Anda di halaman 1dari 36

KASUS 3

NYERI PINGGUL

Ny. A 37 tahun punya 6 anak, sering mengeluh nyeri pinggul skala 6. Keluhan
nyeri ini sering muncul sejak kehamilan anaknya yang terakhir. Keluhan nyeri
pinggul juga tidak berkurang meskipun sudah melahirkan. Selama kehamilan
pasien mengalami gangguan nafsu makan dan kurang bisa mengkuti anjuran
dokternya dalam mengkonsumsi kalsium. Kadar kalsium darah 3,5 mg/dl, kadar
fosfor serum 2,5 mg/dl, Albumin 2,7 mg/dl.

Lembar Kerja Mahasiswa

1. KLASIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING


a. Kalsium
Kalsium merupakan alah satu mineral makro yang sangat dibutuhkan oleh
tubuh. Kekurangan asupan kalsium dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan
dalam tubuh terutama berhubungan dengan kesehatan tubuh. Salah satu defisiensi
kalsium yang menjadi perhaian penting karna efek yang ditimbulkannya adalah
osteoforosis. Nilai normal dari kadar kalsium darah adalah 8,8 sampai 10,4 mg/dL
(Nurfitri. 2016).
b. Fosfor
Fosfor merupakan zat penting dari semua jaringan tubuh. Fosfor penting untuk
fungsi otot dan sel-sel darah merah, pembentukan adenosine trifosfat (ATP) dan 2,3-
difosfogliserat (DPG), dan pemeliharaan keseimbanga asam basa. Kadar normal
serum fosfor berkisar 2,7 dan 4,5 mg/dL dan dapat setinggi 6 mg/dL pada bayi dan
anak-anak (Ichramsyah. 2016).
c. Albumin
Albumin merupakan proten plasma yang paling banyak dalam tubuh manusia
yaitusekitar 55-60 % dan totol kadar protein normal 3,8 sampai 5,0 g/dL. Albumin
secara luas digunakan untuk penggantian volume dan mengobati aalbuminemia
(Uhing 2004 : Boldt 2015).
2. KATA / PROBLEM KUNCI
a. Nyeri pinggul skala 6
b. Sudah melahirkan sebanyak 6 kali
c. Kurang mengonsumsi kalsium
d. Kadar kalsium darah 3,5 mg/dL
e. Fosfor serum 2,5 mg/dL
f. Albumin 2,7 mg/dL
3. MIND MAP

Nyeri pinggul

OSTEOPOROSIS OSTEOARTRITIS DISLOKASI

Osteoporosis merupakan kelainan Osteoartritis merupakan penyakit Dislokasi merupakan masalah


dimana terjadi penurunan masa degenerasi pada sendi yang pada tulang berupa bergesernya
tulang total. Terdapat perubahan melibatkan kartilago, lapisan sendi, tulang dari sendi atu posisi yang
pergantian tulang, homeostatis ligamen, dan tulang sehingga semestinya. Dislokasi dapat
normal. Kecepatan reabropsi tulang meyebabkan nyeri dan kekakuan terjadi pada sendi manapun,
lebih besar dari kecepatan pada sendi. (Sjamsuhidarjat et,al, tetapi yang sering mengalaminya
pembentukan tulang. (Junaidi, 2015) 2015) adalah sendi bahu, jari, siku,
lutut, dan panggul.(Legiran,
Manifestai klinis : Manifestasi klinis : 2017)
1. Nyeri dengan atau tanpa 1. Nyeri Manifestasi klinis :
fraktur nyata 2. Kekakuan sendi
2. Nyeri timbul mendadak 3. Krepitasi 1. Nyeri akut
3. Sakit hebat dan teralokasi 4. Pembengkakan pada tulang 2. Perubahan kontur sendi
pada vertebra yang terserang 5. Deformitas sendi 3. Kehilangan mobilitas
4. Deformitas vertebra abnormal
thorakallis 4. Perubahan sumbu tulang
deformitas
5. Kekakuan dan
pembengkakaan
TABEL PENSORTIRAN
NO TANDA DAN PENYAKIT
GEJALA
OSTEOPOROSIS OSTEOARTRITIS DISLOKASI

1. Nyeri pinggul   

2. Gangguan nafsu   
makan
3. Kadar kalsium   -
rendah
4. Kadar fosfor  - -
rendah
5. Kadar albumin  - -
rendah

4. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
1. Mengapa pada kasus diatas klien mengalami nyeri pinggul ?
2. Mengapa pada kasus nyeri pinggul tidak berkurang meskipun sudah melahirkan ?
3. Mengapa pada kasus klien mengalami gangguan nafsu makan ?
4. Mangapa pada kasus diatas kadar kalsium, kadar fosfor serum, dan albumin dalam
darah rendah ?

5. JAWABAN PERTANYAAN
1. Karena klien melahirkan di usia yang termasuk di usia pre menopause dimana pada
usia ini kadar kalsium mulai menurun juga konsumsi makanan yang mengandung
kalsium kurang sehingga kepadatan tulang juga ikut menurun dan ini yang akan
mengakibatkan osteoporosis. Salah satu gejala pada osteoporosis adalah nyeri
pinggul. ( Agustin R, 2014)
2. Karena klien melahirkan melebihi di usia produktif. Klien melahirkan diatas usia 30
tahun sehingga cadangan kalsium dan kepadatan tulang pada usia tersebut sudah
mulai menurun maka terjadinya pengeroposan tulang usai melahirkan menjadi lebih
besar. Ditambah lagi dengan kurangnya asupan nutrisi selama masa kehamilan
khususnya kalsium yang sangat berpengaruh dalam membentuk kepadatan tulang,
akibatnya akan terjadi pengeroposan tulang yang menyebabkan nyeri dibangian
pinggul bahkan setelah klien melahirkan. ( Agustin R, 2014)
3. Klien mengalami gangguan nafsu makan karena klien membatasi asupan nutrisinya
sehingga menyebabkan klien mengalami berbagai penyakit, seperti terganggunya
keseimbangan hormon. Salah satu hormon yang terganggu adalah berkurangnya
hormon esterogen yang mana hormon ini sangat diperluka untuk menjaga kepadatan
tulang. Dengan kadar esterogen yang rendah, maka densitas tulang pun akan rendah
sehingga osteoporosis sangat mudah untuk terjadi. ( Agustin R, 2014)
4. Kadar kalsium, kadar fosfor serum, dan albumin dalam darah rendah karena
kukurangan vitamin D, biasanya disebabkan oleh asupa yang kuang, kurang terpapar
sinar matahari, penyakit saluran pencernaan yang menghalangi penyerapan vitamin
D, serta sebagian besar kalsium dalam darah dibawah oleh protein albumin, karena
itu jika terlalu sedikit albumin dalam darah akan menyebaban rendahnya kosentrasi
kalsium dalam darah (Maisa, Chindi. 2016).

6. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA


a. Bagaimana pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosa dari osteoporosis ?
b. Bagaimana pengobatan pada penderita osteoporosis ?
c. Bagaimana pencegahan pada penderita osteoporosis ?

7. INFORMASI TAMBAHAN
a. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa dari
osteoporosis adalah pemeriksaan densitometri DEXA (Dual-Energy X-Ray
Absorptiometry), CT scan, radioisotop, pemeriksaan Quantitative Computerized
Tamography (QCT), MRI, dan Quantitative Ultra Sound (QUS).
b. Pengidap osteoporosis umumnya disarankan untuk mengonsumsi obat-obatan demi
mencegah keretakan tulang. Pilihan jenis pengobatan osteoporosis yang diberikan
tergantung kepada tingkat resiko keretakan tulang. Hal ini didasarkan pada sejumlah
data seperti hasil pemeriksaan DEXA dan usia klien. Pengobatan osteoporosis atau
pengeroposan tulang tidak hanya membutuhkan obat-obatan tetapi juga perubahan
gaya hidup yang dapat memperbaiki dan mempertahankan kepadatan tulang.
Pengobatannya seperti bifosfonat, antibodi, terapi hormonal, perubahan gaya hidup,
dan maningkatkan aktivitas fisik.
c. Upaya pencegahan terhadap pengidap osteoporosis sebaiknya sudah mulain
dilakukan pada stadium dini. Berbagai upaya pencegahan yang bermanfaat dalam
mencegah penyakit osteoporosis, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder,
dan pencegahan tersier.

