Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PERAMALAN HAMA DAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT

TANAMAN

LAPORAN
PERAMALAN HAMA DAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT
TANAMAN
Oleh:
NAMA :MUHAMAD KINDI

NIM :105040200111063

KELOMPOK :RABU, 07.30

ASSISTEN :ANUGERAH FIRMANSYAH

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permalan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan, untuk perlunya
dilakukan tindakan atau tidak, karena peramalan adalah prakiraan atau memprediksi peristiwa
dimasa depan, sebab efektif atau tidaknya suatu keputusan umumnya tergantung pada beberapa
faktor yang tidak dapat kita lihat pada waktu keputusan itu diambil.
Peramalan merupakan komponem penting dalam strategi pengelolaan hama dan penyakit
tanaman sebab dengan adanya peramalan dapat memberikan peringatan dini mengenai tingkat
dan luasnya serangan.
Dalam peramalan juga di butuhkan data untuk membuat suatu model peramalan, untuk
mendapatkan data tersebut maka di perlukan adanya pengamatan terlebih dahulu, data
pengamatan yang baik dapat digunakan untuk mengetahui hama dan penyakit utama di suatu
daerah, dan yang lebih penting dapat digunakan untuk merevisi program pengendalian yang telah
ada. Makin lengkap data yang tersedia mengenai hubungan antara intensitas penyakit dengan
bermacam-macam faktor, cara prakiraan akan semakin tepat. Prakiraan penyakit tanaman
memungkinkan untuk memprediksi peluang terjadinya peledakan (out-break) atau peningkatan
intensitas penyakit dan kemudian bagi kita untuk menentukan apa, kapan dan dimana tindakan
pengendalian akan dilakukan. Itu semua akan bermanfaat sekali karena dalam pengelolaan
penyakit tumbuhan, faktanya dilapangan petani harus selalu menghitung resiko, biaya dan
keuntungan pada setiap keputusan yang di ambil.
Pengamatan yang dilakukan oleh kelompok praktikum kami dilaksanakan di kebun
percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, di Ngijo, Karangploso pada tanggal 16
november 2011.

1.2 Tujuan
1.2.1 Pengertian Pengamatan dan Ambang Ekonomi
1.2.2 Peranan pengamatan dalam Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu
1.2.3 Macam-macam pengamatan
1.2.4 Pengamatan dan penilaian serangga hama dan penyakit
1.2.5 Bentuk-bentuk penyebaran daan ciri-cirinya
1.2.6 Tehnik pengambilan contoh
1.2.7 Macam-macam perangkap
1.2.8 Hama dan Penyakit penting pada tanaman Jagung
1.2.9 Faktor yang mempengaruhi penyebaran Hama dan Epidomologi Penyakit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pengamatan dan Ambang Ekonomi
o Pengamatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan data atau leterangan dengan
jalan mengamati, melakukan perhitungan atau pengukuran terhadap obyek yang di teliti.

o Ambang Ekonomi adalah suatu tingkat kepadatan populasi hama atau tingkat intensitas kerusakan
tanaman yang mulai mengakibatkan terjadinya kerugian ekonomik.
(Tim Dosen, 2011)

2.2 Peran Pengamatan dalam Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu


Dengan melakukan pengamatan kita dapat mengetahui tingkat kepadatan populasi hama
maupun tingkat kerusakan tanaman sebagai akibat serangan hama, yaitu apakah masih ada di
bawah ambang ekonomi yang berarti usaha pengendalian masih perlu dilakukan, atau sudah
mendekati atau bahkan sudah melewati ambang ekonomi yang berarti usaha pengendalian harus
di lakukan untuk dapat menekan kepadatan populasi hama agar kembali berada pada posisi di
bawah ambang ekonomi.
(Tim Dosen, 2011)
2.3 Macam – macam Pengamatan
2.3.1 Berdasarkan Sifatnya
a. Pengamatan kualitatif
Kegiatan pengamatan yang bermaksud untuk mengetahui macam hama atau penyakit,
lokasinya dan bagaimana keadaannya.
b. Pengamatan kuantitatif
Kegiatan pengamatan yang bermaksud untuk mengetahui lebih rinci tentang hama atau
penyakiut , yaitu berapa luas serangan dan intensitasnya.
(Tim Dosen, 2011)
2.3.2 Berdasarkan Kekerapan Frekuensinya
a. Pengamatan tetap / Pengamatan kontinyu / Pengamatan reguler
Pengamatan ini dilakukan secara terus menerus secara berkala atau dengan skala
(interval) waktu tertentu pada suatu wilayah pengamatan tertentu. Pengamatan tetap
menghasilkan data keadaan hama dan penyakit dari waktu ke waktu sehingga dapat memberi
gambaran tentang dinamika penyakit dan populasi hama di wilayah pengamatan tersebut.
b. Pengamatan keliling / insidental
Pengamatan ini dilakukan sekali-sekali bila keadaan memerlukan. Pengamatan keliling
ini bertujuan untuk menutupi kekurangan yang terdapat pada pengamatan tetap, karena pada
pengamatan tetap jumlah petak contoh sangat terbatas. Pada prinsipnya pengamatan keliling
adalah pengamatan untuk mengetahui terjadinya serangam hama atau timbulnya penyakit pada
tempat-tempat tertentu yang dapat menjadi ssumber hama atau penyakit. Dasar dilakukannya
pengamata ini adalah bila secara visual tanaman atau bagian tanaman menunjukan gejala yang
patut di curigai , atau adanya informasi dari sumber yang dapat di percaya.
(Tim Dosen, 2011)

2.3.3 Berdasarkan Jumlah Sampel Yang di Amati


a. Pengamatan global
Pengamatan yang cukup dilakukan pada skala wilayah pengamatan yang cukup luas,
tetapi dengan jumlah sampel yang relatif sedikit. Data atau informasi yang di peroleh biasanya
masih sangat kasar atau masih kurang teliti. Pengamata ini minimal 10% dari luasan lahan.
b. Pengamatan halus
Merupakan kelanjutan dari kegiatan pengamatan global yaitu apabila pengamatan global
di peroleh data atau informasi yang menunjukan adanya penyakit atau serangan hama yang
cukup menghawatirkan, perlu dilakukan penambahan jumlah sampel yang diamati untuk
meningkatkan ketelitian dari data atau informasi yang di peroleh. Pengamatan ini lebih dari 10%
dari luas lahan , serta ketelitiannya pun lebih intens.
(Tim Dosen, 2011)

