Anda di halaman 1dari 22

PENGUKURAN EFISIENSI WARUNG MAKAN AYAM

PENYETAN MENGGUNAKAN DATA ENVEOPMENT


ANALYSIS (DEA)

Mata Kuliah Metode Kuantitatif


(Dosen Pengampu : Prastowo, M.Ec.Dev)

Oleh :

Nur Ihklas / 432534

MAGISTER EKONOMIKA PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Tujuan setiap pelaku ekonomi adalah mencari keuntungan atau laba yang sebesar-
besarnya. Tidak terkecuali para pedagang warung makan. Mereka melakukan usaha yang
luar biasa yang dapat mereka lakukan hanya untuk mencapai untung yang tinggi. Hal ini
selaras dengan prinsip ekonomi yang dikemukakan Gregory Mankiw bahwa pengorbanan
biaya harus setimpal dengan untung atau laba yang didapatkan (Opportunity Cost).

Seperti telah diketahui bahwa fungsi produksi dari usaha juga terkait dengan input yang
digunakan untuk memproduksi suatu output. Umumnya ada dua input yang sering
digunakan dalam ilmu mikroekonomi untuk melihat perilaku produsen dan konsumen
terhadap fungsi input tersebut, yaitu tenaga kerja dan modal.

Penggunaan input produksi yang efisien tentunya akan memberikan keuntungan yang
lebih baik daripada penggunaan input produksi yang tidak terukur efisiensinya. Pengusaha
harus mampu menemukan kombinasi yang tepat dari masing-masing input tersebut yang
dapat memberikan efisiensi biaya yang lebih baik untuk mendapatkan untung yang
meningkat. Namun sayangnya tidak semua pengusaha melakukan hal tersebut. Hal itu
dapat diasumsikan karena ketidakmampuan para pengusaha untuk menghitung tingkat
efisiensi biaya produksi mereka atau juga bisa disebabkan karena orientasi mereka
bukanlah input namun maksimisasi output untuk maksimisasi laba.

Penelitian ini akan coba mengangkat bagaimana efisiensi dari pedagang ayam penyetan
akan tingkat efisiensi dari input yang mereka gunakan. Semakin tidak efisien kombinasi
input yang mereka pilih tentu saja akan semakin membuat keuntungan semakin berkurang.

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan metode Data Envelopment Analysis


(DEA) yang merupakan salah satu metode terbaik untuk dapat melihat tingkat efisiensi
dalam penggunaan input produksi. Responden adalah pedagang warung penyetan, dimana
peneliti lebih mudah untuk mewancarai responden penjual ayam penyetan dibandingkan
pedagang lainnya. Selain itu juga karena ayam penyetan mampu menyentuh semua lini
masyarakat. Jadi penulis tertarik untuk melihat efiensi dari penggunaan input pada 7
warung makan penyetan yang ada di kota Jogja tahun 2019.
I.2 Landasan Teori

a. DEA merupakan teknik berbasis program linear untuk mengukur efisiensi unit
organisasi yang dinamakan Decision Making Unit (DMU).

b. DEA mampu menangani multiple input dan multiple output.

c. DMU diukur dengan membandingkan input dan output yang digunakan dengan sebuah
titik yang terdapat pada garis frontier efisien (efficient frontier).

d. Garis frontier efisien ini mengelilingi atau menutupi (Envelop) data dari organisasi yang
bersangkutan, dari sinilah nama DEA diambil.

e. Unit yang berada pada garis ini dianggap memiliki efisiensi sebesar 1, sedangkan unit
yang berada dibawah atau diatas garis frontier ini memiliki efisiensi lebih kecil dari 1.

f. Nilai efisiensi relatif berkisar antara 0 sampai 1 atau 0 sampai 100 %.

g. Suatu DMU memiliki kemampuan paling baik jika nilai efisiensi relatif sebesar 1 atau
100% sedangkan DMU lain yang nilainya masih dibawah 100 % maka kemampuannya
masih dibawah DMU yang efisien.

h. DEA juga memiliki fungsi lain sebagai alat benchmarking. DMU yang kurang efisien
bisa melihat DMU yang efisien dengan harapan dapat mencontoh pada DMU yang
efisien tersebut.

