Kepaniteraan Klinik Status Ilmu Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Ukrida
Kepaniteraan Klinik Status Ilmu Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Ukrida
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 37 th
Suku : Padang
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Cilodong
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Cilodong
III. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Pasien datang dengan rujukan bidan datang mengaku keluar cairan dari jalan
lahir sejak 8 jam yang lalu (20..30 Tgl 31 Januari 2015). Cairan yang keluar
banyak sampai membasahi pakaian pasien dan berwarna bening. Pasien mengaku
tidak mulas dan perut belum terasa kencang, belum ada rasa ingin mengejan, tidak
ada keluar lendir bercampur darah. Saat dibidan, 7 jam SMRS dilakukan
pemeriksaan dalam dan dinyatakan pembukaan 2 cm dan tekanan darah 150/190
mmHg. Pasien mengaku pada kehamilan sebelumnya dan saat kontrol pada awal
kehamilan tekanan darah tidak pernah tinggi. Tekanan darah mulai tinggi sejak
usia kehamilan 8 bulan.
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, DM, dan asma disangkal oleh pasien.
2
Riwayat penyakit jantung, DM, dan asma disangkal oleh pasien. Ibu pasien
menderita hipertensi.
E. Riwayat Menstruasi
Menarche : 12th
Siklus : 30 hari
Dismenore : (-)
Hari Pertama Haid Terakhir : Pertengahan April 2015 (Ibunya tidak ingat
jelas tanggalnya)
F. Status Pernikahan
Status : Menikah
Pernikahan : 1 kali
G. Riwayat Obstetri
3
1 1998 Laki-laki Cukup 3100 Normal Hidup
bulan
2 2007 Laki-laki Cukup 3200 SC Hidup
bulan
3 2013 Laki-laki Cukup 3200 Normal Hidup
bulan
4 Hamil ini
H. Riwayat KB
Pasien pernah menggunakan KB suntik setelah lahir anak pertama selama 7 tahun.
I. Riwayat Operasi
Operasi sesar anak kedua tahun 2007 dikarena pembukaan tidak maju.
Merokok (-), alkohol (-), narkotika (-), pemakaian obat-obatan (-), jamu (-).
4
Tanda Vital
Nadi : 99 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5 °C
Berat Badan : 73 kg
5
Pertumbuhan rambut : Merata
B. Payudara
C. Pemeriksaan perut
● Inspeksi : Membuncit membujur linea nigrae (+), striae gravidarum (+)
● Palpasi :
Leopold IV : Divergen
● Auskultasi : Denyut jantung janin (+), 123 x/menit, teratur, janin tunggal,
hidup intrauterin.
● TBJ = 155x (TFU-n)
= 155 x (35-12)
= 3565 gram
Pemeriksaan dalam
● Anogenital :
6
Penipisan 0-30%, posisi serviks medial
Pembukaan : 2 cm
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Dilakukan pemeriksaan laboratorium pada tanggal 1 Januari 2015, pukul 4.45 wib
Hematologi
Hematokrit 37 % 37-47
Urinalisis
7
E. RESUME
Pasien wanita hamil 37 tahun datang dengan keluar cairan bening dari jalan lahir
sejak 8 jam SMRS. Pasien mengaku tidak mulas, perut belum terasa kencang,
belum ada rasa ingin mengejan, tidak keluar lendir bercampur darah. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/90 mmHg, pemeriksaan dalam
serviks tebal lunak, pembukaan 2 cm, kulit ketuban negatif, bagian terendah
kepala di hogde I. Hasil laboratorium 11,3 g/dL, protein urin negatif.
Diagnosa ibu : G4P3A0, hamil 37-38 minggu in partu kala I fase laten dengan
ketuban pecah dini, hipertensi dalam kehamilan, dan bekas sectio caesaria.
