Anda di halaman 1dari 23

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pasar Modal

a) Pengertian Pasar Modal

Seperti halnya pasar pada umumnya, pasar modal

merupakan tempat bertemu antara penjual dan pembeli. Pasar

modal merupakan sarana perusahaan untuk meningkatkan

kebutuhan dana jangka panjang dengan menjual saham atau

mengeluarkan obligasi. Saham merupakan bukti kepemilikan

sebagian dari perusahaan. Sedangkan obligasi adalah suatu

kontrak yang mengharuskan peminjam untuk membayar

kembali pokok pinjaman ditambah dengan bunga dalam kurun

waktu tertentu yang sudah disepakati (Hartono, 2009).

b) Efisiensi Pasar Modal

Pasar yang efisien adalah pasar dimana harga semua

sekuritas yang diperdagangkan telah mencerminkan semua

informasi yang tersedia (Tandelilin, 2007). Menurut Husnan

(2005:256), pasar modal yang efisien merupakan pasar yang

harga-harga sekuritas-sekuritasnya telah mencerminkan semua

informasi yang relevan. Semakin cepat informasi baru

tercermin pada harga sekuritas, maka semakin efisien pasar

12
13

tersebut. Dengan demikian akan sangat sulit bagi para pemodal

untuk mendapatkan tingkat keuntungan di atas normal secara

konsisten dengan melakukan transaksi perdagangan di Bursa

Efek Beberapa kondisi yang harus terpenuhi untuk tercapainya

pasar yang efisien yaitu:

1. ada banyak investor yang rasional dan berusaha untuk

memaksimalkan keuntungan,

2. semua pelaku pasar dapat memperoleh informasi pada saat

yang sama dengan cara yang mudah dan murah,

3. informasi yang terjadi bersifat acak,

4. investor bereaksi secara cepat terhadap informasi baru,

sehingga harga sekuritas berubah sesuai dengan perubahan

nilai sebenarnya akibat informasi tersebut.

Fama (1970) mengklasifikasikan bentuk pasar yang

efisien ke dalam tiga efficient market hypothesis (EMH), yaitu:

1. Efisiensi Pasar Bentuk Lemah (weak form)

Pasar dikatakan efisien dalam bentuk lemah jika

harga surat berharga saat ini betul-betul menggambarkan

seluruh informasi yang terkandung dalam harga-harga

surat berharga di masa-masa lalu. Informasi masa lalu

merupakan informasi yang sudah terjadi. Jika pasar efisien

dalam bentuk lemah, maka nilai-nilai masa lalu tidak

dapat dipergunakan untuk memprediksi harga sekarang.


14

Ini berarti bahwa untuk pasar yang efisien dalam bentuk

lemah investor tidak dapat menggunakan informasi masa

lalu untuk mendapatkan abnormal return..

2. Efisiensi Pasar Bentuk Setengah Kuat (semi strong form)

Pasar dikatakan efisien dalam bentuk setengah kuat

jika harga-harga surat berharga betul-betul

menggambarkan seluruh informasi yang dipublikasikan.

Jadi tak seorang pun investor yang mampu memperoleh

tingkat pengembalian yang berlebihan dengan hanya

menggunakan sumber-sumber informasi yang

dipublikasikan. Termasuk jenis informasi ini adalah

laporan tahunan perusahaan atau informasi yang disajikan

dalam prospektus, informasi mengenai posisi perusahaan

pesaing, maupun harga saham historis.

3. Efisiensi Pasar Bentuk Kuat (strong form)

Pasar dikatakan efisien dalam bentuk kuat jika harga-

harga sekuritas secara penuh mencerminkan semua

informasi yang tersedia, termasuk informasi yang privat.

Jika pasar modal efisien dalam bentuk ini maka tidak ada

individual atau group dari investor yang dapat

memperoleh abnornal return .


15

c) Reaksi Harga Saham terhadap Informasi Baru

Di dalam pasar yang kompetitif, harga ekuilibrium

suatu aktiva ditentukan oleh penawaran yang tersedia dan

permintaan agregat. Harga keseimbangan ini mencerminkan

konsensus bersama antar semua partisipan pasar tentang nilai

dari aktiva tersebut berdasarkan informasi yang tersedia. Jika

informasi baru yang relevan masuk ke pasar yang berhubungan

dengan suatu aktiva, informasi ini akan digunakan untuk

menganalisis dan menginterpretasikan nilai dari aktiva yang

bersangkutan dan berakibat terjadinya pergeseran ke harga

ekuilibrium yang baru. Harga ekuilibrium ini akan terus

bertahan sampai suatu informasi baru lainnya merubahnya

kembali ke harga ekuilibrium yang baru.

