Anda di halaman 1dari 18

Telaah Jurnal

INTRAMUSCULAR INJECTION, INTRAVENOUS INFUSION,


AND INTRAVENOUS BOLUS OF OXYTOCIN IN THE THIRD
STAGE OF LABOR FOR PREVENTION OF POSTPARTUM
HEMORRHAGE: A THREE-ARM RANDOMIZED CONTROL
TRIAL

Oleh:
Dani Gemilang Kusuma, S.Ked 04054821820113
Regina Astra Kirana, S.Ked 04054821820114
Thiarini Rahmawati, S.Ked 04054821820115
Muhammad Ikbar Fauzan, S.Ked 04084821921020
Hadia Ubee Sulo Faomasiu Gea, S.Ked 04084821921011

Pembimbing:
Prof. dr. Mgs. H. Usman Said, SpOG (K)

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Jurnal :

INTRAMUSCULAR INJECTION, INTRAVENOUS INFUSION, AND


INTRAVENOUS BOLUS OF OXYTOCIN IN THE THIRD STAGE OF
LABOR FOR PREVENTION OF POSTPARTUM HEMORRHAGE: A
THREE-ARM RANDOMIZED CONTROL TRIAL

Oleh :
Dani Gemilang Kusuma, S.Ked 04054821820113
Regina Astra Kirana, S.Ked 04054821820114
Thiarini Rahmawati, S.Ked 04054821820115
Muhammad Ikbar Fauzan, S.Ked 04084821921020
Hadia Ubee Sulo Faomasiu Gea, S.Ked 04084821921011

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Periode 20 Mei - 29 juli 2019.

Palembang, Juni 2019

Prof. dr. Mgs. H. Usman Said, SpOG (K)

ii
TELAAH KRITIS JURNAL

1. JUDUL JURNAL
Intramuscular injection, intravenous infusion, and intravenous bolus of
oxytocin in the third stage of labor for prevention of postpartum
hemorrhage: a three-arm randomized control trial
(Injeksi intramuscular, drip intravena, dan bolus intravena oksitosin pada
kala 3 sebagai pencegahan perdarahan post-partum: Uji Acak terkendali
Tiga lengan)

2. ABSTRAK
Latar Belakang: Oksitosin sebagai profilaksis perdarahan postpartum
(HPP) umumnya diberikan melalui injeksi intramuskuler (IM) atau drip
intravena (IV), kedua cara tersebut direkomendasikan dan terdapat sedikit
diskusi tentang perbedaan potensial antara keduanya. Studi ini menilai
efektivitas dan keamanan 10 IU oksitosin yang diberikan melalui injeksi IM
maupun drip IV dan bolus IV selama kala III persalinan untuk profilaksis
HPP.
Metode: Di dua rumah sakit bersalin tingkat tersier di Mesir, wanita yang
melahirkan pervaginam tanpa pemberian uterotonika diacak dan
dimasukkan ke dalam salah satu dari tiga kelompok metode pemberian
oksitosin profilaksis setelah melahirkan. Kehilangan darah diukur 1 jam
setelah melahirkan, dan efek samping dicatat. Hasil primernya adalah rata-
rata kehilangan darah postpartum dan proporsi wanita dengan kehilangan
darah postpartum ≥500 ml dalam uji ajak terkendali, paralel, tiga lengan dan
terbuka ini.
Hasil: Sebanyak 4.913 wanita yang memenuhi syarat dan setuju mengikuti
penelitian diacak. Didapatkan hasil berupa jika dibandingkan dengan injeksi
IM, rata-rata kehilangan darah adalah 5,9% lebih sedikit pada kelompok
drip IV (95% CI: -8,5, - 3,3) dan 11,1% lebih sedikit pada kelompok bolus
IV (95% CI: -14,7, - 7,8). Risiko kehilangan darah postpartum ≥500 ml
dalam kelompok drip IV lebih rendah secara signifikan dibandingkan
dengan injeksi IM (0,8% vs 1,5%, RR = 0,50, 95% CI: 0,27, 0,91). Tidak
ada efek samping yang dilaporkan pada kelompok mana pun.

