PENYELIDIKAN WABAH
Disusun oleh :
Widya 30000218420016
Nimas Puspitasari 30000218420017
Elma Elmika 30000218420018
Uswatun Khasanah 30000218420020
Nabila Rizkika 30000219410001
Wenny Malisa 30000219410002
Fatati Larasati 30000219410004
Aufiena Nur Ayu M 30000219410008
MAGISTER EPIDEMIOLOGI
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
A. LATAR BELAKANG
1. Gambaran Umum
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah Penyakit yang disebabkan oleh
Virus DHF (Dengue Haemorahgie Fever) yang ditularkan melalui gigitan vektor
nyamuk Aedes Aegypti sebagai vektor primer dan Aedes Albopictus sebagai
vektor sekunder. Penyakit ini dapat muncul sepanjang tahun dan menyerang
semua kelompok umur. Virus Dengue terdiri dari 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-
2, DEN-3, dan DEN-4.
Menurut Permenkes No 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit
Menular, Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari
keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan
malapetaka. Sedangkan KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu dan dapat menjurus kepada terjadinya wabah.
Indonesia merupakan salah satu negara yang endemik DBD karena jumlah
penderitanya yang terus menerus bertambah dan penyebarannya semakin luas.
Hampir semua wilayah Indonesia merupakan daerah endemis DBD. Faktor
lingkungan dengan banyaknya genangan air bersih yang menjadi sarang
nyamuk, mobilitas penduduk yang tinggi dan cepatnya trasportasi antar daerah,
menyebabkan sering terjadinya demam berdarah dengue. Angka kesakitan DBD
tahun 2018 menurun dibandingkan tahun 2017, yaitu dari 26,10 menjadi 24,75
per 100.000 penduduk. CFR (Case Fatality Rate) DBD di Indonesia Tahun 2018
sebesar 0,71% juga mengalami penurunan sedikit dari tahun 2017 yaitu 0,72%
(Kemenkes RI, 2019). Kota Salatiga termasuk dalam 10 besar Kota/ Kota di
Jawa Tengah yang memiliki IR (Incidence Rate) tertinggi sebesar 16,7%
(Dinkes Jawa Tengah, 2019).
Kota Salatiga terdapat 4 Kecamatan (Sidorejo, Sidomukti, Argomulyo,
dan Tingkir), 23 Kelurahan dengan 6 puskesmas. Peningkatan jumlah penderita
DBD di Kota Salatiga selalu terjadi dari ke tahun ke tahun. Pada tahun 2016
ditemukan jumlah penderita DBD di Kecamatan Sidorejo sebanyak 24 penderita
DBD, Kecamatan Sidomukti sebanyak 21 penderita DBD, Kecamatan
Argomulyo sebanyak 21 penderita DBD, dan Kecamatan Tingkir sebanyak 16
penderita DBD. Pada tahun 2017 jumlah penderita DBD mengalami penurunan
yaitu di Kecamatan Sidorejo sebanyak 3 penderita DBD, Kecamatan Sidomukti
sebanyak 7 penderita DBD, Kecamatan Argomulyo sebanyak 6 penderita DBD,
dan Kecamatan Tingkir sebanyak 2 penderita DBD. Pada tahun 2018 jumlah
penderita DBD mengalami peningkatan daripada tahun 2017 yaitu di Kecamatan
Sidorejo sebanyak 6 penderita DBD, Kecamatan Sidomukti sebanyak 8
penderita DBD, Kecamatan Argomulyo sebanyak 8 penderita DBD, dan
Kecamatan Tingkir sebanyak 6 penderita DBD.
Dinas Kesehatan Kota Salatiga baru – baru ini menetapkan ada 8
kelurahan di Kota Salatiga yang dinyatakan sebagai daerah endemis DBD,
antara lain Kelurahan Kauman Kidul dan Sidorejo Lor di Kecamatan Sidorejo,
Mangunsari, Kecandran dan Dukuh di Kecamatan Sidomukti, Ledok dan
Tegalrejo di Kecamatan Argomulyo. Serta Tingkir Lor di Kecamatan Tingkir.
Berbagai macam upaya yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota
Salatiga dalam upaya pencegahan dan pengendalian DBD diantaranya program
PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk), Gerakan 1 rumah 1 Jumantik (G1R1J),
dan Kancil Batik (Kader Cilik Buruh Jentik).
