1 PB PDF
1 PB PDF
Kata kunci: Farmasi klinik, kesalahan peresepan, one group pre-post test, pendampingan apoteker
Keywords: Clinical pharmacist, one group pre-post test, pharmacist participation, prescription errors
Korespondensi: Marlina A. Turnodihardjo, drg., Sp.Ort., Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit,
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia, email: m_adrini@yahoo.com
Naskah diterima: 2 Juli 2015, Diterima untuk diterbitkan: 4 Januari 2016, Diterbitkan: 1 September 2016
160
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 5, Nomor 3, September 2016
161
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 5, Nomor 3, September 2016
daftar interaksi antar obat. Kesepakatan rekomendasi yang telah diberikan dan
disusun berdasarkan Pedoman Formularium persetujuan dokter terhadap rekomendasi
Nasional, Farmakope Indonesia IV, Pedoman tersebut.
Informasi Obat dan drug interaction checker. Selanjutnya data dianalisis menggunakan
Kesepakatan ini kemudian disetujui oleh analisis deskritif dan analisis inferensial.
dokter penanggung jawab ruang perawatan Analisa deskriptif ini dilakukan dengan tujuan
intensif dan Kepala Instalasi Farmasi. untuk mendapatkan gambaran mengenai
Sosialisasi hasil kesepakatan dilakukan peresepan di ruang perawatan intensif, jenis
kepada dokter spesialis (7 orang) dan dokter kesalahan peresepan, dan hasil pendampingan
PPDS (4 orang) yang melakukan visite di oleh apoteker. Analisis inferensial dilakukan
ruang perawatan intensif. untuk menguji hipotesis. Analisis perbedaan
Setelah proses sosialisasi selesai dilakukan, kesalahan peresepan sebelum dan dengan
maka kegiatan pendampingan oleh apoteker pendampingan oleh apoteker menggunakan
dimulai. Selama kegiatan ini berlangsung, uji-t tidak berpasangan dengan menggunakan
apoteker depo farmasi telah mengkaji 30 tingkat kepercayaan sebesar 95%. Selanjutnya
resep dengan pendampingan dan tanpa dilakukan uji regresi liniar sederhana untuk
pendampingan (kontrol). Apoteker yang mengetahui pengaruh pendampingan saat
mendampingi membuat suatu dokumentasi visite dokter terhadap kesalahan peresepan di
pendampingan. Dokumen tersebut mencatat ruang ICU.
162
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 5, Nomor 3, September 2016
80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
Dosis Frekuensi Waktu Umur
INFORMASI RESEP TIDAK LENGKAP
12%
10%
8%
6%
4%
2%
0%
Nama obat Dosis Ada interaksi
INFORMASI RESEP TIDAK SESUAI KESEPAKATAN
163
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 5, Nomor 3, September 2016
lengkap/tertulis adalah umur pasien (76,67%) bahwa data tidak berdistribusi normal,
dosis obat (48,57%). Hasil tersebut hampir sehingga digunakan uji non-parametrik
tidak berbeda dengan kelompok sebelum yaitu uji Mann‑Whitney U test.12 Hasil uji
pendampingan ataupun pada kelompok tanpa tersebut bermakna (0,000<0,05), sehingga
pendampingan apoteker (kontrol). H1 diterima yaitu ada perbedaan kesalahan
Mengenai informasi resep yang tidak peresepan sebelum pendampingan dan
sesuai kesepakatan pada Gambar 2 adalah dengan pendampingan.
nama obat (10,29%). Hasil ini hampir sama Hasil uji regresi liniar menunjukkan
dilakukan pada kelompok sebelum dan tanpa bahwa terdapat korelasi negatif yang kuat
pendampingan (kontrol). Perlu dicatat adalah dan bermakna antara frekuensi pemberian
interaksi antar obat ditemukan 1 kejadian rekomendasi oleh pendampingan apoteker
sebelum pendampingan dan 3 kejadian saat terhadap frekuensi kesalahanan peresepan
tanpa pendampingan. (r= –0,638; p=0,000). Hal ini berarti bahwa
Hasil pencatatan dokumen pendampingan semakin bertambah frekuensi rekomendasi
adalah lima puluh rekomendasi diberikan yang diberikan apoteker maka akan semakin
saat visite dokter. Hal yang paling banyak berkurang frekuensi kesalahan peresepan.