iii
Kesimpulan: Oksitosin IV lebih efektif dibanding injeksi IM untuk
mencegah HPP pada kala III persalinan. Oksitosin yang diberikan melalui
IV bolus tidak menimbulkan masalah keamanan setelah persalinan
pervaginam dan harus dianggap sebagai pilihan yang aman untuk profilaksis
HPP.
Kata kunci: Perdarahan postpartum, Kehilangan darah postpartum,
Oksitosin, Oksitosik, Rute administrasi, Kala III persalinan, Oksitosin bolus,
Oksitosin intravena, Oksitosin intramuskular, Oksitosin profilaksis

3. PENDAHULUAN
Manajemen aktif kala III persalinan direkomendasikan untuk
mencegah perdarahan post partum (HPP), menggunakan uterotonika yang
dianggap sebagai komponen yang paling penting, dan oksitosin sebagai
uterotonika pilihan. Pada sebagian besar peraturan rumah sakit, oksitosin
digunakan untuk indikasi ini, tetapi dengan banyak variasi dalam rute, dosis,
dan waktu. Oksitosin biasanya diberikan secara intramuskular (IM) atau
intravena (IV). Pedoman internasional, termasuk WHO, saat ini
merekomendasikan kedua rute.
Terdapat keuntungan potensial untuk masing-masing rute. Pemberian
IV mungkin memiliki keunggulan klinis, karena memiliki respon yang lebih
cepat dan puncak yang lebih tinggi dalam kadar oksitosin plasma. Namun,
injeksi IM memberikan manfaat praktis, membutuhkan keterampilan yang
lebih sedikit dan peralatan yang lebih sedikit, menjadikannya pilihan yang
lebih mudah untuk dipraktikan. Meskipun banyak diskusi tentang metode
pemberian secara klinis, perbedaan tingkat keberhasilan sebagian besar tetap
tidak diteliti. Beberapa studi tidak konsisten dalam meneliti, dua penelitian
menunjukkan penurunan kehilangan darah terkait dengan pemberian IV dan
dua penelitian lainnya tidak menunjukkan perbedaan antara pemberian IV
dan IM.
Efek klinis mungkin berbeda jika oksitosin IV diberikan secara bolus
atau melalui drip dalam cairan infus. Walaupun ada beberapa bukti bahwa
semakin cepat ataupun konsentrasi pemberian bolus yang lebih tinggi dapat
menyebabkan efek yang lebih kuat pada kontraksi uterus, rute ini lebih

iv
jarang digunakan karena takut terjadi hipotensi, meskipun masalah ini hanya
dicatat dalam studi kasus wanita yang dibius total selama operasi caesar.
Dua penelitian yang dilakukan pada wanita yang menerima oksitosin setelah
persalinan pervaginam menunjukkan tidak ada efek samping pemberian
bolus IV maupun oksitosin drip IV. Terlepas dari bukti ini, tetap ada
keraguan terhadap oksitosin bolus IV.
Untuk membantu menginformasikan praktik terbaik dalam pelayanan
klinis dan mengatasi ketidakkonsistenan dan kesenjangan dalam literatur,
kami melakukan studi tiga lengan untuk membandingkan efektivitas klinis
dan keamanan injeksi IM dengan drip IV dan bolus 10 IU oksitosin yang
diberikan selama kala III persalinan.

4. METODE
Wanita hamil yang melakukan persalinan pervaginam di dua rumah
sakit Mesir tersier berpartisipasi dan diperiksa dalam uji acak terkendali,
tiga lengan, paralel ini. Persetujuan diperoleh dari komite etika penelitian
dari kedua rumah sakit: El Galaa Teaching Hospital di Kairo (rumah sakit
bersalin terbesar di Kairo), dan Shatby Maternity Hospital di Alexandria
(the university hospital of Alexandria University), di mana ketiga rute
pemberian oksitosin digunakan secara rutin.
Wanita memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam penelitian jika
mereka melahirkan secara normal, tidak mendapatkan uterotonik pra-
persalinan untuk menginduksi persalinan, dan mampu untuk memberikan
persetujuan. Persetujuan tertulis diperoleh setelah masuk di bangsal
persalinan. Tekanan darah dan hemoglobin sebelum persalinan kemudian
diukur dan dicatat, yang terakhir menggunakan HemoCue® hb 01+
(HemoCue, Ängelholm, Swedia).
Wanita dipilih secara acak untuk menerima 10 IU oksitosin dengan
injeksi IM, drip IV, atau bolus IV segera setelah melahirkan bayi. Injeksi IM
biasanya diberikan di paha. Untuk drip IV, oksitosin dicampur dalam 500 ml
cairan dan diberikan melalui infus berbasis gravitasi dengan klem roller
terbuka penuh, paling sering menggunakan jarum 18 gauge. Bolus IV
didorong langsung melalui port IV selama sekitar 1 menit.

