan : 5555 5555
5555 5555

7
SENSORIK
Nyeri : Ekstremitas Atas : kanan – kiri sama
Ekstremitas Bawah : kanan – kiri sama

Raba : Ekstremitas Atas : kanan – kiri sama


Ekstremitas Bawah : kanan – kiri sama
Suhu : Ekstremitas Atas : tidak dilakukan
Ekstremitas Bawah : tidak dilakukan

REFLEKS FISIOLOGIS
Refleks bisep : +/+
Refleks trisep : +/+
Refleks Brachioradialis : +/+
Refleks patella : +/+
Refleks Achilles : +/+

REFLEKS PATOLOGIS
Babinski : -/-
Chaddock : -/-
Oppenheim : -/-
Gordon : -/-
Gorda : -/-
Schaffer : +/-

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Tanggal 02-09-2019 pukul 14.24 WIB


Pemeriksaan Hasil Nilai rujuk
HB L 12.4 11.7-15.5
Leukosit 4.7 3.6-11
Trombosit L 37.8 150-440

8
Hematokrit L 37.8 35-47
Eritrosit 4.82 3.8-5.2
MCV L 78.4 80-100
MCH L 25.8 26-34
MCHC 32.9 32-36
RDW 12.9 11.5-14.5
MPV L 6.2 7.0-11.0
HITUNG JENIS
Segmen 63.1 28-78
Limfosit 29.0 25-40
Monosit 6.4 2-8
Eosinofil 0.6 2-4
Basofil 1.1 0-1
KIMIA KLINIK
Glukosa sewaktu 275 75-140

Resume

Subyektif
A. Pasien datang ke Poli RSUD Arjawinangun diantar oleh
keluarganya pada tanggal 02 September 2019 dengan keluhan bicara sulit sejak
1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit
B. Ekstremitas kiri terasa kesemutan, nyeri kepala (+)

9
Obyektif
Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran (GCS) : compos mentis (E4M6V5)
 Tanda vital : Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 21 x/menit
Suhu : 36,6 ℃
SpO2 : 99 %
Status Neurologis
 Schaffer : +/-

Diagnosis

Diagnosis Klinis : Bicara sulit (+) + Schaffer (+) + Hiperglikemia (+)

Diagnosis Topis : Hemisphere cerebri dextra

Diagnosis Patologis : Trombosis serebri


Diagnosis Etiologis : Infark

Diagnosis banding

- Stroke Hemoragik
- Transient Ischemic Attack

I. RENCANA TERAPI
- Citicolin 2 x 500 mg
- Ranitidine 2x1
- Loading NS 250 mg
- Humalog 3x10 unit

8
II. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Stroke yaitu kumpulan gejala akibat gangguan fungsi otak akut baik fokal
maupun global yang mendadak, disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya
aliran darah pada parenkim otak, retina, atau medula spinalis, yang dapat
disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah arteri maupun vena
yang dibuktikan dengan pemeriksaan pencitraan otak dan/atau patologi. 1

II. EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah penyakit serebrovaskular yang sering ditemukan di negara
maju, saat ini juga banyak terdapat di negara berkembang salah satunya di negara
Indonesia. Satu diantara enam orang di dunia akan terkena stroke. Masalah stroke
di Indonesia menjadi semakin penting karena di Asia menduduki urutan pertama
dengan jumlah kasusnya yang semakin banyak. Penyakit stroke merupakan salah
satu dari penyakit tidak menular yang masih menjadi masalah kesehatan yang
penting di Indonesia.Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan (Nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825
orang (7,0‰), sedangkan berdasarkan diagnosis Nakes/gejala di-perkirakan
sebanyak 2.137.941 orang (12,1‰). Berdasarkan diagnosis Nakes maupun
diagnosis/gejala, Provinsi Jawa Barat memiliki estimasi jumlah pen-derita
terbanyak yaitu sebanyak 238.001 orang (7,4‰) dan 533.895 orang (16,6‰), se-
dangkan Provinsi Papua Barat memiliki jumlah penderita pal-ing sedikit yaitu
sebanyak 2.007 orang (3,6‰) dan 2.955 orang (5,3‰).2
Stroke merupakan penyakit terbanyak ketiga setelah penyakit jantung dan
kanker, serta merupakan penyakit penyebab kecacatan tertinggi di dunia. Menurut
American Heart Association (AHA), angka kematian penderita stroke di Amerika
setiap tahunnya adalah 50–100 dari 100.000 orang penderita 3. Di negara-negara
ASEAN penyakit stroke juga merupakan masalah kesehatan utama yang
menyebabkan kematian. Dari data South East Asian Medical Information Centre
(SEAMIC) diketahui bahwa angka kematian stroke terbesar terjadi di Indonesia
yang kemudian diikuti secara berurutan oleh Filipina, Singapura, Brunei,
1
0
Malaysia, dan Thailand. Dari seluruh penderita stroke di Indonesia, stroke
iskemik merupakan jenis yang paling banyak diderita yaitu sebesar 52,9%, diikuti
secara berurutan oleh perdarahan intraserebral, emboli dan perdarahan
subaraknoid dengan angka kejadian masing- masingnya sebesar 38,5%, 7,2%, dan
1,4% 4. Seiring dengan semakin meningkatnya morbiditas dan mortalitas dalam
waktu yang bersamaan, dimana di Indonesia peningkatan kasus dapat berdampak
negatif terhadap ekonomi dan produktivitas bangsa, karena pengobatan stroke
membutuhkan waktu lama dan memerlukan biaya yang besar 5.

