Anda di halaman 1dari 21

DESAIN ELEMEN STRUKTUR

BATANG TARIK

Dosen

Agyanata Tua Munthe, ST, MT

Kelompok 4

Adlan Rafli Pramudya ( 41118210005 )

Tegar Permadi ( 41118210008 )

Muhamad Sopian ( 41118210006 )

Rico Pratama Putra ( 41117210025 )

Himawan Dwi Prasetyo ( 41117210038 )

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MERCUBUANA

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................................... II
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................. III
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................................................ 1
BAB II DASAR TEORI ............................................................................................................................... 2
BAB III PEMBAHASAN............................................................................................................................. 3
1.1 Batang tarik ............................................................................................................................. 3
2.1 Macam – macam Batang Tarik untuk keperluan konstruksi................................................... 3
3.1 Desain Elemen Batang Tarik ................................................................................................... 5
3.1.1 Tahanan Normal .................................................................................................................... 7
3.1.2 Kondisi Leleh dari Luas Penampang Kotor ............................................................................ 7
3.1.3 Kondisi Fraktur dari Luas Penampang Efektif pada Sambungan ......................................... 8
3.1.4 Luas Neto ............................................................................................................................ 9
3.1.5 Efek Lubang Berselang – seling pada Luas Neto .............................................................. 10
3.1.6 Luas Neto Efektif ............................................................................................................... 12
3.1.7 Geser Blok ( Block Shear ) ................................................................................................. 14
3.1.8 Kelangsingan Struktur Tarik .............................................................................................. 16
3.1.9 Transfer Gaya Pada Sambungan ....................................................................................... 16
4.1 Contoh Desain Batang Tarik ( Metode ASD ) ........................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................. 17

II
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan
pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah


berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa
disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan
kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik lagi.

Bekasi, 1 Oktober 2019

Penulis

III
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Konstruksi rangka umumnya dibuat dari bahan kayu, dan digunakan pada
bangunan yang memiliki sistem struktur atap, seperti bangunan sekolah, perkantoran,
rumah sakit, rumah tinggal, tempat ibadah, ruang serba guna, pabrik, dan lain-lain;
dengan bahan penutup atap dari genteng, seng, asbes, maupun metal sheet. Banyaknya
kelebihan yang dimiliki oleh baja memberikan alternatif yang efektif dan efisien dalam
hal kegunaannya sebagai rangka atap. Saat ini baja ringan menjadi material bangunan
yang sedang tren, rangka atap baja lebih dominan terkenal dibanding material baja
untuk struktur lainnya. Penggunaan baja sebagai rangka atap menarik untuk dikaji.
Banyaknya kelebihan baja dibandingkan material lain yang biasa digunakan untuk
struktur rangka atap hendaknya menjadikan baja sebagai pilihan utama
masyarakat dalam hal pembuatan rangka atap untuk bangunan-bangunan gedung
mereka. Munculnya tren baru penggunaan baja sebagai material pembuatan rangka atap
mendorong nalar kami untuk mengkaji lebih dalam fenomena ini.
1.2. Rumusan Masalah
1 . Apa itu Batang Tarik ?
2. Macam- macam batang tarik untuk konstruksi ?
3. Bagaimana desain elemen batang tarik
4. Perhitungan Batang Tarik Metode ASD dan LRFD
1.3. Tujuan Penyusunan
Adapun tujuan dari penyusunan laporan ini antara lain adalah :

• Menambah dan memberikan pemahaman tentang perencanaan struktur baja dalam mata
kuliah struktur baja 1 .