v
Tindakan profilaksis lain yang diberikan pada kala III persalinan,
termasuk traksi tali pusat terkontrol dan pijatan uterus, dicatat pada standar
formulir pengumpulan data. Tekanan darah postpartum atau efek samping
yang dialami setelah pemberian oksitosin juga dicatat. Kehilangan darah
postpartum diukur pada 1 jam pasca persalinan menggunakan plastik
pengumpul darah yang disalurkan ke dalam wadah yang telah dikalibrasi.
Untuk wanita yang didiagnosis dengan HPP, kehilangan darah juga dicatat
pada saat diagnosis HPP dan pada perdarahan aktif telah berhenti. Wanita
yang didiagnosis dengan HPP menerima perawatan berdasarkan standar di
setiap rumah sakit. Intervensi, termasuk pemberian uterotonik tambahan
atau transfusi darah, didokumentasikan. Hemoglobin postpartum diukur
setidaknya 24 jam setelah melahirkan dan setidaknya 12 jam setelah rute IV
dilepas untuk wanita yang menerima cairan IV, atau tepat sebelum pulang
jika wanita dipulangkan lebih cepat.
Hasil utama pada penelitian ini adalah rata-rata kehilangan darah dan
proporsi perempuan dengan kehilangan darah ≥500 ml. Hasil sekunder
yakni proporsi wanita dengan kehilangan darah ≥350 ml dan ≥ 1000 ml,
perubahan hemoglobin sebelum dan sesudah persalinan, waktu persalinan
plasenta, pemberian oksitosin tambahan atau uterotonik lainnya, dan efek
samping dalam 1 jam postpartum.
Perhitungan ukuran sampel berasal dari angka yang diharapkan dari
wanita dengan kehilangan darah ≥500 ml dalam dua perbandingan
penelitian tiga lengan ini: injeksi IM vs infus IV dan injeksi IM vs bolus IV.
berdasarkan penelitian sebelumnya, kami mengharapkan perbedaan yang
sedikit lebih besar dari hasil kehilangan darah pada perbandingan injeksi
bolus IV vs IM, sehingga ukuran sampel yang lebih kecil diperlukan untuk
perbandingan tersebut. Kami menambah ukuran sampel sebagai kompensasi
dalam melakukan dua perbandingan berkorelasi 80% (setara dengan
membutuhkan tingkat signifikansi 0,0435 untuk setiap tes) dan untuk
memperhitungkan pengurangan sebesar 2%.
Persyaratan ukuran sampel yang dihasilkan adalah 4900 wanita, pada
rasio 3: 3: 1 (2100 pada masing-masing kelompok injeksi IM dan infus IV

