Anda di halaman 1dari 43

UNIVERSITAS NEGERI MANADO | FISIKA GEOTHERMAL

MAKALAH ILMU PLANET BUMI DAN


ANTARIKSA

BAB 6 : BINTANG DAN DINAMIKANYA


BINTANG DAN DINAMIKANYA

NAMA ANGGOTA KELOMPOK

YONATHAN SUROSO 12300041

SINDY SANGKOY 12300408

WIDYA MANDAGI 12300182

CHRIESTIO NARAY 12302217

JEIT LEMBONG 12303906

SULISTYO KONO 12300435

DOSEN MATA KULIAH IPBA:

DR. Cyrke. A. N. Bujung, M.Si.

2
BINTANG DAN DINAMIKANYA

KATA PENGANTAR
Puji syukur patut kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat, penyertaan dan bimbinganNya kami dapat menyelesaikan makalah kami
yang berjudul BINTANG DAN DINAMIKANYA ini dengan baik. Kami juga
berterimakasih kepada semua orang, baik secara langsung maupun tidak langsung
telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah kami.

Makalah ini memuat dan membahas tentang salah satu benda langit yang
utama, yaitu bintang, beserta dengan dinamika dan penjelasan-penjelasan terkait
mengenai bintang, termasuk di dalamnya adalah matahari yang merupakan salah
satu dari bintang dalam suatu sistem tata surya.

Semoga makalah Ilmu Planet Bumi dan Antariksa ini dapat bermanfaat dan
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Terima kasih.

Tomohon, 5 April 2013

Penulis

3
BINTANG DAN DINAMIKANYA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................3

DAFTAR ISI ............................................................................................................4

BAGIAN 1 : MATAHARI SEBAGAI BINTANG .................................................5

BAGIAN 2 : JARAK BINTANG ..........................................................................12

BAGIAN 3 : GERAK BINTANG .........................................................................16

BAGIAN 4 : MAGNITUDO BINTANG ..............................................................21

BAGIAN 5 : KLASIFIKASI BINTANG ..............................................................26

BAGIAN 6 : RIWAYAT BINTANG ....................................................................33

4
BINTANG DAN DINAMIKANYA

BAGIAN 1

MATAHARI SEBAGAI BINTANG


Matahari adalah bola raksasa yang terbentuk dari gas hidrogen dan helium.
Matahari termasuk bintang berwarna putih yang berperan sebagai pusat tata surya.
Seluruh komponen tata surya termasuk 8 planet dan satelit masing-masing, planet-
planet kerdil, asteroid, komet, dan debu angkasa berputar mengelilingi matahari.
Di samping sebagai pusat peredaran, matahari juga merupakan sumber energi
untuk kehidupan yang berkelanjutan. Panas matahari menghangatkan bumi dan
membentuk iklim, sedangkan cahayanya menerangi Bumi serta dipakai oleh
tumbuhan untuk proses fotosintesis. Tanpa matahari, tidak akan ada kehidupan di
bumi karena banyak reaksi kimia yang tidak dapat berlangsung.

1. Matahari Sebagai Salah Satu Bintang

Benda langit di jagat raya ini jumlahnya banyak sekali. Ada yang dapat
memancarkan cahaya sendiri ada juga yang tidak dapat memancarkan cahaya
sendiri, tetapi hanya memantulkan cahaya dari benda lain. Bintang adalah benda
langit yang memancarkan cahaya sendiri (sumber cahaya). Matahari dan bintang
mempunyai persamaan, yaitu dapat memancarkan cahaya sendiri. Matahari
merupakan sebuah bintang yang tampak sangat besar karena letaknya paling dekat
dengan bumi.

Matahari memancarkan energi yang sangat besar dalam bentuk gelombang


elektromagnet. Gelombang elektromagnet tersebut adalah gelombang cahaya
tampak, sinar X, sinar gamma, sinar ultraviolet, sinar inframerah, dan gelombang
mikro.

5
BINTANG DAN DINAMIKANYA

2. Sumber Energi Matahari

Sumber energi matahari berasal dari reaksi fusi yang terjadi di dalam inti
matahari. Reaksi fusi ini merupakan penggabungan atom-atom hidrogen menjadi
helium. Reaksi fusi tersebut akan menghasilkan energi yang sangat besar.
Matahari tersusun dari berbagai macam gas antara lain hidrogen (76%), helium
(22%), oksigen dan gas lain (2%).

3. Lapisan-Lapisan Matahari

Matahari adalah bola gas pijar yang sangat panas. Matahari terdiri atas
empat lapisan, yaitu inti matahari, fotosfer, kromosfer, dan korona.

Gambar 1. Ilustrasi bagian-bagian matahari.

(1) Inti (2) Zona radiatif (3) Zona konvektif (4) Fotosfer (5) Kromosfer (6) Korona (7) Bintik
matahari (8) Granula (9) Prominensa.

a. Inti Matahari

Bagian dalam dari matahari, yaitu inti matahari. Pada bagian ini terjadi
reaksi fusi sebagai sumber energi matahari. Suhu pada inti matahari dapat
6
BINTANG DAN DINAMIKANYA

mencapai 15 juta derajat celcius. Berdasarkan perbandingan radius/diameter,


bagian inti berukuran seperempat jarak dari pusat ke permukaan dan 1/64 total
volume matahari. Kepadatannya adalah sekitar 150 g/cm3. Suhu dan tekanan yang
sedemikian tingginya memungkinkan adanya pemecahan atom-atom menjadi
elektron, proton, dan neutron. Neutron yang tidak bermuatan akan meninggalkan
inti menuju bagian matahari yang lebih luar. Sementara itu, energi panas di dalam
inti menyebabkan pergerakan elektron dan proton sangat cepat dan bertabrakan
satu dengan yang lain menyebabkan reaksi fusi nuklir (sering juga disebut
termonuklir). Inti matahari adalah tempat berlangsungnya reaksi fusi nuklir
helium menjadi hidrogen. Energi hasil reaksi termonuklir di inti berupa sinar
gamma dan neutrino memberi tenaga sangat besar sekaligus menghasilkan seluruh
energi panas dan cahaya yang diterima di bumi. Energi tersebut dibawa keluar
dari matahari melalui radiasi.

b. Zona radiatif

Zona radiatif adalah daerah yang menyelubungi inti matahari. Energi dari
inti dalam bentuk radiasi berkumpul di daerah ini sebelum diteruskan ke bagian
matahari yang lebih luar. Kepadatan zona radiatif adalah sekitar 20 g/cm3 dengan
suhu dari bagian dalam ke luar antara 7 juta hingga 2 juta derajat Celcius. Suhu
dan densitas zona radiatif masih cukup tinggi, namun tidak memungkinkan
terjadinya reaksi fusi nuklir.

c. Zona konvektif

Zona konvektif adalah lapisan di mana suhu mulai menurun. Suhu zona
konvektif adalah sekitar 2 juta derajat Celcius (3,5 juta derajat Fahrenheit).
Setelah keluar dari zona radiatif, atom-atom berenergi dari inti matahari akan
bergerak menuju lapisan lebih luar yang memiliki suhu lebih rendah. Penurunan
suhu tersebut menyebabkan terjadinya perlambatan gerakan atom sehingga
pergerakan secara radiasi menjadi kurang efisien lagi. Energi dari inti matahari
membutuhkan waktu 170.000 tahun untuk mencapai zona konvektif. Saat berada
7
BINTANG DAN DINAMIKANYA

di zona konvektif, pergerakan atom akan terjadi secara konveksi di area sepanjang
beberapa ratus kilometer yang tersusun atas sel-sel gas raksasa yang terus
bersirkulasi. Atom-atom bersuhu tinggi yang baru keluar dari zona radiatif akan
bergerak dengan lambat mencapai lapisan terluar zona konvektif yang lebih
dingin menyebabakan atom-atom tersebut "jatuh" kembali ke lapisan teratas zona
radiatif yang panas yang kemudian kembali naik lagi. Peristiwa ini terus berulang
menyebabkan adanya pergerakan bolak-balik yang menyebabakan transfer energi
seperti yang terjadi saat memanaskan air dalam panci. Oleh sebab itu, zona
konvektif dikenal juga dengan nama zona pendidihan (the boiling zone). Materi
energi akan mencapai bagian atas zona konvektif dalam waktu beberapa minggu.

d. Fotosfer

Fotosfer adalah bagian permukaan matahari. Lapisan ini mengeluarkan


cahaya sehingga mampu memberikan penerangan sehari-hari. Suhu pada lapisan
ini mampu mencapai lebih kurang 16.000 derajat celcius dan mempunyai
ketebalan sekitar 500 km.

e. Kromosfer

Kromosfer adalah lapisan di atas fotosfer dan bertindak sebagai atmosfer


matahari. Kromosfer mempunyai ketebalan 16.000 km dan suhunya mencapai
lebih kurang 9.800 derajat C. Kromosfer terlihat berbentuk gelang merah yang
mengelilingi bulan pada waktu terjadi gerhana matahari total.

f. Korona

Korona adalah lapisan luar atmosfer matahari. Suhu korona mampu


mencapai lebih kurang 1.000.000 derajat C. Warnanya keabu-abuan yang
dihasilkan dari adanya ionisasi pada atom-atom akibat suhunya yang sangat
tinggi. Korona tampak ketika terjadi gerhana matahari total, karena pada saat itu

8
BINTANG DAN DINAMIKANYA

hampir seluruh cahaya matahari tertutup oleh bulan. Bentuk korona, seperti
mahkota dengan warna keabu-abuan.