8. KLARIFIKASI INFORMASI
a. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa dari
osteoporosis menurut Humaryanto (2017) yaitu :
1. Pemeriksaan Densitometri DEXA (Dual-Energy X-Ray Absorptiometry)
merupakan pemeriksaan yang paling tepat dan mahal. DEXA dapat digunakan
pada wanita yang mempunyai peluang untuk mengalami osteoporosis,
seseorang yang memiliki ketidakpastian dalam dignosa, dan penderita yang
memerlukan keakuratan dalam hasil pengobatan osteoporosis. Keuntungan dari
penggunaan alat ini adalah dapat menentukan kepadatan tulang dengan baik dan
mempunyai paparan radiasi yang sangat rendah. Namun alat ini juga
membutuhkan koresi berdasarkan volume tulang (secara bersamaan hanya
menghitung dua dimensi yaitu tinggi dan lebar) dan posisi seseorang saat
menggunakan alat ini dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan tersebut.
2. Pemeriksaan CT scan densitas tulang dapat memberikan gambaran akurat
mengenai tingkat massa tulang dan menentukan kecepatan penipisan tulang.
Kelebihan pada pengguna alat ini adalah kepadatan tulang belakang dan patah
tulang dapat diukur dengan akurat. Akan tetapi paparan radiasi pada alat ini
sangat tinggi.
3. Pemeriksaan radioisotop ini menggunakan sinar foton radionuklida yang dapat
mendeteksi densitas tulang dan ketebalan korteks tulang. Pemeriksaan ini
digunakan untuk mengukur vertebra dan kolum femoris.
4. Pemeriksaan Quantitative Computerized Tamography (QCT) digunakan untuk
mengukur mineral tulang karena dapat menilai secara volumetrik trabekulasi
tulang radius, tibia, dan vertebra. Keuntungannya adalah QCT tidak perlu
memperhitungkan berat badan dan tinggi badan. Kerugiannya adalah paparan
radiasinya jauh lebih tinggi daripada pemeriksaan lainnya.
5. Pemeriksaan MRI merupakan pemeriksaan yang dapat mengukur struktur
trabekuler tulang dan kepadatannya. Pemeriksaan ini tidak memerlukan radiasi
hanya paparan magnet.
6. Pemeriksaan Quantitative Ultra Sound (QUS) merupakan pemeriksaan yang
menggunakan kecepatan gelombang suara ultra yang menembus tulang,
kemudian dinilai atenuasi kekuatan dan daya tembus melalui tulang yang
dinyatakan sebagai pita lebar ultrasonik dan kekakuan.
b. Pengobatan yang diberikan pada pasien dengan osteoporosis menurut Herawati
(2017) dapat dilakukan seperti :
1. Bifosfonat
Bofosfonat ini adalah terapi obat yang paling umum untuk osteoporosis.
Mereka adalah sebagai berikut :
a) Alendronate adalah obat oral yang biasanya dikonsumsi sekali per minggu.
b) Ibandronate tersedia sebagai tablet oral bulanan atau sebagai injeksi
intravena untuk empat kali per tahun.
c) Risedronate tersedia dalam dosis harian, mingguan, dua bulanan, atau
bulanan.
d) Asam zoledronic tersedia sebagai infus intravena, digunakan sekali setiap
satu atau dua tahun.
2. Antibodi
Denosumab adalah suatu antibodi yang terlibat dalam proses reabsorpsi
tulang oleh tubuh. Antibodi ini memperlambat reabsorpsi tulang sehingga juga
dapat mempertahankan kepadatan tulang. Zat ini tersedia dalam bentuk suntikan
yang bisa digunaan setiap enam bulan.
3. Terapi hormon
Wanita sudah masuk masa menopause berada pada risiko yang tinggi untuk
terkena osteoporosis. Estrogen membantu melindungi tulang,
sedangkan produksi estrogen turun selama menopause. Oleh sebab itu, bagi
wanita menopause, terapi hormon, atau terapi penggantian hormon, merupakan
pilihan pengobatan yang bisa digunaan. Jenis terapi hormon yang bisa
digunakan untuk mengobati tulang keropos meliputi:
a) Selektif reseptor estrogen modulator (SERM)
SERMs memiliki efek yang sama dengan estrogen yaitu melestarikan
dan mempertahankan kepadatan tulang. Salah satu contohnya Raloxifene
tersedia dalam bentuk tablet oral harian.
b) Thyrocalcitonin
Ini adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar tiroid. Hormon
ini membantu mengatur kadar kalsium dalam tubuh. Dokter menggunakan
thyrocalcitonin sintetis, atau kalsitonin untuk mengobati osteoporosis tulang
belakang pada orang yang tidak bisa mengambil bifosfonat. Hal ini juga
dapat mengurangi rasa sakit pada beberapa orang yang memiliki fraktur
kompresi tulang belakang. Obat ini tersedia dalam bentuk semprot hidung
atau injeksi.
c) Hormon paratiroid (PTH)
Hormon ini mengatur kadar kalsium dan fosfat dalam tulang.
Perawatan dengan PTH sintetis seperti teriparatid dapat meningkatkan
pertumbuhan tulang baru. Obat ini tersedia dalam bentuk injeksi harian
dalam kombinasi dengan kalsium dan suplemen vitamin D. obat ini mahal
dan umumnya disediakan untuk orang-orang dengan osteoporosis parah
yang memiliki toleransi buruk terhadap perawatan lainnya.
4. Melakukan Perubahan gaya hidup
Berusaha memenuhi kebutuhan kalsium dan vitamin D dari makanan dapat
membantu menghambat pengeroposan tulang. Vitamin D membantu tubuh
menyerap kalsium yang dibutuhkan. Makanan yang kaya kalsium antara lain:
a) Produk susu
b) Sayuran hijau gelap
c) Roti yang diperkaya
d) Produk kedelai seperti tahu dan tempe
e) Makanan yang Mengandung Tinggi Kalsium
f) 10 Sumber Makanan yang Mengandung Vitamin D Terbaik
Para ahli merekomendasikan bahwa wanita berusia 19-50 tahun dan pria
usia 19-70 tahun harus mendapatkan 1.000 miligram (mg) kalsium per hari.
Wanita yang berusia 51-70 tahun dan semua orang di atas 70 tahun harus
mendapatkan 1.200 mg kalsium per hari.
Sedangkan untuk vitamin D, bagi yang berusia di bawah usia 70 tahun
harus mendapatkan 600 unit internasional (IU) vitamin D per hari dan orang
dewasa di atas 70 tahun harus mendapatkan 800 IU vitamin D per hari.
5. Meningkatkan aktivitas fisik.
Latihan fisik dengan rajin bergerak akan membantu menguatkan tulang.
Apapun bentuknya, aktivitas fisik membantu mencegah pengeroposan tulang
yang terkait dengan usia dan dapat meningkatkan kepadatan tulang pada
beberapa kasus. Olahraga juga dapat membantu memperbaiki keseimbangan dan
postur tubuh.
c. Pencegahan pada pasien dengan osteoporosis menurut Mangoenprasodjo (2015)
antara lain :
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan dengan tujuan untuk tahap awal pencegahan
terjadinya osteoporosis. Salah satunya selalu memperhatikan faktor-faktor yang
dapat menyebabkan osteoporosis baik secara genetik ataupun karena faktor
lingkungan. Adapun cara pencegahan primer diantaranya :
a) Mengonsumsi makanan yang mengandung kalsium, seperti susu.
Cairan putih ini merupakan sumber kalsium dan fosfor yang sangat penting
untuk pembentukan tulang. Itulah sebabnya sumber nutrisi dari susu tak
hanya baik bagi terpeliharanya kebuguran tubuh, tetapi juga kesehatan
tulang. Demi mencegah keropos tulang, dibutuhkan keteraturan konsumsi
susu sejak dini hingga usia lanjut (lansia). Angka kecukupan gizi kalsium