vi
dan 700 pada kelompok bolus IV), dengan kekuatan 80% untuk
perbandingan injeksi IM dengan IV infus dan kekuatan 85% untuk
perbandingan injeksi IM dengan bolus IV. Ukuran sampel juga cukup untuk
mendeteksi 50 ml perbedaan rata-rata kehilangan darah antara kelompok
studi.
Kode pengacakan sederhana yang dihasilkan oleh komputer dalam
blok tujuh di Gynuity Health Projects di New York, dan masing-masing
tugas dimuat dalam amplop buram bernomor, disegel, dan berurutan. Setiap
rumah sakit diacak secara independen. Petugas rumah sakit tidak memiliki
akses ke kode pengacakan dan diinstruksikan untuk membuka amplop
berikutnya sebelum persalinan, selama kala II persalinan.
Analisis dilakukan dengan menggunakan intensitas pendekatan. P
value untuk karakteristik dasar dihitung menggunakan uji chi-square untuk
mengetahui hubungan variabel kategori dan analisis varian satu arah
(ANOVA) untuk variabel kontinu. Perbedaan dianggap signifikan pada α =
0,0435, untuk perbandingan multipel dalam penelitian tiga lengan ini.
Regresi log-binomial digunakan untuk menghitung risiko relatif (RR) dan
interval kepercayaan 95% (CI) untuk hasil kategoris. Regresi linier
digunakan untuk menghitung koefisien regresi dan menghubungkan 95% CI
untuk hasil yang kontinu. Kami pertama-tama menilai asumsi distribusi
normal semua hasil sekunder kontinu (termasuk kehilangan darah
postpartum, waktu persalinan plasenta dalam hitungan menit, kehilangan
darah total, dan perubahan dalam hemoglobin sebelum dan sesudah
persalinan). Tidak ada yang terdistribusi normal, sehingga transformasi
(menggunakan log natural ln) dilakukan pada semua hasil yang kontinu.
Untuk mempermudah interpretasi estimasi yang diperoleh dari
regresi linier hasil log-transformed ini, kami menggunakan rumus untuk
menghasilkan estimasi perubahan persen dalam hasil rata-rata (y)
berhubungan dengan kelompok tindakan (d): y = 100 · [exp (βd) - 1], di
mana β sama dengan koefisien regresi untuk hasi transformasi log. Analisis
dilakukan menggunakan Stata 12 (StataCorp. 2011. Perangkat Lunak
Statistik Stata: Rilis 12. College Station, TX: StataCorp LP).

vii
5. HASIL
Mulai dari April 2014 hingga September 2015, didapatkan 15.143
persalinan pervaginam di Rumah Sakit Pendidikan El Galaa dan 8353
persalinan pervaginam di rumah sakit bersalin Shatby. Dari sejumlah data
yang telah didapatkan, 4983 wanita dengan persalinan yang memenuhi
syarat dipilih dan diikutsertakan dalam penelitian. Pengambilan sampel
dihentikan ketika jumlah sampel yang didapatkan telah memenuhi target.
Dari 4983 wanita yang ikut serta, 70 (1,4%) tidak diikutkan dalam
pengacakan untuk menentukan jenis rute pemberian oksitosin karena tidak
memenuhi persayaratan sebelum persalinan (gambar 1).

Gambar 1. Diagram CONSORT

Setelah dikeluarkan 70 wanita dari pengacakan, didapatkan sisa berupa


4913 wanita. Dari 4913 wanita ini, hasil pengacakan menunjukkan 2104
wanita akan menerima oksitosin profilaksis melalui injeksi IM, 2108 wanita
akan menerima melalui infus IV, dan 701 melalui bolus IV. Dalam setiap
kelompok, terdapat beberapa kasus (<1% masing-masing kelompok) yang
menggunakan oksitosin melalui rute yang berbeda dari rute yang telah
ditetapkan.

viii
Masing-masing wanita dari tiap kelompok memiliki kesamaan
demografi maupun karakteristik persalinan, kecuali pada episiotomi, yang
lebih jarang terjadi pada wanita dalam kelompok pemberian secara IM
(Tabel 1). Adapun rerata waktu untuk menghabiskan 500 ml drip oksitosin
adalah 28 menit (SD=6,4).