4. Pergerakan matahari

Matahari mempunyai dua macam pergerakan, yaitu sebagai berikut :

 Matahari berotasi pada sumbunya dengan selama sekitar 27 hari untuk


mencapai satu kali putaran. Gerakan rotasi ini pertama kali diketahui melalui
pengamatan terhadap perubahan posisi bintik matahari. Sumbu rotasi matahari
miring sejauh 7,25° dari sumbu orbit bumi sehingga kutub utara matahari akan
lebih terlihat di bulan September sementara kutub selatan matahari lebih
terlihat di bulan Maret. Matahari bukanlah bola padat, melainkan bola gas,
sehingga matahari tidak berotasi dengan kecepatan yang seragam. Ahli
astronomi mengemukakan bahwa rotasi bagian interior matahari tidak sama
dengan bagian permukaannya. Bagian inti dan zona radiatif berotasi
bersamaan, sedangkan zona konvektif dan fotosfer juga berotasi bersama
namun dengan kecepatan yang berbeda. Bagian ekuatorial (tengah) memakan
waktu rotasi sekitar 24 hari sedangkan bagian kutubnya berotasi selama
sekitar 31 hari. Sumber perbedaan waktu rotasi matahari tersebut masih
diteliti.

 Matahari dan keseluruhan isi tata surya bergerak di orbitnya mengelilingi


galaksi Bimasakti. Matahari terletak sejauh 28.000 tahun cahaya dari pusat
galaksi Bimasakti. Kecepatan rata-rata pergerakan ini adalah 828.000 km/jam
sehingga diperkirakan akan membutuhkan waktu 230 juta tahun untuk
mencapai satu putaran sempurna mengelilingi galaksi.

9
BINTANG DAN DINAMIKANYA

5. Gangguan-Gangguan pada Matahari

Gejala-gejala aktif pada matahari atau aktivitas matahari sering


menimbulkan gangguan-gangguan pada matahari. Gangguan-gangguan tersebut,
yaitu sebagai berikut.

a. Gumpalan-Gumpalan pada Fotosfer (Granulasi)

Gumpalan-gumpalan ini timbul karena rambatan gas panas dari inti


matahari ke permukaan. Akibatnya, permukaan matahari tidak rata melainkan
bergumpal-gumpal.

b. Bintik Matahari (Sun Spot)

Bintik matahari merupakan daerah tempat munculnya medan magnet yang


sangat kuat. Bintik-bintik ini bentuknya lubang-lubang di permukaan matahari di
mana gas panas menyembur dari dalam inti matahari, sehingga dapat mengganggu
telekomunikasi gelombang radio di permukaan bumi.

c. Lidah Api Matahari

Lidah api matahari merupakan hamburan gas dari tepi kromosfer matahari.
Lidah api dapat mencapai ketinggian 10.000 km. Lidah api sering disebut
prominensa atau protuberan. Lidah api terdiri atas massa proton-135 dan elektron
atom hidrogen yang bergerak dengan kecepatan tinggi. Massa partikel ini dapat
mencapai permukaan bumi. Sebelum masuk ke bumi, pancaran partikel ini
tertahan oleh medan magnet bumi (sabuk Van Allen), sehingga kecepatan partikel
ini menurun dan bergerak menuju kutub, kemudian lama-kelamaan partikel
berpijar yang disebut aurora. Hamburan partikel ini mengganggu sistem
komunikasi gelombang radio. Aurora di belahan bumi selatan disebut Aurora
Australis, sedangkan di belahan bumi utara disebut Aurora Borealis.

10
BINTANG DAN DINAMIKANYA

d. Letupan (Flare)

Flare adalah letupan-letupan gas di atas permukaan matahari. Flare dapat


menyebabkan gangguan sistem komunikasi radio, karena letusan gas tersebut
terdiri atas partikel-partikel gas bermuatan listrik.

11
BINTANG DAN DINAMIKANYA

BAGIAN 2

JARAK BINTANG
Sebagai perbandingan, Matahari sebagai bintang yang paling dekat dengan
planet Bumi memiliki jarak yang sangat jauh dalam ukuran jarak sehari-hari,
yakni 149.680.000 km. Dapat diandaikan apabila kita ingin pergi menuju
Matahari dengan pesawat tercepat di dunia (kecepatannya sekitar 3 March, atau
tiga kalinya kecepatan suara), maka itu akan membutuhkan waktu hingga 5 tahun
lamanya untuk dapat sampai di permukaan Matahari. Bintang terdekat setelah
Matahari adalah bintang Proxima Centauri, yang memiliki jarak sekitar 40 triliun
km dari Bumi.

Jarak bintang merupakan angka-angka yang sangat besar, sehingga para ahli
astronomi tidak lagi menggunakan satuan kilometer untuk menyatakan jarak
bintang, seperti halnya kita tidak lagi menyatakan jarak antarkota dengan satuan
milimeter. Oleh karena itu, para astronom menggunakan satuan yang lain, yaitu
satuan Tahun Cahaya (TC). Tahun Cahaya didefinisikan sebagai jarak tempuh
cahaya dalam periode satu tahun.

1 Tahun Cahaya = 1 Tahun × besar kecepatan cahaya

= (365 × 24 × 60 × 60) detik × 3 · 105 km/detik

= 9,46 · 1012 km

Ada 3 satuan jarak yang sering digunakan untuk menyatakan jarak antar
benda-benda langit, yaitu:

 Satuan Astronomi (SA)  jarak rata-rata Bumi-Matahari


1 SA = 149,6 · 106 km

12
BINTANG DAN DINAMIKANYA

 Tahun Cahaya  jarak yang ditempuh cahaya dalam satu tahun


1 TC = 9,46 · 1012 km
= 63.420 SA
= 0,307 parsec
 Parsec (parallax second)  jarak bintang jika sudut paralaksnya 1 detik
1 parsec = 206.265 × 1 SA
= 206265 × 149,6 · 106 km
= 3,086 · 1013 km
= 3,26 TC

Bintang adalah benda angkasa berupa bola gas raksasa yang


memancarkanenerginya sendiri dari reaksi inti dalam bintang, baik berupa panas,
cahaya maupun berbagai radiasi lainnya. Di dalam astronomi, metode yang
digunakan dalam penentuan jarak adalah metode paralaks.

Paralaks adalah perbedaan latar belakang yang tampak ketika sebuah benda
yang diam dilihat dari dua tempat yang berbeda. Kita bisa mengamati bagaimana
paralaks terjadi dengan cara yang sederhana. Acungkan jari telunjuk pada jarak
tertentu (misal 30 cm) di depan mata kita. Kemudian amati jari tersebut dengan
satu mata saja secara bergantian antara mata kanan dan mata kiri. Jari kita yang
diam akan tampak berpindah tempat karena arah pandang dari mata kanan
berbeda dengan mata kiri sehingga terjadi perubahan pemandangan latar
belakangnya. “Perpindahan” itulah yang menunjukkan adanya paralaks.