III. ETIOLOGI
Stroke pada anak-anak dan orang dewasa muda sering ditemukan

jauh lebih sedikit daripada hasil di usia tua, tetapi sebagian stroke pada

kelompok usia yang lebih muda bisa lebih buruk. Kondisi turun temuru

1
1
predisposisi untuk stroke termasuk penyakit sel sabit, sifat sel sabit,

penyakit hemoglobin SC (sickle cell), homosistinuria, hiperlipidemia dan

trombositosis. Namun belum ada perawatan yang memadai untuk

hemoglobinopati, tetapi homosistinuria dapat diobati dengan diet dan

hiperlipidemia akan merespon untuk diet atau mengurangi lemak obat jika

perlu. Identifikasi dan pengobatan hiperlipidemia pada usia dini dapat

memperlambat proses aterosklerosis dan mengurangi risiko stroke atau

infark miokard pada usia dewasa.14

Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:

1) Stroke Iskemik

Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang

terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada

sirkulasi serebrum.

Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas: 1.

Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis membaik dalam

waktu kurang dari 30 menit, 2. Reversible Ischaemic Neurological

Deficit (RIND): defisit neurologis membaik kurang dari 1 minggu, 3.

Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke, 4. Completed Stroke.

Beberapa penyebab stroke iskemik meliputi:

- Trombosis

Aterosklerosis (tersering); Vaskulitis: arteritis temporalis,

poliarteritis nodosa; Robeknya arteri: karotis, vertebralis

1
2
(spontan atau traumatik); Gangguan darah: polisitemia,

hemoglobinopati (penyakit sel sabit).

- Embolisme

Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark

miokardium, penyakit jantung rematik, penyakit katup

jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik; Sumber

tromboemboli aterosklerotik di arteri: bifurkasio karotis

komunis, arteri vertebralis distal; Keadaan hiperkoagulasi:

kontrasepsi oral, karsinoma.

- Vasokonstriksi

- Vasospasme serebrum setelah PSA (Perdarahan

Subarakhnoid).

Terdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik berdasarkan

penyebab: lakunar, thrombosis pembuluh besar dengan aliran pelan,

embolik dan kriptogenik.16

2) Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20%

dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum

mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang

subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak.

Beberapa penyebab perdarahan intraserebrum: perdarahan

intraserebrum hipertensif; perdarahan subarakhnoid (PSA) pada

ruptura aneurisma sakular (Berry), ruptura malformasi arteriovena

10
(MAV), trauma; penyalahgunaan kokain, amfetamin;

perdarahan akibat tumor otak; infark hemoragik; penyakit

perdarahan sistemik termasuk terapi antikoagulan.15

b. Faktor Risiko terjadinya Stroke

Tidak dapat dimodifikasi, meliputi: usia, jenis kelamin,

herediter, ras/etnik. Dapat dimodifikasi, meliputi: riwayat stroke,

hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, Transient Ischemic

Attack (TIA), hiperkolesterol, obesitas, merokok, alkoholik,

hiperurisemia, peninggian hematokrit .13

IV. PATOFISIOLOGI
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi : arteria karotis
interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya.
Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus
selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan.
Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark
di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah
bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah
tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu. dari
berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang
memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa (1) keadaan penyakit pada
pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan trombosis, robeknya
dinding pembuluh, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat
gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah;
(3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang
berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau (4) ruptur
vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid .

11
Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus,
maka area sistem saraf pusat (SSP) yang diperdarahi akan mengalami
infark jika tidak ada perdarahan kolateral yang adekuat. Di sekitar zona
nekrotik sentral, terdapat ‘penumbra iskemik’ yang tetap viabel untuk
suatu waktu, artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik kembali.
Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan karena dua
alasan: Edema sitotoksik yaitu akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron
yang rusak; Edema vasogenik yaitu akumulasi cairan ektraselular akibat
perombakan sawar darah-otak. Edema otak dapat menyebabkan
perburukan klinis yang berat beberapa hari setelah stroke mayor, akibat
peningkatan tekanan intrakranial dan kompresi struktur-struktur di
sekitarnya .

1. Hipertensi1

Patofisiologi hipertensi menyebabkan terjadinya perubahan pada


pembuluh darah. Perubahan dimulai dari penebalan tunika intima dan
peningkatan permeabilitas endotel oleh hipertensi lama, terutama pada
arteri dengan ukuran kecil, yaitu sekitar 300-500mm (cabang perforata).
Proses akan berlanjut dengan terbentuknya deposit lipid terutama
kolesterol oleat pada tunika muskularis yang menyebabkan lumen
pembuluh darah menyempit serta berkelok-kelok.

Pada hipertensi kronik akan terbentuk nekrosis fibrinoid yang


menyebabkan kelemahan dan herniasi dinding arteriol, serta ruptur tunika
intima, sehingga terbentuk suatu mikroaneurisma yang disebut Charcot-
Bouchard. Kelainan ini terjadi terutama pada arteri yang berdiameter 100-
300 mm (arteriol).