I.3 Metodologi Penelitian

a. Menggunakan data primer dengan alat pengumpulan data berupa kuesioner.


b. Responden sebanyak 7 rumah makan penyetan
1. Aneka Penyetan Daha
2. Warung makan Penyetan Ngudi
3. Warung Penyetan Bu Wiwid
4. Kantin Ayam Salty
5. Ayam Geprek Ibu Erna
6. Lamongan Cak Doel
7. Ayam Gapruk
c. Varibel penelitian :
Variabel Input (6 unit)
*) Jumlah Tenaga Kerja
*) Jumlah alat memasak utama (kompor)
*) Jumlah jam kerja
*) Jumlah Fasilitas( tempat parkir, watafel, kipas, wifi, dll)
*) Jumlah Meja Kursi
*) Jumlah variasi menu
Variabel Output : Jumlah Penjualan dalam sehari (Jumlah porsi pesanan x Harga )

d. Lokasi penelitian adalah warung penyetan disekitar kampus UGM, UNY dan
Atmajaya.
e. Waktu pelaksanaan : Bulan Januari 2019.
f. Bentuk kuesioner :

Nama Responden :…………………………..


Nama Warung :…………………………..

Variabel Input
Jumlah Tenaga Kerja :…………………………...
Jumlah Fasilitas :…………………………...
Jumlah Variasi Menu :…………………………...
Jumlah Meja dan Kursi :…………………………..
Rentang Jam Buka :……………………………
Jumlah Kompor :……………………………

Variabel Ouput
Jumlah Porsi Sehari :……………………………
Rata-rata Harga perporsi :……………………………

g. Software yang digunakan untuk analisis ini adalah Microsoft Excel 2016 yang
sudah terintegrasi dengan add – ins DEA.
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Hasil Olahan


Keterangan DMU yang digunakan dalam penelitian ini :
Tabel 1. Keterangan DMU
No Nama Warung Pemilik Nama Responden Lokasi
1 Aneka Penyetan Daha Daha Intan Mall Artos
2 Penyetan Ngudi Ari Sekitar UGM
3 Warung Penyetan Bu Ibu Wiwid Ika Sekitar UGM
Wiwid
4 Kantin Ayam Salty Salty Nana Sekitar Atmajaya

5 Ayam Geprek Ibu Erna Ibu Erna Ibu Erna Sekitar UNY
6 Lamongan Cak Doel Cak Doel Cak Doel Sekitar Atmajaya
7 Ayam Gapruk - Sholeh Sekitar Atmajaya

Adapun data input dan ouput hasil pencacahan adalah :


Tabel 2. Hasil Pendataan Pada 7 DMU
Karya Jam Total Jumlah Fasilitas Meja Pendapatan
wan Kerja Menu Kompor Kursi
Penyetan
3 12 17 1 2 6 Rp. 1 480 000
Daha
Penyetan
5 14 61 3 6 8 Rp. 1 200 000
Ngudi
Penyetan Ibu
2 12 47 3 6 6 Rp. 795 000
Wiwid
Kantin Ayam
7 13 39 3 5 14 Rp. 1 600 000
Salty
Ayam Geprek
2 12 31 2 4 6 Rp. 1 260 000
Ibu Erna
Lamongan
2 8 12 2 2 4 Rp. 750 000
Cak Doel
Ayam Gapruk 3 11 35 2 6 16 Rp. 2 250 000
Kemudian hasil olahan dari data primer dengan menggunakan DEA adalah :
Tabel 3. Data Efisisensi Report

Berdasarkan tabel 3 diatas, dapat dikatahui bahwa dari 7 DMU yang ada maka hanya
tiga DMU saja yang telah memiliki input efisien untuk output tertentu. Sedangkan ada 4 yang
belum Efisien.

DMU Efisien :

1. Aneka Penyetan Daha : 100 %


2. Ayam Geprek Ibu Erna : 100 %
3. Ayam Gepruk Babarsari : 100 %

DMU belum efisien

1. Penyetan Ngudi : 67,70 %


2. Kantin Salty : 72,40 %
3. Lamongan Cak Doel : 76 %
4. Penyetan Bu Wiwid : 63,10 %
Oleh karenanya, berdasarkan hasil DEA tersebut, berarti ada 4 perusahaan / warung
makan yang harus ditingkatkan lagi efisiensinya. Bahkan DMU Ibu Wiwid dan DMU Penyetan
Ngudi cukup jauh dari efisien dengan nilai berkisar di 60 %.