• Mengetahui macam macam batang tarik yang dipakai dalam perancangan konstruksi

1
BAB II
DASAR TEORI

Sejak dulu, penggunaan kayu sebagai kerangka bangunan memang sangat lazim
digunakan, apalagi di Indonesia sendiri terdapat berbagai jenis kayu dengan kualitas dan
harga yang berbeda-beda. Namun, untuk sekarang ini sudah ada alternatif pengganti kayu
yang biasa digunakan sebagai kerangka konstruksi, yaitu konstruksi baja adalah salah
satunya. Bangunan yang berkelanjutan adalah bangunan yang memakai metode dan bahan
bangunan yang sangat memprioritaskan kualitas lingkungan, vitalitas ekonomi dan
keuntungan sosial melalui perencanaan pembangunan, operasional bangunan, perawatan dan
dekonstruksi lingkungan binaan tersebut. Bangunan yang berkelanjutan menekankan pada
lingkungan, ekonomi dan pengaruh sosial pada proyek pembangunan sebagai suatu integrasi
yang utuh dan bukan memandang salah satu faktor sebagai individu yang berlainan.

Di - era modern ini baja sangat sering dijumpai dalam pembangunan karena kekuatannya
serta segala kelebihan yang tidak dijumpai di material lain, baja berkembang menjadi
material yang sangat di perlukan dalam konstruksi sehingga banyak pembangunan
menggunakan bahan dari baja seperti halnya jembatan, atap, menara dan masih banyak lagi .
Dalam pendesainan struktur baja batang tarik dapat memengaruhi kekuatan struktur tersebut,
sehingga diperlukan kajian untuk mengetahui perilaku batang tarik tersebut . Batang tarik
terdapat berbagai macam ragamnya seperti profil bulat, WF, Pelat, Siku ganda , Siku bintang,
dll yang umumnya digunakan untuk struktur baja .

2
BAB III
PEMBAHASAN

1.1 Batang tarik


Batang tarik didefinisikan sebagai batang-batang dari struktur yang dapatmenahan
pembebanan tarik yang bekerja searah dengan sumbunya.Batang tarikumumnya terdapat
pada struktur baja sebagai batang pada elemen struktur penggantung,
rangka batang (jembatan, atap dan menara).Selain itu, batang tarik sering berupa batang
sekunder seperti batang untuk pengaku sistem lantai rangka batang atau untuk penumpu
antara sistem dinding berusuk (bracing).Batang tarik dapat berbentuk profil tunggal ataupun
variasi bentuk darisusunan profil tunggal. Bentuk penampang yang digunakan antara lain
bulat, platstrip, plat persegi, baja siku dan siku ganda, kanal dan kanal ganda, profil WF, H,I,
ataupun boks dari susunan profil tunggal. Secara umum pemakaian profiltunggal akan lebih
ekonomis, namun penampang tersusun diperlukan bila:

1.) Kapasitas tarik profil tunggal tidak memenuhi


2.) Kekakuan profil tunggal tidak memadai karena kelangsingannya
3.) Pengaruh gabungan dari lenturan dan tarikan membutuhkan kekakuanlateralyang
lebih besar.
4.) Detail sambungan memerlukan penampang tertentu Faktor estetika.

2.1 Macam – macam Profil Batang Tarik untuk keperluan konstruksi

3
Struktur Atap Struktur Jembatan

Struktur Menara Ikatan Angin

4
3.1 Desain Elemen Batang Tarik

Metode ASD
Batang tarik, pada umumnya didesain berdasarkan persyaratan kekuatan, yaitu
tegangan tarik yang terjadi akibat gaya yang bekerja, tidak boleh melebihi tegangan ijin
dari bahan :

 = Tegangan tarik pada batang


 = Tegangan ijin bahan
P+ = Gaya aksial tarik yang bekerja pada batang
An = Luas netto penampang batang

Tegangan yang dihitung akibat beban kerja/layan harus berada dalam batas elastis,
yaitu tegangan sebanding dengan regangan seperti ditunjukkan pada grafik berwarna
hijau pada kurva tegangan-regangan baja di bawah.