Paralaks pada bintang baru bisa diamati untuk pertama kalinya pada tahun
1837 oleh Friedrich Bessel, seiring dengan teknologi teleskop untuk astronomi
yang berkembang pesat (sejak Galileo menggunakan teleskopnya untuk
mengamati benda langit pada tahun 1609). Bintang yang ia amati adalah 61 Cygni
(sebuah bintang di rasi Cygnus/angsa) yang memiliki paralaks 0,29″. Ternyata
paralaks pada bintang memang ada, namun dengan nilai yang sangat kecil. Hanya
keterbatasan instrumenlah yang membuat orang-orang sebelum Bessel tidak

13
BINTANG DAN DINAMIKANYA

mampu mengamatinya. Karena paralaks adalah salah satu bukti untuk model alam
semesta heliosentris (yang dipopulerkan kembali oleh Copernicus pada tahun
1543), maka penemuan paralaks ini menjadikan model tersebut semakin kuat
kedudukannya dibandingkan dengan model geosentris Ptolemy yang banyak
dipakai masyarakat sejak tahun 100 SM.

Paralaks bintang dapat diartikan sebagai pergeseran suatu bintang yang


timbul karena gerakan bumi mengelilingi matahari. Secara numerik paralaks
bintang adalah sudut yang membentuk jarak 1 SA. Semakin jauh letak bintang,
lintasan ellipsnya makin kecil, paralaksnya juga makin kecil.

Gambar 2. Hubungan Paralaks Bintang dengan Jarak

Dengan menggunakan geometri segitiga, yaitu hubungan antara sebuah sudut dan
dua buah sisi, maka dapat dituliskan persamaan:

𝑝 𝑟
°
=
360 2𝜋𝑑

𝑝 1 𝑆𝐴
⟺ =
360° 2𝜋𝑑

360° 1 𝑆𝐴
⟺𝑑= ×
2𝜋 𝑝

14
BINTANG DAN DINAMIKANYA

1
⟺d= (dalam parsec)
p

atau kita dapat mendefinisikan paralaks bintang melalui rumus dasar trigonometri,
yaitu:

1 𝑆𝐴
= tan 𝑝
𝑑

karena nilai p sangat kecil (besar sudutnya adalah dalam satuan detik), maka nilai
tan p ≈ p (dibulatkan menjadi p).

Jarak d dihitung dalam SA dan sudut p dihitung dalam radian. Apabila kita
gunakan detik busur sebagai satuan dari sudut paralaks (p), maka kita akan
peroleh d adalah 206.265 SA atau 3,09 · 1013 km. Jarak sebesar ini kemudian
didefinisikan sebagai 1 pc (parsec, parsek), yaitu jarak bintang yang mempunyai
paralaks 1 detik busur. Metode paralaks trigonometri ini hanya bisa digunakan
untuk mendapatkan jarak bintang-bintang terdekat (untuk jarak ratusan parsec).

Pada kenyataannya, paralaks bintang yang paling besar adalah 0,76″ yang
dimiliki oleh bintang terdekat dari tata surya, yaitu bintang Proxima Centauri di
rasi Centaurus yang berjarak 1,31 pc. Sudut sebesar ini akan sama dengan sebuah
tongkat sepanjang 1 meter yang diamati dari jarak 270 kilometer. Sementara
bintang 61 Cygni memiliki paralaks 0,29″ dan jarak 1,36 TC atau sama dengan
3,45 pc.

15
BINTANG DAN DINAMIKANYA

BAGIAN 3

GERAK BINTANG
Dalam pergerakan bintang diketahui ada dua garis besar gerak pada bintang,
yaitu gerak sejati bintang (disebabkan oleh pergerakan dari bintang itu sendiri)
dan gerak semu bintang (bintang terlihat bergerak disebabkan oleh pergerakan
bumi, yaitu rotasi dan revolusi bumi).

Bila diamati, bintang selalu bergerak di langit malam, baik itu tiap jam
maupun tiap hari akibat pergerakan Bumi relatif terhadap bintang (rotasi dan
revolusi Bumi). Walaupun begitu, bintang sebenarnya benar-benar bergerak,
sebagian besar karena mengitari pusat galaksi, namun pergerakannya itu sangat
kecil sehingga hanya dapat dilihat dalam pengamatan selama berabad-abad. Gerak
semacam inilah yang disebut gerak sejati bintang. Gerak sejati bintang dibedakan
menjadi dua berdasarkan arah geraknya, yaitu:

a) Kecepatan radial : Kecepatan bintang menjauhi atau mendekati pengamat


(sejajar garis pandang).
b) Kecepatan tangensial : Kecepatan bintang bergerak di bola langit (pada
bidang pandang).
c) Kecepatan total : Kecepatan gerak sejati bintang yang sebenarnya (semua
komponen).

1. Kecepatan Radial (radial velocity)

Kecepatan radial adalah kecepatan bintang mendekati atau menjauhi


Matahari. Kecepatan ini biasanya cukup besar, sehingga terjadi peristiwa
pergeseran panjang gelombang. Kecepatan radial bintang dapat diukur dengan
metode Efek Doppler.

16
BINTANG DAN DINAMIKANYA

∆𝜆 𝑐 + 𝑣𝑟
=√ −1
𝜆𝑜 𝑐 − 𝑣𝑟

atau dengan pendekatan untuk vr << c dapat digunakan versi non-relativistik yaitu:

∆𝜆
𝑣𝑟 = ×𝑐
𝜆𝑜

Sebagian besar gerak bintang-bintang yang dapat diamati geraknya memiliki


kelajuan yang jauh di bawah kelajuan cahaya, sehingga dapat digunakan rumus
non-relativistik.

Kecepatan radial dinyatakan dalam km/s, bernilai positif apabila bintang


menjauhi Matahari dan bernilai negatif apabila bintang mendekati Matahari.
Sebenarnya, baik gerak bintang atau gerak pengamat maupun kedua-duanya, akan
menghasilkan pergeeseran Doppler. Kecepatan radial sendiri tidak menyimpulkan
apakah bintang atau Matahari yang sedang bergerak, melainkan yang diukur
adalah kecepatan di mana jarak bintang dan Matahari bertambah atau berkurang.
Kecepatan radial juga sebenarnya tidak ditentukan secara langsung, karena kita
mengamati gerak bintang dari bumi yang berotasi dan mengorbit, dan tentu saja
hal ini akan memberikan kontribusi terhadap pergeseran Doppler.

2. Kecepatan Tangensial (tangential velocity)

Kecepatan tangensial adalah gerak bintang sepanjang garis penglihatan.


Misalkan pada suatu tahun, bintang tersebut berada pada koordinat α,δ sekian,
namun pada tahun berikutnya posisinya berubah. Perubahan koordinat dalam tiap
tahun ini disebut proper motion (μ) yang merupakan kecepatan sudut bintang
(perubahan sudut per perubahan waktu). Kecepatan liniernya dinyatakan dalam
satuan kilometer per detik (km/s). Kecepatan linier inilah yang dikatakan
kecepatan tangensial, yang dapat dicari dengan menggunakan rumus keliling
lingkaran. Misal perubahan posisi bintang dari x ke x’, yaitu sebesar μ (detik

17
BINTANG DAN DINAMIKANYA

busur) setiap tahunnya. Jarak bumi-bintang adalah d (dalam parsec), dan μ (dalam
detik)

Gambar 3. Ilustrasi Penentuan Kecepatan Tangensial

𝜇
𝑥 − 𝑥′ = 𝑠 = × 𝑘𝑒𝑙𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔
360°
𝜇
𝑠= × 2𝜋𝑑
1296000′′

dan mengingat definisi kecepatan sudut, v = ω d, maka:

𝜇 2𝜋
𝑣𝑡 = × 𝑝𝑎𝑟𝑠𝑒𝑐⁄𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
1296000′′ 𝑝
𝜇 3,086 ∙ 1013 𝑘𝑚
𝑣𝑡 = ×
1296000′′ (365 × 24 × 60 × 60)𝑠
4,74𝜇
𝑣𝑡 =
𝑝
3. Kecepatan Total (total velocity)

Kecepatan total atau kecepatan ruang (space velocity) merupakan resultan


dari kecepatan radial dan kecepatan tangensial. Karena arah sumbu radial dan
tangensial tegak lurus, maka dapat diselesaikan dengan mudah menggunakan dalil
Pythagoras atau trigonometri. Sudut yang dibentuk antara sumbu radial dan vektor
kecepatan bintang disebut sudut β.