direkomendasikan adalah mengenai dosis
yang tidak ditulis (58%) dan nama obat Pembahasan
yang ditulis tidak sesuai kesepakatan (16%)
(Tabel 3). Penerimaan dokter terhadap Salah satu faktor potensial dalam terjadinya
rekomendasi yang diberikan apoteker selama kesalahan pengobatan di ruang perawatan
pendampingan 100 %. intensif adalah banyaknya obat yang
Hasil uji normalitas data menggunakan diresepkan oleh dokter. Beberapa penelitian
uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan melaporkan bahwa rata-rata pasien menerima
164
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 5, Nomor 3, September 2016
9–15 macam obat.2,13,14 Akan tetapi, hal ini furosemid-digoxin, furosemid-kaptopril, dan
berbeda dengan penelitian ini mencatat tiap digoxin-spironolakton.
pasien rata-rata menerima 5,57 macam obat. Memperbandingkan tingkat kesalahan
Demikian pula halnya dengan bentuk sediaan peresepan dengan banyak penelitian yang
obat, juga memberikan hasil yang berbeda telah dilakukan tentu saja akan memberikan
dengan penelitian lain. Beberapa penelitian hasil yang berbeda-beda.9–11,18 Hal ini
menunjukkan sediaan parental lebih sering disebabkan oleh populasi pasien, sistem
digunakan pada pasien di ruang perawatan kesehatan, metodologi penelitian, dan
intensif.14,15 Pada penelitian ini bentuk definisi kesalahan peresepan yang berbeda.18
sediaan oral yang lebih banyak digunakan. Kesalahan peresepan didefinisikan sebagai
Perbedaan hasil ini disebabkan karena ruang omission error dan commission error.19
high care unit (HCU) termasuk dalam ruang Penelitian lain mendefinisikan kesalahan
perawatan intensif. Menurut Keputusan peresepan sebagai kesalahan dalam proses
Menteri nomor 834/MENKES/SK/VII/2010 menulis resep dan kesalahan pengambilan
ruang HCU adalah ruang perawatan pasien keputusan memilih obat.6,7 Pada penelitian
yang memerlukan observasi secara ketat dan ini definisi kesalahan peresepan adalah
tidak tersedia di bangsal, namun kondisinya kesalahan pada proses menulis resep saja,
sudah tidak kritis. HCU menempati sekitar dibagi menjadi informasi resep yang tidak
46% dari jumlah tempat tidur di ruang lengkap/tertulis dan informasi resep yang
perawatan intensif. Pada saat penelitian tidak sesuai dengan kesepakatan.
berlangsung bertepatan dengan pemanfaatan Beberapa penelitian melaporkan bahwa
tempat tidur HCU cukup tinggi akibatnya kesalahan dalam peresepan yang paling
bentuk sediaan obat dan banyaknya macam banyak adalah informasi resep yang tidak
obat yang diberikan memberikan hasil yang lengkap.20-22 Hasil yang sama juga ditemukan
berbeda dengan penelitian lain. pada penelitian ini. Mengenai informasi yang
Penggunaan lebih dari 5 macam obat tidak ditulis dalam resep adalah umur pasien
secara bersamaan disebut polifarmasi. Hal ini dan dosis obat. Umur tidak ditulis dokter
berpotensi terjadi di ruang perawatan intensif karena digeneralisasi bahwa semua pasien
dengan resiko meningkatkan efek samping di ruang perawatan intensif adalah dewasa.