Pertanyaan berikutnya yang seharusnya dijawab adalah bagaimana cara keempat DMU
yang belum efisien tersebut mengurangi inputnya untuk menjadi efisien ? Maka jawabannya
ada pada tabel dibawah ini .
Tabel 4. Input - Oriented CRS Model Target

Tabel 5. Persentase Selisih Antara Input Aktual dengan Efficient Input Target

Tabel 6. Input Aktual Menurut DMU dan Variabel Penelitan

Tabel 7. Input Slacks Menurut DMU dan Variabel Penelitan


Keempat tabel tersebut : tabel 4, tabel 5, tabel 6 dan tabel 7 telah menunjukan solusi
dan cara mengurangi input pada DMU yang belum efisien agar dapat menjadi efisien.

Warung Penyetan Ngudi

1. Input Aktual Penyetan Ngudi dengan variabel Karyawan ternyata tidak efisien
karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target ( 5 > 2,47). Agar menjadi
efisien dengan penjualan sebesar Rp. 1 200 000 tiap harinya, maka penyetan Ngudi
harus mengurangi karyawannya sebanyak 50,64 % dari karyawan semula dengan
nilai slack yang sudah masuk didalam pengurangan tersebut sebesar 0,91 point.

2. Input Aktual Penyetan Ngudi dengan variabel Jam Kerja ternyata tidak efisien
karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target ( 14 > 9,15). Agar menjadi
efisien dengan penjualan sebesar Rp. 1 200 000 tiap harinya, maka penyetan Ngudi
harus mengurangi jam kerjanya sebanyak 32,26 % dari jam kerjanya semula tanpa
ada pengurangan slack.

3. Input Aktual Penyetan Ngudi dengan variabel Total Menu ternyata tidak efisien
karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target ( 61 > 14,52). Agar menjadi
efisien dengan penjualan sebesar Rp. 1 200 000 tiap harinya, maka penyetan Ngudi
harus mengurangi variasi menunya sebanyak 58,38 % dari jumlah variasi menu
semula dengan nilai slack yang sudah masuk didalam pengurangan tersebut sebesar
26,80 point.

4. Input Aktual Penyetan Ngudi dengan variabel Jumlah Kompor ternyata tidak
efisien karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target ( 3 > 0,85). Agar
menjadi efisien dengan penjualan sebesar Rp. 1 200 000 tiap harinya, maka penyetan
Ngudi harus mengurangi jumlah kompornya sebanyak 71,68 % dari jumlah kompor
semula dengan nilai slack yang sudah masuk didalam pengurangan tersebut sebesar
1,18 point.

5. Input Aktual Penyetan Ngudi dengan variabel Fasilitas ternyata tidak efisien karena
nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target ( 6 > 1,86). Agar menjadi efisien
dengan penjualan sebesar Rp. 1 200 000 tiap harinya, maka penyetan Ngudi harus
mengurangi fasilitasnya sebanyak 69 % dari jumlah fasilitas semula dengan nilai
slack yang sudah masuk didalam pengurangan tersebut sebesar 2,20 point.
6. Input Aktual Penyetan Ngudi dengan variabel Meja dan Kursi ternyata tidak efisien
karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target (8 > 5,42). Agar menjadi
efisien dengan penjualan sebesar Rp. 1 200 000 tiap harinya, maka penyetan Ngudi
harus mengurangi meja kursinya sebanyak 32,26 % dari jumlah fasilitas semula
dengan tanpa pengurangan slack..

Warung Penyetan Ibu Wiwid

1. Input Aktual Penyetan Ibu Wiwid dengan variabel Karyawan ternyata tidak efisien
karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target ( 2 > 1,26). Agar menjadi
efisien dengan penjualan sebesar Rp. 795 000 tiap harinya, maka penyetan Ngudi
harus mengurangi karyawannya sebanyak 36,90 % dari karyawan semula dengan
tanpa pengurangan nilai slack.

2. Input Aktual Penyetan Ibu Wiwid dengan variabel Jam Kerja ternyata tidak efisien
karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target ( 12 > 7,57). Agar menjadi
efisien dengan penjualan sebesar Rp. 795 000 tiap harinya, maka penyetan Ibu
Wiwid harus mengurangi jam kerjanya sebanyak 36,90 % dari jam kerjanya semula
dengan tanpa pengurangan nilai slack.

3. Input Aktual Penyetan Ibu Wiwid dengan variabel Total Menu ternyata tidak efisien
karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target ( 47 > 19,56). Agar menjadi
efisien dengan penjualan sebesar Rp. Rp. 795 000 tiap harinya, maka penyetan Ibu
Wiwid harus mengurangi variasi menunya sebanyak 58,38 % dari jumlah variasi
menu semula dengan nilai slack yang sudah masuk didalam pengurangan tersebut
sebesar 10,09 point.

