perdebatan diantara mereka sendiri. Beberapa diantara mereka ada yang mendukung teori korelasi
pertumbuhan penduduk dengan pembangunan, namun ada juga sebagian dari yang
mengasumsikan bahwa ini adalah pembalikan fakta dari kegagalan ekonomi bangsa. Teori yang
paling klasik yaitu Malthus yang mengemukakan bahwa jumlah penduduk senantiasa bertambah
banyak sedangkan pertumbuhan produksi tidaklah banyak sehingga salah satu solusi terbaik
adanya pengendalian jumlah penduduk. Malthus khawatir terhadap dampak pertumbuhan
penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi walaupun sebenarnya bisa menjadi asumsi bahwa
pertambahan penduduk bisa memicu proses industrialisasi.
Namun teori ini sangat tidak relevan apabila diterapkan pada negara-negara berkembang
dan terbelakang karena adanya perbedaan yang sangat mendasar dengan kondisi negara-negara
maju. Situasi politik yang tidak menentu, disparitas pembangunan antara wilayah yang satu
dengan yang lainnya dan tingginya pertumbuhan penduduk dianggap sebagai penghambat
pembangunan ekonomi, hal seperti ini juga terjadi di Indonesia.
Dampak lingkungan yang akan dialami apabila terjadinya ledakan penduduk adalah makin
berkurangnya lahan produksi pertanian atau dengan kata lain terkonversinya lahan pertanian yang
ada menjadi permukiman penduduk sehingga menurunnya produksi pangan. Selain itu, masalah
lain yang dapat ditimbulkan adalah akan makin banyaknya pemukiman kumuh (smelter)
dikarenakan oleh berkurangnya daya dukung lahan yang digunakan untuk pemukiman, hal ini juga
akan menimbulkan masalah kesehatan yang serius karena kurang layaknya lingkungan dan sanitasi
yang ada. Efek lain yang akan ditimbulkan yakni meningkatnya biaya pembangunan kesehatan
yang harus dikeluarkan untuk menanggulangi masalah tersebut.
Hal ini semua dikarenakan makin banyaknya penduduk pada suatu wilayah maka
permintaan akan lahan akan semakin meningkat karena lahan atau ruang tidak bertambah
sedangkan yang bertambah adalah kegiatan penduduk yang mendiaminya[4]. Selain masalah
tersebut, akan timbul juga masalah polusi udara karena tingkat polusi bergerak seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk disuatu wilayah. Polusi ditimbulkan oleh asap kendaraan yang
jumlahnya semakin bertambah. Dampak lainnya yang akan timbul adalah masalah sampah yang
tidak dapat terselesaikan juga merupakan sumber polusi bagi kesehatan masyarakat.
Dampak sosial yang akan dialami adalah keterbatasan ruang, saling dempet, himpit, rebut,
kesemerawutan adalah sebagai akibat kelebihan beban (overload), kelebihan beban berbanding
searah dengan tekanan (pressure) yang akan ditimbulkannya. Semakin besar kelebihan beban,
maka semakin tinggi tingkat tekanan. Tekanan berhubungan langsung dengan ketahanan
(defense). Keseimbangan antara tekanan dan ketahanan dapat menimbulkan kekuatan (survival).
Ini baik, sifatnya akselarasi dalam pembangunan. Namun jika tekanan melampaui batas ambang
toleransi, dapat menimbulkan frustasi yang diwujudkan dalam bentuk berbagai macam kerawanan
sosial. Seperti mudahnya terjadi konflik, meningkatnya angka kriminalitas, tindakan anarkis.
Semua itu dikarenakan terbatasnya ketersediaan berbagai sumberdaya (resources availability)
yang berbanding terbalik dengan jumlah pengguna dan pemakai, menimbulkan berbagai cara
kompetisi untuk mendapatkannya
Untuk dapat bertahan hidup masyarakat akan melakukan berbagai macam cara, baik itu
yang berupa ekonomi subsisten maupun bukan, cara yang ditempuh ini sangat mungkin akan
menimbulkan potensi konflik karena adanya kerawanan sosial yang disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan antara keterbatasan dan ketidakmampuan untuk berkompetisi secara sehat.
Kerawanan sosial ini akan menghambat pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah karena
pemerintah kehabisan energi untuk menyelesaikan masalah kerawanan sosial yang terjadi tersebut.