18
BINTANG DAN DINAMIKANYA

𝑣 = √𝑣𝑟2 + 𝑣𝑡2

𝑣𝑟 = 𝑣 cos 𝛽

𝑣𝑡 = 𝑣 sin 𝛽

Akibat gerak Bumi mengelilingi Matahari, suatu


bintang dapat bergerak dengan membentuk
Gambar 4. Hubungan Kecepatan lintasan berupa garis lurus, lingkaran, atau elips,
Radial, Kecepatan Tangensial,
dan Kecepatan Total tergantung pada posisi bintang tersebut. Gerak
tersebut disebabkan oleh dua hal, yaitu bidang ekliptika (bidang orbit bumi
mengelilingi matahari) dan kutub ekliptika (garis yang melalui pusat orbit bumi,
yaitu matahari, dan berposisi tegak lurus terhadap bidang ekliptika).

 Bintang yang terletak pada bidang ekliptika, apabila diamati selama satu
tahun penuh, maka lintasannya akan membentuk garis lurus
 Bintang yang terletak pada kutub ekliptika, apabila diamati selama satu
tahun penuh, maka lintasannya akan membentuk lingkaran
 Bintang yang terletak antara bidang ekliptika dan kutub ekliptika, apabila
diamati selama satu tahun penuh, maka lintasannya akan membentuk
elips

4. Standar Diam Lokal (Local Standard of Rest, LSR)

Matahari merupakan anggota dari galaksi Bima Sakti yang terdiri dari
ratusan miliar bintang. Galaksi itu sendiri berbentuk cakram dan berotasi.
Matahari ikut serta dalam gerakan rotasi galaksi dengan kecepatan 250 km/s,
sekali mengorbit terhadap pusat galaksi dengan periode 200 miliar tahun.
Pengamatan kita terhadap proper motion dan kecepatan radial tidak secara
langsung memberikan gambaran gerak terhadap pusat galaksi.

19
BINTANG DAN DINAMIKANYA

Ahli astronomi telah mendefinisikan sistem acuan di mana perbedaan


gerakan bintang-bintang di mana matahari berada rata-ratanya nol atau dengan
kata lain, lingkungan tersebut relatif diam. Kerangka ini disebut dengan Standar
Diam Lokal (Local Standard of Rest, LSR). Menurut definisi, LSR adalah suatu
titik dalam ruang dekat Matahari, di mana bintang-bintang di sekitar titik tersebut
terdistribusi secara seragam, dan jumlah total kecepatannya terhadap titik tersebut
adalah nol.

Matahari bergerak terhadap LSR dengan kecepatan 20 km/s. Kecepatan ini


diukur dengan mengamati gerakan bintang-bintang di sekitar Matahari. Gerak
bintang-bintang di sekitar Matahari merupakan pencerminan dari gerakan
Matahari dan bintang-bintang itu sendiri. Jadi, kecepatan Matahari diukur
terhadap suatu titik yang relatif diam terhadap bintang-bintang di sekitar Matahari.

20
BINTANG DAN DINAMIKANYA

BAGIAN 4

MAGNITUDO BINTANG
Sekitar tahun 150 SM, seorang astronom Yunani bernama Hipparchus
membuat sistem klasifikasi kecemerlangan bintang yang pertama. Saat itu, ia
mengelompokkan kecemerlangan bintang menjadi enam kategori dalam bentuk
yang kurang lebih seperti ini: paling terang, terang, tidak begitu terang, tidak
begitu redup, redup dan paling redup. Hal tersebut dilakukannya dengan membuat
katalog bintang yang pertama. Sistem tersebut kemudian berkembang dengan
penambahan angka sebagai penentu kecemerlangan. Yang paling terang memiliki
nilai 1, berikutnya 2, 3, hingga yang paling redup bernilai 6. Klasifikasi inilah
yang kemudian dikenal sebagai sistem magnitudo. Skala dalam sistem magnitudo
ini terbalik sejak pertama kali dibuat. Semakin terang sebuah bintang,
magnitudonya semakin kecil. Dan sebaliknya semakin redup bintang,
magnitudonya semakin besar.

Sistem tersebut kemudian semakin berkembang setelah Galileo dengan


teleskopnya menemukan bahwa ternyata terdapat lebih banyak bintang lagi yang
lebih redup daripada yang bermagnitudo 6. Skalanya pun berubah hingga muncul
magnitudo 7,8, dan seterusnya. Namun penilaian kecemerlangan bintang ini
belumlah dilakukan secara kuantitatif. Semuanya hanya berdasarkan penilaian
visual dengan mata telanjang saja.

Pada tahun 1856 berkembanglah perhitungan matematis untuk sistem


magnitudo. Norman Robert Pogson, seorang astronom Inggris, memberikan
rumusan berbentuk logaritmis yang masih digunakan hingga sekarang dengan
aturan seperti berikut. Secara umum, perbedaan sebesar 5 magnitudo
menunjukkan perbandingan kecemerlangan sebesar 100 kali. Jadi, bintang dengan
magnitudo 1 lebih terang 100 kali daripada bintang dengan magnitudo 6, dan
21
BINTANG DAN DINAMIKANYA

lebih terang 10.000 kali daripada bintang bermagnitudo 11, dan seterusnya.
Dengan rumusan Pogson ini, perhitungan magnitudo bintang pun menjadi lebih
teliti dan lebih dapat dipercaya.

Seiring dengan semakin majunya teknologi teleskop, magnitudo untuk


bintang paling redup yang dapat kita amati semakin besar. Contohnya, Hubble
Space Telescope memiliki kemampuan untuk mengamati objek dengan magnitudo
31. Tetapi walaupun bukan lagi nilai terbesar, magnitudo 6 tetap menjadi nilai
penting hingga kini karena inilah batas magnitudo bintang yang paling redup yang
dapat diamati dengan mata telanjang. Tentunya dengan syarat langit, lingkungan,
dan kondisi mata yang masih bagus.

Sama seperti perkembangan yang terjadi pada magnitudo besar, magnitudo


kecil juga mengalami ekspansi seiring dengan semakin majunya teknologi
detektor. Dalam kelompok magnitudo 1 kemudian diketahui terdapat beberapa
bintang tampak lebih terang dari yang lainnya sehingga muncullah magnitudo 0.
Bahkan magnitudo negatif juga diperlukan untuk objek langit yang lebih terang
lagi. Kini diketahui bahwa bintang paling terang di langit malam adalah Sirius,
dengan magnitudo -1,47. Magnitudo Venus dapat mencapai -4,89, Bulan purnama
-12,92, dan magnitudo Matahari mencapai -26,74.

Magnitudo yang kita bicarakan di atas disebut juga dengan magnitudo semu,
karena menunjukkan kecemerlangan bintang yang dilihat dari Bumi, tidak peduli
seberapa jauh jaraknya. Jadi, sebuah bintang bisa terlihat terang karena jaraknya
dekat atau jaraknya jauh tapi berukuran besar. Sebaliknya, sebuah bintang bisa
terlihat redup karena jaraknya jauh atau jaraknya dekat tapi berukuran kecil.
Sistem ini membuat kecemerlangan bintang yang kita lihat bukan kecemerlangan
bintang yang sesungguhnya. Untuk mengoreksinya, faktor jarak itu harus
dihilangkan. Maka muncullah sistem magnitudo mutlak.

22
BINTANG DAN DINAMIKANYA

Magnitudo mutlak adalah magnitudo bintang jika bintang tersebut berada


pada jarak 10 parsec. Nilainya dapat ditentukan apabila magnitudo semu dan jarak
bintang diketahui. Dengan “menempatkan” bintang-bintang pada jarak yang sama,
kita bisa tahu bintang mana yang benar-benar terang. Sebagai perbandingan,
Matahari, yang memiliki magnitudo semu -26,74, hanya memiliki magnitudo
mutlak 4,75. Jauh lebih redup daripada Betelgeuse yang memiliki magnitudo
semu 0,58 tetapi memiliki magnitudo mutlak -6,05 (135.000 kali lebih terang dari
Matahari).