5
Metode LRFD
Pendekatan umum berdasarkan faktor daya tahan dan beban, atau disebut
dengan Load Resistance Design Factor (LRFD) ini adalah hasil penelitian dari Advisory Task
Force yang dipimpin oleh T. V. Galambos. Pada metode ini diperhitungkan mengenai
kekuatan nominal Mn penampang struktur yang dikalikan oleh faktor pengurangan kapasitas
(under-capacity) ϕ, yaitu bilangan yang lebih kecil dar 1,0 untuk memperhitungkan ketidak-
pastian dalam besarnya daya tahan (resistance uncertainties). Selain itu diperhitungkan juga
faktor gaya dalam ultimit Mu dengan kelebihan beban (overload) γ (bilangan yang lebih besar
dari 1,0) untuk menghitung ketidak-pastian dalam analisa struktur dalam menahan beban mati
(dead load), beban hidup (live load), angin (wind), dan gempa (earthquake).

Mu ≤ Ø.Mn

Struktur dan batang struktural harus selalu direncanakan memikul beban yag lebih
besar daripada yang diperkirakan dalam pemakaian normal. Kapasitas cadangan ini
disediakan terutama untuk memperhitungkan kemungkinan beban yang berlebihan. Selain
itu, kapasitas cadangan juga ditujukan untuk memperhitungkan kemungkinan pengurangan
kekuatan penampang struktur. Penyimpangan pada dimensi penampang walaupun masih
dalam batas toleransi bisa mengurangi kekuatan. Terkadang penampang baja mempunyai
kekuatan leleh sedikit di bawah harga minimum yang ditetapkan, sehingga juga mengurangi
kekuatan.

 Pemeriksaan kekuatan batang

Untuk pemeriksaan kekuatan dari batang tarik, digunakan luas netto penampang
profil (An). Luas netto penampang adalah luas profil dikurangi luas perlemahan akibat
lubang-lubang pemasangan baut. Pada struktur baja, luas netto penampang yang disyaratkan
adalah harus lebih besar dari 85% luas penampang profil.

Luas netto penampang profil (An) = Luas profil (A) – luas lubang baut

An = A – (diameter baut + 0,1).(tebal profil)

= 9,4 – (1,9 + 0,1).(0,7) = 8 cm2 > 0,85.(9,4) = 7,99 cm2 .

6
Untuk 2 buah profil siku tersusun, An = 2.(8) = 16 cm2

Tegangan tarik pada batang :  = P+/An = 5000/16 = 312,5 kg/cm2

Tegangan tarik yang terjadi pada batang :  = 312,5 kg/cm2, harga ini lebih kecil dari  =
1600 kg/cm2. Dengan demikian ukuran profil siku yang dipilih, cukup kuat.

 Pemeriksaan kekakuan batang

Momen inersia penampang batang : I = 2.(42,4) = 84,8 cm4 dan luas penampang
batang : A = 2.(9,4) = 18,8 cm2.Jari-jari inersia batang : i =√I/A = √(84,8/18,8) = 2,12 cm.
Untuk panjang batang : Lk = 400 cm, maka nilai kelangsingan batang adalah :  = Lk/i =
400/2,12 = 189. Karena nilai kelangsingan batang ini lebih kecil dari kelangsingan batang
yang disyaratkan untuk batang tarik yaitu  = 300, maka kekakuan batang memenuhi
persyaratan.

3.1.1 Tahanan Nominal


Dalam menentukan tahanan nominal suatu batang tarik , harus diperiksa
terhadap 3 macam kondisi keruntuhan yang menentukan, yaitu :
1. Leleh dari luas penampang Kotor, didaerah jauh dari sambungan
2. Fraktur dari luas penampang efektif pada daerah sambungan
3. Geser Blok pada Sambungan.
Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 10.1 : Komponen struktur yang menerima
beban tarik aksial terfaktor sebesar Tu maka harus memenuhi :

Tu  Tn

SNI 03-1729-2002 menggunakan notasi Nu untuk menyatakan gaya tarik aksial terfaktor
namun digunakan notasi Tu untuk membedakan dengan notasi untuk gaya tekan aksial
sedangkan Tn adalah tahanan nominal dari penampang yang ditentukan berdasarkan 3
macam kondisi keruntuhan batang tarik .