karena terjadi interaksi antar obat.16 Menurut Sesungguhnya tingkatan umur memiliki
penelitian, obat-obat kardiavaskular serta kebutuhan dosis yang berbeda misalnya pasien
kombinasinya merupakan golongan yang geriatri. Selain itu umur dapat digunakan
paling bermakna menimbulkan interaksi untuk identifikasi ulang bila nama pasien
obat.2,17 Hasil interaksi obat yang ditemukan tidak jelas/sama. Apabila dosis tidak tertulis
pada penelitian ini juga melibatkan obat pada resep maka apoteker akan memberikan
kardiavaskular dan kombinasinya yaitu antara dosis terkecil. Akan tetapi pemberian dosis
165
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 5, Nomor 3, September 2016
terkecil tidak menjamin tercapainya tujuan lain yang menunjukkan tingkat penerimaan
terapi yang dikehendaki dokter. Diharapkan dokter sangat baik 99%. Tingkat penerimaan
dokter menulis dosis dengan lengkap untuk dokter menunjukkan sikap dokter terhadap
mencapai peresepan rasional. Penulisan nama kerjasama dalam pendampingan ini.9-11
obat menggunakan singkatan yang tidak Walaupun dalam pendampingan apoteker
lazim (OMZ, CPG, ISDN) dan tidak menulis menunjukkan pengaruh yang bermakna
nama generik obat (Fargoxin, Arixtra, terhadap kesalahan peresepan, akan tetapi
Farsobid) merupakan dua hal yang terdapat terdapat faktor-faktor lain (59,3%) yang juga
pada informasi yang tidak sesuai kesepakatan. memberikan pengaruh terhadap kesalahan
Penelitian ini menunjukkan penurunan peresepan yaitu: lingkungan kerja, kerja
bermakna antara jumlah kesalahan peresepan sama tim, faktor petugas, faktor tugas dan
sebelum dan dengan pendampingan apoteker. faktor pasien seperti yang dilaporkan pada
Hal ini memperkuat penelitian Leape et al. dan penelitian Dean et al. dan Ryan et al.7,22 Akan
Klopotowska yang menunjukkan penurunan tetapi yang terpenting bahwa pendampingan
kesalahan peresepan maupun kesalahan apoteker terbukti efektif sebagai salah satu
pengobatan dengan adabnya peran apoteker. strategi pencegahan kesalahan peresepan,
Apabila penelitian tersebut menggunakan sehingga dapat dilakukan untuk ruang rawat
pasien sebagai sampel penelitian,9–11 maka inap lainnya.
penelitian ini menggunakan resep sebagai Keterbatasan penelitian ini adalah ketaatan
sampel seperti beberapa penelitian yang dokter terhadap kesepakatan terbatas karena
lain.19,23 belum ada formularium di rumah sakit.
Penelitian ini juga menyimpulkan terdapat Selanjutnya apoteker yang melakukan
korelasi negatif kuat dan bermakna antara pendampingan belum pernah mendapatkan
frekuensi pemberian rekomendasi pada pelatihan tentang farmasi klinik, sehingga
pendampingan apoteker terhadap frekuensi apoteker belum merasa percaya diri dalam
kesalahanan peresepan (r= –0,638; p=0,000). memberikan rekomendasi secara maksimal
Semakin banyak frekuensi rekomendasi kepada dokter. Kegiatan pendampingan
yang diberikan apoteker maka akan semakin apoteker perlu ditingkatkan sebagai awalan
berkurang frekuensi kesalahan peresepan. implementasi farmasi klinik dan proses
Farmasi klinik merupakan hal yang baru di kolaborasi antara dokter dan apoteker. Hal ini
ruang perawatan intensif, sehingga apoteker membutuhkan dukungan sistem manajemen
yang melakukan pendampingan dapat mulai rumah sakit agar komunikasi interpersonal
membangun komunikasi dengan dokter. Rasa diantara profesi lebih mudah terwujud.