Magnitudo adalah tingkat kecemerlangan suatu bintang. Skala magnitudo


berbanding terbalik dengan kecemerlangan bintang, artinya makin terang suatu
bintang makin kecil skala magnitudonya. Pada zaman dulu, bintang yang paling
terang diberikan magnitudo 1 dan yang cahayanya paling lemah yang masih dapat
dilihat oleh mata diberi magnitudo 6. Sekarang diberikan ketentuan bintang
dengan beda magnitudo satu memiliki beda kecemerlangan 2,512 kali (selisih
lima magnitudo berarti perbedaan kecemerlangan seratus kali), jadi jika bintang A
memiliki magnitudo 1 dan bintang B memiliki magnitudo 3 berarti bintang A 6,25
kali tampak lebih terang dari bintang B. Perbandingan magnitudo semu bintang
dapat menggunakan rumus Pogson berikut:

𝐸1
𝑚1 − 𝑚2 = −2,5 log
𝐸2

Pengukuran magnitudo berdasarkan keadaan yang tampak dari Bumi seperti


di atas adalah magnitudo semu (m). Magnitudo mutlak (M) adalah perbandingan
nilai terang bintang yang sesungguhnya. Seperti yang Anda ketahui, jarak antara
bintang yang satu dan bintang yang lain dengan Bumi tidaklah sama. Akibatnya,
bintang terang sekalipun akan nampak redup bila jaraknya sangat jauh. Oleh
karena itu, dibuatlah perhitungan magnitudo mutlak, yaitu tingkat kecemerlangan
bintang apabila bintang itu diletakkan hingga berjarak 10 parsec dari Bumi.
Dengan mengingat persamaan radiasi E = L / 4πr2 , dengan E adalah energi

23
BINTANG DAN DINAMIKANYA

radiasi, L adalah luminositas (daya) dan r jarak, maka perhitungan jarak bintang,
magnitudo semu dan magnitudo mutlak (absolut) adalah:

𝐸1
𝑚 − 𝑀 = −2,5 log
𝐸2

𝐿
4𝜋𝑑 2
𝑚 − 𝑀 = −2,5 log
𝐿
4𝜋102

10 2
𝑚 − 𝑀 = −2,5 log ( )
𝑑

𝑚 − 𝑀 = −2,5 × 2(1 − log 𝑑)

𝑚 − 𝑀 = −5 + 5 log 𝑑

Perlu diingat jarak dalam persamaan modulus di atas (d) harus dinyatakan
dalam satuan parsec. Satu parsec ialah jarak suatu bintang yang mempunyai sudut
paralaks satu detik busur, yang sebanding dengan 3,26 tahun cahaya (TC) atau
206.265 satuan astronomi (SA). Jika yang ditanyakan ialah jarak, maka rumus
diatas dapat dibalik menjadi:

𝑑 = 100,2(𝑚−𝑀+5)

Jika magnitudo absolut dan magnitudo semunya diketahui, jaraknya dapat


dihitung. Kuantitas m – M dikenal sebagai modulus jarak. Adapun hubungan
antara magnitudo mutlak dan luminositas (daya) bintang, L dapat diterapkan
berdasarkan rumus Pogson.

𝐿1
𝑀1 − 𝑀2 = −2,5 log
𝐿2

24
BINTANG DAN DINAMIKANYA

Misalkan magnitudo semu matahari tampak dari Bumi, m = -26,83, maka


magnitudo mutlak matahari, M ialah:

𝑀 = 𝑚 + 5 − 5 log 𝑑

mengingat jarak Bumi-Matahari = 1 SA = 1 / 206265 parsec, maka:

1
𝑀 = −26,83 + 5 − 5 log
206265

𝑀 = 4,74

Berikut ini adalah tabel skala magnitudo tampak beberapa benda langit:

BENDA LANGIT SKALA


Matahari -26,8
Bulan purnama -12,6
Venus (kecerahan maksimum) -4,4
Mars dan Jupiter (kecerahan maksimum) -2,8
Sirius (bintang tercerah) -1,5
Canopus -0,7
Arcturus, Capella, Vega (titik nol berdasarkan definisi) 0,0
Saturnus (kecerahan maksimum) +0,2
Aldebaran, Antares, Betelgeuse +1,0
Polaris +2,0
Uranus +5,6
Bintang teredup yang terlihat dengan mata telanjang (limit) +6,0
Neptunus +8,2
Kuasar tercerah +12,6
Pluto +13,7
Objek teredup yang dapat diamati oleh teleskop Hubble +30,0

25
BINTANG DAN DINAMIKANYA

BAGIAN 5

KLASIFIKASI BINTANG
Dalam astronomi, klasifikasi bintang adalah pengklasifikasian bintang-
bintang berdasarkan kuat beberapa garis serapan pada pola spektrum, dan
besarnya luminositas. Kuat garis serapan, khususnya garis-garis serapan atom
hidrogen, diperoleh dari analisis pola spektrum bintang yang didapatkan dari
pengamatan spektroskopi. Garis-garis serapan tertentu hanya dapat diamati pada
satu rentang temperatur tertentu karena hanya pada rentang temperatur tersebut
terdapat populasi signifikan dari tingkat energi atom yang terkait. Pemeriksaan
kuat garis-garis serapan ini pada akhirnya dapat memberikan informasi mengenai
temperatur permukaan. Informasi luminositas dapat diperoleh dari pengamatan
fotometri. Bintang-bintang dikelompokkan berdasarkan spektrum, ukuran, atau
intensitasnya. Berikut ini adalah penggolongan bintang:

1. Klasifikasi Harvard

Bintang dalam klasifikasi Harvard dikelompokkan berdasarkan keberadaan,


kekuatan relatif dalam mengabsorbsi, dan emisi garis spektrum cahayanya.
Klasifikasi ini dikembangkan oleh Williamina Fleming, Annie Jump Cannon,
Antonia Maury, dan Henrietta Swan Leavitt, yang merupakan para peneliti dari
Universitas Harvard, Amerika Serikat, dan kemudian diadopsi secata internasional
pada 1910. Klasifikasi bintang berdasarkan tipe spektral ini ditunjukkan oleh tabel
di bawah ini:

26
BINTANG DAN DINAMIKANYA

Warna Garis-garis
Kelas Temperatur Massa Radius Luminositas
Bintang Hidrogen
30,000 - 60,000
O Biru 60 15 1,400,000 Lemah
K
10,000 - 30,000
B Biru-putih 18 7 20,000 Menengah
K

A 7,500 - 10,000 K Putih 3.2 2.5 80 Kuat

F 6,000 - 7,500 K Kuning-putih 1.7 1.3 6 Menengah

G 5,000 - 6,000 K Kuning 1.1 1.1 1.2 Lemah

K 3,500 - 5,000 K Jingga 0.8 0.9 0.4 Sangat lemah

Hampir tidak
M 2,000 - 3,500 K Merah 0.3 0.4 0.04
terlihat

a. Kelas O

Bintang kelas O adalah bintang yang paling panas, temperatur


permukaannya lebih dari 25.000 Kelvin. Bintang deret utama kelas O
merupakan bintang yang nampak paling biru, walaupun sebenarnya kebanyakan
energinya dipancarkan pada panjang gelombang ungu dan ultraungu. Dalam
pola spektrumnya garis-garis serapan terkuat berasal dari atom Helium yang
terionisasi 1 kali (He II) dan karbon yang terionisasi dua kali (C III). Garis-garis
serapan dari ion lain juga terlihat, di antaranya yang berasal dari ion-ion oksigen,
nitrogen, dan silikon. Garis-garis Balmer Hidrogen (hidrogen netral) tidak
tampak karena hampir seluruh atom hidrogen berada dalam keadaan terionisasi.
Bintang deret utama kelas O sebenarnya adalah bintang paling jarang di antara
bintang deret utama lainnya (perbandingannya kira-kira 1 bintang kelas O di
antara 32.000 bintang deret utama). Namun karena paling terang, maka tidak
terlalu sulit untuk menemukannya.