Pengerasan dinding pembuluh darah dapat mengakibatkan


gangguan autoregulasi, berupa kesulitan untuk berkontraksi atau
berdilatasi terhadap perubahan tekanan darah sistemik. Jika terjadi
penurunan tekanan darah sistemik yang mendadak, tekanan perfusi otak
menjadi tidak adekuat, sehingga menyebabkan iskemik jaringan otak.

2. Diabetes mellitus1

12
Penelitian menunjukan adannya peranan hiperglikemi dalam
proses aterosklerosis, yaitu gangguan metabolisme berupa akumulasi
sorbitol di dinding pembuluh darah arteri. Hal ini menyebabkan gangguan
osmotik dan bertambahnya kandungan air didalam sel, yang dapat
mengakibatkan kurangnya oksigenasi. Penyandang DM sering disertai
dengan hiperlipidemia yang merupakan faktor resiko terjadinya proses
aterosklerosis.

3. Merokok1

Nikotin diduga berpengaruh pada sistem saraf simpatis dan


proses trombotik. Dengan adanya nikotin, kerja sistem saraf simpatis akan
meningkat, termasuk jalur simpatis sistem kardiovaskular, sehingga akan
terjadi peningkatan tekanan darah, denyut jantung, dan meningkatnya
aliran darah ke otak.

Pengaruh nikotin terhadap proses trombotik melalui enzim


siklooksigenase, yang menyebabkan penurunan produksi prostasiklin dan
tromboksan. Hal itu mengakibatkan peningkatan agregasi trombosit dan
penyempitan lumen pembuluh darah, sehingga memudahkan terjadinya
stroke iskemik.

Karbondioksida juga diperkirakan memiliki pengaruh. Ikatan


karbondioksida di dalam darah 200 kali lebih tinggi dibandingkan
oksigen, sehingga seolah-olah oksigen didalam darah sedikit. Hal ini
menyebabkan peningkatan produksi eritrosit oleh tubuh, sehingga
komposisi eritrosit palsma tinggi.

4. Asam urat1

Salah satu penelitian di Jepang terhadap usia 50-79 tahun selama


8 tahun menunjukan hiperurisemia merupakan faktor risiko penting
terjadinya stroke. Penelitian kohort di Honolulu dengan rentang usia 55-
64 tahun selama 23 tahun memperlihatkan hubungan bermakna antara
asam urat, kadar kolesterol, tekanan darah sistolik, dan kadar trigliserida
terhadap kejadian aterosklerosis berupa penyakit jantung dan stroke.
Kondisi hiperurisemia diduga merupakan salah satu faktor yang dapat

13
meningkatkan agregasi trombosit.

V. MANIFESTASI KLINIS
Gejala gangguan fungsi otak pada stroke sangat tergantung pada
daerah otak yang terkena. Defisit neurologis ang ditimbulkannya dapat
bersifat fokal maupun global, yaitu1 :

 Kelumpuhan sesisi atau kedua sisi, kelumpuhan satu ekstremitas,


kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, kelumpuhan otot-otot
untuk proses menelan, bicara, dan sebagainya.

 Gangguan fungsi keseimbangan

 Gangguan fungsi penghidu

 Gangguan fusngsi penglihatan

 Gangguan fungsi pendengaran

 Gangguan fungsi somatik sensoris

 Gangguan fungsi kognitif, seperti : gangguan atensi, memori, bicara


verbal, gangguan mengerti pembicaraan, gangguan pengenalan ruang,
dan sebagainya.

 Gangguan global berupa gangguan kesadaran.

Tanda stroke yang disusun oleh Cincinati menggunakan


singkatan FAST, yang memiliki sensitivitas 85% dan spesifitas 68%
untuk menegakan stroke, serta reliabilitas yang baik pada dokter dan
paramedis, diantaranya1 :

 F = facial drop (mulut mencong atau tidak simetris)

 A = arm weakness (kelemahan pada tangan)

 S = speech difficulties (kesulitan bicara)

 T = time to seek medical help (waktu tiba dirumah sakit secepat


mungkin).

14
Infark pada Sistem Saraf Pusat9

Tanda dan gejala infark arteri tergantung dari area vaskular yang terkena.
a. Infark total sirkulasi anterior (karotis)
- Hemiplegia (kerusakan pada bagian atas traktuskortikospinal)
- Hemianopia (kerusakan pada radiasio optikus)
- Defisit kortikal, misalnya disfasia (hemisfer dominan), hilangnya
fungsi visuospasial (hemisfer nondominan)

b. Infark parsial sirkulasi anterior


- Hemiplegia dan hemianopia, hanya defisit kortikal saja.

c. Infark lacunar

- Penyakit intrinsik (lipohialinosis) pada arteri kecil profunda


menyebabkan sindrom yang karakteristik.
d. Infark sirkulasi posterior (vertebrobasilar)
- Tanda-tanda lesi batang otak
- Hemianopia homonim.

e. Infark medulla spinalis .

