DISUSUN OLEH:
TAMARA RAMADHAN SUHARTO
1102015236
PEMBIMBING :
Dr. Tri Wahyu Pamungkas, Sp.S
1
BAB I
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
ANAMNESA
Keluhan Utama
Bicara sulit sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit.
2
Saat kaki pasien ditekuk kanan dan kiri, dan disuruh untuk meluruskan, pasien
masih dapat melakukannya dan pasien dapat menjawab pertanyaan walaupun
dengan sulit bicara.
RIWAYAT PENGOBATAN:
- Pasien masih dalam pengobatan diabetes melitus
A. PEMERIKSAAN FISIK
3
Suhu : 36,6 0C
SpO2 : 99 %
Thoraks
- Bentuk normochest,
- Pernapasan abdominothorakal,
Paru :
- Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada
simetris, retraksi sela iga (-)
- Palpasi : Vocal fremitus sama pada kedua lapang paru
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Vesikuler di kedua lapang paru, ronchi (+/-),
wheezing (-/-)
Jantung :
- Inspeksi : Ictus Cordis terlihat di ICS V linea mid
clavicula sinistra
- Palpasi : Teraba ictus cordis di ICS V linea mid clavicula
sinistra
- Perkusi : Batas jantung kanan relative di ICS V linea
parasternal dextra
Batas jantung kiri relative di ICS V linea mid
clavicula sinistra
4
- Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II regular, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Abdomen datar,
- Palpasi : Nyeri epigastrium (-) , turgor baik, hepar dan lien
sulit dinilai.
- Perkusi : Timpani pada ke-empat kuadran abdomen
- Auskultasi : Bising usus normal
Ekstremitas
- Superior : tonus normal, Akral hangat (-), CRT < 2 detik,
Edema (-), sianosis (-)
- Inferior : Akral hangat (-), inflamasi regio digiti I dekstra (+)
CRT < 2 detik, Edema (-), sianosis (-)
STATUS NEUROLOGIK
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M6V5 (15)
RANGSANG MENINGEAL
Kaku Kuduk : (-)
Laseque, Kernig : (-)
Bruzinski I : (-)
Bruzinski II : (-)
SARAF CRANIAL
N.I (OLFAKTORIUS)
Daya Pembau : tidak dilakukan
5
Pengenalan Warna : tidak dilakukan
Lapang pandang : baik
6
Mencucurkan bibir : (+) (+)
Perasa lidah : tidak dilakukan
N.VIII(VESTIBULOCHOCLEARIS)
KANAN KIRI
Mendengar suara berbisik : - -
Tes rinne : tidak dilakukan
Tes weber : tidak dilakukan
Tes Schawabach : tidak dilakukan
NIX (GLOSOFARINGEUS)
Arkus farings : tidak dilakukan
Arkus faringssaat bergerak : tidak dilakukan
Daya kecap lidah 1/3 belakang : tidak dilakukan
Reflex muntah : tidak dilakukan
N.XII(HIPOGLOSUS)
Sikap lidah : ditengah, kaku
Atropi otot lidah : (-)
MOTORIK
Kekuatan : 5555 5555
5555 5555
7
SENSORIK
Nyeri : Ekstremitas Atas : kanan – kiri sama
Ekstremitas Bawah : kanan – kiri sama
REFLEKS FISIOLOGIS
Refleks bisep : +/+
Refleks trisep : +/+
Refleks Brachioradialis : +/+
Refleks patella : +/+
Refleks Achilles : +/+
REFLEKS PATOLOGIS
Babinski : -/-
Chaddock : -/-
Oppenheim : -/-
Gordon : -/-
Gorda : -/-
Schaffer : +/-
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
8
Hematokrit L 37.8 35-47
Eritrosit 4.82 3.8-5.2
MCV L 78.4 80-100
MCH L 25.8 26-34
MCHC 32.9 32-36
RDW 12.9 11.5-14.5
MPV L 6.2 7.0-11.0
HITUNG JENIS
Segmen 63.1 28-78
Limfosit 29.0 25-40
Monosit 6.4 2-8
Eosinofil 0.6 2-4
Basofil 1.1 0-1
KIMIA KLINIK
Glukosa sewaktu 275 75-140
Resume
Subyektif
A. Pasien datang ke Poli RSUD Arjawinangun diantar oleh
keluarganya pada tanggal 02 September 2019 dengan keluhan bicara sulit sejak
1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit
B. Ekstremitas kiri terasa kesemutan, nyeri kepala (+)
9
Obyektif
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran (GCS) : compos mentis (E4M6V5)
Tanda vital : Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 21 x/menit
Suhu : 36,6 ℃
SpO2 : 99 %
Status Neurologis
Schaffer : +/-
Diagnosis
Diagnosis banding