Tabel 1. Demografis dan karakteristik persalinan pada masing-masing


wanita yang menerima 1 dari 3 rute pemberian oksitosin

Hasil Primer (utama)


Kehilangan darah postpartum pada pemberian oksitosin melalui drip
IV ataupun bolus IV secara signifikan lebih rendah setelah dibandingkan
pemberian dengan injeksi IM. Dibadingkan dengan wanita yang
mendapatkan oksitosin melalui injeksi IM, rerata kehilangan darah
postpartum adalah 5,9% lebih rendah pada mereka yang mendapat drip IV

ix
(95% CI: -8,5,- 3.3) dan 11.1% lebih rendah pada mereka yang mendapat
bolus IV (95% CI: 14,7, - 7,8, Tabel 2 ). Risiko kehilangan darah
postpartum ≥500 ml di kalangan wanita yang menerima oksitosin melalui
drip IV berkurang secara signifikan dibandingkan dengan wanita yang
menerima oksitosin melalui injeksi IM (0,8% vs 1,5%, RR = 0,50, 95% CI:
0,27, 0,91). Risikonya juga lebih rendah pada wanita yang mendapat bolus
IV dibandingkan dengan injeksi IM (1,0%) vs 1,5%, RR = 0,66), meskipun
secara statistik tidak signifikan (95% CI: 0,29, 1,48).

Hasil sekunder
Dibandingkan dengan wanita yang menerima oksitosin melalui
injeksi IM, wanita dalam kelompok drip IV (RR = 0,56, 95% CI:0,44, 0,72,
Tabel 2 ) dan kelompok bolus IV (RR = 0,52, 95% CI: 0,35, 0,76) lebih
kecil kemungkinannya mengalami kehilangan darah ≥350ml. Selain itu,
pelepasan plasenta secara manual juga lebih kecil pada kelompok yang
mendapat bolus IV dibandingkan dengan kelompok injeksi IM (RR = 0,45,
95% CI: 0,22, 0,90). Di dapatkan juga hasil sekunder berupa rendahnya
kejadian kehilangan darah ≥1000 ml, diagnosis HPP, turunnya kadar
hemoglobin ≥2g / dL pre dan post partum, serta penggunaan uterotonik
tambahan dalam tatalaksana HPP setelah pemberian oksitosin secara drip IV
maupun bolus IV dibandingkan dengan pemberian melalui injeksi IM,
meskipun kondisi ini jarang terjadi dan hasil ini tidak signifikan secara
statistik (Tabel 2).

Tabel 2. Hasil primer dan Sekunder Pada 4913 Wanita dengan Tiga Rute
Pemberian Oksitosin Pada Kala 3

x
Dampak buruk
Tidak ditemukan adanya efek samping ataupun dampak buruk yang
dilaporkan pada salah satu dari tiga kelompok intervensi, termasuk tidak ada
kejadian perawatan intensif, syok ataupun kematian. Pada penelitian ini
tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada hasil pengukuran tekanan
darah 1 jam setelah melahirkan (p sistolik = 0,236, p diastolik = 0,192),
dimana pada kelompok injeksi IM (rata-rata sistolik = 113,7, rata-rata
diastolik = 73,1), kelompok drip IV (rata-rata sistolik = 113,7, rata-rata
diastolik = 73,4) dan kelompok bolus IV (rerata sistolik = 113,1, rerata
diastolik = 72,9). Demikian pula, tidak ditemukannya perbedaan signifikan
pada kejadian hipotensi (tekanan sistolik ≤ 90, diastolic tekanan ≤
60mmHg) antar kelompok ketika diperiksa 1 jam setelah melahirkan
(Injeksi IM (sistolik = 0,4%, diastolik = 10,0%), drip IV (sistolik = 0,6%,
diastolik = 10,0%) dan bolus IV (sistolik = 0,4%, diastolik = 9,0%)).

6. DISKUSI
Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa rute pemberian
oksitosin profilaksis pada kala 3 mempengaruhi jumlah kehilangan darah
postpartum. Hasil ini memperkuat temuan sebelumnya bahwa drip IV dan