Pada hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh kelompok
ditemukan bahwa adanya ketidaksamaan antara laporan kader puskesmas
dengan laporan yang terdapat di Dinas Kesehatan Kota Salatiga terkait DBD
yang dimana pelaporan dari masyarakat kasusnya lebih banyak dibandingkan
pelaporan dari dinkes dikarenakan seringnya masyarakat yang melaporkan
kejadian berdasarkan informasi dari pasien tanpa mengetahui status pasien
berdasarkan hasil lab secara pasti (mungkin saja gejala korban bukan dbd
melainkan ketika ditelusuri dinkes ternyata karena thypoid atau panas biasa yang
tidak sampai mengarah ke DBD), sedangkan laporan dinkes berdasarkan data
berbasis rumah sakit yang didapatkan dari rumah sakit yaitu surat KDRS
(Kewaspadaan Dini Rumah Sakit). Oleh karena itu kami melakukan evaluasi
terhadap pelaksanaan penyelidikan epidemiologi yang dilakukan oleh petugas
kesehatan Dinas Kesehatan Kota Salatiga terkait wabah atau KLB yang terjadi
agar penanganan wabah atau KLB DBD di Kota Salatiga dapat dilakukan secara
benar dan tepat sesuai dengan prosedur sehingga kejadian DBD di Kota Salatiga
dapat mengalami penurunan.
a. Fase febris
Biasanya demam mendadak tinggi 2 – 7 hari, disertai muka kemerahan,
eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada
beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva,
anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda
perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula
terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.
b. Fase kritis
Terjadi pada hari 3-7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh
disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma
yang biasanya berlangsung selama 24-48 jam. Kebocoran plasma sering
didahului oleh leukopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit.
Pada fase ini dapat terjadi syok.
Terdapat 4 tahapan derajat keparahan pada fase kritis, yaitu
derajat I dengan tanda terdapat demam disertai gejala tidak khas dan uji
torniket + (positif).
derajat II yaitu derajat I ditambah ada perdarahan spontan di kulit atau
perdarahan lain
derajat III yang ditandai adanya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan
lemah serta penurunan tekanan nadi (≤20mmHg), hipotensi (sistolik
menurun sampai ≤80mmHg), sianosis di sekitar mulut, akral dingin,
kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
derajat IV yang ditandai dengan syok berat (profound shock) yaitu nadi
tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
c. Fase pemulihan
Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari
ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya.
Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali,
hemodinamik stabil dan diuresis membaik.
3. Dasar Hukum
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1984
Nomor 20, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273);
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
c. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2011 tentang
Pengendalian Zoonosis;
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1991 tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara dan
Tambahan Lembaran Negara Tahun 1991);
e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang
Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan;
f. Peraturan Menetri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2014
tentang Penanggulangan Penyakit Menular;
g. Peraturan Meteri Kesehatan Republik Indoensia Nomor
949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB);
h. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (Tambahan Lembaran
Daerah Kota Semarang Nomor 42).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan oleh pihak Dinas Kesehatan
serta Puskesmas tentang penyakit DBD yang ada di Kota Salatiga
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui prevalensi penyakit DBD yang ada di Kota Salatiga
b. Untuk mengetahui pengendalian sumber agent yang telah dilakukan oleh
pihak Puskesmas dan Dinas Kesehatan di Kota Salatiga
c. Untuk mengetahui pengobatan serta penanganan yang telah dilakukan oleh
pihak Puskesmas dan Dinas Kesehatan di Kota Salatiga
d. Untuk mengetahui program yang telah dilakukan oleh pihak Puskesmas dan
Dinas Kesehatan dalam penanggulangan KLB penyakit DBD di Kota
Salatiga
e. Mengevaluasi program PSN yang telah dilakukan oleh pihak Puskesmas
dan Dinas Kesehatan dalam penanggulangan KLB penyakit DBD di Kota
Salatiga
f. Mengevaluasi program 1 rumah 1 jumantik yang telah dilakukan oleh pihak
Puskesmas dan Dinas Kesehatan dalam penanggulangan KLB penyakit
DBD di Kota Salatiga
g. Mengevaluasi program “Kancil Batik (Kader Cilik Buruh Jentik)“ yang
telah dilakukan oleh pihak Puskesmas dan Dinas Kesehatan dalam
penanggulangan KLB penyakit DBD di Kota Salatiga
C. PENERIMA MANFAAT
1. Bagi Masyarakat
Mengetahui penyakit DBD itu sendiri, prevalensi kejadian Luar biasa (KLB)
DBD dan penanganan dari penyakit DBD.
2. Bagi Dinas Kesehatan
Mengurangi angka kesakitan dan kematian yang lebih besar akibat dari kejadian
luar biasa penyakit serta mengaplikasikan program dalam penanganan dari KLB
DBD.
3. Bagi Mahasiswa
Mengevaluasi program yang telah dilakukan bersama dengan dinas Kota/Kota,
puskesmas dan kader dalam penanganan KLB DBD. Dan sebagai bahan
pembelajaran penyelidikan wabah penyakit DBD.