2.4 Pengamatan dan Penilaian Serangan Hama


Seringkali diperlukan penilaian terhadap tingkat serangan hama, baik berdasarkan tingkat
kepadatan populasi hama maupun tingkat intensitas kerusakannya. Biasanya pertanaman
berdasarakan penilaian tersebut dikategorikan menjadi :
a. Pertanaman sehat
Pertanaman dikatakan sehat bila pertanaman mengalami serangan hama mulai tidak ada sama
sekali sampai batas ambang ekonomi.
b. Pertanaman dengan serangan / kerusakan ringan
Pertanaman dikatakan serangan / kerusakan ringan, bila pertanaman mengalami serangan hama
mulai batas ambang ekonomi sampai di bawah kerusakan 25%.
c. Pertanaman dengan serangan / kerusakan berat
Pertanaman dikatakan serangan / kerusakan berat , bila pertanaman mengalami serangan hama
mulai batas 50% sampai di bawah 85%.
d. Pertanaman dengan serangan / kerusakan puso
Pertanaman dikatakan serangan / kerusakan puso, bila pertanaman mengalami kerusakan sama
dengan atau lebih besar dari 85%.
(Tim Dosen, 2011)

2.5 Pengamatan Penilaian Serangan Penyakit


Tingkat kerusakan tanaman yang disebabkan oleh penyakit tanaman disebut intensitas
penyakit. Berbeda pada hama tanaman gejala kerusakan merupakan satu-satunya sarana yang
dapat dipergunakan untuk menentukan intensitas penyakit.
Untuk menentukan tingkat serangan umumnya ditekankan pada berapa persen bagian
jaringan tanaman yang rusak akibat penyakit. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa bagian
tersebut secara otomatis tidak mampu melakukan fungsi fisiologis (fotosintesis). Secara normal
agar memudahkan dalam mendapatkan cara pengukuran, maka dibuat grading dalam bentuk
kategori atau klas grading, hendaknya dilakukan dengan cermat. Jumleh kelas jangan terlalu
kecil karena bisa tak ada perbedaan kapasitasnya, dan jangan terlalu banyak karena
membingungkan pengamat untuk memasukkan kelas tertentu.
Ada beberapa cara untuk menentukan grading, yakni :
1. Skala penyakit, yaitu memberikan uraian verbal dan angka tentang kelas-kelas serangan yang
berbeda.
2. Diagram standart, merupakan penjelasan secara rinci dari masing-masing kelas serangan dalam
bentuk gambar. Oleh karena itu, sering pula disebut skala penyakit bergambar.
3. Kunci lapang, digunakan untuk mengamati bagian daun yang sakit secara cepat pada seluruh
tanaman di lapangan.
Setelah didapat hasil grading, maka perlu dimasukkan dalam rumus umum, untuk mendapatkan
besarnya tingkat serangan, sebagai berikut :

P = ∑ n. v / N. Z x 100 %
P = tingkat serangan
n = jumlah tanaman/ bagian tanaman dari tiap kategori serangan
v = nilai skala tiap kategori serangan
N = jumlah tanaman/ bagian tanaman yang diamati
Z = harga numerik dari kategori serangan
(Sastrahidayat, 1997)

2.6 Bentuk-bentuk Penyebaran dan Ciri-ciri nya


Secara garis besar penyebaran serangga hama dalam ruang dibedakan menjadi tiga bentuk
penyebaran yaitu :

1. Penyebaran Acak
Pada bentuk ini kedudukan suatu individu serangga hama pada suatu titik di dalam ruang tidak
dipengaruhi ataupun mempengaruhi kedudukan individu serangga hama lain yang ada pada titik
yang lain. Dengan perkataan lain kedudukan individu serangga hama dalam satu titik di dalam
ruang, bebas tidak terpengaruh oleh individu serangga hama yang lain.
2. Penyebaran Teratur
Pada bentuk penyebaran teratur ini kepadatan populasi serangga hama hampir merata. Oleh
sebab itu hasil pengamatan kepadatan populasi pada setiap unit sampel relatif akan sama. Bentuk
penyebaran populasi demikian jarang dijumpai terjadi pada serangga yang mempunyai sifat
kanibal, sehingga satu individu yang lain kedudukannya akan terpisah antara satu dengan yang
lain.
Bentuk penyebaran teratur secara matematik akan dicirikan dengan besarnya nilai keragaman
akan lebih kecil daripada rata-ratanya. Hal ini disebabkan kepadatan populasi yang relatif
homogen tersebut.
3. Penyebaran Mengelompok
Bentuk penyebaran ini seakan-akan merupakan kebalikan dari bentuk penyebaran acak, dimana
kedudukan suatu individu serangga hama pada suatu titik di dalam ruang akan dipengaruhi oleh
atau pun mempengaruhi kedudukan individu serangga hama lain yang ada pada titik yang lain.
Dengan perkataan lain kedudukan individu serangga hama yang lain akan saling mempengaruhi.
(Tim Dosen,
2011)

2.7 Teknik Pengambilan Contoh


Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau random
sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom samping/nonprobability
sampling.
a. Tehnik Sampling secara Acak
Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara pengambilan sampel yang
memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi.
Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random sampling,
stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan area sampling.
Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak adalah
memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama “sampling frame”. Yang
dimaksud dengan kerangka sampling adalah daftar yang berisikan setiap elemen populasi yang
bisa diambil sebagai sampel. Di samping sampling frame, peneliti juga harus mempunyai alat
yang bisa dijadikan penentu sampel. Dari sekian elemen populasi, elemen mana saja yang bisa
dipilih menjadi sampel? Alat yang umumnya digunakan adalah Tabel Angka Random, kalkulator,
atau undian. Pemilihan sampel secara acak bisa dilakukan melalui sistem undian jika elemen
populasinya tidak begitu banyak. Tetapi jika sudah ratusan, cara undian bisa mengganggu konsep
“acak” atau “random” itu sendiri.

1. Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana


Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan bersifat
umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen populasi tidak
merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya. Dengan demikian setiap unsur populasi
harus mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel
2. Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan
Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut mempunyai arti
yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel
dengan cara ini. Dari setiap stratum tersebut dipilih sampel secara acak.
3. Cluster Sampling atau Sampel Gugus
Teknik ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan gugus.
Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak yang distratifikasikan, di mana setiap unsur
dalam satu stratum memiliki karakteristik yang homogen, maka dalam sampel gugus, setiap
gugus boleh mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen.
4. Systematic Sampling atau Sampel Sistematis
Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat pengambil
data secara random, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan. Cara ini menuntut
kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur populasi yang bisa
dijadikan sampel adalah yang “keberapa”.
5. Area Sampling atau Sampel Wilayah
Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar
di berbagai wilayah.
(Mustofa, 2000)

b. Teknik Sampling Terpilih


Yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap
elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel.
Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain adalah convenience
sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball sampling.
1. Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan.
Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan
kemudahan saja. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling
– tidak disengaja – atau juga captive sample (man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat baik
jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan
yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan
jenis sampel ini, hasilnya ternyata kurang obyektif.