segan dan takut salah masih tampak dalam
proses pendampingan sehingga apoteker Simpulan
belum dapat memberikan rekomendasi kepada
dokter dengan maksimal. Hal ini terjadi Kesalahan peresepan di ruang perawatan
karena belum adanya kolaborasi antar profesi intensif masih banyak ditemukan sebelum
dokter dan apoteker. Terciptanya kolaborasi dilakukan pendampingan oleh apoteker
memerlukan waktu dan komunikasi efektif saat visite dokter (78,89%). Kegiatan
sehingga dokter-apoteker merasa saling pendampingan apoteker saat visite dokter
membutuhkan dalam pengelolaan pengobatan efektif menurunkan 86% tingkat kesalahan
pasien. Pada penelitian ini dokter menerima peresepan yang ditemukan (11,31%). Jumlah
seluruh rekomendasi yang diberikan apoteker rekomendasi yang diberikan oleh apoteker
(100%). Hampir sama dengan penelitian berpengaruh signifikan terhadap jumlah
166
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 5, Nomor 3, September 2016
167
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 5, Nomor 3, September 2016
teams reduce preventable adverse drug 17. Ekowati HTA, Trisnowati, Rahardjo
events in hospital general medicine units. B. Pengaruh visitasi farmasis terhadap
J Am Med Ass. 2003;163(9):2014–8. doi: potensi interaksi obat pada pasien lanjut
10.1001/archinte.163.17.2014 usia rawat inap di Bangsal Dahlia RSUD.
11. Klopotowska JE, Kuiper R, van Kan Prof. Dr. Margono. Majalah Farmasi
HJ, de Pont A-C, Dijkgraaf MG, Lie-A- Indonesia. 2006;17(4):199–203.
Huen L, et al. On-ward participation of a 18. Ridley SA, Booth SA, Thompson CM.
hospital pharmacist in a Dutch intensive Prescription errors in UK critical care units.
care unit reduces prescribing errors and Anaesthesia. 2004;59(12):1193–200.19.
related patient harm: an intervention doi: 10.1111/j.1365-2044.2004.03969.x
study. Crit Care. 2010;14(5):R174. doi: 19. Siang CS, Ni KM, Ramli MN. Outpatient
10.1186/cc9278 prescription intervention activities by
12. Sugiyono. Statistika untuk Penelitian, pharmacists in a teaching hospital.
Bandung: CV Alfabeta; 2012. Malaysian J Pharmacy 2003;1(3):86–90.
13. Sabry NA, Farid SF, Abdel AE. Role of the 20. Perwitasari DA, Iis W. Medication errors
pharmacist in identification of medication in outpatients of a government hospital in
related problems in the preeliminary Yogyakarta Indonesia. Intern J Pharm Sci
screening study in an Egyptian teaching Rev Res. 2010;1(1):8–10.
hospital. Australian J Basic Applied 21. Avery AJ, Ghaleb M, Barber N, Franklin
Sciences. 2009;3(2):995–1003. BD, Armstrong SJ, Serumaga B, et al.
14. Subianto, Kurniawati S. Pola polifarmasi The prevalence and nature of prescribing
di instalasi intensive care unit (ICU) and monitoring errors in English general
Rumah Sakit Katolik St. Vincentius A practice: a retrospective case note review.
Paulo Surabaya selama bulan Januari Br J Gen Pract. 2013;63(613):e543–e53.
sampai dengan April 2012; 2013. In-press doi: 10.3399/bjgp13X670679
15. Simarmata M. Intervensi apoteker 22. Ryan C, Ross S, Davey P. Prevalence
terhadap masalah terkait obat pada pasien and causes of prescribing error; The
stroke dan gangguan kardiovaskular Prescribing outcomes for Trainee Doctors
di ruang perawatan intensif rumkital Engaged in Clinical Training (PROTECT)
Dr. Mintohardjo. Jakarta: Universitas Study. Plos ONE.2014; 9(1):1–9. doi:
Indonesia; 2010. 10.1371/journal.pone.0079802
16. Setiawati A. Interaksi obat dalam 23. Da Silva LOG, de Oliveira AIM, de
farmakologi dan terapi. Edisi 5. Araujo IB, Saldanha V. Prescribing errors
Departemen Farmakologi dan Terapeutik in an intensive care unit and the role of
Fakultas Kedokteran Universitas the pharmacist. Rev Bras Farm Hosp
Indonesia. Jakarta: Gaya Baru; 2007. Serv Saúde. 2012;3(3):6–9.
168