4. Input Aktual Penyetan Ibu Wiwid dengan variabel Jumlah Kompor ternyata tidak
efisien karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target ( 3 > 1,26). Agar
menjadi efisien dengan penjualan sebesar Rp. 795 000 tiap harinya, maka penyetan
Ibu Wiwid harus mengurangi jumlah kompornya sebanyak 57,94 % dari jumlah
kompor semula dengan nilai slack yang sudah masuk didalam pengurangan tersebut
sebesar 0,63 point.

5. Input Aktual Penyetan Ibu Wiwid dengan variabel Fasilitas ternyata tidak efisien
karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target ( 6 > 2,52). Agar menjadi
efisien dengan penjualan sebesar Rp. 795 000 tiap harinya, maka penyetan Ibu
Wiwid harus mengurangi fasilitasnya sebanyak 57,94 % dari jumlah fasilitas semula
dengan nilai slack yang sudah masuk didalam pengurangan tersebut sebesar 2,20
point.

6. Input Aktual Penyetan Ibu Wiwid dengan variabel Meja dan Kursi ternyata tidak
efisien karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target (6 > 3,79). Agar
menjadi efisien dengan penjualan sebesar Rp. 795 000 tiap harinya, maka penyetan
Ngudi harus mengurangi meja kursinya sebanyak 36,90 % dari jumlah fasilitas
semula dengan tanpa pengurangan slack..

Warung Ayam Salty

1. Input Aktual Warung Ayam Salty dengan variabel Karyawan ternyata tidak efisien
karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target ( 7 > 3,46). Agar menjadi
efisien dengan penjualan sebesar Rp. 1 600 000 tiap harinya, maka Warung Ayam
Salty harus mengurangi karyawannya sebanyak 50,58 % dari karyawan semula
dengan nilai slack yang sudah masuk didalam pengurangan tersebut sebesar 1,61
point.

2. Input Aktual Warung Ayam Salty dengan variabel Jam Kerja ternyata tidak efisien
karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target ( 13 > 9,41). Agar menjadi
efisien dengan penjualan sebesar Rp. 1 600 000 tiap harinya, maka penyetan Warung
Ayam Salty harus mengurangi jam kerjanya sebanyak 27,63 % dari jam kerjanya
semula dengan tanpa pengurangan nilai slack.

3. Input Aktual Warung Ayam Salty dengan variabel Total Menu ternyata tidak efisien
karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target ( 39 > 22,88). Agar menjadi
efisien dengan penjualan sebesar Rp. 1 600 000 tiap harinya, maka Warung Ayam
Salty harus mengurangi variasi menunya sebanyak 41,32 % dari jumlah variasi menu
semula dengan nilai slack yang sudah masuk didalam pengurangan tersebut sebesar
5,34 point.

4. Input Aktual Warung Ayam Salty dengan variabel Jumlah Kompor ternyata tidak
efisien karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target ( 3 > 1,32). Agar
menjadi efisien dengan penjualan sebesar Rp. 1 600 000 tiap harinya, maka penyetan
Warung Ayam Salty harus mengurangi jumlah kompornya sebanyak 56,09 % dari
jumlah kompor semula dengan nilai slack yang sudah masuk didalam pengurangan
tersebut sebesar 0,85 point.

5. Input Aktual Warung Ayam Salty dengan variabel Fasilitas ternyata tidak efisien
karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target ( 5 > 3,62). Agar menjadi
efisien dengan penjualan sebesar Rp. 1 600 000 tiap harinya, maka penyetan Warung
Ayam Salty harus mengurangi fasilitasnya sebanyak 27,63 % dari jumlah fasilitas
semula dengan tanpa nilai slack

6. Input Aktual Penyetan Warung Ayam Salty dengan variabel Meja dan Kursi
ternyata tidak efisien karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target (14 >
9,87). Agar menjadi efisien dengan penjualan sebesar Rp. 1 600 000 tiap harinya,
maka Warung Ayam Salty harus mengurangi meja kursinya sebanyak 29,49 % dari
jumlah fasilitas semula dengan nilai slack yang sudah masuk didalam pengurangan
tersebut sebesar 0,26 point..