2. Purposive Sampling
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau
sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa sesuatu tersebut memiliki
informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama
judgement dan quota sampling.
3. Judgment Sampling
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk
dijadikan sampel penelitiannya. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu atau
seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information rich”.
4. Quota Sampling
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak
dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
(Mustofa, 2000)
2.8 Bentuk Penafsiran Tingkat Populasi Hama
Secara garis besar terdapat dua teknik pendugaan kepadatan populasi serangga di
penyimpanan, yaitu pendugaan kepadatan absolut dan pendugaan kepadatan relatif. Selain itu,
kepadatan populasi juga dapat diduga dengan mengukur tingkat kerusakannya.

a. Pendugaan Kepadatan Absolut


Pendugaan kepadatan absolut berdasar pada jumlah absolut serangga yang ikut tertangkap
dalam contoh bahan simpan yang diambil. Alat sampling yang digunakan antara lain berupa
spear untuk bahan simpan dalam kemasan/karung, pneumatic sampler untuk bahan simpan
curahan dan pelican sampler untuk bahan simpan curahan yang sedang bergerak.
Pendugaan kepadatan absolut juga dapat dilakukan secara tidak langsung dengan teknik
penangkapan kembali serangga yang ditandai secara radioaktif atau fluoresen. Dengan
melepaskan sejumlah tertentu serangga yang telah ditandai, kepadatan populasi dapat dihitung
menurut rumus:

Dengan Q melambangkan kepadatan populasi, m adalah jumlah serangga ditandai


yang dilepaskan, n adalah jumlah total serangga yang tertangkap dan r adalah jumlah serangga
ditandai yang ikut tertangkap. Teknik lain menggunakan alat ayakan/saringan dan corong
Berlese.

b. Pendugaan Kepadatan Relatif


Berbeda dengan pendugaan kepadatan populasi absolut, pendugaan kepadatan relatif
menggunakan perangkap yang tidak bisa memberikan data jumlah serangga per satuan berat
bahan simpan, luas area sampling dsb. Pendugaan ini lebih tergantung pada keefektifan alat,
misalnya data dari perangkap berperekat tidak bisa dibandingkan dengan pitfall trap. Perangkap
berumpan akan berbeda hasilnya dengan perangkap berferomon. Perangkap sebenarnya adalah
alat yang efektif untuk deteksi dan monitoring serangga pascapanen, namun data hasil
pendugaan kepadatan relatif harus dapat dikonversi menjadi data kepadatan absolut dengan
pendekatan regresi yang tepat. Pendugaan kepadatan relatif memang lebih mudah dilakukan,
tapi tanpa adanya korelasi dengan data kepadatan absolut, data yang diperoleh tidak berarti apa-
apa bagi pengendalian.

c. Pendugaan berdasar Tingkat Kerusakan yang Teramati


Selain pendugaan kepadatan populasi absolut dan relatif, kepadatan populasi serangga juga
dapat diperkirakan dari tingkat kerusakan yang dapat diamati pada bahan simpan. Banyaknya
biji yang terserang, jejak serangga pada tepung simpanan, dan keberadaan sutera yang dihasilkan
larva ngengat dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepadatan populasi serangga pascapanen
yang menyebabkannya.
Adakalanya universe suatu sampling sangat besar sehingga diperlukan waktu yang lama dan
biaya tinggi. Dalam kondisi seperti ini, pekerjaan sampling menjadi tidak praktis sehingga
diperlukan teknik sampling alternatif yang lebih ekonomis namun masih dapat
dipertanggungjawabkan kesahihannya. Sejumlah teknik alternatif itu diantaranya adalah:
 Sampling berjenjang (Hierachial sampling), unit contoh dibagi menjadi sub-sub unit contoh dan
satu sub unit contoh dipilih untuk mewakili setiap unit contoh.
 Sampling berganda (Double sampling), dilakukan sampling pendahuluan sebelum dilakukan
sampling yang sebenarnya.
 Sampling dengan intensitas berubah-ubah (Variable-intensity sampling), sampling dilakukan
lebih intensif bila hasilnya (misalnya rata-rata jumlah serangga) mendekati nilai kritis.
(Pracaya, 1999)

2.9 Macam-macam Perangkap


Penggunaan perangkap dapat mempermudah deteksi secara visual. Ada beragam jenis
perangkap, secara umum terbagi menjadi:
 Flight trap, serangga tertarik dan terbang ke arahnya.
 Refuge trap, serangga datang untuk berlindung
 Pitfall trap, serangga jatuh ke dalamnya.
Efisiensi perangkap dapat ditingkatkan dengan penggunaan umpan berupa makanan maupun
zat atraktan. Perangkap seperti ini dapat digunakan memonitor populasi hama bahkan dalam
tingkat kepadatan rendah.
(Tjahjadi, 1991)

2.10 Hama Penting Tanaman Cabe


1. Nama : Thrips (Thrips parvispinus)
Warna tubuh nimfa kuning pucat, dewasa berwarna kuning sampai coklat kehitaman. Terdapat
105 jenis tanaman yang dapat menjadi inangnya antara lain tembakau, kopi, ubi jalar, klotalaria
dan kacang-kacangan. Thrips menyerang tanaman cabai sepanjang tahun, serangan hebat
umumnya terjadi pada musim kemarau
Gejala:
Permukaan bawah daun yang terserang berwarna keperak-perakan dan daun mengeriting atau
berkerut. Intensitas serangan dapat mencapai 87%.
Pengendalian:
Pemantauan dilakukan pada 10-20 tanaman cabai secara berkala (5 hari sekali) Bila ditemukan
populasi 5-10 Thrips/daun muda perlu dikendalikan dengan pestisida seperti pegasus, mesural
sesuai dosis anjuran. Memasang perangkap kuning di pertanaman cabai sebanyak 40 buah/ha

2. Lalat Buah (Bactrocera dorsalis)


Tanaman yang seringkali diserang oleh larva lalat buah diantaranya adalah belimbing, mangga,
nangka, rambutan, melon, dan semangka, cabai, jeruk, jambu, pisang susu dan pisang raja sere.
Gejala Serangan:
Gejala serangan pada buah yang terinfestasi lalat buah ditandai dengan adanya noda-noda kecil
bekas tusukan ovipositornya. Rata-rata tingkat serangan lalat buah pada cabai berkisar antara 20-
25%.
Pengendalian:
Memasang perangkap methil eugenol (ME) sebanyak 50-100 buah/ha, pada saat tanaman
berbunga. Lalat buah yang tertangkap kemudian dimusnahkan.

