Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

INTERAKSI HUKUM ISLAM DAN BUDAYA LOKAL

Diajukan Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Filsafat Hukum Islam
Dosen Pengampu : Dr. Nur Aris, S.Ag, M.A

Disusun Oleh Kelompok :

Arif Rahman (1720110068)


Winarsih (1720110069)
Azizatul Khumairoh (1720110070)
Ahmad Amir Kasan (1720110071)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

TAHUN 2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbicara Islam dan budaya lokal, tentu merupakan pembahasan yang
menarik, dimana Islam sebagai agama universal merupakan rahmat bagi
semesta alam, dan dalam kehadirannya di muka bumi ini, Islam berbaur
dengan budaya lokal (local culture), sehingga antara Islam dan budaya lokal
pada suatu masyarakat tidak bisa dipisahkan, melainkan keduanya merupakan
bagian yang saling mendukung.
Kehadiran Islam ditengah masyarakat yang sebelumnya sudah
memiliki nilai-nilai budaya dan adat istiadat mengakibatkan terjadinya
interaksi antar dua unsur budaya yang berbeda, yaitu di satu sisi Islam dan di
sisi lain budaya lokal. Dalam proses interaksi tersebut, Islam dapat
terakomodasi oleh nilai-nilai lokal. Pada sisi lain, Islam yang datang di
tengah masyarakat yang telah memiliki sistem nilai berusaha mengakomodasi
nilai-nilai lokal. Ini merupakan ciri khas ajaran Islam, yakni bersifat
akomodatif sekaligus reformatif terhadap budaya maupun tradisi yang ada
tanpa mengabaikan kemurnian Islam itu sendiri.
Kehadiran Islam ditengah-tengah masyarakat yang sudah memiliki
budaya tersendiri, ternyata membuat Islam dengan budaya setempat
mengalami akulturasi, yang pada akhirnya tata pelaksanaan ajaran Islam
sangat beragam. Namun demikian, Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber
hukum Islam tetap menjadi ujung tombak di dalam suatu masyarakat muslim,
sehingga Islam begitu identik dengan keberagaman.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Hukum Islam?
2. Apa Pengertian Kebudayaan?
3. Bagaimana Interaksi antara Hukum Islam dengan Budaya Lokal?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Islam.


hukum Islam atau syariat Islam adalah sistem kaidah-kaidah yang
didasarkan pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai tingkah laku
mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan
diyakini, yang mengikat bagi semua pemeluknya. Dan hal ini mengacu pada
apa yang telah dilakukan oleh Rasul untuk melaksanakannya secara total.
Syariat menurut istilah berarti hukum-hukum yang diperintahkan Allah Swt
untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik yang berhubungan
dengan kepercayaan (aqidah) maupun yang berhubungan dengan amaliyah.
Syariat Islam menurut bahasa berarti jalan yang dilalui umat manusia
untuk menuju kepada Allah Ta’ala. Dan ternyata Islam bukanlah hanya
sebuah agama yang mengajarkan tentang bagaimana menjalankan ibadah
kepada Tuhannya saja. Keberadaan aturan atau sistem ketentuan Allah swt
untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah Ta’ala dan hubungan
manusia dengan sesamanya. Aturan tersebut bersumber pada seluruh ajaran
Islam, khususnya Al-Quran dan Hadits
Definisi hukum Islam adalah syariat yang berarti aturan yang diadakan
oleh Allah untuk umat-Nya yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW., baik
hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-
hukum yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan) yang dilakukan oleh
umat Muslim semuanya.1

1
Eva Iryani, Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, dalam Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi No.2 Vol.17 Tahun 2017. Hal. 24.

2
B. Pengertian Kebudayaan.
kebudayaan ialah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)
manusia.seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat atau keseluruhan
pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk
memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman
tingkah lakunya.2 Pendapat lain dikemukakan bahwa kebudayaan adalah
semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat, yang menghasilkan teknologi
dan kebudayaan kebendaan yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai
alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan oleh
masyarakat.3 Dengan demikian, kebudayaan pada dasarnya adalah hasil cipta,
rasa dan cita-karsa manusia.
Kalau dilihat dari pengertian budaya atau kebudayaan, kaitannya
dengan manusia dapat dipahami bahwa sebenamya manusia mempunyai dua
segi atau sisi kehidupan, material dan spritual. Sisi material mengandung
karya, yaitu kemampuan manusia untuk menghasilkan bendabenda atau yang
lainnya berwujud materi. Sisi spritual manusia mengandung cipta yang
menghasilkan ilmu pengetahuan.Karsa yang menghasilkan kaidah,
kepercayaan, kesusilaan, kesopanan hukum serta rasa yang menghasilkan
keindahan.Manusia berusaha mendapatkan ilmu peirgetahuan melalui logic,
menyerasikan perilaku terhadap kaidah melalui etika dan mendapatkan
keindahan melalui estetika.
Dapat pula dikatakan bahwa budaya mencakup dua dimensi, yaitu
fisik dan non fisik seperti bahasa, politik, agama, alat pertainan, kesenian,
peralatan rumah tangga dan lain sebagainya. Dimensi budaya itulah yang akan
mempengaruhi pola hidup sebuah kelompok. Muhammad Qasim Mathar
mengemukakan bahwa beragam pendapat dari sejumlah pakar yang

