Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Energi surya adalah energi yang tidak akan pernah habis


ketersediaannya dan energi ini
Juga dapat di manfaatkan sebagai energi alternatif yang akan diubah
menjadi energi listrik dengan menggunakan sel surya yang ada dalam panel
surya.dengan sel surya kita dapat memperoleh energi listrik tanpa perlu
membakar bahan bakar fosil sebagaimana pada minyak bumi,gas alam,batu-
bara,atau reaksi nuklir. Panel Surya adalah alat yang terdiri dari sel
surya, aki dan baterai yang mengubah cahaya menjadi listrik. Panel
surya menghasilkan arus listrik searah atau DC. Untuk menggunakan
berbagai alat rumah tangga yang berarus bolak-balik atau AC
dibutuhkan converter (alat pengubah arus DC ke AC). Jika panel surya
dikembangkan di Indonesia yang memiliki keuntungan mendapat sinar
matahari sepanjang tahun, dan di pelosok-pelosok yang sukar
dijangkau oleh PLN sangatlah cocok. Panel surya juga merupakan
energi alternatif yang ramah lingkungan. Jika dapat dikembangkan ke
rumah-rumah penduduk, kita dapat menghemat energi listrik terutama
di Indonesia. Misalnya : jika 1 unit sel surya untuk keperluan listrik di
siang hari dan 1 unit lagi untuk menyimpan energi listrik pada malam
harinya, tentu saja kita dapat menghemat energi listrik lumayan besar..

1.2 Tujuan

1)Mengetahui potensi energi surya sebagai energi yang terbarukan


2) Mengetahui komponen penyusun suatu panel surya
3) Mengetahui cara kerja dari panel surya
2

1.3 Rumusan Masalah

Masalah yang dibahas, sebagai berikut:

1) Bagaimana potensi energi surya sebagai energi alternatif di


Indonesia?
2) Apa sajakah komponen penyusun panel surya?
3)Bagaimana cara kerja panel surya?

1.4 Landasan Teori

1.4.1 pengertian panel surya

Solar Cell adalah suatu perangkat atau komponen yang dapat


mengubah energi cahaya matahari menjadi energi listrik dengan
menggunakan prinsip efek Photovoltaic. Yang dimaksud dengan Efek
Photovoltaic adalah suatu fenomena dimana munculnya tegangan listrik
karena adanya hubungan atau kontak dua elektroda yang dihubungkan
dengan sistem padatan atau cairan saat mendapatkan energi cahaya. Oleh
karena itu, Sel Surya atau Solar Cell sering disebut juga dengan Sel
Photovoltaic (PV). Efek Photovoltaic ini ditemukan oleh Henri Becquerel
pada tahun 1839.

1.4.2 Struktur dasar dan simbol sell surya ( solar sell)

Berikut ini adalah Struktur Dasar, Bentuk dan Simbol Sel Surya (Solar
Cell)
3

1.4.3 Prinsip dasar

Sinar Matahari terdiri dari partikel sangat kecil yang disebut


dengan Foton. Ketika terkena sinar Matahari, Foton yang merupakan
partikel sinar Matahari tersebut meghantam atom semikonduktor silikon
Sel Surya sehingga menimbulkan energi yang cukup besar untuk
memisahkan elektron dari struktur atomnya. Elektron yang terpisah dan
bermuatan Negatif (-) tersebut akan bebas bergerak pada daerah pita
konduksi dari material semikonduktor. Atom yang kehilangan Elektron
tersebut akan terjadi kekosongan pada strukturnya, kekosongan tersebut
dinamakan dengan “hole” dengan muatan Positif (+).Daerah
Semikonduktor dengan elektron bebas ini bersifat negatif dan bertindak
sebagai Pendonor elektron, daerah semikonduktor ini disebut dengan
Semikonduktor tipe N (N-type). Sedangkan daerah semikonduktor dengan
Hole bersifat Positif dan bertindak sebagai Penerima (Acceptor) elektron
yang dinamakan dengan Semikonduktor tipe P (P-type).