Bagaimana suatu pasar bereaksi terhadap suatu informasi

untuk mencapai harga keseimbangan yang baru merupakan hal

yang penting. Jika pasar bereaksi dengan cepat dan akurat

untuk mencapai harga keseimbangan baru yang sepenuhnya

mencerminkan informasi yang tersedia, maka kondisi pasar

seperti ini disebut dengan pasar efisien. Menurut Ahmad dan

Othman ( 2007 ) dalam kusumawardhani (2001) , reaksi harga

saham terhadap informasi baru dapat digambarkan pada grafik

berikut :
16

Gambar 1. reaksi harga saham terhadap informasi baru

Sumber : Ahmad dan Othman (2007) dalam kusumawardhani (2001)

Dalam grafik diasumsikan hanya satu informasi saja

yang diterima dan relevan dengan penilaian saham tersebut.

Diasumsikan juga informasi tersebut diterima pada hari

berlabel “0”. Seterusnya diasumsikan juga informasi tersebut

mempunyai pengaruh (+) dan akan meningkatkan harga saham

ke tahap yang terbaik, yaitu dari Rp 3.000,- menjadi Rp

4.000,- dengan demikian skenario reaksi pasar saham dapat

dijelaskan sebagai berikut :

1. Jika pasar modal adalah efisien, harga saham harus

bereaksi terhadap informasi tersebut dengan secepat

mungkin. Tenggang waktu yang terdapat antara waktu

penerimaan informasi dan reaksi terhadap informasi yang

diterima hanya mencerminkan kaidah dan teknik yang


17

terbaik dalam menerima dan memproses informasi secara

tidak berat sebelah. Reaksi ini juga menghasilkan

penyerapan dan pencerminan semua implikasi informasi

terhadap harga saham tersebut. Situasi pertama

menggambarkan reaksi harga dalam pasar efisien dengan

terdapat satu peningkatan yang sekaligus dalam harga

saham dari Rp 3.000,- menjadi Rp 4.000,- pada hari

informasi tersebut diterima yaitu pada waktu “0”.

Seterusnya tidak ada perubahan yang berlaku setelah itu

karena diasumsikan tidak ada lagi informasi baru yang

diterima oleh pasar setelah waktu “0”.

2. Situasi kedua menggambarkan reaksi harga saham dalam

pasar tidak efisien dengan wujudnya tenggang waktu

selama 10 hari setelah informasi itu diterima untuk

mengalir ke dalam pasar. Disini harga saham akan

meningkat secara berangsur-angsur kepada harga saham

yang baru yaitu Rp 4.000,-

3. Situasi ketiga menggambarkan keadaan yang

menunjukkan para investor begitu optimis tentang

implikasi informasi terhadap harga saham, apakah

disebabkan mereka mendapat informasi itu lebih awal

ataupun disebabkan mereka bersedia bertindak lebih

dahulu, dan mereka memperkirakan harga saham baru


18

lebih tinggi dari Rp 4.000,- Pembelian mereka secara aktif

menyebabkan harga naik lebih tinggi daripada yang

seharusnya yaitu Rp 4.000,- Apabila reaksi mereka tidak

terwujud, mereka mulai menjual saham tersebut. Tindakan

ini menyebabkan suatu penyesuaian berlaku, dan harga

akan berbalik kepada harga yang seharusnya yaitu Rp

4.000,- Sebagai kesimpulan, jika pasar ini benar-benar

efisien, maka situasi kedua dan ketiga tidak akan terjadi,

yaitu tidak adanya tenggang waktu penerimaan dalam

reaksi harga dan kecenderungan tanggapan berlebihan

yang diikuti dengan penyesuaian juga tidak akan berlaku.

d) Anomali Pasar Modal

Meskipun hipotesis pasar efisien telah menjadi

konsep yang dapat diterima di bidang keuangan, namun pada

kenyataannya beberapa penelitian menunjukkan adanya

kejadian yang bertentangan yang disebut anomali pasar.