3.1.2 Kondisi Leleh dari Luas Penampang Kotor’


Bila Kondisi Leleh yang menentukan , maka tahanan nominal, Tn dari batang tarik
memenuhi persamaan :
Tn = Ag • fy
dimana : Ag = luas penampang kotor, mm2
fy = kuat leleh material, MPa

7
3.1.3 Kondisi Fraktur dari Luas Penampang Efektif pada Sambungan
Untuk Batang Tarik yang mempunyai lubang ( untuk penempatan sambungan ),
maka luas penampangnya tereduksi di sebut luas Netto (An), Lubang pada batang
menimbulkan konsentrasi tegangan akibat beban kerja.

Bila kondisi fraktur pada sambungan yang menentukan, maka tahanan nominal, Tn, dari
batang tersebut memenuhi persamaan :
Tn = Ae fu
Dengan : Ae ( luas penampang efektif ) = U. An
An = luas netto penampang, mm2

U = Koefisien reduksi

fu = tegangan tarik putus, Mpa


Dengan  adalah faktor tahanan, yang besarnya adalah :
 = 0,9 untuk kondisi leleh, dan
 = 0,75 untuk kondisi fraktur
Faktor tahanan untuk kondisi faktur diambil lebih kecil daripada untuk kondisi leleh,
sebab kondisi fraktur lebih getas/berbahaya, dan sebaiknya tipe keruntuhan jenis ini
dihindari.

8
3.1.4 Luas Neto
Lubang yang dibuat pada sambungan untuk menempatkan alat pengencang seperti
baut atau paku keling, mengurangi luas penampang sehingga mengurangi pula tahanan
penampang tersebut .
Menurut SNI 03-1729-2002 Pasal 17.3.5 mengenai perlubangan untuk baut,
dinyatakan bahwa suatu lubang bulat untuk baut harus dipotong dengan mesin pemotong
dengan api, atau dibor ukuran penuh, atau di-punch 3 mm lebih kecil dan kemudian
diperbesar atau di-punch penuh.

Dalam perhitungan luas neto penampang maka lebar lubang baut harus diambil sebesar
ukuran lubang nominal (Tabel 3.1) ditambah dengan 2 mm.

Selain itu, dinyatakan pula bahwa suatu lubang yang di-punch hanya diijinkan pada
material dengan tegangan leleh (fy) tidak lebih dari 360 MPa dan ketebalannya tidak
melebihi 5600/fy mm. Luas netto penampang batang tarik tidak boleh diambil lebih besar
daripada 85% luas brutonya,

9
3.1.5 Efek Lubang Berselang – seling pada Luas Neto
Lubang baut dapat diletakan berselang seling seperti pada gambar 3.5. Dalam SNI 03-
1729-2002 pasal 10.2.1 diatur mengenai cara perhitungan luas netto penampang dengan
lubang yang diletakan berselang seling, dinyatakan bahwa luas netto harus dihitung
berdasarkan luas minimum antara potongan 1 dan potongan 2 .

Dari potongan 1 – 1 diperoleh : An = Ag – n. d. t

Dari Potongan 1 – 2 diperoleh : An = Ag – n. d. t +  (S 2. t )/ (4 u )


Dimana : Ag = luas penampang kotor
An = luas penampang netto
t = tebal penampang
d = diameter lubang
n = banyak lubang dalam satu potongan
s dan u = jarak antara lubang.
Jika sambungan yang diletakan berselang seling tersebut dijumpai pada sebuah profil
siku, kanal atau WF, maka penentuan nilai u dapat dilakukan sebagai berikut :

10
Tentukan Anetto minimum dari batang tarik berikut ini,  baut = 19 mm, tebal pelat
6 mm
Penyelesaian : Luas Bruto, Ag = 6 x ( 60 + 60 + 100 + 75 ) = 1770 mm2

lebar lubang = 19 + 2 = 21 mm
Potongan AD
An = 1770 – 2 × 21 × 6 = 1518 mm2
Potongan ABD
552 × 6 552 ×6
An = 1770 – 3 × 2 × 6 + + = 1513 mm2
4 ×60 4 ×100
Potongan ABC
552 × 6 502 ×6
An = 1770 – 3 × 21 × 6 + + = 1505,125 mm2
4 ×60 4 ×100