adalah 800-1200mg perorang perhari atau setara dengan tiga sampai 4 gelas
susu.
b) Melakukan latihan fisik atau biasa disebut dengan senam osteoporosis.
Senam osteoporosis merupakan Olahraga atau aktivitas fisik yang dapat
meningkatkan kepadatan mineral pada tulang atau mengurangi hilangnya
jaringan tulang terutama pada wanita premenopause dan
postmenopause.Tujuan dilakukanya senam osteoporosis adalah untuk
memelihara kondisi punggung, mencegah dan mengobati osteoporosis.
Latihan ini dilakukan 15-20 menit, 3 sampai 5 kali dalam seminggu
minimal 2xseminggu, latihan ini dilakukan dengan berdiri dan telentang.
Menurut mangoenprasodjo (2015) penelitian lain yang dilakukan pada
wanita-wanita setengah baya, menyatakan bahwa latihan olahraga seperti
senam osteoporosis membantu mencegah terkikisnya tulang tulang yang
biasanya terjadi pada usia baya.
c) Hindari faktor penghambat penyerapan kalsium atau mengganggu
pembentukan tulang seperti merokok, mengonsumsi alkohol, konsumsi obat
yang menyebabkan osteoporosis.
2. Pencegahan Sekunder
Cara pencegahan sekunder ini bertujuan untuk menghambat persebaran
osteoporosis yang sudah ada dalam tubuh mengkoplikasi penyakit yang lain.
Dengan pencegahan sekunder ini banyak sekali hal yang harus dilakukan salah
satunya melakukan pendeteksi dini pada penderita osteoporosis. Setelah
didapatkan hasil untuk memperkuat diagnosa osteoporosis maka yang harus
dilakukan untuk tahap pencegahan sekunder ini adalah sebagai berikut:
a) Konsumsi kalsium yang harus ditambah lebih banyak lagi
b) Terapi Sulih Hormon (TSH). Setiap perempuan pada saat menopause
mempunyai risiko osteoporosis. Salah satu yang dianjurkan adalah
pemakaian ERT (Estrogen Replacement Therapy) pada mereka yang tidak
ada kontraindikasi. ERT menurunkan risiko fraktur sampai 50 persen pada
panggul tulang dari vertebra.
c) Latihan fisik yang bersifat spesifik dan individual. Prinsipnya sama dengan
latihan beban dan tarikan (stretching) pada aksis tulang. Latihan tidak dapat
dilakukan secara missal karena perlu mendapat supervise dari tenaga medis.
d) Mengonsumsi E Calcitonin, tentunya sesuai anjuran dokter
e) Rutin memeriksakan diri ke layanan kesehatan
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tertier merupakan pencegahan yang dilakukan dikarenakan
sudah terjadi osteoporosis dan dicegah agar tidak mengalami keparahan atau
sakit yang berlebih yaitu dengan cara, setelah pasien mengalami osteoporosis
atau fraktur jangan biarkan melakukan gerak (mobilisasi) terlalu lama. Sejak
awal perawatan, disusun rencana mobilisasi, mulai mobilisasi pasif sampai aktif
dan berfungsi mandiri.Dari sudut rehabilitasi medis, pemakaian
fisioterapi/okupasi terapi akan mengembalikan kemandirian pasien secara
optimal. Pemahaman pasien dan keluarganya tentang osteoporosis diharapkan
menambah kepedulian dan selanjutnya berperilaku hidup sehat sesuai pedoman
pencegahan osteoporosis.
9. ANALISA & SINTESIS INFORMASI
Judul : Hubungan Komposisi Tubuh dengan Kepadatan Tulang Wanita Usia Subur di
Kota Bandung
Dari hasil analisa kami kasus diatas adalah osteoporosis. Dimana definisi dari
osteoporosis ini adalah kondisi tulang menjadi keropos, yang memiliki sifat yang khas
berupa berkurangnya massa tulang. Dasar terjadinya osteoporosis adalah
ketidakseimbangan antara reabsopsi tulang dengan formasi tulang. Apabila
penghancuran lebih banyak daripada pembentukan tulang akan menjadi keropos. Banyak
faktor yang dapat memengaruhi timbulnya osteoporosis seperti genetik, usia, kurang
aktifitas fisik, postur tubuh, dan komposisi tubuh (indeks massa tubuh, lean body mass,
total lemak dalam tubuh) (Widyanti, Laras. 2016).
Wanita memiliki risiko penurunan massa tulang lebih cepat dibandingkan pria.
Penurunan massa tulang pada wanita dapat disebabkan oleh berkurangnya produksi
hormon estrogen pada wanita menopause yang membuat peningkatan penghancuran
tulang oleh sel osteoklas dan penurunan pembentukan tulang oleh sel osteoblas
(Widyanti, Laras. 2016).
Berdaserkan jurnal dari Laras Ristati Eka Widyanti (2016), kejadian osteoporosis
disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor risiko osteoporosis pada wanita
adalah komposisi tubuh. Komposisi tubuh adalah proporsi relatif antara jaringan lemak
dan jaringan tanpa lemak. Komposisi tubuh terdiri dari dua bagian yaitu simpanan lemak
(jaringan adipose) dan jaringan bebas lemak (lean tissue). Jaringan bebas lemak sangat
aktif dalam proses metabolisme sehingga kebutuhan gizi seseorang dipengaruhi oleh
jaringan ini, sedangkan jaringan adipose berfungsi sebagai cadangan energi. Komposisi
tubuh dapat memengaruhi kesehatan tulang seseorang.
Hasil penelitian dari jurnal Laras Ristati Eka Widyanti (2016), didapat hasil antara
Hubungan Lemak Tubuh dengan Kepadatan Tulang. Dalam penelitian menunjukan hasil
uji statistik antara total lemak tubuh dan kepadatan tulang menunjukan ada hubungan
yang bermakna ditandai dengan nilai p-value 0,006 (p<0,05) dengan tingkat keeratan
hubungan sebesar 0,327 (tingkat keeratan rendah). Korelasi bernilai positif sehingga
semakin tinggi total lemak tubuh maka semakin tinggi nilai kepadatan tulang. Sedangkan
antara Hubungan Lean mass dengan Kepadatan Tulang. Dalam penelitian menunjukan
hasil uji statistik antara lean mass dan kepadatan tulang menunjukan ada hubungan yang
bermakna ditandai dengan nilai p-value 0,006 (p<0,05) dengan tingkat keeratan
hubungan sebesar -0,328 (tingkat keeratan rendah). Korelasi bernilai negatif sehingga
semakin tinggi total lean mass maka semakin rendah nilai kepadatan tulang. Lean mass
pada wanita memiliki risiko penurunan lebih besar dibandingkan dengan pria. Penurunan
ini dapat disebabkan oleh perubahan hormonal dan gaya hidup. Hormon yang
memengaruhi adalah growth hormone dan hormon steroid.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang positif antara lemak tubuh dan kepadatan tulang. Sebab, efek
perlindungan lemak terhadap kepadatan tulang adalah memberikan beban mekanis pada
tulang. Pada keadaan yang normal tulang melakukan remodeling karena tulang
merupakan jaringan yang dinamik. Remodeling tulang terjadi karena adanya perubahan
hormonal dan pembebanan mekanik. Dan juga lemak tubuh dapat membantu dalam
memproduksi hormon estrogen. Dimana hormon estrogen merupakan hormon seks
steroid yang berfungsi penting untuk metabolisme tulang, hormon ini mengatur sel
osteoblast dan osteoklas serta menjaga keseimbangan dari pembentukan dan
penghancuran tulang. Sedangkan pada hubungan antara lean mass dengan kepadatan
tulang terdapat hubungan negatif (Widyanti, Laras. 2016).