Menurut Jones (1996) dalam Kusumawardhani (2001)

anomali pasar adalah teknik-teknik atau strategi-strategi yang

berlawanan atau bertentangan dengan konsep pasar modal

yang efisien dan penyebab kejadian tersebut tidak dapat

dijelaskan dengan mudah. Beberapa anomali yang terdapat di

pasar modal antara lain :


19

1. Price earning (P/E) effect adalah anomali dimana saham

dengan P/E rendah menunjukkan risk adjusted return

yang lebih tinggi dibandingkan dengan saham yang

memiliki P/E tinggi.

2. Size effect adalah anomali dimana risk adjusted return

dari perusahaan ukuran kecil lebih tinggi dari perusahaan

dengan ukuran besar .

3. January effect merupakan anomali pasar yang

menyatakan bahwa return saham saham di bulan Januari

cenderung lebih tinggi dibanding bulan-bulan yang lalu.

4. Neglected firm effect, merupakan suatu kecenderungan

bahwa investasi pasar saham pada perusahaan yang

kurang dikenal dapat memberi tingkat keuntungan

abnormal, karena perusahaan kecil cenderung diabaikan

oleh investor besar maka informasi mengenai perusahaan

ini cenderung tidak tersedia. Kurangnya informasi

tersebut membuat perusahaan kecil menjadi lebih

berisiko sehingga menimbulkan tingkat keuntungan yang

lebih tinggi.

5. Reversal effect adalah efek pembalikan rata-rata return

yang merupakan sebutan lain untuk anomali winner-

loser yaitu kecenderungan saham yang memiliki kinerja

buruk (loser) akan berbalik menjadi saham yang


20

memiliki kinerja baik (winner) pada periode berikutnya

dan begitu juga sebaliknya.

2) Overreaction Hypothesis

Market overreaction terjadi karena dalam pengambilan

keputusan untuk membeli atau menjual saham, investor

mendasarkan pada emosi, pengalaman, dan intuisi mereka. Untuk

mendapat keuntungan dari berita-berita yang diinginkan atau untuk

mengurangi hasil yang bertentangan dari berita-berita yang tidak

diinginkan, para investor harus bereaksi secara cepat terhadap

informasi baru. Secara umum investor cenderung untuk bereaksi

terlalu berlebihan terhadap peristiwa-peristiwa luar biasa dan

informasi baru; dan mereka cenderung untuk mengabaikan informasi

yang lebih lama (Jones,2005) dalam kusumawardhani (2001) .

Investor biasanya akan memasang tarif yang terlalu tinggi terhadap

suatu berita yang dianggap bagus dan memasang tarif yang rendah

untuk berita-berita yang dianggap kurang bagus.

Overreaction hyphothesis menyatakan agar ketika para

investor bereaksi terhadap berita-berita yang tidak diantisipasi yang

akan menguntungkan saham suatu perusahaan, peningkatan harga

akan lebih besar daripada yang seharusnya diberikan informasi

tersebut yang selanjutnya akan menghasilkan penurunan harga

saham. Sebaliknya, reaksi yang berlebih terhadap berita-berita yang

tidak diantisipasi yang diperkirakan berdampak merugikan


21

keberadaan ekonomi perusahaan, akan memaksa harga turun terlalu

jauh, diikuti koreksi yang selanjutnya akan menaikkan harga.

Pasar pada umumnya menunjukkan reaksi yang berlebihan

terhadap informasi baru, terutama informasi buruk

(Kusumawardhani, 2001). Hal ini dapat berarti para investor

seharusnya membeli saham-saham yang mempunyai informasi

pesimis dan yang mengalami penurunan harga. Anomali ini disebut

dengan overreaction hypothesis. Overreaction hypothesis diturunkan

dari premis bahwa dalam merespon informasi baru, para pelaku

pasar cenderung untuk memberikan bobot yang berlebihan pada

informasi terakhir. DeBondt dan Thaler (1985) menyatakan bahwa

dalam overreaction hypothesis pada dasarnya pasar telah bereaksi

secara berlebihan terhadap informasi. Dalam hal ini, para pelaku

pasar cenderung menetapkan harga terlalu tinggi sebagai reaksi

terhadap berita yang dinilai “baik” (good news). Sebaliknya mereka

akan memberikan harga terlalu rendah sebagai reaksi terhadap kabar

buruk (bad news). Kemudian fenomena ini berbalik ketika pasar

menyadari telah bereaksi berlebihan. Pembalikan ini ditunjukkan

oleh turunnya (secara drastis) harga saham yang sebelumnya

berpredikat winner dan/atau naiknya harga saham yang sebelumnya

berpredikat loser.