(BBPPTP)
3. Ulat G rayak ( Spodoptera lituraF)
Gejala Serangan:
larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak berkelompok. dengan
meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas, transparan dantinggal tulang-tulang daun saja.
Biasanya larva berada di permukaan bawah daun,umumnya terjadi pada musim kemarau.
(AnonymousA, 2011)
4. Nama : Kutu Daun (Myzus persicae)
Hama ini memiliki warna tubuh kuning kehijauan dan memiliki antena yang relatif panjang, kira-
kira sepanjang tubuhnya. Lamanya daur hidup : 7-10hari.
Gejala serangan :
Secara langsung, kutu daun ini mengisap cairan tanaman. Akibatnya, daun yang terserang
keriput, berwarna kekuningan, terpuntir dan pertumbuhan tanaman terhambat (kerdil), sehingga
tanaman menjadi layu dan mati.
Pengendalian : Gunakan Curacron 500 EC dengan konsentrasi 2 ml/l air atau Pegasus 500 SC
dengan konsentrasi 1.5 ml/l air. Keduanya digunakan secara bergantian.
(AnonymousB, 2011)
5. Tungau (Mite)
Hama mite selain menyerang jeruk, dan apel menyerang tanaman cabe juga. Tungau
bersifat parasit dimana dia merusak daun, batang maupun buah yang mengakibatkan
perubahan warna dan bentuk.
Gejala Serangan:
Dengan menghisap cairan daun sehingga warna daun terutama pada bagioan bawah
menjadi berwarna kuning kemerahan , bentuk daun menjadi menggulung ke bawah dan
akibatnya pucuk bisa mengering yang akhirnya menyebabkan daun rontok. Dalam
klasifikasi tungau termasuk dalam Ordo Acarina, Kelas Arachnidae bukan termasuk
golongan serangga. Tungau berukuran sangat kecil dengan panjang badan sekitar 0.5 mm,
berkulit lunak dengan kerangka chitin. Seperti halnya thrips, hama ini juga berpotensi
sebagai pembawa virus.
Pengendalian hama mite secara kimia dapat kita lakukan penyemprotan menggunakan
akarisida Samite 135EC. Konsentrasi yang dianjurkan adalah 0.25 – 0.5 ml/L.
(AnonymousB, 2011)

2.11 Penyakit Penting Tanaman Cabe


a. Penyakit virus kuning
Penyebab:
virus gemini yang juga banyak menyerang tanaman tembakau, tomat.
Gejala:
 Dari jauh hamparan pertanaman cabai berubah dari warna hijau menjadi menguning. Warna
kuning hampir mirip penyakit bulai pada jagung sehingga sebagian petani menyebutnya penyakit
”Bulai Amerika”.
 Pengamatan lapang menunjukkan pertanaman cabai merah yang 100% terserang tidak
menghasilkan buah sama sekali.
 Variasi gejala yang mungkin timbul pada cabai adalah sbb:
 Tipe -1. Gejala diawali dengan pucuk mengkerut cekung berwarna mosaik hijau pucat,
pertumbuhan terhambat, daun mengkerut dan menebal disertai tonjolan berwarna hijau tua.
 Tipe-2. Gejala diawali dengan mosaik kuning pada pucuk dan daun muda, gejala berlanjut pada
hampir seluruh daun menjadi bulai.
 Tipe-3. Gejala awal urat daun pucuk atau daun muda berwarna pucat atau kuning sehingga
tampak seperti jala, gejala berlanjut menjadi belang kuning, sedangkan bentuk daun tidak banyak
berubah.
 Tipe-4. Gejala awal daun muda/pucuk cekung dan mengkerut dengan warna mosaik ringan,
gejala berlanjut dengan seluruh daun berwarna kuning cerah,bentuk daun berkerut dan cekung
dengan ukuran lebih kecil, serta pertumbuhan terhambat.
Pengendalian:
 Mengolah lahan dengan baik serta memberikan pupuk berimbang untuk cabai yaitu pupuk
kandang 20-30 ton /ha, Urea 100-150 kg, 300-400 kg ZA, 150-200 kg TSP dan KCl 150-200
kg/ha, serta pemakaian plastik mulsa putih perak.
 Pembibitan dengan cara penyungkupan tempat semaian dengan kain kasa atau plastik yang telah
dilubangi. Dan membuat rak pembibitan setinggi lebih kurang 1 m
 Untuk daerah yang baru terkena serangan penyakit virus kuning tanaman muda (sampai 30 hari)
yang terserang segera dimusnahkan, dan disulam/diganti dengan tanaman yang sehat.
 Pada daerah-daerah yang telah terserang berat, tanaman muda yang terserang tidak
dimusnahkan, tetapi dibuang bagian daun yang menunjukkan gejala kuning keriting dan
kemudian disemprotkan pupuk daun.

b. Penyakit Antraknosa (Colletotrichum sp)


Penyebab:
Penyebab penyakit ini adalah cendawan Colletotrichum capsici atau Colletotrichum
gloeoporioides.
Gejala:
 Gejala pada buah membuat buah busuk. Penyakit dapat menginfeksi buah matang maupun buah
muda.
 Gejala awal adalah bercak kecil seperti tersiram air, luka ini berkembang dengan cepat sampai
ada yang bergaris tengah 3-4 cm. Perluasan bercak yang maksimal membentuk lekukan dengan
warna merah tua coklat muda, dengan berbagai bentuk konsentrik dari jaringan stromatik
cendawan yang berwarna gelap.
 Pada bagian tengah bercak pada buah terdapat kumpulan titik hitam yang merupakan kelompok
spora.
Pengendalian:
 Pemantauan dilakukan secara berkala
 Bila terdapat daun/buah tanaman sakit, bagian tanaman yang sakit dimusnahkan.
 Pertanaman disemprot dengan fungisida seperti Antrakol dengan dosis sesuai anjuran.

c. Penyakit bercak daun/ penyakit mata katak atau totol.


Penyebab:
penyakit ini adalah cendawan Cercospora capsici.
Gejala:
 Pada daun terdapat bercak-bercak kecil berbentuk bulat. Bercak ini dapat meluas hingga
mencapai garis tengah lebih dari 0,5 cm. Pusat bercak berwarna pucat sampai putih, dengan tepi
berwarna lebih tua.
 Pada serangan berat, daun-daun menjadi gugur. Selain menyerang daun, bercak juga sering
ditemukan pada batang, juga tangkai buah.
 Serangan pada tangkai buah dapat meluas ke bagian buah dan menyebabkan gugur buah.
Pengendalian:
Dilakukan dengan penyemprotan fungisida Difenoconazole dengan konsentrasi 0,5 ml/l. Interval
penyemprotan 7 hari.
d. Layu bakteri
Penyebab:
Penyebab layu bakteri ini adalah Pseudomonas solanacearum.
gejala :
 Bakteri ini biasanya ditularkan melalui tanah, benih, bibit, sisa-sisa tanaman , pengairan,
nematoda atau alat-alat pertanian.
 Tanaman yang sehat tiba –tiba saja layu yang dalam waktu tidak sampai 3 hari besoknya
langsung mati.
 Untuk memastikan penyebab layu tersebut kita bisa mengambil tanaman yang terserang ,
kemudian pangkal batangnya dibelah untuk direndam pada gelas yang berisi air bening. Apabila
bakteri maka akan ditandai dengan keluarnya cairan berwarna coklat susu berlendir semacam
asap yang keluar pembuluh batangnya di dalam air.
Pengendalian:
 Menyingkirkan tanaman yang terserang, dan tetap menjaga agar bedengan tanam selalu dalam
kondisi kering di luar.
 Melakukan rotasi tanaman dengan tanaman yang tidak sefamili bisa mengurangi resiko serangan
penyakit tersebut.
 Secara kimiawi, penyakit ini dapat dicegah dengan menyiram larutan Kocide 77WP konsentrasi
5 – 10 gr/liter pada lubang tanam sebanyak 200 ml/tanaman interval 10 – 14 hari dan dimulai
saat tanaman mulai berbunga.