Periksa terhadap syarat An  0.85. Ag

0,85 Ag = 0,85 (1770) = 1504,5 mm2

Hitung An minimum dari batang tarik berikut, yang terbuat dari profil siku
L100.150.10 dengan  lubang = 25 mm

11
Luas kotor Ag = 2420 mm2 ( tabel profil baja )
Lebar Lubang = 25+2 = 27 mm

Potongan AC = An = 2420 – 2(27)(10) = 1880 mm2


752 ×10 752 ×10
Potongan ABC = An = 2420 – 3(27)(10) + + = 1978,3 mm2
4×60 4×105

Periksa terhadap syarat An = 0,85. Ag.

0,85 Ag = 0,85 (2420) = 2057 mm2


Jadi An minimum adalah 1880 mm2

3.1.6 Luas Neto Efektif


Kinerja batang tarik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, tetapi yang penting di
cermati adalah sambungan karena sambungan akan memperlemah batang tersebut. Efisiensi
sambungan merupakan fungsi dari daktilitas material, jarak antar alat pengencang,
konsentrasi tegangan pada lubang baut serta shear lag.

Shear lag terjadi bila komponen batang tarik hanya disambung sebagian saja. Salah satu
mengatasi shear lag adalah dengan memperpanjang sambungan, Shear lag diistilahkan
menjadi luas netto efektif yang dinyatakan sebagai berikut :

Ae = U. An

Dengan Ae = Luas efektif penampang

An = Luas Netto penampang

U = koefisien reduksi = 1 – x/L < 0,9

x = exsentrisitas sambungan

L = panjang sambungan dalam arah gaya tarik

12
SHEAR LAG

Apabila gaya
tarik disalurkan dengan menggunakan alat penyambung las, maka akan ada 3 macam
kondisi yang dijumpai yaitu :
1. Bila gaya tarik disalurkan hanya oleh las memanjang ke elemen bukan pelat atau oleh
kombinasi las memanjang dan melintang, maka Ae = Ag
2. Bila gaya tarik disalurkan oleh las melintang saja :
Ae = luas penampang yang disambung las ( u = 1 )
3. Bila gaya tarik disalurkan ke elemen pelat oleh las memanjang sepanjang kedua sisi
bagian ujung elemen : Ae = u Ag
Dengan : u = 1 untuk L  2 w, u = 0,87 untuk 2w > L  1,5 w, u = 0,75 untuk 1,5w
> L  w, L = panjang las, w = jarak antar las memanjang (lebar pelat )

13
Selain ketentuan diatas, koefisien reduksi u untuk beberapa penampang menurut
manual dari ASTM adalah :
1. Penampang 1 dgn b/h = 2/3 atau penampang T yang dipotong dari penapang I dan
sambungan pada pelat sayap dengan jumlah baut lebih atau sama dengan 3 buah
perbaris u = 0,9
2. Untuk penampang yang lain dengan jumlah alat pengencang minimal 3 buah per baris
u = 0,85
3. Semua penampang dengan banyak baut = 2 buah u = 0,75.

3.1.7 Geser Blok ( Block Shear )


Elemen plat tipis menerima beban tarik, dan disambungkan dengan alat
pengencang, tahanan dari komponen tarik tersebut kadang ditentukan oleh kondisi batas
sobek atau sering disebut geser block. Pada gambar dibawah profil siku yang mengalami
sobek pada potongan a-b-c, bagian ini sobek . Geser blok merupakan penjumlahan tarik leleh
pada irisan dengan geser fraktur pada irisan lainnya yang saling tegak lurus. Dan tahanan
nominal tarik dalam keruntuhan geser blok pada persamaan :