Return jangka panjang yang dapat diprediksi untuk

menunjukkan pasar bereaksi secara berlebihan terhadap informasi,


22

bertentangan dengan pasar efisien yang menyatakan bahwa harga

saham menyesuaikan secara cepat dan benar terhadap informasi

baru. Maka dapat dikatakan bahwa keberadaan reaksi berlebihan

menunjukkan bahwa pasar tidak efisien dalam bentuk lemah,

setengah kuat, dan kuat (Dissanaike, 1997) (dalam

Kusumawardhani, 2001). Namun Atkin dan Dyl (1990) berpendapat

bahwa bukti keberadaan reaksi berlebihan adalah belum cukup untuk

mengatakan pasar tidak efisien. Uji efisiensi pasar hendaknya

dilakukan dengan menguji lebih jauh apakah investor dapat

memperoleh keuntungan selama periode pembalikan. Apabila

investor tidak dapat memanfaatkan pembalikan untuk memperoleh

keuntungan, maka pasar adalah efisien dalam bentuk lemah. Artinya,

bahwa investor tidak dapat menggunakan data masa lalu dalam hal

ini fenomena pembalikan yang mengikuti perubahan besar harga

saham untuk memanfaatkan abnormal return sebagai keuntungan.

Hal ini juga berarti bahwa adanya keuntungan selama periode

pembalikan juga memungkinkan diterapkannya suatu strategi

investasi tertentu dalam perdagangan saham.

Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa overreaction

hypothesis dari investor dalam menilai suatu informasi menyebabkan

saham dinilai terlalu tinggi atau rendah, kemudian pada saat investor

menyadari kekeliruannya maka akan terjadi pergerakan harga saham

yang berlawanan sebagai tindakan koreksi. Kondisi ini


23

menggambarkan suatu pembalikan arah harga saham, dengan

dimikian dapat dikatakan bahwa overreaction hypothesis dapat

diketahui melalui adanya pembalikan arah harga saham setelah

munculnya suatu informasi baru. Adanya overreaction di pasar

modal menimbulkan beberapa implikasi bagi investor, yaitu :

1. Memungkinkan investor memperoleh abnormal return, karena

dalam market overreaction investor dapat melakukan strategi

membeli saham pada waktu menjadi loser dan menjualnya pada

saat saham tersebut berbalik menjadi winner atau disebut juga

sebagai strategi kontrarian.

2. Menunjukkan bahwa pasar modal terdiri dari investor yang

rasional maupun yang irrasional. Lebih dari itu jika pasar

overreact terhadap informasi baru, maka harga dapat diprediksi

berdasarkan harga masa lalu, sehingga pasar tidak efisien dalam

bentuk setengah kuat dan kuat (Sartono, 2000).

3. Pasar yang terbukti overreact atau investor yang melakukan

strategi kontrarian, akan berdampak kepada investor yang akan

memperoleh abnormal return melalui perdagangan dalam posisi

yang tepat baik sebelum maupun sesudah event.


24

3) Faktor – faktor yang memengaruhi price reversal

1) Overreaction Hypothesis dan price reversal

Overreaction hypothesis merupakan reaksi yang berlawanan

dengan kondisi normal. Hipotesis ini meramalkan bahwa

sekuritas yang masuk kategori loser yang biasanya mempunyai

return rendah justru akan mempunyai abnormal return yang

tinggi. Sebaliknya, sekuritas yang biasanya mempunyai return

tinggi yang masuk kategori winner justru akan memperoleh

abnormal return yang rendah (Sukmawati dan Hermawan, 2003).

Ada dua fenomena yang disebabkan oleh overreaction hypothesis

(DeBondt dan Thaler, 1985), yaitu :

1) Perubahan harga sekuritas secara ekstrem akan diikuti dengan

fenomena price reversal.

2) Semakin besar pergerakan harga maka semakin besar pula

penyesuaian yang dilakukan.