e. Busuk Batang dan Busuk Daun


Penyebab:
Penyebab penyakit ini adalah cendawan Phytophthora capsici.
Gejala:
 Infeksi pertama terjadi pada titik tumbuh, bunga dan pucuk daun, kemudian menyebar ke
bagian bawah tanaman.
 Pucuk daun berubah warna dari hijau muda menjadi warna coklat, lalu hitam dan akhirnya
membusuk.
 Busuk ini merata menuju ke bagian bawah tanaman dan menyerang kuncup bunga yang lain,
sehingga seluruh bagian atas tanaman terkulai.
 Batang yang terserang menjadi busuk kering, kulitnya mudah terkelupas, akhirnya tanaman
mati.
 Dalam kondisi kelembaban tinggi terbentuk bulu-bulu berwarna hitam yang muncul dari
jaringan yang terinfeksi cendawan.
Pengendalian:
 Sanitasi lapangan dengan cara memusnahkan sisa-sisa tanaman yang terinfeksi dan gulma yang
bersifat inang.
 Rotasi tanaman dengan tanaman bukan inang, seperti dari padi-padian dan palawija
Pengendalian serangga inang yang dapat menularkan dari satu tanaman ke tanaman lain.
 Mengatur waktu tanam yaitu dengan tidak menanam cabai
 merah pada musim hujan dengan curah hujan tinggi.
 Mengurangi kerapatan tanaman dengan cara mengatur jarak tanam.
 Memperbaiki drainase lahan.
Menggunakan fungisida yang cocok untuk cendawan antara lain fungisida sistemik Acelalamine,
Dimethomorp, Propamocarb, Oxadisil, dan pemakaian fungisida kontak Klorotalonil.
Pemberian fungisida dilakukan secara bergilir (BBPPTP, 2008).
2.12Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Hama
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT dalam garis besarnya dapat dibagi
menjadi dua (Little, 1971) yaitu:
1. Faktor dalam adalah faktor yang berada dalam tubuh orgnisme seperti organ tubuh dan
keadaan fisiologisnya.
2. Faktor luar adalah faktor yang berada di luar tubuh organisme yang mempengaruhinya
langsung dan tidak langsung yaitu faktor fisik, biotik dan makanan.
Kedua kelompok tersebut bekerjasama membentuk corak lingkungan hidup yang berbeda
yang bersifat menekan atau merangsang perkembangan OPT. kelompok factor luar dapat
dibedakan lagi menjadi factor fisik, biotic dan factor makanan.
Faktor fisik dapat dibedakan menjadi unsur cuaca dan topografi suatu daerah merupakan
faktor penghambat atau sekurang-kurangnya mempengaruhi penyebaran OPT. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan topografi yang menyebabkan terjadinya perbedaan faktor iklim dan
secara tidak langsung menimbulkan perbedaan tumbuhan yang tumbuh.
Faktor biotik adalah semua faktor yang pada dasarnya bersifat hidup dan berperan dalam
keseimbangan populasi OPT. Termasuk dalam faktor biotik adalah parasit, predator, kompetisi
dan resistensi tanaman.Faktor makanan adalah unsur utama yang menentukan perkembangan
OPT. tersedianya inang(tanaman dan hewan) yang menjadi sumber makanan merupakan factor
pembatas dalam menentukan taraf kejenuhan populasi (carryng Capacity) lingkungan atas OPT.
Faktor cuaca mempunyai peranan penting dalam siklus kehidupan serangga. Dalam batas
yang luas, cuaca mempengaruhi penyebarannya, kelimpahanya, dan sebagai salah satu faktor
utama penyebab timbulnya serangan hama.
Kelimpahan serangga berhubungan erat dengan perbandingan antara kelahiran dan kematian
pada suatu waktu tertentu. Kelahiran dipengaruhi antara lain oleh cuaca, makanan dan taraf
kepadatannya. Kematian terutama dipengaruhi oleh cuaca dan musuh alami. Kepadatan dapat
mengakibatkan emigrasi yang dapat berarti sebagai kurangnya individu di suatu lokasi yang
dianggap suatu kematian. Cuaca berpengaruh langsung terhadap tingkat kelahiran dan kematian,
secara tidak langsung cuaca mempengaruhi hama melalui pengaruhnya terhadap kelimpahan
organisme lain termasuk musuh alaminya.
Organisme, khususnya serangga mempunyai daya menahan pengaruh faktor lingkungan
fisik sehingga menjadi kebal. Organisme serangga dapat mengatasi keadaan yang ekstrem berupa
adaptasi yang berhubungan dengan faktor genetis atau penyesuain yang sifatnya fisiologis.
Serangga sesuai dengan sifatnya mempunyai kemampuan meyesuaikan diri dengan lingkungan
tetapi karena serangga juga mempunyai sayap, serangga dapat pindah menghindari tempat yang
ekstrim mencari tempat yang lebih sesuai.
Faktor cuaca dapat mempengaruhi segala sesuatu dalam sistem komunitas serangga anatara
lain fisiologi, perilaku, dan ciri-ciri biologis lainnya baik langsung maupun tidak langsung.
Faktor cuaca dapat dipisahkan menjadi unsur-unsur cuaca: suhu, kelembaban, cahaya dan
pergerakan udara/angin.
1. Suhu
Pengaruh suhu terhadap kehidupan serangga banyak dipelajari di negara beriklim
dingin/sedang, dimana suhu selalu berubah menurut musim. Di negara tropika seperti Indonesia
keadaanya berbeda, iklimnya hampir sama sehingga variasi suhu relatif kecil. Perbedaan suhu
yang nyata adalah karena ketinggian. Serangga adalah organisme yang sifatnya poikilotermal
sehingga suhu badan serangga banyak dipengaruhi dan mengikuti perubahan suhu udara.
Beberapa aktifitas serangga dipengaruhi oleh suhu dan kisaran suhu optimal bagi serangga
bervariasi menurut spesiesnya. Secara garis besar suhu berpengaruh pada kesuburan/produksi
telur, laju pertumbuhan dan migrasi atau penyebarannya.
Mengukur kecepatan pertumbuhan serangga dalam hubungannya dengan suhu dapat
dilakukan sengan thermal constant. Hal tersebut berdasarkan asumsi bahwa terdapat hubungan
antara perkembangan serangga dengan jumlah thermal constant biasanya dinyatakan dengan hari
derajat (day degree accumulation). Walaupun kurang tepat namun sering digunakan untuk
perkiraan perkembangan serangga.
Kematian serangga dalam hubungannya dengan suhu terutama berkaitan dengan pengaruh
batas-batas ekstrim dan kisaran yang masih dapat ditahanserangga (suhu cardinal). Suhu yang
sangat tinggi mempunyai pengaruh langsung terhadap denaturasi/ merusak sifat protein yang
mengakibatkan serangga mati. Pada suhu rendah kematian serangga terjadi karena terbentukknya
kristal es dalam sel.
2. Kelembaban
Serangga seperti juga hewan yang lain harus memperhatikan kandungan air dalam tubuhnya,
akan mati bila kandungan airnya turun melewati batas toleransinya. Berkurangnya kandungan air
tersebut berakibat kerdilnya pertumbuhan dan rendahnya laju metabolisme. Kandungan air
dalam tubuh serangga bervariasi dengan jenis serangga, pada umumnya berkisar antara 50-90%
dari berat tubuhnya. Pada serangga berkulit tubuh tebal kandungan airnya lebih rendah.
Agar dapat mempertahankan hidupnya serangga harus selaluu berusaha agar terdapat
keseimbangan air yang tepat. Beberapa serangga harus dilingkungan udara yang jenuh dengan
uap air sedang yang lainnya mampu menyesuaikan diri pada keadaan kering bahkan mampu
menahan lapar untuk beberapa hari.
Kelembaban juga mempengaruhi sifat-sifat, kemampuan bertelur dan pertumbuhan serangga.
3. Cahaya
Cahaya mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan, perkembangannya dan tahan
kehidupannya serangga baik secara langsung maupun tidak langsung. Cahaya mempengaruhi
aktifitas serangga, cahaya membantu untuk mendapatkan makanan, tempat yang lebih sesuai.
Setiap jenis serangga membutuhkan intensitas cahaya yang berbeda untuk aktifitasnya.
Berdasarkan hasl di atas serangga dapat digolongkan menjadi :
o Serangga diurnal yaitu serangga yang membutuhkan intensitas cahaya tinggi aktif pada siang
hari
o Serangga krepskular adala serangga yang membutuhkan intensitas cahaya sedang aktif pada
senja hari.
o Serangga nokturnal adalah serangga yang membutuhkan intensitas cahaya rendah aktif pada
malam hari.
4. pergerakan udara
Pergerakan udara merupakan salah satu faktor yang penting dalam penyebaran kehidupan
serangga. Penyebaran arah serangga kadang mengikuti arah angin.
Faktor fisik dapat dibedakan menjadi unsur cuaca dan topografi suatu daerah merupakan
faktor penghambat atau sekurang-kurangnya mempengaruhi penyebaran OPT. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan topografi yang menyebabkan terjadinya perbedaan faktor iklim dan
secara tidak langsung menimbulkan perbedaan tumbuhan yang tumbuh.
(Semangun, 1979)