Dasar diagnosis
Pada kasus ini didapatkan riwayat keluar cairan bening dari jalan lahir sejak 8
jam yang lalu pasien menyatakan belum mulas, dan belum ada kontraksi, hasil
pemeriksaan dalam pembukaan serviks 2 jari, kulit ketuban negatif, dinyatakan
sebagai ketuban pecah dini. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan
darah 160/90 mmHg, serta dinyatakan bawah di bidan sebelumnya sempat
dilakukan pemeriksaan juga dengan hasil 150/90 mmHg. Pasien menyatakan tidak
memiliki riwayat tekanan darah tinggi pada kehamilan sebelumnya dan pada awal
kehamilan ini, tekanan darah mulai tinggi sejak usia kehamilan 8 bulan, sehingga
dinyatakan menderita hipertensi dalam kehamilan.
8
G. RENCANA PENGELOLAHAN
Terminasi kehamilan : Operasi seksio sesarea
a. Informed consent
b. Pemeriksaan laboratorium : H2TL, CT, BT
c. Profilaksis antibiotik Cefotaxim injeksi 1 gr IV
d. Monitoring input dan output cairan
- Pemasangan infus RL 500cc, 20 tpm
- Pemasangan Foley catheter untuk mengukur urin output
Laporan pembedahan :
- Pasien terlentang diatas meja operasi dalam keadaan spinal anestesi
- Dilakukan antiseptik abdomen disekitarnya
- Pasang duk steril kecuali daerah operasi
- Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sampai dibawah
umbilikus lapis demi lapis sehingga kavum peritonei terbuka
- Setelah peritoneum dibuka tampak dinding depan uterus.
- Segmen bawah rahim disayat, ditembus dengan jari dan diperlebar ke kanan dan ke
kiri.
- Jam 5.49 (1 Januari 2016) bayi lahir dengan meluksir kepala. Jenis kelamin laki-laki,
BBL 3700 gram, PB 50 cm. APGAR 1’ : 6 dan 5’ : 9.
- Tali pusat di klem pada dua tempat lalu digunting. Lahir placenta dengan tarikan
ringan pada talit pusat.
- Segmen bawah rahim dijahit secara sejulur
- Pendarahan dirawat
- Tuba falopii di ikat dengan Chromic kemudian dilakukan pemotongan tuba kanan dan
kiri.
- Rongga abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan darah
- Peritonium dijahit dengan Chromic secara simpul
- Fascia dijahit dengan Assucryl secara jelujur
9
- Subkutis dijahit dengan Chromic secara simpul
- Kulit dijahit dengan Plain gut secara subkutikuler
- Luka operasi dibersihkan dengan alkohol 70 % ditutup dengan Soffratule, ditutup
dengan kasa, dan terakhir ditempel dengan Hypavix.
- Pasien diberi obat Ketoprofen 100 mg suppositoria
- Observasi keadaan pasca operasi selama 2 jam
Medikamentosa :
Ondansentron 4 mg i.v.
Post-Operasi
24 jam pertama :
10
- IVFD RL 20 tpm + Oxytoxin 1 amp
- Cefotaxime 3x1 ampul (i.v)
- Pronalges supp 3x1 (supp)
Terapi selanjutnya :
Non Medikamentosa :
TTV setiap 15 menit selama 1 jam pertama, setiap 30 menit 1 jam berikutnya.
Edukasi :
Prognosis(Ibu) :
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsional : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Prognosis (bayi)
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsional : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP :
Tanggal 2 Januari 2016 jam 12.00
11
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 69 x / menit
Pernapasan : 21 x / menit
Perdarahan : Minimal
Mobilisasi : Bertahap
Urin : 1600cc
A : P4A0 Post sectio caesaria dengan KPD, HDK dan BSC hari pertama
P : IVFD RL 20 tpm, Pronalges supp 3x1 (supp), cefadroxil 500 mg tab 2x1 (oral), asam
mefenamat 500 mg tab 3x1 (oral), sangobion tab 1x1 (oral)
Nadi : 80 x / menit
Suhu : 36,40 C
Pernapasan : 20 x / menit
Perdarahan : Minimal
Mobilisasi : Bertahap
A : P4A0 Post section caesaria dengan KPD, HDK, dan BSC hari kedua
12
P : IVFD RL 20 tpm, Asam mefenamat 500mg 3x1 tab (oral), cefadroksil 500mg 2x1 tab
(oral). Rencana pulang.