10. LAPORAN DISKUSI


A. DEFINISI
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa tulang total.
Terdapat perubahan pergantian tulang homeostatis normal. Kecepatan resorpsi tulang
lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang. Pengakibatkan penurunan massa tulang
total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah; tulang menjadi
mudah fraktur dengan stress yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang
normal (Junaidi, 2015).
B. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
1. Determinasi Massa Tulang
a. Faktor Genetik
Perbedaan genetik mempuyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang.
Beberapa orang mempuyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai
contoh, orang kulit hitam pada umurnya mempuyai struktur yang lebih kuat/berat
dari pada bangsa kaukasia. Jadi seseorang yang mempuyai tulang kuat (terutama
kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis(Rahartati,
2016).
b. Faktor Mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetik.
Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan
mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Dengan perkataan lain dapat
disebutkan bahwa ada hubungan langsung dan nyata antara massa otot dan massa
tulang. Kedua hal tersebut menunjukan respons terhadap kerja mekanik beban
mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang
yang besar(Rahartati, 2016).
c. Faktor Makanan dan Hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein
dan mineral). Pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan
pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misalnya
kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat
menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang
bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya(Rahartati, 2016).
2. Determinasi Penurunan Massa Tulang
a. Faktor Genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap resiko terjadinya fraktur. Pada seseorang
dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat resiko fraktur dari pada
seseorng dengan tulang yang besar. Setiap individu mempuyai ketentuan normal
sesuai dengan sifat genetiknya serta beban mekanis dan besar badannya. Apabila
individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa
tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut
relatif masih mempuyai tulang lebih banyak dari pada individu yang mempuyai
tulang kecil pada usia yang sama(Rahartati, 2016).
b. Faktor Mekanis
Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia, dan karena
massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan
menurun dengan bertambahnya usia(Rahartati, 2016).
c. Kalsium
Kalsium merupakan yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri
menopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak baik, akan
mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang
masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukan keseimbagan
kalsium positif. Jadi, dapat disimpulkan kekurangan/kehilangan estrogen pada
masa menopause adalah pergeseran keseimbagan kalsium yang negatif, sejumlah
25mg kalsium sehari(Rahartati, 2016).
d. Protein
Pada umumnya, protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan
lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan
mengurangi eksresi kalsium melalui urin. Jadi, dapat disimpulkan makanan yang
mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi
keseimbangan kalsium yang negatif(Rahartati, 2016).
e. Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya
gangguan keseimbagan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya
efisiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium
di ginja(Rahartati, 2016).
f. Rokok Dan Kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan
penurunan massa tulang. Lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah.
Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui,
akan tetapi kafein dapat memperbanyak eksresi kalsium melalui urin maupun
tinja(Rahartati, 2016).
g. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu
dengan alkoholisme mempuyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai
dengan eksresi lewat urin yang meningkat (Rahartati, 2016)
C. KLASIFIKASI
Menurut Ichramsyah(2016) Klasifikasi osteoporosis di bagi atas tiga bagian, yaitu :
1. Osteoporosis primer yang dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Osteoporosis
primer ini terdiri dari dua bagian :
a. Tipe I (Post-menopausal) : Terjadi 15-20 tahun setelah menopause (53-75
tahun).
b. Tipe II : Terjadi pada pri dan wanita usia >70 tahun.
2. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis jenis ini dapat terjadi pada tiap kelompok umur yang disebabkan oleh
keadaanmedis lainnya atau obat-obatan.
3. Osteoporosis idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui.Hal ini terjadi
pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang
normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari
rapuhnya tulang.
D. PATOFISIOLOGI
Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan alkohol), dan
aktivitas mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan masa tulang mulai terjadi
setelah tercaipainya puncak massa tulang. Pada pria massa tulang lebih besar dan tidak
mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada perempuan, hilangnya
estrogen pada saat menopouse dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan
resorpsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopouse (Nurma
Ningsih, 2017).
Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk mempertahankan
remodelling tulang selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang
dan fungsi tubuh. Asupan kasium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama
bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan
osteoporosis. Asupan harian kalsium yang dianjurkan (RDA : recommended daily
allowance) meningkat pada usia 11 – 24 tahun (adolsen dan dewasa muda) hingga 1200
mg per hari, untuk memaksimalakan puncak massa tulang. RDA untuk orang dewasa
tetap 800 mg, tetapi pada perempuan pasca menoupose 1000-1500 mg per hari.
Sedangkan pada lansia dianjurkan mengkonsumsi kalsium dalam jumlah tidak terbatas.
Karena penyerapan kalsium kurang efisisien dan cepat diekskresikan melalui ginjal
(Smeltzer, 2016).
Demikian pula, bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen
dapat menyebabkan osteoporosis. Penggunaan kortikosteroid yang lama, sindron
Cushing, hipertiriodisme dan hiperparatiriodisme menyebabkan kehilangan massa
tulang. Obat- obatan seperti isoniazid, heparin tetrasiklin, antasida yang mengandung
alumunium, furosemid, antikonvulsan, kortikosteroid dan suplemen tiroid
mempengaruhi penggunaan tubuh dan metabolisme kalsium.Imobilitas juga
mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Ketika diimobilisasi dengan gips, paralisis atau
inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat dari pembentukannya sehingga
terjadi osteoporosis (Smeltzer, 2016).
Osteoporosis merupakan silent disease. Penderita osteoporosis umumnya tidak
mempunyai keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur.
Osteoporosis mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala
pada daerah daerah yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang yang
mendapat tekanan (tulang vertebra dan kolumna femoris) (ode, 2012).
Pada tulang yang normal, kecepatan pembentukan dan resorpsi tulang bersifat
konstan pergantian segera disertai resorpsi, dan jumlah tulang yang digantikan sama
dengan jumlah tulang yang diresorpsi. Osteoporosis terjadi kalau siklus remodeling
tersebut terganggu dan pembentukan tulang yang baru menurun hingga dibawah
resorpsi tulang. Kalau tulang diresorpsi lebih cepat daripada pembentukanya, maka
kepadatan atau densitas tulang tersebut akan menurun (Kowalak, 2003)
Pada wanita menopause tingkat esterogen turun sehingga siklus remodeling tulang
berubah dan pengurangan jaringan tulang dimulai karena salah satu fungsi esterogen
adalah mempertahankan tingkat remodeling tulang yang normal, sehingga ketika
esterogen turun, tingkat resorbsi tulang menjadi lebih tinggi dari pada formasi tulang
yang mengakibatkan berkurangnya massa tulang (Lane, 2001 dalam Mu’minin, 2016).
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis dari osteoporosis menurut Ichramsyah (2016), yaitu
1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
2. Nyeri timbul mendadak
3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yang terserang
4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah oleh karena melakukan
aktivitas
6. Deformitas vertebra thorakalis penurunan tinggi badan
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Ichramsyah (2016) Pemeriksaan non-invasif pada osteoporosis yaitu:
1. Pemeriksaan analisis aktivasi neutron yang bertujuan untuk memeriksa kalsium
total dan massa tulang.
2. Pemeriksaan absorpsiometri
3. Pemeriksaan komputer tomografi (CT)
4. Pemeriksaan biopsi yaitu bersifat invasif dan berguna untuk memberikan informasi
mengenai keadaan osteoklas, osteoblas, ketebalan trabekula dan kualitas
meneralisasi tulang. Biopsi dilakukan pada tulang sternum atau krista iliaka.
5. Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan kimia darah dan kimia urine biasanya
dalam batas normal.sehingga pemeriksaan ini tidak banyak membantu kecuali pada
pemeriksaan biomakers osteocalein (GIA protein).
G. PENGOBATAN
Prinsip Pengobatan pada osteoporosis menurut Rahartati (2016), yaitu :
1. Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan
pembentukan tulan adalah Na-fluorida dan steroid anabolik
2. Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang
adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat.
H. PENCEGAHAN
Menurut Mangoenprasodjo (2015) pencegahan osteoporosis dibagi menjadi tiga bagian:
4. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan dengan tujuan untuk tahap awal pencegahan
terjadinya osteoporosis. Salah satunya selalu memperhatikan faktor-faktor yang
dapat menyebabkan osteoporosis baik secara genetik ataupun karena faktor
lingkungan. Adapun cara pencegahan primer diantaranya :
d) Mengonsumsi makanan yang mengandung kalsium, seperti susu.
Cairan putih ini merupakan sumber kalsium dan fosfor yang sangat penting
untuk pembentukan tulang. Itulah sebabnya sumber nutrisi dari susu tak hanya
baik bagi terpeliharanya kebuguran tubuh, tetapi juga kesehatan tulang. Demi
mencegah keropos tulang, dibutuhkan keteraturan konsumsi susu sejak dini
hingga usia lanjut (lansia). Angka kecukupan gizi kalsium adalah 800-1200mg
perorang perhari atau setara dengan tiga sampai 4 gelas susu.
e) Melakukan latihan fisik atau biasa disebut dengan senam osteoporosis.
Senam osteoporosis merupakan Olahraga atau aktivitas fisik yang dapat
meningkatkan kepadatan mineral pada tulang atau mengurangi hilangnya
jaringan tulang terutama pada wanita premenopause dan
postmenopause.Tujuan dilakukanya senam osteoporosis adalah untuk
memelihara kondisi punggung, mencegah dan mengobati osteoporosis. Latihan
ini dilakukan 15-20 menit, 3 sampai 5 kali dalam seminggu minimal
2xseminggu, latihan ini dilakukan dengan berdiri dan telentang. Menurut
mangoenprasodjo (2015) penelitian lain yang dilakukan pada wanita-wanita
setengah baya, menyatakan bahwa latihan olahraga seperti senam osteoporosis
membantu mencegah terkikisnya tulang tulang yang biasanya terjadi pada usia
baya.
f) Hindari faktor penghambat penyerapan kalsium atau mengganggu
pembentukan tulang seperti merokok, mengonsumsi alkohol, konsumsi obat
yang menyebabkan osteoporosis.
5. Pencegahan Sekunder
Cara pencegahan sekunder ini bertujuan untuk menghambat persebaran
osteoporosis yang sudah ada dalam tubuh mengkoplikasi penyakit yang lain.
Dengan pencegahan sekunder ini banyak sekali hal yang harus dilakukan salah
satunya melakukan pendeteksi dini pada penderita osteoporosis. Setelah didapatkan
hasil untuk memperkuat diagnosa osteoporosis maka yang harus dilakukan untuk
tahap pencegahan sekunder ini adalah sebagai berikut:
f) Konsumsi kalsium yang harus ditambah lebih banyak lagi
g) Terapi Sulih Hormon (TSH). Setiap perempuan pada saat menopause
mempunyai risiko osteoporosis. Salah satu yang dianjurkan adalah pemakaian
ERT (Estrogen Replacement Therapy) pada mereka yang tidak ada
kontraindikasi. ERT menurunkan risiko fraktur sampai 50 persen pada panggul
tulang dari vertebra.
h) Latihan fisik yang bersifat spesifik dan individual. Prinsipnya sama dengan
latihan beban dan tarikan (stretching) pada aksis tulang. Latihan tidak dapat
dilakukan secara missal karena perlu mendapat supervise dari tenaga medis.
i) Mengonsumsi E Calcitonin, tentunya sesuai anjuran dokter
j) Rutin memeriksakan diri ke layanan kesehatan
6. Pencegahan Tersier
Pencegahan tertier merupakan pencegahan yang dilakukan dikarenakan sudah
terjadi osteoporosis dan dicegah agar tidak mengalami keparahan atau sakit yang
berlebih yaitu dengan cara, setelah pasien mengalami osteoporosis atau fraktur
jangan biarkan melakukan gerak (mobilisasi) terlalu lama. Sejak awal perawatan,
disusun rencana mobilisasi, mulai mobilisasi pasif sampai aktif dan berfungsi
mandiri.Dari sudut rehabilitasi medis, pemakaian fisioterapi/okupasi terapi akan
mengembalikan kemandirian pasien secara optimal. Pemahaman pasien dan
keluarganya tentang osteoporosis diharapkan menambah kepedulian dan
selanjutnya berperilaku hidup sehat sesuai pedoman pencegahan osteoporosis.
KONSEP KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Identifikasi kebutuhan dasar yang mengalami gangguan
Kategori Subkategori Masalah Normal
Fisiologis Respirasi R : 16-20x/menit
- Tidak mengalami kelebihan
atau kekurangan oksigenasi
Sirkulasi Tidak mengalami penurunan
sirkulasi darah.
Nilai normal :
1. Hb 10.7 g/dl
- 2. Leukosit 19.600/Ul,
3. LED 102 mm/jam,
4. Hematokrit 35%,
5. Trombosit 195.00/Ul,
6. Tekanan darah 120/80
mmHg.
Nutrisi dan Cairan 1. Pasien Nilai Normal
mengalami 1. Albumin 3,8 – 5,0 mg/dl
gangguan nafsu 2. Kalsium 8,8 – 10,4 mg/dl
makan 3. Fosfor serum 2,7-4,5
2. Kadar Albumin mg/dl
2,7 mg/dL
Eliminasi - Eliminasi normal
Aktivitas dan Istirahat - Aktivitas dan istirahat normal
Neurosensori - Tidak mengalami gangguan
pada neurosensory
Reproduksi dan - Tidak ada gangguan pada
Seksualitas reproduksi dan seksualitas
Psikologis Nyeri dan Klien merasakan nyeri Tidak mengalami gangguan
Kenyamanan pada pinggul skala 6 pada neurosensory
yang tidak hilang
setelah melahirkan
Integritas Ego - Tidak mengalami gangguan
baik pada emosi individu serta
gangguan spiritual pada
individu
Perilaku Pertumbuhan dan - Normalnya tidak terdapat
Perkembangan gangguan pada pertumbuhan
Kebersihan Diri dan perkembangan Kebersihan
Diri
Penyuluhan dan Klien kurang bisa Individu mendapat informasi
Pembelajaran mengikuti anjuran tentang penyuluhan kesehatan
dokter dalam dan dapat merubah pola hidup
mengonsumsi kalsium yang sehat
Relasional Interaksi Sosial - Individu dapat berinteraksi
sosial dengan baik
Lingkungan Keamanan dan - Individu tidak mengalami
Proteksi gangguan keamanan dan
gangguan proteksi