2.13 Faktor yang Mempengaruhi Epidemiologi Tumbuhan


Penyakit tumbuhan adalah kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh jamur, bakteri,
virus, mikoplasma, dan yang disebabkan oleh faktor lingkungan yang tidak cocok.
Sebagai penyebab penyakit, jamur dan cendawan memegang peranan paling
penting. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh jamur dan bakteri disebut penyakit parasiter.
Penyakit yang disebabkan oleh faktor luar seperti kekurangan hara, suhu yang tidak sesuai
disebut penyakit fisiologis, penyakit fisiogenis atau penyakit abiotis.
Jamur penyebab penyakit tumbuhan kebanyakan disebarkan dengan beberapa macam
bentuk spora, atau dengan potongan-potongan benang jamur. Alat-alat penular ini disebarkan
oleh angin, air, hewan, dan manusia maupun oleh kontak antara bagian tanaman yang sehat
dengan yang sakit, dan dapat juga terbawa bahan tanaman seperti biji dan umbi.
Virus dan mikoplasma disebarkan oleh serangga, oleh manusia sendiri maupun terbawa
oleh bahan tanaman.
Spora jamur jika jatuh pada jaringan tumbuhan yang peka, dan faktor luar sesuai, akan
berkecambah dengan membentuk pembuluh kecambah, yang untuk sementara waktu tumbuh
pada permukaan tumbuhan. Spora dan pembuluh kecambah ini sangat peka terhadap perubahan
faktor luar. Disamping itu juga peka terhadap lapisan pestisida yang mungkin ada dipermukaan
badan tanaman.
Di alam, agar terjadi sesuatu penyakit harus ada tiga komponen, yaitu : pathogen, faktor
luar, dan tumbuhan atau hospos (“host”). Komponen ini membentuk “segitiga penyakit”
(“disease triangle”). Untuk pertanaman (crop), faktor manusia sangat menentukan bagi terjadinya
penyakit. Manusia mempengaruhi pathogen, faktor lingkungan maupun tanamannya. Dengan
demikian maka pada penyakit pertanaman terdapat “segiempat penyakit” (“disease square”)
(Robinson, 1976).
Mengingat penyebab-penyebab penyakit sangat halus, maka faktor lingkungan sangat
besar pengaruhnya terhadap terjadinya penyakit.
(Maheswari, 1970)
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Pengamatan


o Tempat : Lahan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya – Ngijo
o Waktu : 16 November 2011

3.2 Alat Bahan dan Fungsi


o Alat
 Spore trap, untuk menangkap spora dan penyakit di udara
1. Objek Glass : Sebagai media tempat meletakan minyak twin
2. Petridish : Sebagai tempat untuk menyimpan spora di lab
3. Plastik Wraping : Sebagai alat untuk membungkus petridish
4. Selotip : Sebagai alat untuk menempelkan objek glass ke tanaman

 Yellow trap, untuk menangkap serangga terbang


1. Kayu : Sebagai alat untuk meletakkan yellow trap
2. Botol air mineral : Sebagai alat untuk melingkarkan yellow trap

 Pit fall, untuk menangkap serangga di tanah


1. Plastik : Untuk penyimpanan semantara serangga
2. Gelas air mineral : Untuk tempat perangkap
3. Cetok : Untuk menggali tanah
4. Pengaduk : Untuk menghomogenkan larutkan

o Bahan
 Spore trap
1. Minyak twin : Bahan supaya spora bisa melekat

 Yellow trap
1. Kertas + feromon : Untuk menangkap serangga

 Pit fall
1. Detergen : Untuk menarik serangga agar masuk ke perangkap
2. Air : Sebagai pelarut detergen
3.3 Cara Kerja
a. Spore trap
Siapkan 3 buah gelas preparat

Gelas preparat diolesi minyak twin secara merata pada satu sisi nya

Satu sisi lagi di tempeli double tip/ selotip

Tempelkan pada tanaman cabai, pada 3 bagian yaitu: bagian atas (daun bagian atas), bagian
tengah (daun bagian tengah), dan bagian bawah
(batang bagian bawah)

Biarkan selam 24 jam

Setelah 24 jam gelas preparat diambil, ditaruh dalam petridish dan di wrapping

Diamati dalam mikroskop (hitung jumlah dan dokumentasikan spora)


b. Yellow trap
Menyiapkan alat dan bahan

Lingkarkan yellow trap pada botol air mineral, yang ada feromon di luar

Lekatkan kedua ujung nya dengan menggunakan double tip atau secara langsung antar ujung
yellow trap

Masukkan botol kedalam kayu yang sudah ditempelkan kedalam lahan pengamatan dengan
tinggi tidak melebihi tinggi tanaman.