13
Tinjauan Pustaka
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion yang
sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti epitel, sel mesenkmal dan
sel trofoblas yang terkait erat dalam matriks kolagen. Selaput ketuban berfungsi
menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi. Dalam keadaan normal
selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. 1
Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum
terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37
minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes ( PROM) dan sebelum
usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes
(PPROM).
Klasifikasi KPD
KPD Preterm
Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya ketuban yang terbukti dengan vaginal
pooling, tes nitrazin pada usia <37 minggu sebelum onset persalinan.
KPD sangat preterm adalah pecahnya ketuban saat umur kehamilan ibu antara 24
sampai kurang dari 34 minggu.
KPD preterm s aat umur kehamilan ibu antara 34 sampai kurang dari 37 minggu.2
Definisi preterm bervariasi pada berbagai kepustakaan, namun yang paling diterima dan
tersering digunakan adalah persalinan kurang dari 37 minggu.2
KPD Aterm
Ketuban pecah dini/ premature rupture of membranes (PROM) adalah pecahnya
ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin pada usia
kehamilan ≥ 37 minggu. 2
14
Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD aterm harus meliputi 3 hal,
yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan presentasi janin, dan penilaian
kesejahteraan maternal dan fetal. Tidak semua pemeriksaan penunjang terbukti signifikan
sebagai penanda yang baik dan dapat memperbaiki luaran. Oleh karena itu, akan dibahas
mana pemeriksaan yang perlu dilakukan dan mana yang tidak cukup bukti untuk perlu
dilakukan.
KPD aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi adanya
cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu diketahui waktu dan kuantitas
dari cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat KPD aterm sebelumnya,
dan faktor risikonya. Pemeriksaan digital vagina yang terlalu sering dan tanpa indikasi
sebaiknya dihindari karena hal ini akan meningkatkan risiko infeksi neonatus. Spekulum
yang digunakan dilubrikasi terlebih dahulu dengan lubrikan yang dilarutkan dengan cairan
steril dan sebaiknya tidak menyentuh serviks. Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk
menilai adanya servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah janin (pada
presentasi bukan kepala); menilai dilatasi dan pendataran serviks, mendapatkan sampel dan
mendiagnosis KPD aterm secara visual.
Dilatasi serviks dan ada atau tidaknya prolaps tali pusat harus diperhatikan dengan
baik. Jika terdapat kecurigaan adanya sepsis, ambil dua swab dari serviks (satu sediaan
dikeringkan untuk diwarnai dengan pewarnaan gram, bahan lainnya diletakkan di medium
transport untuk dikultur.3
Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan lagi
pemeriksaan lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika diagnosis tidak dapat
dikonfirmasi, lakukan tes pH dari forniks posterior vagina (pH cairan amnion biasanya ~
7.1-7.3 sedangkan sekret vagina ~ 4.5 - 6) dan cari arborization of fluid dari forniks posterior
vagina. Jika tidak terlihat adanya aliran cairan amnion, pasien tersebut dapat dipulangkan dari
rumah sakit, kecuali jika terdapat kecurigaan yang kuat ketuban pecah dini. Semua presentasi
bukan kepala yang datang dengan KPD aterm harus dilakukan pemeriksaan digital vagina
untuk menyingkirkan kemungkinaan adanya prolaps tali pusat.3
15
Mekanisme ketuban pecah dini
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterusdan
perenganan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput
ketuban rapuh.1
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh
inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Medekati waktu persalinan,keseimbangan
antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradai proteolitik dari matriks ekstraseluller dan
membrane janin. Aktvitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Selaput
ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban mudah
pecah. Melemahnya kekuatan selpaut ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus,
kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester akhir terjadi perubahan biokima pada
selaput ketuban. 1
Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan
1. Persalinan prematur
16
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90 % terjadi dalam 24 jam setelah
ketuban pecah. Pada kehamilan 28-34 minggu 50% persalianan dalam 24 jam. Pada
kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu. 1
2. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban pecah dini. Pada ibu tejadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia. Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih
sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini
meningkat sebanding dengan lamanya periode laten. 1
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi
pulmonar. 1
Penanganan
Konservatif
Pengelolaan konservatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik ibu maupun janin) pada umur
kehamilan 28-36 minggu, dirawat selama 2 hari. 1
Observasi adanya tanda-tanda kemungkianan adanya amnionitis / tanda infeksi, pada ibu
suhu >38˚ C, takikardi ibu, leukositosis, rasa nyeri, secret vagina purulent. Pada janin,
takikardi janin. Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu. Berikan antibiotika untuk
17
mengurangi morbiditas ibu dan janin (Ampisilin 4x 500mg selama 7 hari atau eritromisin
4x500 mg dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan < 32 -34 minggu
dirawat sampai air ketuban tidak keluar. Jika usia kehamilan 32 - 37 mg, belum inpartu, tidak
ada infeksi, beri dexametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Jika
usia kehamilan sudah 32 - 37 mg dan sudah inpartu, tidak ada infeksi maka berikan tokolitik
(salbutamol), dexametason, dan induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32-37 minggu,
ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi. Berikan
betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason I.M. 5 mg setiap 6 jam
sebanyak 4 kali. 1,4
Aktif
Kehamilan lebih dari 37 mg, induksi dengan oksitosin. Bila gagal Seksio Caesaria. Dapat
pula diberikan misoprostol 25 mikrogram – 50 mikrogram intravaginal tiap 6 jam max 4 x.
Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan diakhiri. 1
- Bila skor pelvik <5, lakukan pematangan serviks, induksi. Jika tidak berhasil akhiri
persalinan dengan sectio caesaria.
- Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.
18
Hipertensi adalah adanya kenaikan tekanan darah melebihi batas normal yaitu tekanan
darah ≥140/90 mmHg. Menurut Prawirohardjo 2008, gangguan hipertensi pada kehamilan
diantaranya adalah: 1
a. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
b. Preeklamsi adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria.
c. Eklamsi adalah preeklamsi yang disertai dengan kejang-kejang sampai dengan koma.
d. Hipertensi kronik dengan superposed preeklamsi adalah hipertensi kronik di sertai
tanda-tanda preeklamsi atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
e. Hipertensi gestasional (transient hypertensi) adalah hipertensi yang timbul pada
kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca
persalin, kehamilan dengan preeklamsi tetapi tanpa proteinuria.
Epidemiologi
Etiopatogenesis
Perlu diketahui bahwa penyakit hipertensi dalam kehamilan lebih mungkin timbul pada
perempuan yang: 4
19
● Terpajan vili koronik dalam jumlah yang berlebihan, seperti pada kehamilan ganda atau
molahidatidosa.
Menurut para ahli preeklamsia dikatakan sebagai dua tahap kelainan, tahap 1 disebabkan
abnormalitas pada proses remodeling trofoblastik endovascular, yang melalui serangkaian
peristiwa memnyebabkan sindrom kliinis tahap 2 yaitu stress oksidatif pada plasental. Jika
keadaan stress oksidatif pada plasental ini terus berlanjut maka akan memnyebabkan restriksi
pertumbuhan janin dan pelepasan faktor-faktor plasental ke sistemik, sehinga terjadi respon
inflamasi serta aktivasi endotel sistemik yang sedemikian rupa menimbulkan sindrom
preeklamsia.
Preeklamsi
20
a. Pengertian preeklamsi
Preeklamsi adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria. Menurut Prawiroharjo 2008 hal-hal yang perlu diperhatikan:
1) Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥140/90 mmHg.
Pengukuran darah dilakukan sebanyak 2 kali pada selang waktu 4 jam-6 jam.
2) Proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama
dengan ≥1+ dipstic.
3) Edema, sebelumnya edema tungkai dipakai sebagai tanda-tanda preeklamsi
tetapi sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema generalisata.
Selain itu bila di dapatkan kenaikan berat badan >0,57kg/minggu.
Preeklamsi adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ
akibat vasospasme dan aktivasi endotel, proteinuria adalah tanda penting preeklamsi,
terdapatnya proteinuria 300 mg/1+. 4
b. Etiologi/Predisposisi preeklamsi
Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum bisa diketahui secara pasti. Namun
banyak teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan
tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap benar-benar mutlak. Beberapa faktor
resiko ibu terjadinya preeklamsi:
1) Paritas
Kira-kira 85% preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama. Paritas 2-3 merupakan
paritas paling aman ditinjau dari kejadian preeklamsi dan risiko meningkat lagi pada
grandemultigravida.