b. Pemeriksaan Lab/Penunjang

Hasil Lab Kadar Normal

1. Kalsium 3,5 mg/dl 1. Kalsium 8,8 – 10,4 mg/dl


2. Fosfor Serum 2,5 mg/dl 2. Fosfor serum 2,7 - 4,5 mg/dl
3. Albumin 2,7 mg/dl 3. Albumin 3,9 – 5,0 mg/dl
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Data Subjektif & Objektif Analisa Data Masalah Keperawatan

Do : - Penurunan massa Nyeri Kronis


tulang

Tulang menjadi
Ds :
mudah rapuh dan
 Pasien sudah 6 kali patah
melahirkan
Fraktur
 Pasien seing
mengeluh nyeri Pelepasan mediator
pinggul skala 6 kimia
 Keluhan muncul
Dihantarkan ke
sejak kehamilan
sumsum tulang
anak terakhir
 Nyeri pinggul tidak Dipersepsikan oleh

berkurang meskipun hipotalamus

sudah melahirkan
Nyeri Kronis

Do : Hormos Esterogen dan Defisit Nutrisi

 Kadar Albumin 2,7 Progesteron

mg/dL
Anoreksia

Ds : Nafsu makan menurun

 Pasien selama hamil Kadar Albumin dalam


mengalami gangguan
darah menurun
nafsu makan

Defisit Nutrisi
Do : Kekurangan kalsium Ketidakpatuhan
saat hamil
 Kadar Kalsium
darah 3,5 mg/dL Kalsium ibu diserap
 Kadar fosfor serum untuk pembentukan
2,5 mg/dL kerangka bayi