Di persimpangan daerah Positif dan Negatif (PN Junction), akan


menimbulkan energi yang mendorong elektron dan hole untuk bergerak ke
arah yang berlawanan. Elektron akan bergerak menjauhi daerah Negatif
sedangkan Hole akan bergerak menjauhi daerah Positif. Ketika diberikan
sebuah beban berupa lampu maupun perangkat listrik lainnya di
Persimpangan Positif dan Negatif (PN Junction) ini, maka akan
menimbulkan Arus Listrik.
4

1.5 Sumber data


a.Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menggunakan
media internet sebagai sarana pengambilan teori dasar.

1.6 Metode Dan Teknik


Dlam penulisn karya ilmiah ini menggunakan metode
analitis,diharapkan dapat memberiikan data-data yng akurat.

1.7 Sistematika Penyajian

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Rumusan Masalah
1.4 Landasan Teori
1.5 Sumber Data
1.6 Metode Dan Teknik
1.7 Sistematika Penyajian

BAB II.PEMBAHASAN
2.1 Energi surya sebagai energi alternative di Indonesia
2.2 komponen-komponen penyusun panel surya
2.3 cara kerja panel surya

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAK
5

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Energi surya sebagai energi alternatif di indonesia

Secara geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak di


daerah ekuator tepatnya berada pada 11o LS-6o LU dan 95o BT-141o BB.
Indonesia memiliki iklim tropis yang hanya mempunyai 2 musim
sepanjang tahunnya yaitu musim kering (kemarau) dan musim basah
(hujan). Letak geografis Indonesia yang berada di ekuator menyebabkan
Indonesia adalah salah satu daerah yang memiliki nilai surplus sinar
matahari karena mendapat sinar matahari sepanjang tahun. Berbeda halnya
dengan negara-negara di Benua Eropa yang mempunyai 4 musim. Hal ini
disebabkan oleh perjalanan semu matahari yang seakan-akan bergerak ke
utara dan selatan bumi membentuk lintasan sinusoidal (mempunyai
puncak dan lembah) sehingga daerah ekuator mempunyai radiasi matahari
rata-rata yang tinggi sepanjang tahun.

Dikarenakan Indonesia merupakan daerah surplus radiasi matahari,


maka energi surya diyakini sangat potensial untuk dikembangkan. Dalam
hal ini, energi surya merupakan alternatif energi terbarukan yang mampu
menjadi salah satu solusi untuk menjadi pengganti energi fosil. Selain itu,
energi surya juga adalah salah satu sumber energi bersih yang memberikan
dampak negatif minimal bagi lingkungan. Diproyeksikan di masa yang
akan datang, energi surya akan menjadi salah satu energi yang dapat
mengakomodir kebutuhan manusia dan paling banyak digunakan di
banyak negara termasuk Indonesia.

Berdasarkan letak geografis yang strategis, hampir seluruh daerah


di Indonesia berpotensi untuk dikembangkan PLTS dengan daya rata-rata
6

mencapai 4kWh/m2. Kawasan barat Indonesia memiliki distribusi


penyinaran sekitar 4,5 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan 10%
sementara kawasan timur Indonesia berpotensi penyinaran sekitar 5,1
kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Hal ini perlu
dimanfaatkan dengan baik dengan percepatan pembangunan pembangkit
listrik tenaga surya di berbagai daerah yang berpotensi di seluruh kawasan
Indonesia.

Pemanfaatan potensi energi surya dapat diterapkan dalam 2


teknologi. Teknologi pertama yaitu teknologi photovoltaic (PV).
Photovoltaic (Photo berarti cahaya, dan voltaic berarti tegangan) yaitu alat
yang mengkonversi cahaya menjadi listrik. Sederhananya, proses pada PV
menggunakan bahan semikonduktor yang dapat melepaskan elektron
untuk membentuk dasar listrik. Kemudian PV tersebut dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan listrik, pompa air, televisi, telekomunikasi, dan
lemari pendingin dengan kapasitas total ± 6 MW. Sementara teknologi
kedua adalah teknologi energi surya termal yang pada umumnya
digunakan untuk memasak (kompor surya), mengeringkan pertanian
(perkebunan, perikanan, kehutanan, tanaman pangan) dan memanaskan
air.