14
1. Geser leleh – tarik fraktur ( fu.Ant  0,6 fu Anv )

Tn = 0,6 fy. Agv + fu. Ant

2. Geser fraktur – Tarik Leleh ( fu. Ant < 0,6. fu. Anv )

Tn = 0,6 fu. Anv + fy. Agt

Dengan : Agv = luas kotor akibat geser

Agt = luas kotor akibat tarik

Anv = luas netto akibat geser

Ant = luas netto akibat tarik

fu = kuat tarik

fy = kuat leleh

Contoh Soal :

Bila rasio beban hidup dengan beban mati adalah sama dengan 3, L/D = 3, hitunglah beban
kerja yang dapat dipikul olej profil L100.100.10, dengan baut berdiamater 16 mm yang
disusun seperti pada gambar dibawah ini. BJ baja 37 (fy = 240, fu = 370)

Penyelesaian :

Kondisi leleh : Tn =  Ag fy = 0,9(1920)240) = 41,472 ton

Kondisi Fraktur :

An1 = 1920 – 10(16+2) = 1740 mm2 ( 90,6%Ag)

15
An2 = 1920 – 2(10)(16+2) + (502x10) / 4x40= 1716,25 mm2 ( 89,4%Ag)

An menentukan = 85% Ag = 0,85 x 1920 = 1632 mm2

U = 1 – x/L = 1 – 28,2 / 4x50 = 0,86

Ae = u. An = 0,86 x 1632 = 1403,52 mm2

Tn =  Ae fu = 0,75 (1403,52)370 = 38,95 ton jadi tahanan rencana , Td=38,95 ton

Td > Tu = 1,2D+1,6L 38,95 = 1,2D + 1,6 (3D) = 6D diperoleh D=6,49 ton dan L = 19,47 ton. Beban
kerja, D + L = 6,49 + 19,47 = 25,96 ton

3.1.8 Kelangsingan Struktur Tarik


Untuk Mengurangi problem yang terkait dengan lendutan besar dan vibrasi, maka
komponen struktur tarik harus memenuhi syarat kekakuan. Syarat ini berdasarkan pada rasio
kelangsingan,  = L/r, dengan, nilai  diambil maksimum 240 untuk batang tarik utama, dan
300 untuk batang tarik sekunder

3.1.9 Transfer Gaya Pada Sambungan


Pada umumnya lubang pada batang tarik digunakan oleh alat pengecang, baut atau
paku keling untuk mentranfer gaya dari suatu batang ke batang tarik yang lainnya. Anggapan
dasar alat pengencang dengan ukuran yang sama akan menyalurkan gaya yang sama besarnya
bila diletakan secara simetri terhadap garis netral komponen struktur tarik.

4.1 Contoh Desain Batang Tarik ( Metode ASD )


Suatu struktur rangka batang dari baja, dengan konfigurasi dan pembebanan seperti
pada gambar. Seluruh batang menggunakan profil siku rangkap 2-L.70.70.7, yang saling
dihubungkan pada titik-titik buhul dengan pelat dan baut baja berdiameter 19 mm.
Sebagai contoh akan didesain batang T, dari struktur rangka batang. Mutu baja yang
digunakan adalah B.J. 37, dengan tegangan ijin sebesar 1600 kg/cm2.

16
Dari hasil perhitungan gaya batang, didapat besarnya gaya aksial tarik yang bekerja pada
batang T adalah 5 ton (P+ = 5 ton = 5000 kg.).
Dari Tabel Profil Baja, diketahui karakteristik dari penampang profil siku L.70.70.7
adalah :

Luas profil : A = 9,4 cm2


Momen inersia : Ix = Iy = 42,4 cm4
Tebal profil : ts = 0,7 cm
Letak titik berat : e = 1,97 cm

DAFTAR PUSTAKA

 Setiawan,Agus.2008.Perencanaan Struktur Baja dengan


Metode LRFD edisi Kedua.Jakarta:Erlangga

17
18

Anda mungkin juga menyukai