Kebutuhan kalsium
Ds : meningkat

 Pasien kurang bisa Kurang


mengikut anjuran mengkonsumsi nutrisi
dokter dalam yang mengandung
mengkonsumsi kalsium
kalsium
Kadar kalsium dalam
darah menurun

Ketidakpatuhan
Pathway

Etiologi

Hormon Faktor Usia, Kekurangan


Mekanis Kalsium saat hamil

Hormon Esterogen, Penurunan Massa Kalsium ibu diserap


Progesteron Tulang untuk pembentukan
kerangka bayi

Anoreksia OSTEOPOROSIS
Kebutuhan
Kalsium

Nafsu makan Tulang menjadi


mudah rapuh dan Kurang mengkonsumsi
patah nutrisi yang mengandung
kalsium
Kadar Albumin
dalam darah Fraktur
Kadar kalsium
dalam darah
Defisit Nutrisi Pelepasan mediator
kimia
Ketidakpatuhan

Dihantarkan ke
sumsum tulang

Dipersepsikan oleh
Hipotalamus

Nyeri Kronis
3. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN LUARAN INTERVENSI RASIONAL

1. Nyeri Kronis b.d kondisi Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
musculoskeletal kronis, gangguan Setelah dilakukan Observasi Observasi
fungsi metabolic, dan kondisi pasca intervensi keperawatan 1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk mengetahui daerah
trauma d.d mengeluh nyeri dan selama 3 x 24 jam maka karakteristik, durasi, nyeri, kualitas nyeri, kapan
anoreksia. Tingkat Nyeri Menurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dirasakan.
dengan kriteria hasil: nyeri 2. Untuk mengetahui tingkat
NYERI KRONIS (D.0078) 1. Keluhan nyeri (4) 2. Identifikasi skala nyeri nyeri yang dirasakan
Keterangan : 3. Identifikasi respon nyeri non sehingga dapat membantu
Kategori : Psikologis 1. Menigkat verbal menentukan intervensi yang
Subkategori : Nyeri dan 2. Cukup meningkat 4. Identifikasi faktor yang tepat
kenyamanan 3. Sedang memperberat dan 3. Untuk membantu
4. Cukup menurun memperingan nyeri mengevaluasi derajat nyeri
Definisi 5. Menurun 5. Identifikasi pengaruh nyeri dan perubahannya
Pengalaman sensoria tau emosional pada kualitas hidup 4. Untuk mengurangi faktor
yang berkaitan dengan kerusakan 6. Monitor efek samping pemicu dan serta dapat
jaringan aktual atau fungsional, penggunaan analgetik memperingan nyeri sehingga
dengan onset mendadak atau lambat kenyamanan
dan berorientasi ringan hingga berat 5. Untuk mengetahui pengaruh
dan konstan yang berlangsung lebih nyeri dalam kualitas hidup
dari 3 bulan. serta membuat kualitas
hidup meningkat
Penyebab 6. Untuk menghindari
1. Kondisi musculoskeletal kronis terjadinya kesalahan dalam
2. Gangguan fungsi metabolik pemberian obat analgetik
3. Kondisi pasca trauma Teraupetik Teraupetik
1. Berikan teknik 1. Untuk membuat klien
Gejala dan Tanda Mayor nonfarmakologis untuk merasa sedikit nyaman dan
Subjektif mengurangi rasa nyeri (mis. dapat mengalihkan perhatian
1. Mengeluh nyeri TENS, hypnosis, akupresur, klien terhadap nyeri
Objektif terapi music, biofeedback, sehingga dapat membantu
- terapi pijat, aromaterapi, mengurangi nyeri yang
teknik imajinasi terbimbing, dirasakan
Gejala dan Tanda Minor kompres hangat/dingin, terapi 2. Untuk memenuhi kualitas
Subjektif bermain) istrahat dan tidur menjadi
- 2. Fasilitasi istrahat dan tidur teratur
Objektif 3. Pertimbangkan jenis dan 3. Untuk membantu pemilihan
1. Anoreksia sumber nyeri dalam pemilihan strategi dalam meredakan
Kondisi Klinis strategi meredakan nyeri nyeri dengan tepat
-
Edukasi Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, 1. Untuk memberikan
dan pemicu nyeri pemahaman pada klien
2. Jelaskan strategi meredakan tentang proses terjadinya
nyeri nyeri agar dapat mengurangi
3. Anjurkan memonitor nyeri jika terjadi kecemasan
secara mandiri karena ketidaktahuan
4. Ajarkan teknik 2. Untuk memberikan
nonfarmakologis untuk pemahaman pada klien
mengurangi rasa nyeri bagaimana strategi dalam
meredakan nyeri dengan
tepat
3. Agar pasien tahu bagaimana
nyeri yang di rasakan serta
dapat membantu dalam
proses perawatan jika terjadi
hal-hal yang tidak di
inginkan
4. Untuk mengurangi nyeri
dengan anipulasi psikologis
Kolaborasi Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian 1. Untuk menghambat
analgetik, jika perlu mediator nyeri di tangkap
oleh reseptor nyeri di syaraf
pusat sehingga transmisi
rangsangan nyeri terhambat

Pemberian Analgesik Pemberian Analgesik


Observasi : Observasi :
1. Identifikasi karakteristik 1. Untuk mengetahui faktor
nyeri, (mis.pencetus pereda, penyebab nyeri dan untuk
kualitas, lokasi, intensitas, membantu mengurangi
frekuensi, durasi). rasa nyeri.
2. Identifikasi riwayat alergi 2. Untuk mengetahui apakah
obat. klien alergi obat, agar tidak
3. Identifikasi kesesuaian jenis terjadi kesalahan
analgesik (mis. narkotika, 3. Agar analgesik yang
non-narkotika, atau NSAID) diberikan sesuai dengan
dengan tingkat keparahan tingkat nyeri yang
nyeri. dirasakan klien
4. Monitor tanda-tanda vital 4. Untuk mengetahui jika ada
sebelum dan sesudah perubahan setelah
pemberian analgesik. diberikan analgesic

Terapeutik : Terapeutik :
1. Diskusikan jenis analgesik 1. Agar klien merasa nyaman
yang disukai untuk mencapai dengan analgesik yang
analgesia optimal, jika perlu. diberikan karena sesuai
2. Tetapkan target efektivitas dengan keinginan klien
analgesik untuk 2. Agar pemberian analgesik
mengoptimalkan respons sesuai dengan target yang
pasien. telah ditentukan
3. Dokumentasikan respons 3. Agar ada tanda jika terapat
terhadap efek analgesik dan efek analgesik yang
efek yang tidak diinginkan. diberikan pada klien