Serangan Iskemik Transien9

Tanda khas TIA adalah hilangnya fungsi fokal SSP secara


mendadak; gejala seperti sinkop, bingung, dan pusing tidak cukup untuk
menegakkan diagnosis. TIA umumnya berlangsung selama beberapa
menit saja, jarang berjam-jam. Daerah arteri yang terkena akan
menentukan gejala yang terjadi:
f. Karotis (paling sering)
- Hemiparesis
- Hilangnya sensasi hemisensorik
- Disfasia
- Kebutaan monokular (amaurosis fugax) yang disebabkan oleh iskemia
retina
g. Vertebrobasilar:

15
- Paresis atau hilangnya sensasi bilateral atau alternative
- Kebutaan mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut)
- Diplopia, ataksia, vertigo, disfagia-setidaknya dua dari tiga gejala ini
terjadi secara bersamaan.

Pemeriksaan fisik yang utama meliputi penurunan kesadaran berdasarkan


skala koma Glasgow (SKG), kelumpuhan saraf kranial, kelemahan
motorik, defisit sensorik, gangguan otonom, gangguan fungsi kognitif,
dan lain-lain.1

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis stroke dibuat berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan laboratorium berperan dalam
beberapa hal antara lain untuk menyingkirkan gangguan neurologis lain,
mendeteksi penyebab stroke, dan menemukan keadaan komorbid.
A. Anamnesis
Pokok manifestasi stroke adalah hemiparesis, hemiparestesia,
afasia, disartria dan hamianopia. Semantik menduduki tempat penting
dalam anamnesa. Dalam anamnesa perlu dipahami maksud kata-kata
yang diucapkan pasien dalam menggambarkan gejala yang dideritakan.
Stroke dapat didiagnosis melalui hasil wawancara/anamnesis terhadap
penderita (jika masih sadar) atau dengan keluarga pasien yang berada
di sisi penderita. Dari hasil anamnesis ini didapatkan keterangan:
1. Apakah kejadian terjadi secara tiba-tiba?
2. Berapa lama antara kejadian hingga tiba di rumah sakit?
3. Pada saat apa kejadian itu terjadi? Saat bekerja? Saat beristirahat?
4. Apakah penderita sempat muntah?
5. Apakah langsung disertai kelemahan sebagian tubuh, atau yang
lebih ringan perasaan kesemutan pada sebagian tubuh?
6. Apakah ini merupakan kejadian yang pertama?
7. Adakah riwayat kesehatan seperti diabetes, hipertensi, sakit
jantung, atau perawatan lainnya di rumah sakit?
Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk

16
menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor
dapat membuat anamnesis menjadi sedikit sulit untuk mengetahui gejala
atau onset stroke seperti :
1. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
2. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
3. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
4. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti
kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,
ensefalitis, dan hiponatremia.

B. Pemeriksaan Fisik
Penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu tubuh.
Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat jatuh saat
kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal
jantung kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen, kulit
dan ekstremitas. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan
neurologis terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak,
sistem motorik, sikap dan cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan
fungsi kognitif.
Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi kerusakan pada
otak. Pemeriksaan ketangkasan gerak perlu dilakukan pada penderita stroke. Hal
ini karena adanya gangguan ketangkasan gerak. Namun, perlu dibedakan
dengan gangguan ketangkasan akibat lesi pada serebelum. Pada penderita
stoke gangguan ketangkasan gerak akan disertai gangguan upper
motoneuron yang berupa:

1. Tonus otot pada sisi yang lumpuh meninggi.


2. Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh.
3. Refleks patologis positif (misal refleks Babinski, Chaddocck dan
Oppenheim pada sisi yang lumpuh.

17
Siriraj Score

Siriraj Stroke Score = (2,5 X Derajat Kesadaran) + (2 X muntah) + (2 X


sakit kepala) + (0,1 X tekanan darah diastol) – (3 X ateroma)
– 12 .Apabila skor yang didapatkan < 1 maka diagnosisnya stroke non
perdarahan dan apabila didapatkan skor ≥ 1 maka diagnosisnya stroke
perdarahan.
Pada pasien ini Siriraj Stroke score = (2,5 X 0) + (2 X 0) + (2 X 0) + (0,1
X 60) – (3 X 0) – 12 = -6. Maka, pada pasien ini kemungkinan dapat di
diagnosis dengan stroke non perdarahan.

Algoritma Stroke Gadjah Mada

Apabila terdapat pasien stroke akut dengan atau tanpa penurunan


kesadaran, nyeri kepala dan terdapat reflek babainski atau dua dari

18
ketiganya maka merupakan stroke hemoragik. Jika ditemukan penurunan
kesadaran atau nyeri kepala ini juga merupakan stroke non hemoragik.
Sedangkan bila hanya didapatkan reflek babinski positif atau tidak
didapatkan penurunan kesadaran, nyeri kepala dan reflek babinski maka
merupakan stroke non hemoragik.

Pada pasien ini, pasien memiliki kesadaran yang utuh, ada nyeri
kepala, hasil pemeriksaan refleks Babinskin negatif Sehingga, pasien
kemungkinan dapat di diagnosis sebagai stroke non hemoragik.