Ambl yellow trap setelah satu hari

Masukkan dalam kantong plastik

Amati dan identifikasi hewan/serangga yang tertangkap (dokumentasikan)

c. Pit fall
Siapkan 10 gelas air mineral

Larutan detergen ( isi gelas aqua dengan larutan sabun sebanyak kurang lebih dengan tebal 2 cm)
Lubang untuk meletakkan pit fall, letak disesuaikan dengan keadaan lahan dan metode
penggambilan sempel

Benamkan gelas air mineral tadi ke dalam tanah, sampai ujung gelas rata dengan permukaan
tanah

Letakan 10 gelas air mineral tersebut di setiap sudut dan secara acak sisanya

Diamkan selama 24 jam

Ambil Serangga hama yang terkumpul


masukkan dalam kantong plastic setelah 1 hari pitfall dipasang

Melakukan identifikasi terhadap serangga hama

Hasil

3.4 Fungsi Perlakuan


Untuk perlakuan pertama yaitu pemasangan spore trap, hal pertama yang harus di lakukan
adalah objek glass/gelas preparat di lumuri dengan minyak twin, tujuan nya agar spora
menempel pada objek glass. Oblek glass diletakkan pada tiga bagian ajir, yaitu bagian atas,
tengah dan bawah. Dibiarkan selama 1x 24 jam. Ambil dan lakukan pengamatan pada
laboratorium dengan memindahkan ke petri dish terlebuh dahulu lalu diamati dengan
menggunakan mikroskop. Spore trap ini digunakan untuk menjebak spora dan penyakit yang
terbawa angin dan berterbangan di udara.
Untuk perlakuan kedua yaitu pemasangan yellow trap, yang pertama adalah melingkarkan kertas
yellow trap pada botol air mineral dan bagian yang ada feromon nya di luar, hal ini bertujuan
agar serangga nya dapat tertangkap, setelah selesai di lingkarkan pada botol air mineral,
tancapkan pada bambu/kayu botol air mineral tadi, selanjutnya tancapkan di lahan, untuk
penancapannya jangan terlalu tinggi , jangan lebih tinggi dari tanaman yang ada di lahan
tersebut, minimal harus sama agar serangga – serangga yang ada di lahan tersebut dapat
tertangkap dengan optimum. Yellow trap digunakan untuk menarik hama yang tertarik akan
warna kuning.
Untuk perlakuan ketiga yaitu pemasangan pitfall, dengan menyiapkan gelas aqua yang diisi
air sabun atau detergen, maksudnya agar serangga yang ada di permukaan tanah dapat tertarik
dengan bau nya, untuk airnya jangan terlalu penuh agar serangga yang telah terjebak masuk tidak
dapat kembali keluar dari gelas air mineral. Biarkan selama 1 x 24 jam. Lalu ambil dan
masukkan serangga yang tertangkap dalam plastik. Pit fall digunakan untuk menjebak hama /
serangga yang hidupnya di permukaan tanah.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penangkapan Spora


a. Jumlah Spora
Jumlah spora berdasarkan peletakan posisi objek glass pada tanaman

Bagian Atas Tanaman Bagian Tengah Bagian Bawah Tanaman


Tanaman
1 Spora 1 Spora 0 Spora

c. Gambar
Gambar Spora

c. Analisa Hasil Pengamatan


Dari spore trap yang telah di letakan di lahan kemudian di lakukan pengamatan dengan
menggunakan mikroskop di laboratorium , spora yang diamati kurang dapat terlihat jelas, namun
dari ketiga objek glass tadi setelah diamati dengan seksama ternyata terlihat, walaupun agak
kurang jelas, yaitu pada objek glass yang di letakan di bagian atas tanaman di temukan 1 spora ,
di bagian tengah 1 spora dan pada objek glass yang di letakan di bagian bawah tanaman di
temukan 0 spora.
Hal itu karena spora itu mudah tertiup angin maka sebaranya lebih banyak d bagian atas
tanaman. Selain itu spora juga terdapat pada buah cabai yang terkena antraknosa dimana salah
satu ciri terkena antraknosa itu pada bagian tengahnya terdapat bercak hitam itu nerupakan
sekumpulan dari spora, pemasangan perangkap yang dekat dengan buah yaitu bagian tengah dan
atas ada spora yang tertangkap. Sedangkan untuk yang paling bawah tidak ada spora, karena
selain jauh dari buah dan juga spora yang mendarat ditanah tidak akan aktif dan persebaran spora
adalah melalui angin jadi peluang spora mendarat lebih besar pada bagian atas dan tengah.
4.2 Pit Fall
Gambar arthropoda pada pitfall
a. Hama
Nama Arthropoda Jumlah
Jangkrik 4
Kutu Daun (chrysomitidae) 1
Kumbang (meloidae) 12
Kumbang (palacridae) 1

b. Musuh Nama Jumlah Alami


Nama Arthropoda
Kepiting Jumlah
2
Laba-laba 16
Semut 1

c. Hewan Lain

d. Analisa Hasil Pengamatan


Dari hasil pengamatan di laboratorium di dapat hewan-hewan yang terperangkap
pada pit fall ialah laba-laba ada 16 ekor, jangkrik serta semut ada 1 ekor, yang mana kedua
hewan tersebut berperan sebagai musuh alami karena memakan serangga hama yang ada di lahan
cabai , kemudian ada jangkrik yang jumlah nya ada 4 ekor, kutu daun 1 ekor, serta kumbang
(meloidae) dan kumbang (palacridae) yang jumlah nya masing-masing ada 12 dan 1 ekor,
hewan-hewan tersebut berperan sebagai hama pada lahan cabai yang diamati. Kutu daun sendiri
merupakan serangga hama yang juga andil merusak tanaman cabe, serangan nya berakiat pada
daun-daun yang di hisap nya melengkung ke atas , keriting dan belang-belang, hingga akhirnya
dapat terjadi kerontokan.
Sedangkan di dapat pula dalam pitfaal hewan lain yaitu kepiting 2 ekor, kepiting ini
sebenarnya merupakan predator laut, karena lahan cabe yang diamati berdekatan dengan sawah
dan selokan , yang mana merupakan habitat hidup kepiting sehingga kepitingpun ikut
terperangkap pada pit fall yang di tanam di lahan cabe.
4.3 Yellow Trap
Gambar arthropoda pada yellow trap
a. Hama, Predator , Serangga
Nama Peran
No Jumlah
Arthropoda Hama Predator Serangga/Polinator
1 Lalat 5
2 Nyamuk 15
3 Lalat Hijau 2
Lebah 1 (Dip.
4 1
Mydidae)
Lebah 2 (Dip.
5 1
Conopidae)
b. Hewan Lain