2) Usia
Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 23-35 tahun. Kematian
maternal pada wanita hamil dan bersalin pada usia dibawah 20 tahun dan setelah usia
35 tahun meningkat, karena wanita yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dan lebih
dari 35 tahun di anggap lebih rentan terhadap terjadinya preeklamsi. Selain itu ibu
hamil yang berusia ≥35 tahun telah terjadi perubahan pada jaringan alat-alat
kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi sehingga lebih berisiko untuk terjadi
preeklamsi.
21
3) Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi adalah ibu yang pernah mengalami hipertensi sebelum hamil
atau sebelum umur kehamilan 20 minggu. Ibu yang mempunyai riwayat hipertensi
berisiko lebih besar mengalami preeklamsi, serta meningkatkan morbiditas dan
mortalitas maternal dan neonatal lebih tinggi. Diagnosa preeklamsi ditegakkan
berdasarkan peningkatan tekanan darah yang disertai dengan proteinuria atau edema
anasarka. 4
4) Hiperplasentosis /kelainan trofoblast
Hiperplasentosis/kelainan trofoblas juga dianggap sebagai faktor predisposisi
terjadinya preeklamsi, karena trofoblas yang berlebihan dapat menurunkan perfusi
uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat
mengakibatkan terjadinya vasospasme, dan vasospasme adalah dasar patofisiologi
preeklamsi/eklamsi. Hiperplasentosis tersebut misalnya: kehamilan multiple, diabetes
melitus, bayi besar, 70% terjadi pada kasus molahidatidosa. 1,4
5) Genetik
Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara
familial jika dibandingkan dengan genotip janin. Telah terbukti pada ibu yang
mengalami preeklamsi 26% anak perempuannya akan mengalami preeklamsi pula,
sedangkan 8% anak menantunya mengalami preeklamsi. Karena biasanya kelainan
genetik juga dapat mempengaruhi penurunan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya
mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat menyebabkan terjadinya vasospasme yang
merupakan dasar patofisiologi terjadinya preeklamsi/eklamsi.4
22
Penatalaksanaan
Setiap wanita harus dievaluasi sebelum konsepsi untuk menentukan kondisi tekanan
darahnya. Jika terdapat hipertensi, dapat ditentukanberatnya, sebab sekunder yang mungkin,
kerusakan target organ, danrencana strategis penatalaksanaannya. Kebanyakan wanita
penderitahipertensi yang merencanakan kehamilan harus menjalani skrining
adanyafaeokromositoma karena angka morbiditas dan mortalitasnya yang tinggiapabila
keadaan ini tidak terdiagnosa pada ante partum.5
Pada umumnya, frekuensi kunjungan antenatal menjadi sering pada akhir trimester
untuk menemukan awal preeklamsi. Wanita hamil dengantekanan darah yang tinggi (140/90
mmHg) akan dievaluasi di rumah sakitsekitar 2-3 hari untuk menentukan beratnya hipertensi.
Wanita hamil dengan hipertensi yang berat akan dievaluasi secara ketat bahkan
dapatdilakukan terminasi kehamilan. Wanita hamil dengan penyakit yang ringandapat
menjalani rawat jalan. 5
Pada wanita penderita hipertensi yang merencanakan kehamilan,penting diketahui
mengenai penggantian medikasi anti hipertensi yangtelah diketahui aman digunakan selama
kehamilan, seperti metildopa ataubeta bloker. Penghambat ACE dan ARB jangan dilanjutkan
sebelumterjadinya konsepsi atau segera setelah kehamilan terjadi. 5
Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan pada wanita denganhipertensi berat, terutama
apabila terdapat hipertensi yang persisten ataubertambah berat atau munculnya proteinuria.
Evaluasi secara sistematis meliputi : 5
1. Pemeriksaan detil diikuti pemeriksaan harian terhadap gejala klinisseperti sakit kepala,
pandangan kabur, nyeri epigastrium, danpenambahan berat badan secara cepat.