Saat ini, terdapat 2 jenis teknologi PV yang telah dikembangkan,


yaitu PV dengan bahan kristalin/silikon (mono kristalin dan poli kristalin)
dan thin film. Keduanya mempunyai karakteristik dan efisiensi tersendiri.
Sel PV mempunyai paling tidak dua lapisan semi konduktor yang
bermuatan negatif dan bermuatan positif. Ketika cahaya bersinar,
perpindahan elektron terjadi sehingga menyebabkan listrik mengalir dan
membangkitkan arus DC. Pada dasarnya, sistem PV tidak membutuhkan
cahaya terang untuk beroperasi sehingga dalam kondisi mendung pun
sistem ini tetap dapat beroperasi.

Secara ilmiah, ada beberapa jenis radiasi yang masuk ke


permukaan bumi, yakni direct irradiation yaitu radiasi langsung tanpa
7

melewati hambatan, reflected irradiation yaitu radiasi yang dipantulkan,


absorbed irradiation yaitu radiasi yang diserap, diffused irradiation yaitu
radiasi yang dibelokkan, ground-reflected irradiation yaitu radiasi yang
dipantulkan oleh permukaan bumi (tanah) dan yang terakhir adalah global
irradiation yaitu radiasi total yang diterima. Dalam prosesnya, respon
panel surya mengubah energi foton (cahaya) menjadi daya listrik dengan
menangkap global irradiation. Dalam pemanfaatan potensi energi surya
ini, global irradiation sangat dipengaruhi oleh interaksi radiasi dari mulai
eksosfer (atmosfer terluar) hingga troposfer (atmosfer terendah).

Pada awal proses penyinaran, matahari meradiasikan gelombang


elektromagnetik ke segala arah. Sebagian besar energi hilang ke alam
semesta, dan hanya sebagian kecil saja hanya dapat diterima bumi.
Matahari memancarkan radiasi elektromagnetik yang diemisikan pada
panjang gelombang yang sangat pendek dan biasanya dinyatakan dalam
mikron (1 µm = 10-6 m). Daerah cahaya tampak terletak pada panjang
gelombang 0,4 µm untuk cahaya violet hingga 0,7 µm. Radiasi dengan
panjang gelombang lebih pendek dari 0,4 µm disebut ultra violet dan
radiasi dengan panjang gelombang lebih besar dari 0,7 µm disebut radiasi
inframerah. Radiasi matahari akan mengalami atenuasi yaitu berkurangnya
intensitas radiasi karena adanya hamburan atau penyerapan oleh molekul
debu dan partikel awan sehingga dalam penjalarannya, hanya sebagian
kecil saja dari radiasi matahari yang mencapai bumi.

Dalam penjalarannya di atmosfer, ada proses absorpsi dalam udara


oleh ozon, uap air, dan partikel debu. Hasil pengukuran menunjukkan
bahwa ozon mengabsorpsi radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang
dibawah 0,3 µm. Sedangkan di troposfer, CO2 menyerap radiasi
inframerah dengan panjang gelombang terutama pada 2,8 µm hingga 4,3
µm. Sinar matahari dalam penjalarannya akan bertemu dengan benda yang
berdimensi sangat kecil yang akan menyebabkan difusi (pemantulan,
pembiasan, dan hamburan). Beberapa benda yang akan menyebabkan
difusi antara lain molekuler dan aerosol.
8

Awan dapat mempengaruhi perilaku penjalaran radiasi matahari di


atmosfer. Tetes air atau kristal es yang terdapat pada awan mempunyai
dimensi yang lebih besar daripada gelombang radiasi, dalam hal ini difusi
awan secara praktis tidak bergantung pada panjang gelombang. Sebagian
dari radiasi yang dihamburkan hilang ke alam semesta, dan radiasi lainnya
di transmisikan sampai permukaan bumi. Diperkirakan bahwa 35% dari
radiasi matahari yang diterima pada batas atas atmosfer dikembalikan ke
ruang angkasa dalam bentuk gelombang pendek oleh hamburan dan
pemantulan awan, partikel debu, molekul udara, dan permukaan bumi.