- Stroke Hemoragik
- Transient Ischemic Attack
I. RENCANA TERAPI
- Citicolin 2 x 500 mg
- Ranitidine 2x1
- Loading NS 250 mg
- Humalog 3x10 unit
8
II. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Stroke yaitu kumpulan gejala akibat gangguan fungsi otak akut baik fokal
maupun global yang mendadak, disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya
aliran darah pada parenkim otak, retina, atau medula spinalis, yang dapat
disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah arteri maupun vena
yang dibuktikan dengan pemeriksaan pencitraan otak dan/atau patologi. 1
II. EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah penyakit serebrovaskular yang sering ditemukan di negara
maju, saat ini juga banyak terdapat di negara berkembang salah satunya di negara
Indonesia. Satu diantara enam orang di dunia akan terkena stroke. Masalah stroke
di Indonesia menjadi semakin penting karena di Asia menduduki urutan pertama
dengan jumlah kasusnya yang semakin banyak. Penyakit stroke merupakan salah
satu dari penyakit tidak menular yang masih menjadi masalah kesehatan yang
penting di Indonesia.Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan (Nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825
orang (7,0‰), sedangkan berdasarkan diagnosis Nakes/gejala di-perkirakan
sebanyak 2.137.941 orang (12,1‰). Berdasarkan diagnosis Nakes maupun
diagnosis/gejala, Provinsi Jawa Barat memiliki estimasi jumlah pen-derita
terbanyak yaitu sebanyak 238.001 orang (7,4‰) dan 533.895 orang (16,6‰), se-
dangkan Provinsi Papua Barat memiliki jumlah penderita pal-ing sedikit yaitu
sebanyak 2.007 orang (3,6‰) dan 2.955 orang (5,3‰).2
Stroke merupakan penyakit terbanyak ketiga setelah penyakit jantung dan
kanker, serta merupakan penyakit penyebab kecacatan tertinggi di dunia. Menurut
American Heart Association (AHA), angka kematian penderita stroke di Amerika
setiap tahunnya adalah 50–100 dari 100.000 orang penderita 3. Di negara-negara
ASEAN penyakit stroke juga merupakan masalah kesehatan utama yang
menyebabkan kematian. Dari data South East Asian Medical Information Centre
(SEAMIC) diketahui bahwa angka kematian stroke terbesar terjadi di Indonesia
yang kemudian diikuti secara berurutan oleh Filipina, Singapura, Brunei,
1
0
Malaysia, dan Thailand. Dari seluruh penderita stroke di Indonesia, stroke
iskemik merupakan jenis yang paling banyak diderita yaitu sebesar 52,9%, diikuti
secara berurutan oleh perdarahan intraserebral, emboli dan perdarahan
subaraknoid dengan angka kejadian masing- masingnya sebesar 38,5%, 7,2%, dan
1,4% 4. Seiring dengan semakin meningkatnya morbiditas dan mortalitas dalam
waktu yang bersamaan, dimana di Indonesia peningkatan kasus dapat berdampak
negatif terhadap ekonomi dan produktivitas bangsa, karena pengobatan stroke
membutuhkan waktu lama dan memerlukan biaya yang besar 5.
III. ETIOLOGI
Stroke pada anak-anak dan orang dewasa muda sering ditemukan
jauh lebih sedikit daripada hasil di usia tua, tetapi sebagian stroke pada
kelompok usia yang lebih muda bisa lebih buruk. Kondisi turun temuru
1
1
predisposisi untuk stroke termasuk penyakit sel sabit, sifat sel sabit,
hiperlipidemia akan merespon untuk diet atau mengurangi lemak obat jika
1) Stroke Iskemik
terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada
sirkulasi serebrum.
- Trombosis
1
2
(spontan atau traumatik); Gangguan darah: polisitemia,
- Embolisme
- Vasokonstriksi
Subarakhnoid).
2) Stroke Hemoragik
10
(MAV), trauma; penyalahgunaan kokain, amfetamin;
IV. PATOFISIOLOGI
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi : arteria karotis
interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya.
Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus
selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan.
Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark
di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah
bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah
tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu. dari
berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang
memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa (1) keadaan penyakit pada
pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan trombosis, robeknya
dinding pembuluh, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat
gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah;
(3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang
berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau (4) ruptur
vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid .
11
Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus,
maka area sistem saraf pusat (SSP) yang diperdarahi akan mengalami
infark jika tidak ada perdarahan kolateral yang adekuat. Di sekitar zona
nekrotik sentral, terdapat ‘penumbra iskemik’ yang tetap viabel untuk
suatu waktu, artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik kembali.
Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan karena dua
alasan: Edema sitotoksik yaitu akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron
yang rusak; Edema vasogenik yaitu akumulasi cairan ektraselular akibat
perombakan sawar darah-otak. Edema otak dapat menyebabkan
perburukan klinis yang berat beberapa hari setelah stroke mayor, akibat
peningkatan tekanan intrakranial dan kompresi struktur-struktur di
sekitarnya .
1. Hipertensi1
2. Diabetes mellitus1
12
Penelitian menunjukan adannya peranan hiperglikemi dalam
proses aterosklerosis, yaitu gangguan metabolisme berupa akumulasi
sorbitol di dinding pembuluh darah arteri. Hal ini menyebabkan gangguan
osmotik dan bertambahnya kandungan air didalam sel, yang dapat
mengakibatkan kurangnya oksigenasi. Penyandang DM sering disertai
dengan hiperlipidemia yang merupakan faktor resiko terjadinya proses
aterosklerosis.
3. Merokok1
4. Asam urat1
13
meningkatkan agregasi trombosit.
V. MANIFESTASI KLINIS
Gejala gangguan fungsi otak pada stroke sangat tergantung pada
daerah otak yang terkena. Defisit neurologis ang ditimbulkannya dapat
bersifat fokal maupun global, yaitu1 :
14
Infark pada Sistem Saraf Pusat9
Tanda dan gejala infark arteri tergantung dari area vaskular yang terkena.
a. Infark total sirkulasi anterior (karotis)
- Hemiplegia (kerusakan pada bagian atas traktuskortikospinal)
- Hemianopia (kerusakan pada radiasio optikus)
- Defisit kortikal, misalnya disfasia (hemisfer dominan), hilangnya
fungsi visuospasial (hemisfer nondominan)
c. Infark lacunar
15
- Paresis atau hilangnya sensasi bilateral atau alternative
- Kebutaan mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut)
- Diplopia, ataksia, vertigo, disfagia-setidaknya dua dari tiga gejala ini
terjadi secara bersamaan.
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis stroke dibuat berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan laboratorium berperan dalam
beberapa hal antara lain untuk menyingkirkan gangguan neurologis lain,
mendeteksi penyebab stroke, dan menemukan keadaan komorbid.
A. Anamnesis
Pokok manifestasi stroke adalah hemiparesis, hemiparestesia,
afasia, disartria dan hamianopia. Semantik menduduki tempat penting
dalam anamnesa. Dalam anamnesa perlu dipahami maksud kata-kata
yang diucapkan pasien dalam menggambarkan gejala yang dideritakan.
Stroke dapat didiagnosis melalui hasil wawancara/anamnesis terhadap
penderita (jika masih sadar) atau dengan keluarga pasien yang berada
di sisi penderita. Dari hasil anamnesis ini didapatkan keterangan:
1. Apakah kejadian terjadi secara tiba-tiba?
2. Berapa lama antara kejadian hingga tiba di rumah sakit?
3. Pada saat apa kejadian itu terjadi? Saat bekerja? Saat beristirahat?
4. Apakah penderita sempat muntah?
5. Apakah langsung disertai kelemahan sebagian tubuh, atau yang
lebih ringan perasaan kesemutan pada sebagian tubuh?
6. Apakah ini merupakan kejadian yang pertama?
7. Adakah riwayat kesehatan seperti diabetes, hipertensi, sakit
jantung, atau perawatan lainnya di rumah sakit?
Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk
16
menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor
dapat membuat anamnesis menjadi sedikit sulit untuk mengetahui gejala
atau onset stroke seperti :
1. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
2. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
3. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
4. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti
kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,
ensefalitis, dan hiponatremia.
B. Pemeriksaan Fisik
Penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu tubuh.
Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat jatuh saat
kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal
jantung kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen, kulit
dan ekstremitas. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan
neurologis terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak,
sistem motorik, sikap dan cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan
fungsi kognitif.
Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi kerusakan pada
otak. Pemeriksaan ketangkasan gerak perlu dilakukan pada penderita stroke. Hal
ini karena adanya gangguan ketangkasan gerak. Namun, perlu dibedakan
dengan gangguan ketangkasan akibat lesi pada serebelum. Pada penderita
stoke gangguan ketangkasan gerak akan disertai gangguan upper
motoneuron yang berupa:
17
Siriraj Score
18
ketiganya maka merupakan stroke hemoragik. Jika ditemukan penurunan
kesadaran atau nyeri kepala ini juga merupakan stroke non hemoragik.
Sedangkan bila hanya didapatkan reflek babinski positif atau tidak
didapatkan penurunan kesadaran, nyeri kepala dan reflek babinski maka
merupakan stroke non hemoragik.
Pada pasien ini, pasien memiliki kesadaran yang utuh, ada nyeri
kepala, hasil pemeriksaan refleks Babinskin negatif Sehingga, pasien
kemungkinan dapat di diagnosis sebagai stroke non hemoragik.
Skor Hasanuddin
N Kriteria Skor
o
.
1 Tekanan Darah
.
- Sistol ≥200; Diastol ≥110 7,5
- Sistol <200; Diastol <110 1
2 Waktu Serangan
.
- Sedang bergiat 6.5
- Tidak sedang bergiat 1
3 Sakit Kepala
.
4 Kesadaran Menurun
.
- Langsung, beberapa menit s/d 1 10
jam
setelah onset
- 1 jam s/d 24 jam setelah onset 7,5
- Sesaat tapi pulih kembali 6
19
- ≥24 jam setelah onset 1
- Tidak ada 0
5 Muntah Proyektil
.
- Langsung, beberapa menit s/d 1 10
jam
setelah onset
- 1 jam s/d <24 jam setelah onset 7,5
- ≥ 24 jam setelah onset 1
- Tidak ada 0
Interpretasi :
< 15 = Stroke non-hemoragik
≥ 15 = Stroke hemoragik
Pada pasien ini, didapatkan tekanan darah Sistol <100; Diastol <60
(1), waktu serangan tidak sedang bergiat (1), sakit kepala ringan (1),
kesadaran menurun tidak ada (0), muntah proyektil tidak ada (0) sehingga,
total skor 3 < 15 = stroke non-hemoragik.
C. Pemeriksaan Penunjang
20
1. CT angiography dan CT scanning perfusi
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
3. Scanning karotis duplex
4. Digital pengurangan angiography
Pungsi lumbal diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau
perdarahan subarachnoid ketika CT scan negatif tapi kecurigaan klinis
tetap menjadi acuan.
D. Pemerikasaan Laboratorium
Pada pasien yang diduga mengalami stroke perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Parameter yang diperiksa meliputi kadar
glukosa darah, elektrolit, analisa gas darah, hematologi lengkap, kadar
ureum, kreatinin, enzim jantung, prothrombin time (PT) dan activated
partial thromboplastin time (aPTT). Pemeriksaan kadar glukosa darah
untuk mendeteksi hipoglikemi maupun hiperglikemi, karena pada kedua
keadaan ini dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan elektrolit
ditujukan untuk mendeteksi adanya gangguan elektrolit baik untuk
natrium, kalium, kalsium, fosfat maupun magnesium 11.
Pemeriksaan analisa gas darah juga perlu dilakukan untuk
mendeteksi asidosis metabolik. Hipoksia dan hiperkapnia juga
menyebabkan gangguan neurologis. Prothrombin time (PT) dan activated
partial thromboplastin time (aPTT) digunakan untuk menilai aktivasi
koagulasi serta monitoring terapi. Dari pemeriksaan hematologi lengkap
dapat diperoleh data tentang kadar hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah
eritrosit, leukosit, dan trombosit serta morfologi sel darah. Polisitemia
vara, anemia sel sabit, dan trombositemia esensial adalah kelainan sel
darah yang dapat menyebabkan stroke .