Nama Jumlah
c. Analisa Hasil
Hewan Malam 68
Pengamatan
Dalam pengamatan di laboratorium di dapatkan dari yellow trap yang telah di pasang di
lahan selama 24 jam yaitu lalat berjumlah 5 ekor, nyamuk 15 ekor dan lalat hijau 2 ekor, ke tiga
ekor hewan tersebut berperan sebagai hama dalam lahan cabe. Lalat di katakan hama karena
pada buah cabe yang menunggu panen bisa habis dalam sekejap karen lalat dan menjadi
santapannya, dengan cara menusuk pada buah dan meletakkan sel telur nya, mentas menjadi
larva kemudian merusak buah cabe dari dalam, buah yang rusak tentu tidak akan laku bila di jual
, tentu saja hal ini sangat merugikan sekali. Kemudian ada nyamuk, bisa saja nyamuk itu di
katakan sebagai serangga lain, namun karena lahan yang di amati sangat dekat dengan sawah
jadi nyamuk yang ada di lahan dan tertangkap oleh pitfall itu merupakan nyamuk sawah, yang
mana menyerap sari-sari makanan lewat batang tanaman dengan menusukan jarum suntik di
mulutnya, jika keadaan nya seperti demikian maka dikatakan sebagai hama karena sifatnya
yang merugikan tanaman.
Kemudian dalam yelow trap juga di temukan lebah yang jumlah nya ada 2, lebah disini
berperan sebagai serangga penyerbuk atau yang lebih di kenal dengan nama polinator,
hewan ini membantu penyerbukan tanaman cabe .
Di temukan juga 68 ekor, cukup banyak hewan malam yang tertangkap oleh yellow
trap , karena saat pemasangan yellow trap di lakukan pada sore hari kemudian di biarkan
selama 24 jam, yaitu dimulai dari sore ke malam kemudian sampai ke sore lagi, sehingga tidak
heran jika banyak hewan malam yang terperangkap dalam yellow trap.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dalam praltikum yang telah di laksanakan digunakan tiga perangkap yaitu, spore trap,
pitfall dan yellow trap, dapat disimpulkan dari hasil praktikum yaitu :
 Spore trap
Spore trap di pasang dengan cara memasang minyak twin pada objek glass yang di tempelkan
pada ketiga bagian tanaman, spore trap ini efektif untuk menangkap spora dan penyakit yang
berterbangan di udara. Dari praktikum di lahan di temukan 1 spora pada objek glass yang di
pasang di bagian atas tanaman, 1 spora yang di pasang di bagian tengah tanaman, dan 0 spora
pada bagian bawah spora.
 Yellow trap
Yellow trap di pasang dengan cara menggunbakan kertas yang telah di lumuri feromon , agar
serangga tertarik dan kertas ini juga berwarna kuning agar dapat menarik serangga yang tertarik
dengan warna kuning, selain itu juga yellow trap ini dapat menangkap / memerangkap serangga
yang terbang di atas lahan. Di dapat dari perangkap yang telah di pasang adalah lalat 5 ekor,
nyamuk 15 ekor, lalat hijau 2 ekor, lebah 2 ekor.
 Pit fall di pasang dengan cara menggunakan larutan detergen yang berfungsi untuk menarik
serangga, kemudian di masukan ke dalam gelas air mineral dan di benamkan rata dengan
permukaan tanah, sehingga serangga yang berada di permukaan tanah dapat masuk ke dalam
pitfall. Di dapat dari pitfall yang di pasang adalah laba-laba 16 ekor , jangkrik 4 ekor, semut 1
ekor, kumbang 13 ekor, kutu daun 1.
 Dari perangkap yang dipasang juga di temukan hewan lain yang tertangkap, hal ini karena lahan
cabe yang berbatasan langsung dengan hewan lain tersebut dan waktu pemasangan perangkap
yang melewati masa hidup hewan lain yang tertangkap

5.2 Saran
Dalam praktikum peramalan hama dan epidomolgi telah berjalan dengan cukup lancar, hanya
saja saya pribadi sebagai praktikan yang telah melaksanakan praktikum phep belum paham
mengenai cara penggunaan data yang telah di pakai kemudian dibuat menjadi suatu model
peramalan, dan juga dilakukan praktikum untuk membaca atau memahami suatu model
peramalan.
DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan (Terjemahan Munzir Busnia). Gadjah Mada University
Press.
AnonymousA.2011. Hama Penting Tanaman Cabai. http://buletinagraris.blogspot.com/2007/12/thrips-
parvisipinus-hrips-parvisipinus.html
AnonymousB. Hama Penting Tanaman Cabai. http://buletinagraris.blogspot.com/2007/12/thrips-
parvisipinus-hrips-parvisipinus.html
BBPPTP. 2008. Teknologi Budidaya Cabai. Badan Penelitian dan Pengembangan. Lampung
lampung.litbang.deptan.go.id/ind/.../teknologibudidayacabai.pdf
Daryanto. 2005. Pedoman Pengenalan dan Pengendalian OPT pada Tanaman Tomat. Direktorat
Perlindungan Hortikultura. Jakarta.
Maheswari, R. 1970. The physiology of penetration and infection by urediospores of rust fungi. Dalam:
Plant Disease Problems, Proceedings of the First International Symposium on Plant Pathology,
Indian Phytopathological Society 1966/1967 : 824-829.
Mustafa, H. 2000. TEKNIK SAMPLING. Niaga Swadaya. Jakarta.
Oka, I.N. 1998. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. UGM Press. Yogyakarta.
Pracaya, 1992. Hama Penyakit Tanaman, Penebar Swadaya, Jakarta.
Robinson, R.A. 1976. Plant Pathosystems. Springer-Verlag, Berlin, 184 p.
Sastrahidayat, I.R. 1997. Fitopatometri Suatu Cara Menghitung Besarnya Tingkat Kerusakan Oleh
Penyakit Tanaman. Universitas Brawijaya. Fakultas Pertanian. Jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan. Malang.
Semangun, H. 1979. PENYAKIT TUMBUHAN, HUBUNGANNYA DENGAN IKLIM DAN CUACA.
UGM Press. Yogyakarta.
Tim Dosen jurusan Hama Penyakit Tumbuhan. 2011. Modul Praktikum Peramalan Hama dan
Epidomologi Penyakit Tumbuhan. Universitas Brawijaya. Fakultas Pertanian. Jurusan Hama dan
Penyakit Tumbuhan. Malang.
Tjahjadi N., 1991. Hama dan Penyakit Tanaman, Kanisius, Yogyakarta.
http://muhamadkindi.blogspot.com/2011/12/laporan-peramalan-hama-dan-epidemiologi.html

Anda mungkin juga menyukai