2
Depatemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Edisi ke
empat,( Jakarta; PT Gramedia, 2008), hal. 1484.
3
Atang Abd. Hakim, Metodologi Studi Islam, (Cet.I ;Bandung: Remaja Rosda Kirya 199 )
hal.29.

3
mengemukakan bahwa seluruh bentuk tatanan hidup dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
Kebudayaan digambarkan sebagai produk turun temurun antar generasi yang
merangkum unsur dan norma masyarakat itu sendiri. Bahkan ada yang
menjelaskan bahwa budaya merupakan perilaku kelompok masyarakat yang
terlokalisasi atau biasa disebut budaya local.4
C. Interaksi Hukum Islam dan Budaya Lokal.
Abdurrahman Wahid mengemukakan pandangannya terkait dengan
persentuhan agama (Islam) dengan budaya. Bahwa agama (Islam) dan budaya
mempunyai independensi masing-masing. Independensi antara agama dan
budaya ini bisa dibandingkan dengan independensi antara filsafat dan ilmu
pengetahuan. Orang tidak bisa berfilsafat tanpa ilmu pengetahuan, tetapi tidak
bisa dikatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah filsafat. Jadi, antara keduanya
terdapat perbedaan. Agama (lslam) bersumberkan wahyu dan memiliki norma
sendiri. Karena bersifat normatif, maka ia cendrung menjadi permanen.
Sedangkan budaya adalah buatan manusia, sehingga berkembang sesuai
dengan perkembangan zaman dan cendrung untuk selalu berubah. Perbedaan
ini tidak menghalangi kemungkinan manifestasi kehidupan beragama dalam
bentuk budaya.5
Dari hal inilah Abdurrahman Wahid memunculkan istilah
“pribumisasi Islam" pada tahun 1980-an. Istilah pribumisasi Islam
dimaksudkan sebagai upaya yang produktif untuk menjadikan Islam sebagai
sistem ajaran yang membumi, ia senapas dengan salah satu tujuan penting

4
Taufik Akbar, http://radarlampung.co.id/read/opini/15034-islam-dan-budaya-lokal (diakses,
29 September 2019).
5
Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, Agama Dan Kebudayaan, cet.II, (Depok:
Desantara, 2001), hal 79.

4
pembaruan (ajaran) Islam. Islam harus dibarukan agar tidak kehilangan
relevansinya dengan tuntutan lokal di tempat masyarakat pemeluknya hidup.6
Dialog mesra antara agama dan budaya akan melahirkan wajah Islam
yang lemah lembut. Fleksibilitas ajaran Islam yang terbuka terhadap
beragam kultur budaya memungkinkan agama ini diterima secara mudah oleh
berbagai pihak dan tetap eksis untuk waktu yang tak terbatas. Karena agama
merupakan hal yang paling dalam yang melekat dalam sistem keyakinan dan
perilaku keseharian. Mengadopsi berbagai latar belakang kultur budaya akan
memberi warna tersendiri terhadap perkembangannya. Oleh karena itu
seandainya kehadiran Islam di Indonesia dengan menerapkan kepercayaan
monotheis dan menyapu segala sesuatu yang ada sebelumnya mungkin sekali
ia tidak akan menemukan tempat untuk memasuki pulau-pulau Indonesia,
lebih-lebih pulau Jawa7
Islam masuk ke wilyah nusantara ini, masyarakat pribumi sudah
terlebih dahulu memiliki sifat local primitive. Ada atau tiadanya agama,
masyarakat akan terus hidup dengan pedoman yang telah mereka miliki
tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa datangnya Islam ke Nusantara ini
diidentikkan dengan datangnya suatu kebudayaan yang baru yang kelak akan
berinteraksi dengan budaya lama dan tidak menutup kemungkinan budaya
baru juga akan menggantikan budaya yang lama.8
Dalam teori Resepsi dikatakan bahwa suatu hukum dapat diberlakukan
manakala sudah diterima dengan hukum adat yang telah berlaku sebelumnya
tanpa adanya pertentangan. Dari teori resepsi inilah dapat diasumsikan bahwa
agama akan mudah diterima oleh masyarakat apabila ajarannya tersebut tidak
bertentangan serta memiliki kesamaan dengan kebudayaan masyarakat,
6
Asep Saeful Muhtadi, Pribumisasi Islam, Ikhtiar Menggagas Fiqhi Kontekstual, Cet.I
(Bandung: Pustaka Setia,2005), hal. 5.
7
Taufik Abdullah, Islam di Indonesia, sepintas lalu beberapa segi, (Jakarta; Tintamas,
1974), hal. 41.
8
Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal, (Jakarta: Perguruan Tinggi Islam
Negeri Jakarta) hal. 9.