xi
bolus IV oksitosin 10 IU dikaitkan dengan rata-rata kehilangan darah post
partum yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan Injeksi IM.
Percobaan ini merupakan salah satu dari beberapa penelitian yang
memasukkan pemberian oksitosin melalui bolus IV (yang jarang diteliti)
setelah persalian pervaginam. Percobaan ini tidak memiliki masalah
keamanan dengan salah satu rute pemberian oksitosin, termasuk bolus
IV. Beberapa praktek obstetri menghindari bolus IV setelah adanya laporan
efek hemodinamik pasca pemberian bolus IV oksitosin pada wanita yang
menjalani anestesi umum dalam operasi caesar; Namun, penelitian ini
menguatkan laporan yang lebih baru bahwa masalah ini tidak perlu
dipermasalahkan dalam persalian pervaginam.
Perbedaan rata-rata total kehilangan darah (24 ml) pada penelitian
ini cukup kecil, sehingga aplikasi klinis dari hasil penelitian ini mungkin
terbatas. Namun, temuan ini memiliki implikasi penting untuk penelitian
tentang pencegahan HPP. Misalnya berdasarkan data yang ada, saat ini
WHO sama-sama merekomendasikan pemberian oksitosin melalui IV dan
IM untuk pencegahan HPP dan sangat merekomendasikan penggunaan
misoprostol non-parenteral, hanya dalam kondisi di mana penggunaan
oksitosin tidak mungkin dilakukan. Bagaimanapun, penelitian yang
mendasari suatu pedoman internasional. pasti didasarkan pada data yang
meneliti gabungan dari semua rute pemberian oksitosin. Karena penelitian
kami dengan jelas menunjukkan perlunya pemisahan berdasarkan rute
pemberian, belum ada bukti yang jelas bahwa injeksi IM oksitosin lebih
unggul dari uterotonik lain untuk pencegahan HPP. Jika data penelitian yang
mendasari rekomendasi WHO dipisah-pisah berdasarkan rute pemberian
oksitosin, mungkin yang ditemukan adalah keunggulan dari injeksi IM
misoprostol. Pemberian oksitosin dan misoprostol secara IM adalah pilihan
praktis untuk profilaksis HPP pada kondisi sumber daya rendah, jangka
waktu simpan yang lebih lama dan stabilitas misoprostol yang lebih besar
bisa membuatnya menjadi opsi yang lebih disukai jika kedua modalitas
dikatakan setara.

xii
Besarnya jumlah sampel dari percobaan ini memastikan bahwa
peneliti dapat mengetahui perbedaan antara rute IV dan IM. Pengecualian
pada wanita yang telah menerima uterotonik untuk induksi persalinan
membuatnya lebih mudah untuk menilai dengan jelas dampak dari rute
pemberian terhadap kehilangan darah pada kala 3, dimana penggunaan
oksitosin pre-partum dapat menurunkan pengaruh uterus terhadap efek dosis
berikutnya, meskipun hasilnya mungkin kurang digeneralisasikan pada
kelompok wanita ini.
Keterbatasan
Penelitian ini bukan penelitian “blinded/buta” (Sebuah penelitian
yang dilakukan sedemikian rupa sehingga pasien atau subjek tidak tahu
(dibutakan) pengobatan apa yang mereka terima untuk memastikan bahwa
hasilnya tidak terpengaruh oleh efek plasebo (kekuatan sugesti)) karena
penelitian “blinded” akan menciptakan beban tambahan baik bagi wanita
maupun provider dengan pemberian injeksi ataupun IV yang tidak
diperlukan. Peneliti meminimalkan bias provider dengan memiliki staf yang
berbeda dari staf administrasi yang bertugas melakukan penilaian jumlah
kehilangan darah (menggunakan wadah yang dikalibrasi untuk pengukuran
objektif). Pada penelitian tidak tersedia infused pump, yang membuat
sulitnya mengetahui secara ketat rerata drip IV. Peneliti memprioritaskan
melaporkan hasil yang mencerminkan standar perawatan di rumah sakit ini
dan di tempat yang serupa kondisinya di berbagai belahan dunia. Untuk
membantu menstandarisasikan rerata drip IV, peneliti memerima instruksi
yang sama untuk pemasangan IV dan ukuran jarum.

7. KESIMPULAN
Rute pemberian oksitosin harus distandarisasi terlebih dahulu dan
ditentukan dalam desain dan interpretasi penelitian, dimana rute yang
berbeda tidak dapat dianggap sama. Rekomendasi obat untuk pencegahan
HPP harus mempertimbangkan rute pemberian ketika menentukan urutan
pemilihan profilaksis untuk pedoman di masa yang akan datang.

xiii
Untuk praktik klinis, penyedia layanan mendapatkan manfaat dari
mengetahui bolus IV 10 IU oksitosin adalah pilihan yang baik dan aman
untuk wanita setelah persalinan pervaginam. Jika jalur IV sudah terpasang
saat melahirkan, drip IV atau bolus IV oksitosin lebih disukai daripada
injeksi IM dalam persalinan kala 3.