Market overreaction, berdampak kepada price reversal yang

seharusnya dapat diprediksi dari kinerja masa lalu. Return dalam

jangka panjang dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa pasar

bereaksi secara berlebihan terhadap informasi, hal ini

bertentangan dengan pasar efisien yang menyatakan bahwa harga

saham menyesuaikan secara cepat dan tepat terhadap informasi

baru. Maka dapat dikatakan bahwa keberadaan reaksi berlebihan

menunjukkan pasar tidak efisien dalam bentuk lemah, setengah


25

kuat, dan kuat (Dissanaike, 1997) dalam Kusumawardhani

(2001).

Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa overreaction dari

investor dalam menilai suatu informasi menyebabkan saham

dinilai terlalu tinggi atau terlalu rendah, kemudian pada saat

investor menyadari kekeliruannya maka akan terjadi pergerakan

saham yang berlawanan sebagai tindakan koreksi. Kondisi ini

menggambarkan suatu pembalikan arah harga saham. Sehingga

dapat dikatakan bahwa overreaction hypothesis dapat diketahui

melalui adanya pembalikan arah harga saham setelah munculnya

suatu informasi baru.

2) Firm Size dan Price reversal

Beberapa penelitian terdahulu telah menemukan adanya

hubungan antara karakteristik perusahaan dengan abnormal

return. Salah satu karakteristik tersebut adalah ukuran

perusahaan (size). Ukuran perusahaan dalam penelitian ini diukur

dengan menggunakan market value (nilai pasar), seperti yang

dilakukan oleh Zarowin (1990). Alasan digunakan market value

adalah karena market value merupakan perkalian antara harga

saham dengan jumlah saham yang beredar. Sehingga jika ada

suatu informasi mengenai perusahaan tersebut, harga saham akan

berubah dengan cepat naik atau turun. Dengan

mempertimbangkan jumlah saham yang beredar, jika harga


26

saham berubah satu poin saja, maka akan memiliki efek yang

luar biasa terhadap nilai pasar perusahaan tersebut.

Hubungan antara ukuran perusahaan dengan abnormal return

masing-masing saham dapat dinyatakan sebagai suatu anomali

dalam pasar efisien karena dalam pasar efisien menganggap

bahwa tidak ada seorangpun investor yang dapat memperoleh

abnormal return dengan menggunakan informasi tentang

karakteristik perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Banz

(1981) dalam Tandelilin (2007) menemukan bukti adanya size

effect, dimana return yang lebih tinggi ditemukan pada saham-

saham perusahaan kecil.

3) Bid-ask Spread dan Price reversal

Bid-ask Spread merupakan selisih harga beli tertinggi yang

trader ( pedagang saham ) bersedia membeli suatu saham

dengan harga jual terendah yang trader bersedia menjual saham

tersebut, bid-ask Spread merupakan fungsi dari tiga komponen

biaya yang berasal dari :

1. Pemilikan saham ( inventory holding )

2. Pemrosesan pesanan ( order processing )

3. Asimetri informasi

Harga saham di bursa ditentukan oleh kekuatan pasar, yang

berarti harga saham tergantung dari kekuatan penawaran ( bid ),

dan permintaan ( ask). Perilaku perdagangan sekuritas


27

berdampak terhadap biaya transaksi ( antara lain bid-ask Spread

) yang secara bersamaan berakibat terhadap likuiditas pasar

sekuritas dan efisiensi yang merupakan informasi dalam

pembentukan harga saham. Dalam melakukan penilaian saham,

terdapat suatu bentuk teknik analisis yang mempelajari berbagai

kekuatan yang berpengaruh di pasar saham dan implikasi yang

ditimbulkan pada harga pasar.

Analisis ini pada dasarnya berusaha mempelajari

bagaimana pengaruh berbagai kekuatan seperti kekuatan supply

/ bid ( penawaran ) dan demand / ask ( permintaan ) dapat

memberikan pengaruh terhadap pergerakan harga saham. Dalam

kaitannya dengan hipotesis reaksi berlebihan, suatu hari

penurunan harga besar – besaran mungkin dihubungkan dengan

tekanan penjualan yang kuat, meningkatkan probabilitas bahwa

penutupan transaksi pada bid price ( harga penawaran / harga

yang bersedia dibayar oleh pembeli ), dalam arti penyebab

pembalikan hari berikutnya diakibatkan bid-ask bounce.