21
VII. DIAGNOSIS BANDING
Gejala Stroke Hemoragik Stroke Non
Klinis
PIS PSA Hemoragik
Gejala Berat Ringan Berat/ringan
defisit
lokal
SIS Amat jarang - +/ biasa
sebelumnya
Permulaan Menit/jam 1-2 menit Pelan
(jam/hari)
(onset)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/ tak
ada
Muntah Sering Sering Tidak, kecuali
pada lesi
awalnya di batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya Sering kali
tidak
Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang Dapat hilang
sebentar
Kaku kuduk Jarang Bisa ada pada Tidak ada
permulaan
Hemiparesis Sering sejak Tidak ada Sering dari
awal
Awal
Deviasi Bisa ada Tidak ada Mungkin ada
mata
Gangguan Sering Jarang Sering
bicara
Likuor Sering Selalu Jernih
berdarah berdarah
Paresis/ - Mungkin (+) -
gangguan N
III
22
VIII. TATALAKSANA
1. Tatalaksana umum
2. Pemberian oksigen bila saturasi oksigen <95% (ESO kelas IV, good
clinical practice/GCP)
b. Stabilisasi hemodinamik
9. Pemantauan jantung
10. Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan pasien
dengan penurunan kesadaran karena kenaikan TIK
23
11. Sasaran terapi adalah TIK <20 mmHg dan teanan perfusi otak
>70mmHg
d) Menghindari hipertermia
e) Menjaga normovolemia
d. Pengendalian kejang
13. Bila kejang, berikan diazepam iv bolus lambat 5-20mg dan diikuti
oleh fenitoin dosis bolus 15-20mg/KgBB dengan kecepatan
maksimum 50mg/menit
14. Obat kejang lain yang dapat diberikan adalah valproate, topiramat,
atau levetirasetam, sesia dengan klinis dan penyulit pada pasien.
g. Nutrisi
24
2. Tatalaksana spesifik
25
rnengendalikan kadar gula darah.
Hipoglikemia (< 50 mg/dl) mungkin akan memperlihatkan
gejala mirip dengan stroke infark, dan dapat diatasi dengan pemberian
bolus dekstrose atau infus glukosa 10-20% sampai kadar gula darah
80-110 mg/dl.
c. Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik
darah secara karakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak
direkomendasikan
d. Pemberian terapi trombolisis pada stroke akut
e. Pemberian antikoagulan
26
stroke ulang awal, menghentikan perburukan deficit neurologi, atau
memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akut tidak
direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien dengan stroke
iskemik akut. Antikoagulasi urgent tidak direkomendasikan pada
penderita dengan stroke akut sedang sampai berat karena
meningkatnya risiko komplikasi perdarahan intracranial.
Secara umum, pemberian heparin atau heparinoid setelah stroke
iskemik akut tidak bermanfaat. Namun, beberapa ahli masih
merekomendasikan heparin dosis penuh pada penderita stroke iskemik
akut dengan risiko tinggi terjadi reembolisasi, diseksi arteri atau
stenosis berat arteri karotis sebelum pembedahan. Kontraindikasi
pemberian heparin juga termasuk infark besar >50%, hipertensi yang
tidak dapat terkontrol, dan perubahan mikrovaskuler otak yang luas
f. Pemberian antiplatelet
27
mg intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3
minggu dilakukan dalam penelitian ICTUS (International Citicholin
Trial in Acute Stroke, ongoing). Selain itu, pada penelitian yang
dilakukan oleh PERDOSSI secara multisenter, pemberian Plasmin
oral 3x500 mg pada 66 pasien di 6 rumah sakit pendidikan di
Indonesia menunjukkan efek positif pada penderita strke akut berupa
perbaikan motorik, score MRS dan Barthel index.
IX. PENCEGAHAN
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya perbaikan gaya hidup
dan pengendalian berbagai factor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang
sehat dan kelompok risiko tinggi yang belum pernah terserang stroke.
A. Mengatur Pola Makan yang Sehat
Konsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol dapat meningkatkan
risiko terkena serangan stroke, sebaliknya risiko konsumsi makanan
rendah lemak dan kolesterol dapat mencegah terjadinya stroke. Beberapa
jenis makan yang di anjurkan untuk pencegahan primer terhadap stroke
adalah:
1. Makanan kolesterol yang membantu menurunkan kadar kolesterol
a. Serat larut yang terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah,
bulgur, jagung dan gandum.
b. Oat (beta glucan) akan menurunkan kadar kolesterol total dan
LDL, menurunkan tekanan darah, dan menekan nafsu makan bila
dimakan dipagi hari (memperlambat pengosongan usus).
28
LDL.