Skor Hasanuddin

N Kriteria Skor
o
.
1 Tekanan Darah
.
- Sistol ≥200; Diastol ≥110 7,5
- Sistol <200; Diastol <110 1

2 Waktu Serangan
.
- Sedang bergiat 6.5
- Tidak sedang bergiat 1

3 Sakit Kepala
.

--‐ Sangat hebat 10


- Hebat 7,5
- Ringan 1
--‐ Tidak ada 0

4 Kesadaran Menurun
.
- Langsung, beberapa menit s/d 1 10
jam
setelah onset
- 1 jam s/d 24 jam setelah onset 7,5
- Sesaat tapi pulih kembali 6

19
- ≥24 jam setelah onset 1
- Tidak ada 0

5 Muntah Proyektil
.
- Langsung, beberapa menit s/d 1 10
jam
setelah onset
- 1 jam s/d <24 jam setelah onset 7,5
- ≥ 24 jam setelah onset 1
- Tidak ada 0

Interpretasi :
< 15 = Stroke non-hemoragik
≥ 15 = Stroke hemoragik

Pada pasien ini, didapatkan tekanan darah Sistol <100; Diastol <60
(1), waktu serangan tidak sedang bergiat (1), sakit kepala ringan (1),
kesadaran menurun tidak ada (0), muntah proyektil tidak ada (0) sehingga,
total skor 3 < 15 = stroke non-hemoragik.

C. Pemeriksaan Penunjang

Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis


stroke non hemoragik. Non contrast computed tomography (CT) scanning
adalah pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk evaluasi pasien
dengan stroke akut jelas. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk
menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi
kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke
(hematoma, neoplasma, abses).
Pada kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT scan
biasanya tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal
pada >50% pasien, tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan
intrakranial akut dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi terapi
trombolitik. Teknik-teknik neuroimaging berikut ini juga sering digunakan:

20
1. CT angiography dan CT scanning perfusi
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
3. Scanning karotis duplex
4. Digital pengurangan angiography
Pungsi lumbal diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau
perdarahan subarachnoid ketika CT scan negatif tapi kecurigaan klinis
tetap menjadi acuan.

D. Pemerikasaan Laboratorium
Pada pasien yang diduga mengalami stroke perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Parameter yang diperiksa meliputi kadar
glukosa darah, elektrolit, analisa gas darah, hematologi lengkap, kadar
ureum, kreatinin, enzim jantung, prothrombin time (PT) dan activated
partial thromboplastin time (aPTT). Pemeriksaan kadar glukosa darah
untuk mendeteksi hipoglikemi maupun hiperglikemi, karena pada kedua
keadaan ini dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan elektrolit
ditujukan untuk mendeteksi adanya gangguan elektrolit baik untuk
natrium, kalium, kalsium, fosfat maupun magnesium 11.
Pemeriksaan analisa gas darah juga perlu dilakukan untuk
mendeteksi asidosis metabolik. Hipoksia dan hiperkapnia juga
menyebabkan gangguan neurologis. Prothrombin time (PT) dan activated
partial thromboplastin time (aPTT) digunakan untuk menilai aktivasi
koagulasi serta monitoring terapi. Dari pemeriksaan hematologi lengkap
dapat diperoleh data tentang kadar hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah
eritrosit, leukosit, dan trombosit serta morfologi sel darah. Polisitemia
vara, anemia sel sabit, dan trombositemia esensial adalah kelainan sel
darah yang dapat menyebabkan stroke .

21
VII. DIAGNOSIS BANDING
Gejala Stroke Hemoragik Stroke Non
Klinis
PIS PSA Hemoragik
Gejala Berat Ringan Berat/ringan
defisit
lokal
SIS Amat jarang - +/ biasa
sebelumnya
Permulaan Menit/jam 1-2 menit Pelan
(jam/hari)
(onset)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/ tak
ada
Muntah Sering Sering Tidak, kecuali
pada lesi
awalnya di batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya Sering kali
tidak
Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang Dapat hilang
sebentar
Kaku kuduk Jarang Bisa ada pada Tidak ada
permulaan
Hemiparesis Sering sejak Tidak ada Sering dari
awal
Awal
Deviasi Bisa ada Tidak ada Mungkin ada
mata
Gangguan Sering Jarang Sering
bicara
Likuor Sering Selalu Jernih
berdarah berdarah
Paresis/ - Mungkin (+) -

gangguan N
III

22
VIII. TATALAKSANA

1. Tatalaksana umum

a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan

1. Pemantauan status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan


saturasi oksigen secara kontinu dalam 72 jam pertama (ESO kelas
IV, good clinical practice/GCP)

2. Pemberian oksigen bila saturasi oksigen <95% (ESO kelas IV, good
clinical practice/GCP)

3. Perbaikan jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada


pasien yang tidak sadar, pemberian bangtuan ventilasi pada pasien
yang mengalami penurunan kesadaran, atau disfungsi bulbar dengan
gangguan jalan nafas (AHA/ASA kelas I, level C)

4. Pemasangan Endotracheal Tube pada pasien hipoksia (pO2


<60mmHg atau pCO2 >50mmHg), syok, atau pasien yang beresiko
mengalami aspirasi. Pemasangan tidak lebih dari 2 minggu.

b. Stabilisasi hemodinamik

5. Pemberian cairan kristaloid atau koloid intravena, hindari pemberian


cairan hipotonik seperti glukosa.