4) Studi Peristiwa (Event Study)

Studi peristiwa adalah suatu pengamatan mengenai pergerakan

harga saham di pasar modal untuk mengetahui apakah ada

abnormal return yang diperoleh investor dari suatu peristiwa

tertentu (Cox dan Peterson, 1994). Metodologi event study

digunakan karena perubahan besar harga saham yang terjadi


28

disebabkan adanya dramatic event yang mengejutkan pasar

sehingga harga dapat berubah naik ataupun turun secara

signifikan.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh :

1. DeBondt dan Thaler (1985) menguji mengenai reaksi berlebihan

yang menyebabkan pembalikan harga dengan menggunakan data

pasar modal Amerika (NYSE). Penelitian ini menemukan bahwa

saham-saham yang sebelumnya berkinerja buruk (loser) pada

periode selanjutnya berkinerja baik dengan abnormal return

positif atau saham-saham yang tadinya berkinerja baik (winner)

pada periode selanjutnya mengalami kinerja yang buruk dengan

abnormal return negatif, dimana hal ini merupakan fenomena

pembalikan (reversal) pada periode selanjutnya.

2. Zarowin (1990) menemukan bahwa size (didefinisikan sebagai

nilai pasar dari ekuitas perusahaan) loser umumnya lebih kecil

dari winner. Penelitian ini menyimpulkan bahwa fenomena

winner dan loser muncul karena pengaruh firm size dan bukanlah

karena fenomena reaksi berlebihan. Tanpa mengontrol size, loser

secara signifikan mengungguli winner.

3. Atkins dan Dyl (1990) melakukan pengujian mengenai reaksi

berlebihan jangka pendek dan perilaku return saham setelah satu


29

hari perubahan besar harga saham. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa perubahan harga yang terjadi merupakan

suatu bentuk reaksi berlebihan.

4. Cox dan Peterson (1994) menguji perilaku return sekuritas yang

mengikuti penurunan besar dalam satu hari. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa bid ask spread dan derajat menjelaskan

pembalikan harga dalam jangka pendek. Mereka tidak

menemukan bukti yang konsisten dengan hipotesis reaksi

berlebihan.

5. Kusumawardhani (2001) menguji return saham yang mengikuti

satu hari besar harga saham di BEJ mulai tahun 1998 sampai

dengan tahun 2000. Penelitian ini menggunakan uji korelasi dan

regresi, dengan data harga saham harian, penelitian ini berusaha

menemukan bukti bahwa reaksi berlebihan, bid-ask spread, firm

size dan likuiditas berpengaruh terhadap fenomena price reversal.

Lebih jauh, penelitian ini juga berusaha mencari bukti bahwa

investor dapat memperoleh keuntungan abnormal selama hari

penyesuaian setelah satu hari besar perubahan harga saham. Hasil

penelitian menunjukkan adanya bukti pengaruh reaksi berlebihan

investor dalam fenomena price reversal dan hanya terdapat

sedikit bukti yang signifikan bagi faktor-faktor bid-ask spread

dan firm size. Penelitian ini juga menunjukkan bukti adanya

abnormal investor selama periode penyesuaian. Sehingga


30

dianjurkan kepada para investor untuk membeli saham-saham

ketika harganya turun pada hari t0 dan t1 dan menjualnya pada

saat harga meningkat selama hari penyesuaian.

6. Wibowo dan Sukarno (2004) menguji pergerakan harga saham

dalam periode jangka pendek setelah perubahan besar dalam

harga saham harian di Bursa Efek Jakarta tahun 2000. Sampel

penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode purposive

sampling dan menghasilkan 48 saham winner dan 33 saham loser.

Menggunakan metode market adjusted model, regresi, dan uji t,

penelitian ini memberikan hasil bahwa reaksi berlebihan terjadi

pada saham-saham loser, dan tidak pada saham winner. Penelitian

ini memberikan hasil bahwa ukuran perusahaan tidak signifikan

berpengaruh terhadap pembalikan loser, tetapi pembalikan

disebabkan karena loser bereaksi berlebihan. Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa firm size tidak memengaruhi tingkat

abnormal return di Bursa Efek Jakarta.

C. Kerangka Pikir

1. Overreaction Hyphothesis

Overreaction hypothesis merupakan reaksi yang

berlawanan dengan kondisi normal. Overreaction hypothesis

memprediksikan sekuritas yang masuk kategori loser dan

mempunyai return rendah justru akan mempunyai abnormal


31

return yang tinggi (Sukmawati dan Daniel, 2002).