Bintang kelas O bersinar dengan energi 1 juta kali energi yang dihasilkan
Matahari. Karena begitu masif, bintang kelas O membakar bahan bakar
27
BINTANG DAN DINAMIKANYA

hidrogennya dengan sangat cepat, sehingga merupakan jenis bintang yang


pertama kali meninggalkan deret utama. Contoh : Zeta Puppis, Alnitak, Mintaka

Gambar 5. Spektrum dari bintang kelas O5V

b. Kelas B

Bintang kelas B adalah bintang yang cukup panas dengan temperatur


permukaan antara 11.000 hingga 25.000 Kelvin dan berwarna putih-biru. Dalam
pola spektrumnya garis-garis serapan terkuat berasal dari atom Helium yang
netral. Garis-garis Balmer untuk Hidrogen (hidrogen netral) nampak lebih kuat
dibandingkan bintang kelas O. Bintang kelas O dan B memiliki umur yang
sangat pendek, sehingga tidak sempat bergerak jauh dari daerah dimana mereka
dibentuk, dan karena itu cenderung berkumpul bersama dalam sebuah asosiasi
OB. Dari seluruh populasi bintang deret utama terdapat sekitar 0,13% bintang
kelas B. Contoh : Rigel, Spica, Regulus

Gambar 6. Spektrum dari bintang kelas B2II

c. Kelas A

Bintang kelas A memiliki temperatur permukaan antara 7.500 hingga


11.000 Kelvin dan berwarna putih. Karena tidak terlalu panas maka atom-atom
hidrogen di dalam atmosfernya berada dalam keadaan netral sehingga garis-garis
Balmer akan terlihat paling kuat pada kelas ini. Beberapa garis serapan logam
28
BINTANG DAN DINAMIKANYA

terionisasi, seperti magnesium, silikon, besi dan kalsium yang terionisasi satu
kali (Mg II, Si II, Fe II dan Ca II) juga tampak dalam pola spektrumnya. Bintang
kelas A kira-kira hanya 0.63% dari seluruh populasi bintang deret utama.
Contoh : Vega, Sirius

Gambar 7. Spektrum dari bintang kelas A2I

d. Kelas F

Bintang kelas F memiliki temperatur permukaan 6000 hingga 7500 Kelvin,


berwarna putih-kuning. Spektrumnya memiliki pola garis-garis Balmer yang
lebih lemah daripada bintang kelas A. Beberapa garis serapan logam terionisasi,
seperti Fe II dan Ca II dan logam netral seperti besi netral (Fe I) mulai tampak.
Bintang kelas F kira-kira 3,1% dari seluruh populasi bintang deret utama.
Contoh : Canopus, Procyon, Polaris

Gambar 8. Spektrum dari bintang kelas F2III

e. Kelas G

Bintang kelas G mungkin adalah yang paling banyak dipelajari karena


Matahari adalah bintang kelas ini. Bintang kelas G memiliki temperatur
permukaan antara 5000 hingga 6000 Kelvin dan berwarna kuning. Garis-garis
Balmer pada bintang kelas ini lebih lemah daripada bintang kelas F, tetapi garis-

29
BINTANG DAN DINAMIKANYA

garis ion logam dan logam netral semakin menguat. Profil spektrum paling
terkenal dari kelas ini adalah profil garis-garis Fraunhofer. Bintang kelas G
adalah sekitar 8% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Matahari,
Capella, Alpha Centauri A

Gambar 9. Spektrum dari bintang kelas G5III

f. Kelas K

Bintang kelas K berwarna jingga memiliki temperatur sedikit lebih dingin


daripada bintang sekelas Matahari, yaitu antara 3500 hingga 5000 Kelvin. Alpha
Centauri B adalah bintang deret utama kelas ini. Beberapa bintang kelas K
adalah raksasa dan maharaksasa, seperti misalnya Arcturus. Bintang kelas K
memiliki garis-garis Balmer yang sangat lemah. Garis-garis logam netral tampak
lebih kuat daripada bintang kelas G. Garis-garis molekul Titanium Oksida (TiO)
mulai tampak. Bintang kelas K adalah sekitar 13% dari seluruh populasi bintang
deret utama. Contoh : Alpha Centauri B, Arcturus, Aldebaran

Gambar 10. Spektrum dari bintang kelas K4III

g. Kelas M

Bintang kelas M adalah bintang dengan populasi paling banyak. Bintang


ini berwarna merah dengan temperatur permukaan lebih rendah daripada 3500

30
BINTANG DAN DINAMIKANYA

Kelvin. Semua katai merah adalah bintang kelas ini. Proxima Centauri adalah
salah satu contoh bintang deret utama kelas M. Kebanyakan bintang yang berada
dalam fase raksasa dan maharaksasa, seperti Antares dan Betelgeuse merupakan
kelas ini. Garis-garis serapan di dalam spektrum bintang kelas M terutama
berasal dari logam netral. Garis-garis Balmer hampir tidak tampak. Garis-garis
molekul Titanium Oksida (TiO) sangat jelas terlihat. Bintang kelas M adalah
sekitar 78% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Proxima
Centauri, Antares, Betelgeuse

Gambar 11. Spektrum dari bintang kelas M0III

Gambar 12. Spektrum dari bintang kelas M6V

2. Klasifikasi Yerkes

Klasifikasi Yerkes, disebut juga sebagai klasifikasi MKK dari inisial para
pengembangnya pada tahun 1943, yaitu William Wilson Morgan, Phillip C.
Keenan dan Edith Kellman dari Observatorium Yerkes, Amerika Serikat.

Klasifikasi ini mendasarkan diri pada ketajaman garis-garis spektrum yang


sensitif pada gravitasi permukaan bintang. Gravitasi permukaan berhubungan
dengan luminositas yang merupakan fungsi dari radius bintang. Klasifikasi Yerkes
atau kelas luminositas membagi bintang-bintang ke dalam kelas berikut :

31
BINTANG DAN DINAMIKANYA

a. 0 : maha maha raksasa (hypergiants) (penambahan yang dilakukan


belakangan)
b. I : maharaksasa (supergiants)
i. Ia : maharaksasa terang
ii. Iab : kelas antara maharaksasa terang dan yang kurang terang
iii. Ib : maharaksasa kurang terang
c. II : raksasa terang (bright giants)
d. III : raksasa (giants)
e. IV : sub-raksasa (subgiants)
f. V : deret utama atau katai (main sequence atau dwarf)
g. VI : sub-katai (subdwarfs)
h. VII : katai putih (white dwarfs)

Klasifikasi Yerkes yang menyatakan luminositas dan radius sebuah bintang,


melengkapi klasifikasi Harvard yang menyatakan temperatur permukaan. Kelas
sebuah bintang biasanya dinyatakan dalam dua klasifikasi ini. Dengan demikian
kelas sebuah bintang menjadi 'dua dimensi' yang memberikan gambaran letaknya
di dalam diagram Hertzsprung-Russel dan selanjutnya dapat memberikan
gambaran tahap evolusi bintang tersebut. Sebagai contoh, Matahari adalah bintang
dengan kelas G2V, yang berarti merupakan bintang dengan temperatur permukaan
sekitar 6000 Kelvin dan merupakan bintang katai yang sedang melakukan
pembangkitan energi dari pembakaran hidrogen. Sebagai contoh lainnya,
Betelgeuse merupakan bintang dengan kelas M2Iab, yang berarti bintang yang
yang sudah ber-evolusi dari bintang katai menjadi maharaksasa.

32
BINTANG DAN DINAMIKANYA

BAGIAN 6

RIWAYAT BINTANG
Bintang adalah benda angkasa berupa bola gas raksasa yang memancarkan
energinya sendiri dari reaksi inti dalam bintang, baik berupa panas, cahaya
maupun berbagai radiasi lainnya.

Bintang-bintang lahir di nebula dari hasil pengerutan, kemudian terjadi


fragmentasi sehingga membentuk kelompok-kelompok. Inilah yang disebut proto
bintang. Bintang yang bermassa besar dan panas umumnya membentuk raksasa
biru dan bintang yang relatif kecil membentuk katai kuning, seperti Matahari.
Bintang-bintang besar dan panas memiliki inti konvektif dan lapisan selubung
yang radiatif. Lain halnya pada bintang-bintang kecil seperti Matahari yang
memiliki inti radiatif dan lapisan selubung konvektif. Bintang tersebut terus
berevolusi seiring dengan waktu. Bintang bermassa besar jauh lebih terang dan
lebih singkat umurnya daripada bintang bermassa sedang. Begitu pula nasib suatu
bintang ditentukan oleh massanya.

1. Diagram Hertzsprung-Russel

Diagram Hertzsprung-Russell atau diagram H-R (seringkali disebut juga


sebagai diagram warna-magnitudo) adalah diagram hubungan antara magnitudo
mutlak/luminositas dan kelas spektrum bintang/indeks warna. Diagram ini
dikembangkan secara terpisah oleh astronom Denmark, Eijnar Hertszprug pada
tahun 1911 dan astronom Amerika Serikat Henry Noris Russel pada tahun 1913.
Diagram ini sangat penting artinya dalam astrofisika terutama dalam bidang
evolusi bintang. Diagram H-R digunakan untuk menunjukkan jenis-jenis bintang
yang berbeda dan juga untuk mencocokkan prediksi model teoritis evolusi bintang

33
BINTANG DAN DINAMIKANYA

dengan pengamatan. Pengelompokan bintang pada jalur yang berbeda (lihat


gambar) menunjukkan adanya perbedaan tahap evolusi bintang.