6. Dianjurkan pemasangan kateter vena sentral

7. Optimalisasi tekanan darah

8. Bila tekanan dara sistolik dibawah 120mmHg dan cairan sudah


mncukupi, dapat diberikan agen vasopressor secara titrasi, seperti
dopamine dosis sedang atau tinggi, norepinefrin atau epinefrin
dengan target TD sistolik berkisar 140mmHg.

9. Pemantauan jantung

c. Pengendalian peningkatan intrakranial (TIK)

10. Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan pasien
dengan penurunan kesadaran karena kenaikan TIK

23
11. Sasaran terapi adalah TIK <20 mmHg dan teanan perfusi otak
>70mmHg

12. Penatalaksaan peningkatan TIK meliputi :

a) Meninggikan posisi kepala 20-30 derajat

b) Memposisikan pasien dengan menghindari penenkanan vena


jugularis

c) Menghindari cairan glukosa atau hipotonik

d) Menghindari hipertermia

e) Menjaga normovolemia

f) Pemberian osmoterapi atas indikasi

i. Manitol 0,25-0.50 gr/KgBB selama lebih 20 menit, diulngi


setiap 4-6 jam dengan target osmolaritas <310 mOsm/L
(AHA/ASA:kelas V, level C)

ii. Jika perlu berikan furosemide dengan dosis inisial 1


mg/KgBB iv.

d. Pengendalian kejang

13. Bila kejang, berikan diazepam iv bolus lambat 5-20mg dan diikuti
oleh fenitoin dosis bolus 15-20mg/KgBB dengan kecepatan
maksimum 50mg/menit

14. Obat kejang lain yang dapat diberikan adalah valproate, topiramat,
atau levetirasetam, sesia dengan klinis dan penyulit pada pasien.

15. Bila kejang belum teratasi rawat ICU.

e. Pengendalian suhu tubuh

f. Tatalaksana cairan, berikan cairan isotonis seperti NaCL 0.9%, ringer


laktat, dan ringer asetat. CVP dipertahankan antara 5-12 mmHg

g. Nutrisi

h. Pencegahan dan mengatasi komplikasi

24
2. Tatalaksana spesifik

Sebagian besar (70-94%) pasien stroke akut mengalami


peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg. Penurunan tekanan darah
yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak dianjurkan,
karena kemungkinan dapat memperburuk keluarga neurologis. Pada
sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam
24 jam pertama setelah awitan serangan stroke.
Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan
sekitar 15% (sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah
awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan
darah diastolic (TDD) >120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang
akan diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga
TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence B). Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180
mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA.
Obat antihipertensi yang digunakan adalah labetalol, nitropaste,
nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena.
Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat
dipertimbangkan hingga lebih rendah dari target di atas pada kondisi
tertentu yang mengancam target organ lainnya, misalnya diseksi aorta,
infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati
hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam pertama,
dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.
a. Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak
direkomendasikan diberikan pada kebanyakan pasien stroke iskemik.
b. Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia

Hiperglikemia setelah stroke akut berhubungan dengan luasnya


volume infark dan gangguan kortikal dan berhubungan dengan
buruknya keluaran. Hindari kadar gula darah melebihi 180 mg/dl,
disarankan dengan infus salin dan menghindari larutan glukosa dalam
24 jam pertama setelah serangan stroke akan berperan dalam

25
rnengendalikan kadar gula darah.
Hipoglikemia (< 50 mg/dl) mungkin akan memperlihatkan
gejala mirip dengan stroke infark, dan dapat diatasi dengan pemberian
bolus dekstrose atau infus glukosa 10-20% sampai kadar gula darah
80-110 mg/dl.
c. Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik
darah secara karakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak
direkomendasikan
d. Pemberian terapi trombolisis pada stroke akut

Fibrinolitik dengan rTPA (Alteplase) secara umum memberikan


keuntungan reperfusi dari lisisnya trombus dan perbaikan sel serebral
yang bermakna. Pemberian fibrinolitik merupakan rekomendasi yang
kuat diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis stroke iskemik akut
ditegakkan (awitan 3 jam pada pemberian intravena dalam 6 jam
pemebrian intraarterial). Kriteria inklusi:
 Usia > 18 tahun

 Diagnosis klinis stroke dengan defisit neurologis yang jelas

 Awitan dapat ditentukan secara jelas (<3 jam, AHA guideline


2007 atau <4,5 jam, ESO 2009)
 Tidak ada bukti perdarahan intrakranial dari CT-Scan

 Pasien atau keluarga mengerti dan menerima keuntungan dan


resiko yang mungkin timbul dan harus ada persetujuan secara
tertulis dari penderita atau keluarga untuk dilakukan terapi rTPA.