Kebalikannya, sekuritas yang mempunyai return yang masuk

kategori winner justru akan mempunyai abnormal return yang

rendah. Hal ini disebabkan adanya pengaruh perilaku investor

yang memberikan bobot yang berlebihan untuk informasi terkini

dalam memprediksikan apa yang akan terjadi di masa yang akan

datang.

Hasil pengujian Atkins dan Dyl (1990) menunjukkan

bahwa saham-saham yang pada awalnya mengalami penurunan

terbesar dalam periode penelitian (losers), akan memberikan

tingkat pengembalian abnormal yang positif dan signifikan pada

periode selanjutnya yang mengindikasikan terjadinya

overreaction. Sedangkan untuk saham-saham yang awalnya

mengalami peningkatan harga terbesar (winners), akan

memberikan tingkat pengembalian negatif pada periode

selanjutnya namun dengan besaran lebih rendah dibandingkan

dengan saham-saham losers. Hal tersebut mengindikasikan

terjadinya overreaction setelah peristiwa kenaikan atau

penurunan harga besar-besaran dalam satu hari. Kondisi tersebut

dibuktikan oleh penelitian Akhigbe, Gosnell, dan Harikumar

(1998) yang menemukan terjadi pembalikan harga kembali atas

saham-saham winner dan loser segera setelah terjadinya


32

peristiwa kenaikan atau penurunan harga saham terbesar dalam

waktu satu hari perdagangan..

2. Bid Ask Spread

Variabel bid-ask spread mencerminkan biaya transaksi

yang merupakan keuntungan minimum yang dapat diperoleh

dari strategi contrarian terhadap fenomena price reversal.

Semakin besar bid ask spread semakin besar price reversal

yang nilainya diatas keuntungan minimum yang diperoleh.

Spread antara bid dan ask dapat menjelaskan keberadaan

fenomena price reversal ataukah pergeseran transaksi karena

bid ask spread error serta untuk menganalis keberadaan bid

ask bounce sebagai salah satu penyebab price reversal (Atkins

dan Dyl,1990).

3. Firm Size

Firm Size menunjukkan nilai pasar dari ekuitas

perusahaan yang beredar di bursa efek. Penelitian dari Zarowin

(1990) menunjukkan bahwa perusahaan dengan firm size kecil

akan memberikan abnormal return positif pada fenomena

price reversal sebaliknya, Perusahaan dengan firm size besar

akan menghasilkan abnormal return negatif pada fenomena

price reversal.
33

D. Paradigma Penelitian

H1
Overreaction

H2
Bid- Ask Price H5 Profit
Spread H4 Reversal

Firm Size
H3
Contrarian
Strategy

Gambar 2. Paradigma penelitian

Sumber : Kusumawardhani (2001)

E. Hipotesis Penelitian

Berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, berikut

ini hipotesis yang diajukan :

H 1.1 : Terdapat overreaction hyphothesis dalam fenomena price

reversal di Bursa Efek Indonesia periode 2008 – 2010 pada

peristiwa winner.

H 1.2 : Terdapat overreaction hyphothesis dalam fenomena price

reversal di Bursa Efek Indonesia periode 2008 – 2010 pada

peristiwa loser.
34

H 2.1 : Bid-Ask Spread berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

terjadinya fenomena price reversal di Bursa Efek Indonesia

periode 2008 – 2010 pada peristiwa winner.

H 2.2 : Bid-Ask Spread berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

terjadinya fenomena price reversal di Bursa Efek Indonesia

periode 2008 – 2010 pada peristiwa loser.

H 3.1 : Firm size berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

terjadinya fenomena price reversal di Bursa Efek Indonesia

periode 2008 - 2010 pada peristiwa winner.

H 3.2 : Firm size berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

terjadinya fenomena price reversal di Bursa Efek Indonesia

periode 2008 - 2010 pada peristiwa loser.

H 4.1 : Firm size dan Bid-Ask Spread berpengaruh secara simultan

terhadap fenomena price reversal Bursa Efek Indonesia periode

2008 – 2010 pada peristiwa winner.

H 4.2 : Firm size dan Bid-Ask Spread berpengaruh secara simultan

terhadap fenomena price reversal Bursa Efek Indonesia

periode 2008 – 2010 pada peristiwa loser.

H 5 : Fenomena price reversal dapat menghasilkan laba superior

akibat adanya abnormal return yang dapat mengindikasikan

dapat diterapkannya strategi kontrarian pada pasar modal.

Anda mungkin juga menyukai