Singkatan
AMTSL: Active management of the third stage of labor (Manajemen aktif Kala) ; IM:
Intramuskular; IV: Intravena; HPP: Hemoragic post-partum

xiv
PICO VIA

1. Population
Populasi penelitian ini adalah wanita yang melahirkan di rumah sakit El
Galaa, Mesir sebanyak 15.143 kelahiran dan rumah sakit Shatby, Mesir
sebanyak 8.353 kelahiran pada periode April 2014 hingga September 2015.
Dari seluruh populasi, dilakukan penerapan kriteria inklusi dan eksklusi serta
diambil 4.913 peserta penelitian untuk diikutkan dalam penelitian.

2. Intervention
Intervensi dalam penelitian ini adalah pemberian oksitosin untuk
pencegahan perdarahan post partum. Wanita yang diikutkan dalam penelitian
dibagi menjadi tiga kelompok yang masing-masing diberikan 10 IU oksitosin
melalui jalur: (a) injeksi intramuskular, (b) infus/drip oksitosin, atau (c) bolus
oksitosin intravena setelah kelahiran bayi.

3. Comparison
Pada penelitian ini dilakukan perbandingan kehilangan darah post
partum, proporsi perempuan dengan kehilangan darah ≥500 mL, proporsi
perempuan dengan kehilangan darah ≥350 mL dan ≥ 1000 mL, perubahan
kadar hemoglobin sebelum dan sesudah kelahiran, waktu lahirnya plasenta,
pemberian oksitosin tambahan atau uterotonika lainnya dan efek samping
yang diamati dalam 1 jam post partum pada masing-masing kelompok
metode pemberian oksitosin setelah kelahiran bayi.
.
4. Outcome
Kehilangan darah postpartum secara signifikan mengalami penurunan
setelah drip oksitosin dan bolus oksitosin dibandingkan injeksi intramuskular
oksitosin. Pemberian oksitosin drip dan bolus menurunkan masing-masing
5,9% (95% CI: -8.5,− 3.3) dan 11.1% (95% CI: -14.7, − 7.8) volume
kehilangan darah dibandingkan pemberian melalui rute intramuskular. Risiko
perdarahan post partum ≥ 500mL pada perempuan yang menerima oksitosin

xv
via drip berbeda signifikan dibandingkan intramuskular (0.8% vs. 1.5%, RR =
0.50, 95% CI: 0.27, 0.91). Hal tersebut juga terjadi pada pemberian bolus,
namun perbedaannya tidak signifikan. Data lain mengenai rasio hilangnya
darah ≥350 mL menunjukkan bahwa kelompok drip (RR = 0.56, 95% CI:
0.44, 0.72) dan bolus (RR = 0.52,95% CI: 0.35, 0.76) lebih rendah
dibandingkan kelompok intramuskular. Pada data prosedur manual plasenta,
pemberian bolus oksitosin dapat menurunkan kemungkinan terjadinya manual
plasenta dibandingkan kelompok intramuskular (RR = 0.45, 95% CI: 0.22,
0.90). Selain itu, data kehilangan darah ≥1000 ml,diagnosis perdarahan
postpartum, penurunan hemoglobin ≥2 g/dL pra-pascasalin dan penggunaan
uterotonika tambahan untuk tatalaksana perdarahan postpartum setelah
pemberian drip maupun bolus oksitosin juga memiliki perbedaan dengan
pemberian oksitosin intramuskular, namun perbedaannya tidak signifikan.