Komplikasi penjalaran radiasi matahari di atmosfer menyebabkan


efisiensi listrik yang dihasilkan masih berkisar antara 15-20%. Oleh karena
itu, perkembangan teknologi PV masih terus dilakukan terutama oleh
negara-negara maju seperti China. Hingga saat iniChina, telah menerapkan
PLTS di sebagian besar wilayahnya.. Sementara itu di Indonesia, PLTS
sudah mulai dikembangkan sejak zaman pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Selama ini, pengembangan listrik tenaga surya
masih dikembangkan dalam skala kecil saja seperti untuk skala rumah
tangga dengan menggunakan Solar Home System (SHS). Sedangkan,
PLTS skala besar ditargetkan untuk lokasi yang sulit akses dan masih
belum mendapatkan listrik (rasio elektrifikasi rendah). Berdasarkan data
persebarannya, hampir seluruh PLTS di Indonesia terletak di Indonesia
bagian Timur. Hal ini dikarenakan wilayah Indonesia bagian Timur secara
meteorologis cenderung kering dan lebih panas. Berdasarkan perhitungan
dari Balai Penelitian dan Pengembangan ESDM diketahui bahwa PLTS di
Indonesia dapat menghasilkan hingga 560 GWp. Sayangnya, pada
kenyataannya PLTS yang sudah dibangun bahkan belum dapat mencapai
1% dari potensi yang tersedia. Saat ini, salah satu pembangkit listrik
tenaga surya terbesar ada di Kupang, NTT yang memiliki kapasitas 5 MW.

Komitmen untuk mempercepat produksi listrik tenaga surya tenaga


surya dan panas bumi di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang
dilanjutkan oleh Presiden Jokowi. Presiden Jokowi berjanji di depan
9

kepala pemerintahan seluruh dunia pada forum COP 21 di Paris pada 30


november 2015 bahwa Indonesia akan mencapai 23% energi terbarukan
pada tahun 2025. Sudah saatnya Indonesia dapat fokus untuk melakukan
percepatan pembangunan energi terbarukan khususnya energi surya di
masa depan.

2.2 komponen-komponen penyusun panel surya

1. Substrat/Metal backing

Substrat adalah material yang menopang seluruh komponen sel surya.


Material substrat juga harus mempunyai konduktifitas listrik yang baik
karena juga berfungsi sebagai kontak terminal positif sel surya, sehinga
umumnya digunakan material metal atau logam seperti aluminium atau
molybdenum. Untuk sel surya dye-sensitized (DSSC) dan sel surya
organik, substrat juga berfungsi sebagai tempat masuknya cahaya sehingga
material yang digunakan yaitu material yang konduktif tapi juga
transparan sepertii ndium tin oxide (ITO) dan flourine doped tin oxide
(FTO).
10

2. Material semikonduktor

Material semikonduktor merupakan bagian inti dari sel surya yang


biasanya mempunyai tebal sampai beberapa ratus mikrometer untuk sel
surya generasi pertama (silikon), dan 1-3 mikrometer untuk sel surya
lapisan tipis. Material semikonduktor inilah yang berfungsi menyerap
cahaya dari sinar matahari. Untuk kasus gambar diatas, semikonduktor
yang digunakan adalah material silikon, yang umum diaplikasikan di
industri elektronik. Sedangkan untuk sel surya lapisan tipis, material
semikonduktor yang umum digunakan dan telah masuk pasaran yaitu
contohnya material Cu(In,Ga)(S,Se)2 (CIGS), CdTe (kadmium telluride),
dan amorphous silikon, disamping material-material semikonduktor
potensial lain yang dalam sedang dalam penelitian intensif
seperti Cu2ZnSn(S,Se)4 (CZTS) dan Cu2O (copper oxide).

Bagian semikonduktor tersebut terdiri dari junction atau gabungan dari dua
material semikonduktor yaitu semikonduktor tipe-p (material-material
yang disebutkan diatas) dan tipe-n (silikon tipe-n, CdS,dll) yang
membentuk p-n junction. P-n junction ini menjadi kunci dari prinsip kerja
sel surya. Pengertian semikonduktor tipe-p, tipe-n, dan juga prinsip p-n
junction dan sel surya akan dibahas dibagian “cara kerja sel surya”.

3. Kontak metal / contact grid

Selain substrat sebagai kontak positif, diatas sebagian material


semikonduktor biasanya dilapiskan material metal atau material konduktif
transparan sebagai kontak negatif.

