Setelah berpesan dengan terburu-buru agar Ari menjaga kesehatan dan jangan sampai telat
makan, Mama pun mengakhiri pembicaraan.
Beberapa saat setelah sambungan telepon berakhir, Ari limbung dengan kedua tangan menggenggam erat birai balkon. Ini kabar bahagia, tapi tubuhnya menggigil mendengarnya. Sembilan tahun terlalu panjang dan dia memiliki terlalu banyak pertempuran yang berakhir dengan kekalahan. Tak terhitung semangat baru yang terus berusaha dia lecutkan. Tak terbilang keterpurukan yang dia alami ketika semangat itu tak mampu dipertahankan dan akhirnya padam. Dia takut ini bukan kenyataan. Dia takut ini hanyalah ilusi dari kekalahannya. Tidak ada yang tahu, tidak juga Ridho dan Oji, bahwa Ari telah berkali-kali berdiri di tubir jurang dengan semangat yang compang-camping. Ketika Ari mampu berdiri kembali bermenit-menit kemudian, meskipun kedua matanya tertutup selapis bening air mata, tawa mencoba muncul bersama senyum di bibirnya. Karena berita tak terduga itu, Ari luruh ke lantai. Punggung telanjangnya bersandar pada pilar- pilar balkon Dengan perasaan ringan dia menyambar ponsel yang tanpa dia sadari dia biarkan meluncur dari genggaman dan tergeletak di lantai, di samping tablet yang sekarang layarnya menghitam. Dengan gerakan tidak sabar Ari menyentuh sebuah nama di layar ponselnya. Belum sempat orang di seberang mengucapkan halo, cowok itu sudah berseru keras. ”Dho, Ata mau sekolah di Jakarta lagi!” kemudian langsung ditutupnya telepon. Di ujung sambungan, Ridho yang terinterupsi dari keseriusannya mengerjakan tugas-tugas sekolah untuk besok, cuma sempat ternganga lebar. Oji sedikit beruntung. Dia sempat mengatakan halo sebelum sedetik kemudian teriakan Ari membuatnya langsung menjauhkan ponsel dari telinga. Begitu ponsel dia dekatkan lagi, kontak telah diputus. ”Ngomong apa sih Ari tadi?” gumamnya bingung. Segera cowok itu mengontak balik. Tapi sampai usaha yang kelima, panggilannya tidak diacuhkan. Akhirnya Oji mengontak Ridho. Info pendek yang jelas-jelas disampaikan Ridho dalam kondisi masih dibelit ketersimaan, saat itu juga menyeret Oji ke dalam ketersimaan yang sama. ”Lo serius? Tadi Ari ngomong Ata mau pindah sekolah ke Jakarta lagi?” ”Kalo gue nggak salah denger, iya. Tadi Ari ngomong gitu.” yang cantik namun dingin menggigit.