Pemberian IV rTPA dosis 0,9 mg/KgBB (maksimum 90 mg), 10% dari


dosis total diberikan sebagai bolus inisial, dan sisanya diberikan sebagai
infus selama 60 menit, terapi tersebut harus diberikan dalam rentang waktu 3
jam dari onset. Pemberian rTPA direkomendasikan secepat mungkin yaitu
dalam rentang waktu 3 jam atau 4,5 jam.

e. Pemberian antikoagulan

Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan mencegah timbulnya

26
stroke ulang awal, menghentikan perburukan deficit neurologi, atau
memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akut tidak
direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien dengan stroke
iskemik akut. Antikoagulasi urgent tidak direkomendasikan pada
penderita dengan stroke akut sedang sampai berat karena
meningkatnya risiko komplikasi perdarahan intracranial.
Secara umum, pemberian heparin atau heparinoid setelah stroke
iskemik akut tidak bermanfaat. Namun, beberapa ahli masih
merekomendasikan heparin dosis penuh pada penderita stroke iskemik
akut dengan risiko tinggi terjadi reembolisasi, diseksi arteri atau
stenosis berat arteri karotis sebelum pembedahan. Kontraindikasi
pemberian heparin juga termasuk infark besar >50%, hipertensi yang
tidak dapat terkontrol, dan perubahan mikrovaskuler otak yang luas
f. Pemberian antiplatelet

Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 sampai 48


jam setelah awitan stroke dianjurkan untuk seiap stroke iskemik akut.
g. Hemodilusi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak
dianjurkan dalam terpi stroke iskemik akut.
h. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam
terapi stroke iskemik akut.
i. Dalam keadaan tertentu, vasopressor terkadang digunakan untuk
memperbaiki aliran darah ke otak (cerebral blood flow). Pada keadaan
tersebut, pemantauan kondisi neurologis dan jantung harus dilakukan
secara ketat.
j. Tindakan endarterektomi carotid pada stroke iskemik akut akut dapat
mengakibatkan risiko serius dan keluaran yang tidak menyenangkan.
Tindakan endovascular belum menunjukkan hasil yang bermanfaat,
sehingga tidak dianjurkan.

k. Pemakaian obat-obatan neuroprotektor belum menunjukkan hasil yang


efekif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun, citicolin
sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut.
Penggunaan citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2x1000

27
mg intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3
minggu dilakukan dalam penelitian ICTUS (International Citicholin
Trial in Acute Stroke, ongoing). Selain itu, pada penelitian yang
dilakukan oleh PERDOSSI secara multisenter, pemberian Plasmin
oral 3x500 mg pada 66 pasien di 6 rumah sakit pendidikan di
Indonesia menunjukkan efek positif pada penderita strke akut berupa
perbaikan motorik, score MRS dan Barthel index.

IX. PENCEGAHAN
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya perbaikan gaya hidup
dan pengendalian berbagai factor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang
sehat dan kelompok risiko tinggi yang belum pernah terserang stroke.
A. Mengatur Pola Makan yang Sehat
Konsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol dapat meningkatkan
risiko terkena serangan stroke, sebaliknya risiko konsumsi makanan
rendah lemak dan kolesterol dapat mencegah terjadinya stroke. Beberapa
jenis makan yang di anjurkan untuk pencegahan primer terhadap stroke
adalah:
1. Makanan kolesterol yang membantu menurunkan kadar kolesterol
a. Serat larut yang terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah,
bulgur, jagung dan gandum.
b. Oat (beta glucan) akan menurunkan kadar kolesterol total dan
LDL, menurunkan tekanan darah, dan menekan nafsu makan bila
dimakan dipagi hari (memperlambat pengosongan usus).

c. Kacang kedelai beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid


serum, menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL dan
trigliserida tetapi tidak mempengaruhi kadar kolesterol HDL.
d. Kacang-kacangan termasuk biji kenari dan kacang mede
menurunkan kolesterol LDL dan mencegah arterrosklerosis.
Mekanisme kerja: menambah sekresi asam empedu, meningkatkan
aktifitas estrogen dan isoflavon, memperbaiki elastisitas arteri dan
meningkatkan aktifitas antioksidan yang menghalangi oksidasi

28
LDL.
2. Makanan lain yang berpengaruh terhadap prevensi stroke
a. Makanan/zat yang membantu mencegah peningkatan homosistein
seperti asam folat,vitamin B6, B12, dan riboflavin.
b. Susu yang mengandung protein, kalsium, seng(Zn), dan B12,
mempunyai efek proteksi terhadap stroke.
c. Beberapa jenis seperti ikan tuna dan ikan salmon mengandung
omega-3, eicosapperitenoic acid (EPA) dan docosahexonoic acid
(DHA) yang merupakan pelindung jantung mencegah risiko
kematian mendadak, mengurangi risiko aritmia, menurunkan
kadar trigliserida, menurunkan kecenderungan adhesi platelet,
sebagai precursor prostaglandin, inhibisi sitokin, antiinflamasi dan
stimulasi Nitric oxide (NO) endothelial. Makanan jenis ini
sebaiknya dikonsumsi dua kali seminggu.
d. Makanan yang kaya vitamin dan antioksidan (vitamin C,E, dan
betakaroten) seperti yang banyak terdapat pada sayur- sayuran,
buah-buahan, dan biji-bijian.
e. Buah-buahan dan sayur-sayuran
f. Teh hitam dan teh hijau yang mengandung antioksidan.