Gambar 13. Diagram Hertzsprung-Russel

Kebanyakan bintang mendiami suatu jalur dari kiri atas ke kanan bawah
yang disebut sebagai deret utama (main sequence). Ini dapat diinterpretasikan
bahwa bagi kebanyakan bintang, makin tinggi suhu permukaannya makin terang
cahayanya. Bintang pada kelompok ini adalah bintang yang sedang
melangsungkan pembakaran hidrogen di intinya. Hampir 90% usia bintang
dihabiskan pada tahap deret utama ini yang menjadi penyebab tingginya populasi.
Bintang deret utama disebut juga sebagai bintang katai.

Kelompok yang tampak terlihat jelas berikutnya adalah kelompok yang


disebut sebagai cabang raksasa, tempat bagi bintang-bintang yang sedang
melangsungkan pembakaran hidrogen di kulit yang mengelilingi inti helium yang
belum terbakar. Ciri lainnya yang dapat dilihat dengan jelas adalah adanya gap
antara deret utama dan cabang raksasa. Gap ini disebut sebagai gap Hertszprug
dan menunjukkan evolusi yang berlangsung cepat pada saat pembakaran hidrogen
di kulit, yang mengelilingi inti dimulai.

34
BINTANG DAN DINAMIKANYA

2. Kelahiran dan Kematian Bintang

Para bintang lahir dalam awan molekul raksasa di antariksa. Mereka lahir
dalam peristiwa yang disebut runtuh gravitasi. Awan molekul raksasa ini runtuh
perlahan menjadi potongan-potongan kecil. Tiap potongan ini melepaskan energi
potensial gravitasi dalam bentuk panas. Semakin panas dan panas hingga akhirnya
menjadi bola berputar superpanas yang disebut protostar (proto bintang atau janin
bintang).

Gambar 14. Awan Molekul Raksasa

a. Cebol coklat

Dalam peristiwa runtuh gravitasi ini, tentu potongan-potongannya tidak


sama. Ada yang besar, ada yang kecil. Janin bintang yang terlalu kecil (8% massa
matahari) gagal lahir menjadi bintang. Ia tidak mati sih, tapi menjadi cebol coklat.
Cebol coklat adalah bayi bintang prematur. Ia tidak mampu memulai fusi nuklir,
tapi masih terlalu besar untuk menjadi planet. Ia bisa dibilang planet sendirian.
Seperti bumi, tanpa matahari.

Cebol coklat umumnya memiliki massa sebesar 13 kali planet Yupiter. Ia


gelap dan sendirian dengan cahaya yang redup. Walau begitu, ia masih melakukan

35
BINTANG DAN DINAMIKANYA

fusi terhadap deuterium, karenanya justru ia cukup lama hidup. Mati perlahan-
lahan dalam waktu ratusan juta tahun. Tidak pernah besar dan bersinar.

Janin bintang yang lebih berat bisa menghasilkan fusi nuklir. Fusi nuklir ini
menjadi pendorong keluar (tekanan radiasi) yang mengimbangi tarikan gravitasi
kedalam bintang. Ia pun bersinar cemerlang dan bermain di angkasa raya
sepanjang hidupnya.

Pada saat kematiannya, cebol coklat mati begitu saja. Setelah beberapa juta
tahun, ia begitu coklat hingga akhirnya hitam legam. Ia bukan lubang hitam. Ia
batu hitam yang mengapung di angkasa. Tidak ada lagi deuterium yang bisa
diolah. Diduga ada banyak sekali cebol coklat di luar orbit Pluto, antara tata surya,
dan setumpuk bintang terdekat kita.

Gambar 15. Cebol Coklat

b. Cebol merah

Ada banyak jenis bintang tentunya. Cebol coklat mungkin iri melihat janin-
janin yang lahir bersama dengannya hidup terang dengan berbagai ukuran. Mulai
dari yang paling kecil adalah cebol merah. Ia tidak seredup cebol coklat. Cebol
merah dapat hidup hingga ratusan miliar tahun. Jauh lebih lama dari cebol coklat.
Padahal keduanya sama-sama cebol.

36
BINTANG DAN DINAMIKANYA

Gambar 16. Cebol Merah

Bintang terdekat dari matahari adalah sebuah cebol merah, Proksima


Centauri. Usianya ribuan kali lebih panjang dari matahari kita. Menurut para
ilmuan, cebol merah seperti Proksima Centauri dapat hidup hingga 6 triliun tahun.
Bayangkan. Padahal usia alam semesta baru 13.7 miliar tahun. Karenanya, di duga
belum ada satupun cebol merah yang mati semenjak alam semesta lahir.
Sayangnya, mereka begitu kecil, begitu redup, hingga tak terdeteksi dari bumi,
kecuali bila sangat dekat, seperti Proksima.

Pada akhirnya, cebol merah juga akan mati. Ia sekarat setelah membakar
habis seluruh hidrogennya. Ia tidak mampu membakar heliumnya dan karenanya
ia menjadi bintang yang seluruhnya helium. Bersinar sebagai cebol putih.
Seandainya ia dikelilingi oleh awan hidrogen halus, ia masih bisa menarik
makanan dari sekitarnya untuk hidupnya beberapa ratus miliar tahun lagi. Jika
tidak ada, ia akan mati begitu saja. Cebol putih yang redup dan semakin redup.
Tapi, pastinya tidak ada yang tahu. Belum ada kasus kematian cebol merah
teramati sampai sekarang. Umurnya terlalu panjang. Para ilmuwan berpendapat
bahwa nyawa cebol putih benar-benar berakhir saat ia menjadi cebol hitam.

c. Bintang rata-rata

Sedikit lebih besar dari cebol merah adalah cebol kuning. Matahari kita
tergolong cebol kuning. Sebenarnya ia tidak terlalu cebol. Ia hanya sedikit lebih
37
BINTANG DAN DINAMIKANYA

kecil dari rata-rata. Sebagian astronom menggolongkan matahari sebagai bintang


rata-rata. Tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil. Usia hidupnya sekitar 10 miliar
tahun.

Bintang rata-rata, seperti matahari kita, punya saat sekarat yang menarik. Ia
cukup besar untuk memakan helium setelah hidrogen habis dikonsumsi.
Konsumsi helium membuat dirinya menggembung. Menjadi besar sekali dari
ukuran aslinya. Saat-saat menjelang mati, ia berubah menjadi raksasa merah.
Perubahan ini diawali dengan kejadian yang disebut kilat helium (helium flash).
Sayangnya, kilat helium tidak dapat dilihat dari luar. Ia terjadi di inti bintang.
Seandainya kilat helium bisa dilihat dan bintang itu matahari kita, bumi akan
mendadak menjadi sangat terang benderang. Inilah tanda umur matahari tinggal
beberapa juta tahun lagi. Pertanda itu dalam kenyataannya tidak terlihat.

Sejak kilat helium, tubuh bintang mulai membesar dan memerah. Seiring
membesarnya tubuh, terangnya juga meningkat. Ia menjadi seribu hingga sepuluh
ribu kali lebih terang dari sebelumnya. Suhu juga ikut meningkat. Suatu saat, sang
bintang yang menggelembung ini mencapai ukuran maksimumnya. Ia akhirnya
tiba di titik itu, dan setelah saat itu tiba, ia akan kembali mengerut. Mengecil dan
kian kecil sementara suhunya terus saja bertambah.

Helium akhirnya habis. Iapun mulai mencoba memakan karbon yang


letaknya lebih dalam lagi di inti. Setelah karbon habis, ia akan mengunyah
oksigen. Lebih dalam lagi. bintang kita akan menjadi seperti bawang. Bagian
intinya mencoba untuk menggelembung sekuat tenaga karena reaksi fusi,
sementara bagian luarnya terus mengerut dan runtuh karena pada dasarnya telah
sekarat.