Lamongan Cak Doel

1. Input Aktual Lamongan Cak Doel dengan variabel Karyawan ternyata tidak efisien
karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target ( 2 > 1,52). Agar menjadi
efisien dengan penjualan sebesar Rp. 750 000 tiap harinya, maka Lamongan Cak
Doel harus mengurangi karyawannya sebanyak 23,99 % dari karyawan semula
dengan dengan tanpa pengurangan nilai slack

2. Input Aktual Lamongan Cak Doel dengan variabel Jam Kerja ternyata tidak efisien
karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target ( 8 > 6,08). Agar menjadi
efisien dengan penjualan sebesar Rp. 750 000 tiap harinya, maka penyetan
Lamongan Cak Doel harus mengurangi jam kerjanya sebanyak 23,99 % dari jam
kerjanya semula dengan tanpa pengurangan nilai slack.

3. Input Aktual Lamongan Cak Doel dengan variabel Total Menu ternyata tidak efisien
karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target ( 12 > 8,61). Agar menjadi
efisien dengan penjualan sebesar Rp. 750 000 tiap harinya, maka Lamongan Cak
Doel harus mengurangi variasi menunya sebanyak 28,21 % dari jumlah variasi menu
semula dengan nilai slack yang sudah masuk didalam pengurangan tersebut sebesar
0,50 point.
4. Input Aktual Lamongan Cak Doel dengan variabel Jumlah Kompor ternyata tidak
efisien karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target ( 2 > 0,51). Agar
menjadi efisien dengan penjualan sebesar Rp. 750 000 tiap harinya, maka
Lamongan Cak Doel harus mengurangi jumlah kompornya sebanyak 74,66 % dari
jumlah kompor semula dengan nilai slack yang sudah masuk didalam pengurangan
tersebut sebesar 1,01 point.

5. Input Aktual Lamongan Cak Doel dengan variabel Fasilitas ternyata tidak efisien
karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target ( 2 > 1,01). Agar menjadi
efisien dengan penjualan sebesar Rp. 750 000 tiap harinya, maka Lamongan Cak
Doel harus mengurangi fasilitasnya sebanyak 49,32 % dari jumlah fasilitas semula
dengan nilai slack yang sudah masuk didalam pengurangan tersebut sebesar 0,51
point

6. Input Aktual Lamongan Cak Doel dengan variabel Meja dan Kursi ternyata tidak
efisien karena nilai aktualnya > dari nilai Efficient Input Target (4 > 3,04). Agar
menjadi efisien dengan penjualan sebesar Rp. 750 000 tiap harinya, maka Lamongan
Cak Doel harus mengurangi meja kursinya sebanyak 23,99 % dari jumlah fasilitas
semula dengan tanpa nilai slack.

Sedangkan untuk DMU yang sudah efisien berarti kombinasi input yang saat ini telah
mereka lakukan untuk mendapatkan output tertentu, telah efisien (meminimumkan biaya)
dan akibatnya keuntungan juga maksimal.

Ayam Geprek Ibu Erna

Dengan pendapatan Rp. 1 260 000 perhari, rumah makan Ayam Geprek Ibu Erna telah
memilih kombinasi input yang efisien dengan 2 karyawan, 12 jam lamanya bekerja, 31
variasi menu, 2 kompor, 4 unit fasilitas warung makan (cuci tangan, toilet, tisu dan kipas
angin) dan 6 meja kursi.

Aneka Penyet Daha

Dengan pendapatan Rp. 1 480 000 perhari, rumah makan Aneka Penyet Daha telah
memilih kombinasi input yang efisien dengan 3 karyawan, 12 jam lamanya bekerja, 17
variasi menu, 1 kompor, 2 unit fasilitas warung makan (cuci tangan dan kipas angin) dan 6
meja kursi.
Ayam Gapruk

Dengan pendapatan Rp. 2 250 000 perhari, rumah makan Aneka Penyet Daha telah
memilih kombinasi input yang efisien dengan 3 karyawan, 11 jam lamanya bekerja, 35
variasi menu, 2 kompor, 6 unit fasilitas warung makan (cuci tangan, kamar mandi ,kipas
angin, toilet, lokasi parkir, tisu) dan 16 meja kursi.

Pada subbab landasan toeri diatas juga telah dijelaskan bahwa DEA bisa juga digunakan
sebagai alat untuk benchmarking dari DMU yang belum efisien kepada DMU yang sudah
efisien.