5. Validity
a. Is the research question well-defined that can be answered using this
study design? Ya, pertanyaan penelitian dikaitkan dengan evaluasi
manfaat pemberian oksitosin melalui berbagai rute yang berbeda karena
terdapat bukti dan pedoman yang berbeda mengenai jalur mana yang
paling baik.
b. Were the patients randomized to the intervention and control groups by a
well-defined method of randomization? Ya, terdapat randomisasi
menggunakan metode simple randomization dengan kode komputer.
c. Was the randomization list concealed from patients, clinicians and
researchers? Ya, hasil randomisasi disembunyikan dengan cara
dimasukkan ke dalam amplop tertutup dan baru dibuka saat proses
persalinan memasuki kala dua.
d. Do the patients in each group have similar characteristics at the
beginning of the study? Ya, berdasarkan data demografis yang
dikumpulkan, pasien memiliki 12 dari 13 karakteristik yang tidak
berbeda signifikan, perbedaan hanya pada perlakuan episiotomi.

xvi
e. Were the patients and clinicians kept blinded (masked) to which
treatment was being given? Ya, pasien dan peneliti tidak mengetahui
karena pemberian oksitosin dilakukan oleh staf rumah sakit berdasarkan
hasil randomisasi komputer.
f. Were they kept blinded until the end of the study? Ya, pasien dan peneliti
tetap tidak mengetahui metode tatalaksana yang diberikan hingga akhir
penelitian.
g. Were all patients counted at the end of study? Ya, seluruh pasien dinilai
pada akhir penelitian dengan hasil yang dibagi menjadi hasil primer dan
sekunder.
h. Were the patients analysed in the group they originally were randomized
to? Ya, pasien dianalisis sesuai dengan kelompok yang sebenarnya, tidak
ada perpindahan pasien ke kelompok lain.
i. Were the performed interventions described in sufficient detail to be
followed by others? Ya, pemberian oksitosin melalui tiga jalur yang
berbeda tersebut dijelaskan dengan cukup baik.
j. Other than intervention, were all groups cared for in similar way of
treatment? Ya, contohnya adalah tidak adanya pemberian oksitosin
sebagai induksi sebelum persalinan, bila terjadi perdarahan postpartum
setelah pemberian oksitosin pada kala tiga persalinan, tatalaksana
dilakukan sesuai pedoman yang berlaku di rumah sakit tempat penelitian
dilaksanakan.

6. Importance
a. Does the article report all relevant outcomes including side effect? Ya,
pada artikel disampaikan bahwa tidak ada efek samping tatalaksana
maupun kejadian fatal seperti perawatan di ruang rawat intensif, syok
maupun kematian. buruk tata
b. Was there a difference between the outcomes of the treatments, and how
big was the difference? Ya, terdapat perbedaan signifikan pada variabel
hilangnya darah pasca salin dan persentase wanita dengan perdarahan
postpartum (≥350 mL dan ≥500 mL) antara pemberian oksitosin

xvii
intramuskular vs. drip (204 mL; 7,7% pasien; 1,5% pasien vs. 188 mL;
4,4% pasien; 0,8% pasien). Perbedaan signifikan juga ditemukan pada
variabel hilangnya darah pasca salin, persentase wanita dengan
perdarahan ≥350 mL dan prosedur manual plasenta antara pemberian
oksitosin intramuskular vs. bolus (204 mL; 7,7% pasien; 2,9% pasien vs.
180 mL; 4,0% pasien; 0,45% pasien).
c. How reliable is the results: wat are the confidence intervals? Hasilnya
dapat dipercaya dengan indeks kepercayaan sebesar 95%.

7. Applicability
a. Are your patient so different from those studied that the results may not
apply to them? Tidak, penelitian ini dilaksanakan di negara Mesir yang
merupakan negara berkembang dengan karakteristik demografi, terutama
pendidikan yang tidak jauh berbeda dari yang terdapat di Indonesia,
khususnya RSUP Mohammad Hoesin.
b. Is your environment so different from the one in the study that the
methods could not be used there? Tidak, lingkungan kerja di RSUP
Mohammad Hoesin cukup mirip dengan tempat penelitian yang sama-
sama berasal dari rumah sakit rujukan tersier, selain itu pemberian
oksitosin melalui ketiga jalur (intramuskular, drip dan bolus) tersebut
juga dapat dilaksanakan di RSUP Mohammad Hoesin.

xviii

Anda mungkin juga menyukai