5
sebaliknya agama akan ditolak masyarakat apabila kebudayaan masyarakat
berbeda dengan ajaran agama.
Dengan demikian, Kebudayaan suatu masyarakat akan sangat
dipengaruhi oleh agama yang mereka peluk. Ketika agama telah diterima
dalam masyarakat, maka dengan sendirinya agama tersebut akan mengubah
struktur kebudayaan masyarakat tersebut. Perubahan tersebut bisa bersifat
mendasar (asimilasi) dan dapat pula hanya mengubah unsur-unsur saja
(akulturasi). Atau pada awalnya bersifat akulturasi dan semakin lama menjadi
asimilasi9
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa hubungan antara agama dan
kebudayaan tersebut akan menyebabkan terjadinya proses akulturasi dan
asimilasi.
a) Akulturasi
Akulturasi menurut kamus Antropologi (Aryoono, 1985) adalah
pengambilan atau penerimaan satu atau beberapa unsur kebudayaan yang
berasal dari pertemuan dua atau beberapa kebudayaan yang saling
berhubungan atau saling bertemu. Konsep akulturasi terkait dengan proses
sosial yang timbul bila satu kelompok manusia dengan kebudayaan
tertentu dihadapkan dengan kebudayaan asing, sehingga unsur-unsur
kebudayaan asing itu lambat laun diterima atau ditolak dalam kebudayaan
sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Dalam konsep akulturasi, Islam diposisikan sebagai “Kebudayaan
Asing” dan masyarakat sebagai lokal yang menjadi penerima kebudayaan
asing tersebut. Misalnya, masyarakat Jawa yang memiliki tradisi
“Slametan” yang cukup kuat, ketika Islam datang maka tradisi tersebut
masih tetap jalan dengan mengambil unsur Islam terutama dalam doa-doa

9
Ibid., hal. 10.

6
yang dibaca. Wadah slametan tetap ada, akan tetapi isinya mengambil
ajaran Islam.10
b) Asimilasi
Asimilasi merupakan perpaduan dari dua kebudyaan atau lebih,
kemudian menjadi satu kebudayaan baru tanpa adanya unsur-unsur
paksaan. Asimilasi adalah proses sosial yang timbul bila ada kelompok-
kelompok masyarakat yang berlatar kebudayaan yang berbeda saling
bergaul secara intensif dalam waktu yang lama sehingga masing-masing
kebudayaan tadi berubah bentuknya dan membentuk kebudayaan baru.
Asimilasi terjadi apabila masing-masing kelompok memiliki sikap
toleransi dan simpati satu dengan yang lainnya. Sunan Kalijaga misalnya,
seorang tokoh jawa yang berhasil membangun budaya baru di tanah Jawa,
dengan memadukan antara unsur-unsur Islam dengan unsur-unsur Jawa.
Hal tersebut dapat kita saksikan dari perkembangan Islam di Jawa yang
berbeda dengan Islam di tanah kelahirannya yaitu Arab. Contoh bentuk
Asimilasi antara Islam dengan Jawa: Islam yang membawa paham
monoteisme lambat laun mengikis kepercayaan lokal yang cenderung
meyakini adanya dewa yang diekspresikan dalam bentuk upacara
keagamaan lokal, seperti: besi arca, Nyadran, Tingkepan dan sebagainya.
Sampai saat ini, kegiatan tersebut masih dijalankan, hanya saja isinya
sudah mengandung unsur-unsur ke-Islaman.11

10
Ibid., hal. 10.
11
Ibid., hal. 11

Anda mungkin juga menyukai