Seiring mengerutnya bintang, angin dahsyat berhembus menghantarkan


sisa-sisa pembakaran keluar dari bintang. Pertarungan inti dan kulit dalam balutan
angin yang berhembus menciptakan denyutan. Bintang berdenyut keras dan

38
BINTANG DAN DINAMIKANYA

mengakibatkan sebuah angin yang begitu keras terlontar dari bintang. Angin ini
disebut nova.

Kini tinggal sang inti, Cebol putih. Nasib matahari kita sama dengan si
cebol merah. Sama-sama menjadi cebol putih. Angin nafas terakhirnya melakukan
perjalanan jauh menembus angkasa. Semakin jauh dan kehilangan energi. Dan
akhirnya menjadi awan gas yang disebut nebula planeter.

Sebenarnya, tidak perlu seperti ini akhir hayatnya, seandainya ia punya


teman. Dalam sistem bintang kembar, bintang rata-rata yang sekarat tidak
menggelembung. Hal ini karena kembarannya akan menyedot sisi terluar dari
sang bintang sekarat. Aliran massa ini akan membuat kembarannyalah yang
menggembung. Tapi kembarannya masih sehat dan tidak sekarat. Hasilnya, sang
bintang sekarat akan menjadi cebol putih tanpa fase menggembung. Ia akan
mengorbit kembarannya seperti bulan mengorbit bumi. Kasus inilah yang terjadi
pada pasangan bintang Sirius A dan si cebol putih, Sirius B.

Gambar 17. Matahari

d. Raksasa

Kelompok bintang yang ukurannya jauh di atas rata-rata ada si raksasa. Para
bintang raksasa yang ukurannya bisa ratusan kali matahari. Mereka raksasa, tapi

39
BINTANG DAN DINAMIKANYA

hidupnya pendek. Hanya beberapa juta tahun. Hal ini karena besarnya badan
mereka berarti mereka juga harus banyak makan. Mereka terus memakan
hidrogen jauh lebih cepat dari bintang rata-rata, apalagi dari cebol merah yang
lamban.

Menjelang kematiannya, para raksasa sudah berukuran sangat besar,


sehingga saat hidrogen habis, ia sangat buru-buru memakan helium. Ia
menggembung dan dengan cepat mengerut lagi hingga akhirnya tersandung ke
intinya. Ia memangsa karbon, lalu neon, lalu oksigen, lalu silikon, dan terakhir
besi. Jika inti besinya sudah mencapai batas Chandrasekhar, ia akan
menghembuskan nafas terakhirnya.

Angin yang dilepaskannya begitu cepat. Sedemikian cepat hingga lebih


pantas disebut meledak. Ledakan inilah yang disebut dengan supernova. Dan
pusatnya menjadi bintang putih kecil yang berputar sangat cepat. Ia bukan cebol
putih. Ia jauh lebih kecil lagi. Lebih kecil lagi dari cebol coklat. Lebih kecil lagi
dari Bumi. Ia hanya seukuran Jakarta. Sesungguhnya, ia bahkan tidak tersusun
dari atom. Remasan gravitasi sedemikian kuatnya hingga bahkan atom pun ikut
berderai. Elektron di orbit nukleus teremas hingga bertabrakan dengan proton dan
menjadi neutron. Neutron yang ada bergabung dengan sesama neutron. Dan
jadilah ia neutron raksasa yang kemudian disebut bintang neutron.

Bintang neutron bersifat seperti mercusuar. Ia punya dua semburan gas di


kutubnya. Semburan ini menyembur dari kutub utara dan kutub selatan, sementara
bintang menggelinding di angkasa. Bila kutub tersebut kebetulan mengarah ke
bumi, maka kita mengamati bintang yang berdenyut sangat cepat. Bintang ini
dinamakan pulsar.

40
BINTANG DAN DINAMIKANYA

Gambar 18. Aldebaran (Giant Star)

e. Maharaksasa

Ada bintang yang lebih besar daripada bintang raksasa, yaitu maharaksasa.
Bintang maharaksasa ukurannya lebih dari 40 kali massa matahari. Volumenya
bisa jutaan kali matahari, menelan orbit Bumi dan Mars.

Gambar 19. Bintang Maharaksasa

41
BINTANG DAN DINAMIKANYA

Seandainya dibelah, maharaksasa yang sekarat akan seperti boneka


Matrioskha atau irisan bawang. Bola kecil di dalam bola sedang di dalam bola
raksasa. Intinya adalah besi, diselubungi oleh silikon, oksigen, neon, karbon, dan
helium.

Lapisan-lapisan maharaksasa ini terbentuk akibat membakar zat yang lain


sebelum yang masih ada habis dibakar. Sebelum hidrogen habis, ia sudah
membakar helium. Helium sendiri hasil dari memakan hidrogen jadi helium lebih
sedikit. Sebelum helium habis, dia sudah mambakar karbon, dan seterusnya. Saat
inti besinya telah mencapai batas TOV (Tolman-Oppenheimer-Volkoff) ia akan
meledak, jauh lebih dahsyat dari ledakan bintang raksasa. Ledakannya disebut
hypernova.

Seluruh isi perut bintang maharaksasa berhamburan dalam peristiwa


hypernova. Tidak ada yang tersisa sama sekali. Bintang berukuran orbit Mars ini
habis. Tapi intinya tetap ada. Yang menjadi sisa adalah materi inti apapun yang
berada di dalam radius Schwarzschild. Sisa ini telah teremas begitu kuat hingga
bahkan ia tidak menjadi neutron. Sisa ini begitu gelap, mati, tanpa cahaya. Kita
menyebutnya lubang hitam.

Lubang hitam dapat dibilang merupakan kebalikan dari batas Eddington.


Kita tahu bahwa setiap bintang selalu dalam pertarungan antara gaya dorong
keluar radiasi dengan daya tarik kedalam gravitasi. Bila gaya dorong keluar
sedemikian kuat hingga mengalahkan gravitasi, hasilnya adalah batas Eddington
(lihat bintang super maharaksasa). Bila gaya dorong kedalam sedemikian kuat
sehingga mengalahkan radiasi, hasilnya adalah batas Schwarzschild (lubang
hitam).

42
BINTANG DAN DINAMIKANYA

f. Supermaharaksasa

Tidak ada yang namanya super maharaksasa. Secara astrofisika, ada yang
dinamakan batas Eddington. Batas ini adalah batas dimana sebuah bintang tidak
dapat lagi menahan dorongan keluar dari radiasinya sendiri. Ia terlalu terang
sehingga tidak dapat eksis dalam satu kesatuan. Batas Eddington adalah 120 kali
massa matahari. Jadi, tidak ada bintang yang lebih berat dari 120 kali massa
matahari.

Hidup sebuah bintang memang sangat panjang. Ia dapat hidup jutaan tahun
seperti cebol coklat yang prematur atau maharaksasa yang terlalu besar. Ia juga
dapat hidup triliunan tahun seperti para cebol putih yang mungil. Sebagian sempat
merasakan dari ukuran sangat kecil menjadi ukuran sangat besar. Sebagian lagi
sepanjang hidupnya selalu kerdil dan merangkak dalam kesendirian dan
kegelapan. Dalam masa yang sangat panjang, akhir hayatnya begitu singkat dan
spektakuler. Dari nova, supernova hingga hypernova. Letupan yang cemerlangnya
menerangi galaksi dan terpantau jutaan tahun cahaya. Cahaya ini hanya bertahan
beberapa detik saja atau paling panjang, hanya beberapa bulan. Hembusan nafas
terakhir bintang yang sekarat, pada gilirannya akan menjadi benih bagi bintang
baru. Sisa-sisa supernova dan nova kembali mengembun dan menjadi awan
molekul raksasa. Matahari kita sendiri adalah bintang generasi ketiga. Namun,
bahkan alam semesta yang terus bergulir dengan siklus hidup matinya, pada
gilirannya akan mati. Entah itu lewat habis mendinginnya seluruh jagad raya
dalam pengembangan abadi, dimana alam semesta gelap, bintang terang terlalu
jauh dan cebol coklat, cebol hitam dan lubang hitam bertebaran di mana-mana,
atau lewat pengerutan balik dimana segalanya teremas dalam kerkahan besar (big
crunch). Bagaimana pun nasib alam semesta, manusia kemungkinan besar telah
tidak ada lagi. Nasib kita dalam sejarah bintang sangat singkat. Bagi mereka para
bintang, kita hanyalah kedipan kecil di langit malam, dalam malam-malam yang
mereka habiskan dalam hidupnya.

43

Anda mungkin juga menyukai