2. Penimbangan berat badan saat masuk rumah sakit dan setiap harisetelahnya.
3. Analisis proteinuria saat masuk rumah sakit dan setiap 2 hari.
4. Pengukuran tekanan darah dengan posisi duduk setiap 4 jam kecuali saat pertengahan
tengah malam dengan pagi hari.
5. Pengukuran serum kreatinin, hematokrit, trombosit, dan serum enzimhati, frekuensi
pemeriksaan tergantung beratnya penyakit.
23
6. Evaluasi berkala tentang ukuran janin dan cairan amnion secara klinisdan dengan
menggunakan ultrasonografi.
Percobaan melahirkan per vaginam bagi wanita yang pernah melahirkan secara
Caesar meningkatkan resiko bagi janin maupun bagi ibu. Komplikasi yang dapat terjadi pada
pelahiran Caesar berulang ialah histeresctomi, rupture uterus, dehisendi uterus. Risiko bagi
janin yang perlu diperhatikan ialah angka lahir mati dan hyopoxic ischemic encephalopathy
lebih besar secara bermakna pada kelompok dengan percobaan persalinan. Resiko kematian
perinatal akibat perlahiran adalah 1,3 per 1.000 di antara 15.515 wanita yang menjalani
VBAC. Dilaporkan bahwa wanita yang menjalni percobaan pelahiran setelah 2 kali pernah
24
menjalani caesar memiliki risiko rupture uterus 1,8% dibandingkan dengan yang menjalani
operasi Caesar 1 kali yaitu 0,9%. Adanya riwayat pelahiran per vagina sebelum atau setelah
pelahiran caesar juga juga menurunkan risiko terjadinya ruptur uterus. 5
25
Pembahasan
Pada kasus ini wanita 37 tahun G4P3A0 dengan riwayat keluar cairan bening dari
jalan lahir sejak 8 jam yang lalu dinyatakan sebagai ketuban pecah dini, pasien menyatakan
belum mulas, dan belum ada kontraksi dari hasil pemeriksaan dalam pembukaan serviks 2
jari, kulit ketuban negatif, bagian terendah kepala di hogde I. Tidak ada tanda-tanda infeksi
pada pasien ini, pasien tidak demam, tidak didapatkan ketuban hijau menurut anamnesis
pasien, tidak ada nyeri perut. Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan >37 inggu
ialah terminasi kehamilan dengan dilakukannya induksi dan bila gagal dengan section
caesaria. Perhitungan skor bishop pada pasien ini ialah pembukaan 2 cm(1), penipisan 0-30%
(0), penurunan kepala – 3 (0), konsistensi serviks lunak (2), posisi serviks medial (1). Nilar
skor bishop nya ialah 4, yang berarti keberhasilan induksi pada pasien ini rendah.
Penatalaksaan yang dilakukan pada pasien pada kasus ialah section caesaria, tanpa dilakukan
percobaan induksi.
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 160/90 mmHg, serta
dinyatakan bawah di bidan sebelumnya sempat dilakukan pemeriksaan juga dengan hasil
150/90 mmHg. Pasien menyatakan tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi pada
kehamilan sebelumnya dan pada awal kehamilan ini, tekanan darah mulai tinggi sejak usia
kehamilan 8 bulan. Pemeriksaan laoratorium didapatkan hasil protein urin negatif, sehingga
diambil diagnosis hipertensi dalam kehamilan. Diagnosis hipertensi kronis ataupun
gestational tidak dapat ditegakkan sebelum <12 minggu post partum, dengan didapatkan
protein urin negatif dan tanda seperti nyeri perut, sakit kepala, penglihatan buram disangkal,
kemungkinan preeclampsia dapat disingkirkan. Obat antihipertensi tidak diberikan melainkan
dilakukan terminasi kehamilan karena kehamilan sudah > 37 minggu.
Pasien memiliki riwayat bekas operasi caesar 1 kali 8 tahun yang lalu (anak ke2).
Pasien dengan riwayat operasi caesar memiliki resiko untuk terjadinya ruptur uterus,
meskipun demikian pasien pernah menjalani persalinan normal (VBAC) 6 tahun setelah
operasi tersebut (anak ke 3) yang berarti menurunkan resiko tersebut.
26
Daftar Pustaka
27