Tabel 8. Input - Oriented CRS Efficiency with Benchmarks Optimal Lambdas

Tabel 8 memperlihatkan bahwa DMU yang belum efisien (DMU no 2,3,4 dan 6) dapat
melakukan benchmarking ke DMU yang sudah efisien (DMU no 1, 5 dan 7). Namun
benchmarking yang dapat dilakukan masing-masing DMU yang belum efisien, harus seusai
dengan hasil pada tabel tersebut.

DMU 2 (Penyetan Ngudi) hanya dapat melakukan benchmarking pada Aneka penyet
Daha dan Ayam Gepruk. Sedangkan DMU 3 (Penyetan Ibu Wiwid) hanya dapat melakukan
benchmarking ke Ayam Geprek Ibu Erna. DMU Ayam Kantin Salty hanya dapat melakukan
benchmarking ke Aneka Penyet Daha dan Ayam Gepruk, serta DMU Lamongan Cak Doel
hanya bisa melakukan benchmarking kepada Aneka Penyet Daha.

Hasil dari benchmarking tersebut akan memberikan rekomendasi kepada DMU yang
belum efisien dalam memilih kombinasi input yang paling efisien. Hasil dari benchmarking
pasti sama dengan hasil pada tabel 4. Input – oriented CRS Model Target. Contoh, DMU
Penyetan Ngudi melakukan benchmarking ke Aneka Penyet Daha dan Ayam Gepruk. Maka
hasilnya adalah jika DMU Penyetan Ngudi ingin menjadi efisien dalam pemilihan input
karyawan, maka yang dapat dilakukan adalah :

0,688 * jumlah karyawan aktual Aneka Penyet Daha + 0.081 * Jumlah karyawan aktual
Ayam Gepruk = Jumlah karyawan Penyetan Ngudi yang seharusnya agar tercapai efisiensi.

Dan begitu seterusnya untuk komponen input lainnya. Maka hasil perhitungan dari
benchmarking akan sama dengan tabel 4. Input – Oriented CRS Model Target.

Tabel 9. Hasil Simulasi benchmarking pada Semua Komponen Input

Tabel 9 merupakan hasil simulasi dengan menggunakan metode benchmarking dan


memberikan hasil sama dengan tabel 4. Input – Oriented CRS Model Target.

Tabel 10. Output Hasil Olahan DEA Menggunakan Metode Multiplier Model

Tabel 10 menggambarkan bahwa efek multiplier memberikan pengaruh seberapa besar


komponen input tersebut memberikan dampak pada inefisiensi DMU yang bersangkutan.
BAB III PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Ada beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh :
1. Dari 7 pedagang ayam penyet atau geprek terdapat 3 pengusaha yang sudah efisien
dalam memilih kombinasi inputnya dan masih terdapat 4 pengusaha yang belum
efisien dalam memilih kombinasi inputnya.

2. Warung penyetan yang sudah efisien :

a. Warung makan Aneka Penyet Daha


b. Ayam Geprek Ibu Erna
c. Ayam Gepruk Babar Sari
3. Warung penyetan yang belum efisien :

a. Warung Penyetan Ngudi : 67,74 %


b. Warung Penyetan Ibu Wiwid : 63,09 %
c. Warung Ayam Kantin Salty : 72,37 %
d. Lamongan Cak Doel : 76,01 %
4. Efisiensi input akan diperoleh dengan memilih kombinasi terbaik antara komponen –
komponen input ( Jumlah Tenaga Kerja, Jam Kerja, Jumlah fasilitas, Jumlah Meja dan
Kursi, Jumlah Kompor dan Variasi Menu)
DAFTAR PUSTAKA

Prastowo, M.Ec.Dev, Bahan Paparan Kuliah Metode Kuantitatif DEA , Januari 2019,
Yogyakarta

Widodo, T.2006. Perencanaan Pembangunan : Aplikasi Komputer (Era Otonomi daerah).


UPP STIM YKPN : Yogyakarta

Mudrajad Kuncoro, Ph.D , Metode Kuantitatif , Agustus 2018, Yogyakarta

Lilis Maryasih, Evi Mutia, Rahmawaty . Pengukuran Efisiensi Pengalihan PBB Sebagai
Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Daerah dengan Menggunakan Metode Data
Envelopment Analysis (DEA) . Universitas Syiah Kuala, Aceh
LAMPIRAN
Ayam Penyet Daha

Ayam Geprek Bu Erna


Ayam Gepruk Babarsari
Ayam Kantin Salty
Ayam Penyetan Bu Wiwid

Lamongan Cak Doel


Ayam Penyetan Ngudi

Anda mungkin juga menyukai