2. Makanan lain yang berpengaruh terhadap prevensi stroke
a. Makanan/zat yang membantu mencegah peningkatan homosistein
seperti asam folat,vitamin B6, B12, dan riboflavin.
b. Susu yang mengandung protein, kalsium, seng(Zn), dan B12,
mempunyai efek proteksi terhadap stroke.
c. Beberapa jenis seperti ikan tuna dan ikan salmon mengandung
omega-3, eicosapperitenoic acid (EPA) dan docosahexonoic acid
(DHA) yang merupakan pelindung jantung mencegah risiko
kematian mendadak, mengurangi risiko aritmia, menurunkan
kadar trigliserida, menurunkan kecenderungan adhesi platelet,
sebagai precursor prostaglandin, inhibisi sitokin, antiinflamasi dan
stimulasi Nitric oxide (NO) endothelial. Makanan jenis ini
sebaiknya dikonsumsi dua kali seminggu.
d. Makanan yang kaya vitamin dan antioksidan (vitamin C,E, dan
betakaroten) seperti yang banyak terdapat pada sayur- sayuran,
buah-buahan, dan biji-bijian.
e. Buah-buahan dan sayur-sayuran
f. Teh hitam dan teh hijau yang mengandung antioksidan.
29
diet dan gaya hidup sehat
3. Pengendalian hipertensi dilakukan dengan target tekanan darah
,140/90 mmHg. Jika menderita diabetes mellitus atau penyakit ginjal
kronis, target tekanan darah ,130/80 mmHg.
4. Pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus
dengan target HbA1C <7%.
5. Pengendalian kadar kolesterol pada penderita dislipidemia dengan diet
dan obat penurun lemak. Target kadar kolesterol LDL <100 mg/Dl
penderita yang bersiko tinggi stroke sebaiknya target kolesterol LDL
sebaiknya <70 mg/Dl.
6. Terdapat bukti-bukti tentang factor resiko yang bersifat
infeksi/inflamasi misalnya infeksi gigi. Kesehatan gigi dan mulut
sebaiknya diperhatikan secara teratur.
X. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke yaitu:
1. Dekubitus merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuh dapat
mengakibatkan luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat
berbaring, seperti pinggul, sendi kaki, pantat dan tumit. Luka
dekubitus jika dibiarkan akan menyebabkan infeksi.
2. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada kaki
yang lumpuh dan penumpukan cairan.
3. Kekuatan otot melemah merupakan terbaring lama akan menimbulkan
kekauan pada otot atau sendi. Penekanan saraf peroneus dapat
menyebabkan drop foot. Selain itu dapat terjadi kompresi saraf ulnar
dan kompresi saraf femoral.
4. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya
densitas mineral pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
imobilisasi dan kurangnya paparan terhadap sinar matahari.
5. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau
karena umur sudah tua. 25% menderita depresi mayor pada fase akut
dan 31% menderita depresi pada 3 bulan paska stroke s dan keadaan
30
ini lebih sering pada hemiparesis kiri.
6. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah
imobilitas, kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian
obat.
7. Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegi dan
nyeri bahu pada bagian di sisi yang lemah. Kontraktur dan nyeri bahu
(shoulder hand syndrome) terjadi pada 27% pasien stroke.
XI. PROGNOSIS
Setelah stroke, sel otak mati dan hematom yang terbentuk akan
diserap kembali secara bertahap. Proses alami ini selesai dalam waktu 3
bulan. Pada saat itu, 1/3 orang yang selamat menjadi tergantung dan
mungkin mengalami komplikasi yang dapat menyebabkan kematian
atau cacat. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke,
dari jumlah tersebut:
1/3 bisa pulih kembali
1/3 mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang
1/3 sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang
mengharuskan penderita terus-menerus di kasur
Hanya 10-15% penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti
sedia kala, sisanya mengalami cacat, sehingga banyak penderita
stroke menjadi stres akibat kecacatan yang ditimbulkan setelah
diserang stroke.
31
DAFTAR PUSTAKA
32
14. Gilroy, J., 1992. Basic neurology. 2th ed. Singapore: McGraw Hill Inc.
15. . Price, SA, Wilson, LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Volume 2 Ed/6. Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani
DA, editor. Jakarta: EGC; 2005. BAB 53, Penyakit Serebrovaskular; hal.
1106-1129.
16. Dewanto, G. dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana
Penyakit Saraf. hal.25. Jakarta: EGC
33