4.Lapisan antireflektif

Refleksi cahaya harus diminimalisir agar mengoptimalkan cahaya yang


terserap oleh semikonduktor. Oleh karena itu biasanya sel surya dilapisi
oleh lapisan anti-refleksi. Material anti-refleksi ini adalah lapisan tipis
material dengan besar indeks refraktif optik antara semikonduktor dan
11

udara yang menyebabkan cahaya dibelokkan ke arah semikonduktor


sehingga meminimumkan cahaya yang dipantulkan kembali.

5.Enkapsulasi / cover glass

Bagian ini berfungsi sebagai enkapsulasi untuk melindungi modul surya


dari hujan atau kotoran.

2.3 Cara kerja panel surya

Sel surya konvensional bekerja menggunakan prinsip p-n junction, yaitu


junction antara semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Semikonduktor ini terdiri
dari ikatan-ikatan atom yang dimana terdapat elektron sebagai penyusun
dasar. Semikonduktor tipe-n mempunyai kelebihan elektron (muatan
negatif) sedangkan semikonduktor tipe-p mempunyai kelebihan hole
(muatan positif) dalam struktur atomnya. Kondisi kelebihan elektron dan
hole tersebut bisa terjadi dengan mendoping material dengan atom dopant.
Sebagai contoh untuk mendapatkan material silikon tipe-p, silikon
didoping oleh atom boron, sedangkan untuk mendapatkan material silikon
tipe-n, silikon didoping oleh atom fosfor. Ilustrasi dibawah
menggambarkan junction semikonduktor tipe-p dan tipe-n.
12

Peran dari p-n junction ini adalah untuk membentuk medan listrik
sehingga elektron (dan hole) bisa diekstrak oleh material kontak untuk
menghasilkan listrik. Ketika semikonduktor tipe-p dan tipe-n terkontak,
maka kelebihan elektron akan bergerak dari semikonduktor tipe-n ke tipe-
p sehingga membentuk kutub positif pada semikonduktor tipe-n, dan
sebaliknya kutub negatif pada semikonduktor tipe-p. Akibat dari aliran
elektron dan hole ini maka terbentuk medan listrik yang mana ketika
cahaya matahari mengenai susuna p-n junction ini maka akan mendorong
elektron bergerak dari semikonduktor menuju kontak negatif, yang
selanjutnya dimanfaatkan sebagai listrik, dan sebaliknya hole bergerak
menuju kontak positif menunggu elektron datang, seperti diilustrasikan
pada gambar dibawah.

Ilustrasi cara kerja sel surya dengan prinsip p-n junction.


13

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1) Letak geografis Indonesia yang berada di ekuator menyebabkan


Indonesia adalah salah satu daerah yang memiliki nilai surplus sinar
matahari karena mendapat sinar matahari sepanjang tahun. Sehingga
sangat menguntungkan menjadikan Energi surya sebagai energi alternatif
di Indonesia.

2) komponen-komponen penyusun panel surya terdiri dari ,Substrat/Metal


backing, Material semikonduktor,Kontak metal / contact grid, Enkapsulasi
/ cover glass,

3) Sel surya konvensional bekerja menggunakan prinsip p-n junction, yaitu


junction antara semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Semikonduktor ini terdiri
dari ikatan-ikatan atom yang dimana terdapat elektron sebagai penyusun
dasar.
14

DAFTAR PUSTAKA

https://teknologisurya.wordpress.com/dasar-teknologi-sel-surya/prinsip-kerja-sel-
surya.(Diakses sabtu ,8 Desember 2018 pukul 19.00 WIB)

http://suryautamaputra.co.id/blog/2017/01/03/komponen-panel-surya-dan-
fungsinya/.(Diakses sabtu ,8 Desember 2018 pukul 20.13 WIB)
www.panelsurya.com/.(Diakses sabtu ,8 Desember 2018 pukul 21.19 WIB) /.(Diakses
sabtu ,8 Desember 2018 pukul 21.19 WIB)

https://www.slideshare.net/saifulnurs/makalah-fisika-panel-surya.(Diakses sabtu,8
Desember 2018 pukul 22.05 WIB)

Anda mungkin juga menyukai