B. Penanganan Stress dan Beristirahat yang Cukup


1. Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari
2. Mengendalikan stress dengan cara berpikir positif sesuai dengan jiwa
sehat menurut WHO, menyelesaikan pekerjaan satu demi satu,
bersikap ramah dan mendekatkan diri pada Tuhan yang maha esa dan
mensyukuri hidup yang ada. Stress kronis dapat meningkatkan
tekanan darah. Penanganan stress menghasilkan respon relaksasi yang
menurunkan denyut jantung dan tekanan darah.
C. Pemeriksaan Kesehatan Secara Teratur dan Taat Anjuran Dokter dalam
Hal Diet dan Obat
1. Faktor-faktor resiko seperti penyakit jantung, hipertensi, dislipidemia,
diabetes mellitus (DM) harus dipantau secara teratur.
2. Factor-faktor resiko ini dapat dikoreksi dengan pengobatan teratur,

29
diet dan gaya hidup sehat
3. Pengendalian hipertensi dilakukan dengan target tekanan darah
,140/90 mmHg. Jika menderita diabetes mellitus atau penyakit ginjal
kronis, target tekanan darah ,130/80 mmHg.
4. Pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus
dengan target HbA1C <7%.
5. Pengendalian kadar kolesterol pada penderita dislipidemia dengan diet
dan obat penurun lemak. Target kadar kolesterol LDL <100 mg/Dl
penderita yang bersiko tinggi stroke sebaiknya target kolesterol LDL
sebaiknya <70 mg/Dl.
6. Terdapat bukti-bukti tentang factor resiko yang bersifat
infeksi/inflamasi misalnya infeksi gigi. Kesehatan gigi dan mulut
sebaiknya diperhatikan secara teratur.

X. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke yaitu:
1. Dekubitus merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuh dapat
mengakibatkan luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat
berbaring, seperti pinggul, sendi kaki, pantat dan tumit. Luka
dekubitus jika dibiarkan akan menyebabkan infeksi.
2. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada kaki
yang lumpuh dan penumpukan cairan.
3. Kekuatan otot melemah merupakan terbaring lama akan menimbulkan
kekauan pada otot atau sendi. Penekanan saraf peroneus dapat
menyebabkan drop foot. Selain itu dapat terjadi kompresi saraf ulnar
dan kompresi saraf femoral.
4. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya
densitas mineral pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
imobilisasi dan kurangnya paparan terhadap sinar matahari.
5. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau
karena umur sudah tua. 25% menderita depresi mayor pada fase akut
dan 31% menderita depresi pada 3 bulan paska stroke s dan keadaan

30
ini lebih sering pada hemiparesis kiri.
6. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah
imobilitas, kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian
obat.
7. Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegi dan
nyeri bahu pada bagian di sisi yang lemah. Kontraktur dan nyeri bahu
(shoulder hand syndrome) terjadi pada 27% pasien stroke.

XI. PROGNOSIS
Setelah stroke, sel otak mati dan hematom yang terbentuk akan
diserap kembali secara bertahap. Proses alami ini selesai dalam waktu 3
bulan. Pada saat itu, 1/3 orang yang selamat menjadi tergantung dan
mungkin mengalami komplikasi yang dapat menyebabkan kematian
atau cacat. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke,
dari jumlah tersebut:
 1/3 bisa pulih kembali
 1/3 mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang
 1/3 sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang
mengharuskan penderita terus-menerus di kasur
 Hanya 10-15% penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti
sedia kala, sisanya mengalami cacat, sehingga banyak penderita
stroke menjadi stres akibat kecacatan yang ditimbulkan setelah
diserang stroke.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Aninditha, T dan Wiratman, W (2015) Buku Ajar Neurologi. Jakarta:


Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Kementerian kesehatan RI. 2014. Pusat Data dan Informasi. Jakarta
selatan.
3. Permatasari, Dwita. 2011. Kejadian Hiperkolesterolemia Disertai
Hipertensi dan Diabetes Mellitus pada Penderita Stroke Trombotik Akut.
Bulletin Penelitian RSUD Dr Soetomo, 13(3), 112-120.
4. A, Basjiruddin ; darwin Amir (ed.). 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf
(Neurologi) edisi 1. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.
5. Kementerian kesehatan RI. 2014. Pusat Data dan Informasi. Jakarta
selatan.
6. ESO Executive Committee dan ESO Writing Committee, 2008.
Guidelines for management of ischaemic stroke and transient ischaemic
attack 2008. Cerebrovascular Diseases (Basel, Switzerland), 25: 457–507.
7. Smeltzer, & Bare. 2005 Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner
& Suddart. Edisi 8, Vol 1, alih bahasa: Kuncara Monica Ester. Jakarta:
EGC.

8. Junaidi, I., 2011.Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: ANDI.


9. Price,S.A, et.al. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. EGC:
Jakarta.

10. Smith, W.S., Hauser, S.L., Easton, J.D., 2001. Cerebrovascular


Dissease.New York:McGraw-Hill pp 1269-77

11. Rahajuningsih D S. 2009. Patofisiologi trombosis. Edisi ke – 4 . Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. hlm 34-45.

12. Kelompok Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri. PERDOSSI  :


Guideline Stroke. 2011.

13. Mansjoer, A (2000) Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Jakarta: Media


Aesculapius.

32
14. Gilroy, J., 1992. Basic neurology. 2th ed. Singapore: McGraw Hill Inc.
15. . Price, SA, Wilson, LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Volume 2 Ed/6. Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani
DA, editor. Jakarta: EGC; 2005. BAB 53, Penyakit Serebrovaskular; hal.
1106-1129.
16. Dewanto, G. dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana
Penyakit Saraf. hal.25. Jakarta: EGC

33

Anda mungkin juga menyukai