Edukasi : Edukasi :
1. Jelaskan efek terapi dan efek 1. Agar klien dapat
samping obat. mengetahui efek dari klien
melakukan terapi dan
mengkonsumsi obat
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian dosis 1. Untuk mengurangi rasa
dan jenis analgesik, sesuai nyeri
indikasi.
2. Defisit Nutrisi b.d faktor psikologis Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
(keengganan untuk makan) d.d Setelah dilakukan Observasi Observasi
nafsu makan menuru dan serum intervensi keperawatan 1. Identifikasi status nutrisi 1. Untuk mengetahui tingkat
albumin turun. selama 3 x 24 jam maka 2. Identifikasi makanan yang di status nutrisi
Status nutrisi Membaik sukai 2. Untuk mengetahui makanan
Defisit Nutrisi (D.0019) dengan kriteria hasil: 3. Identifikasi kalori dan jenis yang membuat klien nafsu
Kategori : fisiologis 1. Serum albumin (4) nutrient makan
Subkategori : Nutrisi dan cairan Keterangan : 4. Monitor asupan makanan 3. Untuk mengetahui kalori
1. Menurun 5. Monitor hasil pemeriksaan dan jenis nutrisi yang di
Definisi 2. Cukup menurun laboratorium butuhkan klien
Asupan nutrisi tidak cukup untuk 3. Sedang 4. Untuk mengetahui asupan
memenuhi kebutuhan metabolisme. 4. Cukup meningkat makanan klien sudah
5. Meningkat terpenuhi atau tidak
Penyebab 5. Sebagai penunjang dalam
1. Faktor psikologis (keengganan 2. Nafsu Makan (4) pengambilan intervensi
untuk makan) Keterangan :
1. Memburuk Teraupetik Teraupetik
Gejala dan Tanda Mayor 2. Cukup memburuk 1. Lakukan oral hygiene sebelum 1. Untuk menjaga agar makan
Subjektif 3. Sedang makan, jika perlu yang masuk tetap bersih dan
(Tidak tersedia) 4. Cukup membaik 2. Sajikan makanan secara terjamin kualitasnya
5. Membaik menarik dan suhu yang sesuai 2. Untuk menarik minat serta
Objektif 3. Berikan makanan tinggi serat meningkatkan nafsu makan
- untuk mencegah konstipasi klien
4. Berikan makanan tinggi kalori 3. Untuk memenuhi kebutuhan
Gejala dan Tanda Minor dan tinggi protein serat klien agar terhindar
Subjektif 5. Berikan suplemen makanan, dari konstipasi
1. Nafsu makan menurun jika perlu 4. Untuk memenuhi gizi klien
Objektif 5. Untuk membantu memenuhi
1. Serum albumin turun kebutuhan makan melalui
suplemen
Kondisi Klinis
- Edukasi Edukasi
- -

Kolaborasi Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi 1. Untuk membantu dan
untuk menentukan jumlah memenuhi kebutuhan
kalori dan jenis nutrisi yang gizi klien secara teratur
dibutuhkan, jika perlu dan tepat
3. Ketidakpatuhan b.d efek samping Tingkat Kepatuhan Dukungan Kepatuhan Program
program perawatan/pengobatan d.d Setelah dilakukan Pengobatan
perilaku tidak mengikuti program, intervensi keperawatan Observasi Observasi :
perilaku tidak menjalani anjuran, selama 3 x 24 jam maka 1. Identifikasi kepatuhan 1. Dengan mengidentifikasi
tampak tanda/gejala penyakit/ Tingkat kepatuhan menjani program pengobatan kepatuhan, kita dapat
msaalah kesehatan masih ada atau Meningkat dengan kriteria mengukur sejauh mana
meningkat dan tampak komplikasi hasil: kesembuhan atau
penyakit/masalah kesehatan 1. Perilaku mengikuti perbaikan dari kondisi
menetap atau meningkat. program pasien
perawatan/pengobatan
Ketidakpatuhan (4) Teraupetik Teraputik:
Kategori : Perilaku 2. Perilaku menjalankan 1. Buat komitmen menjalani 1. Untuk meningkatkan
Subkategori : Penyuluhan dan anjuran (4) program pengobatan yang presetasi kesembuhan dari
Pembelajaran Keterangan : baik kondisi klien
1. Memburuk 2. Diskusikan hal-hak yang 2. Agar pengobatan dapat
Definisi 2. Cukup memburuk dapat mendukung atau berjalan dengan optimal
Perilaku individu dan/atau pemberi 3. Sedang menghambat berjalannya 3. Dengan melibatkan
asuhan tidak mengikuti rencana 4. Cukup meningkat proses pengobatan keluarga dalam
perawatan/pengobatan yang 5. Membaik 3. Libatkan keluarga untuk pengobatan dapat
disepakati dengan tenaga kesehatan, mendukung program meningkatkan kualitas
sehingga menyebabkan hasil pengobatan yang dijalani dari pengobatan
perawatan/pengobatan tidak efektif Edukasi Edukasi:
1. Informasikan program 1. Agar klien mengetahui
Penyebab pengobatan yang harus dan dapat mengambil
1. Efek samping program dijalani keputusan yang sesuai
perawatan/pengobatan 2. Informasikan manfaat yang dengan kondisinya
akan diperoleh jika teratur 2. Untuk memotivasi klien
menjalani program dalam menjalani
Gejala dan Tanda Mayor pengobatan pengobatan
Subjektif
-
Objektif
1. Perilaku tidak mengikuti
program perawatan/pengobatan
2. Perilaku tidak menjalankan
anjuran

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
(Tidak tersedia)
Objektif
1. Tampak tanda/gejala
penyakit/masalah kesehatan
masih ada atau meningkat
2. Tampak komplikasi
penyakit/masalah kesehatan
menetap atau meningkat

Kondisi Klinis
1. Kondisi penyakit kronis
DAFTAR PUSTAKA

Herawati. 2017. Terapi Yang Diberikan Pada Orag Dengan Osteoporosis. Dapat diakses
malalui http://repository.ubaya.ac.id/21359/1/Rasional-Vol-10-No-4.pdf (Diakses pada
tanggal 30 September 2019 pukul 20.48 WITA)
Humaryanto. 2017. Deteksi Dini Osteoporosis Pasca Menopause. Dapat diakses malalui
http://online.journal.unja.ac.id/article/download/4200-article-text-8384-1.pdf (Diakses
pada tanggal 30 September 2019 pukul 20.22 WITA)
Legiran. 2017. Dislokasi. Dapat diakses malalui
http://journal.undip.ac.id/index.php/download/1744-dislokasi.pdf (Diakses pada tanggal
30 September 2019 pukul 13.10 WITA)
Mangoenprasodjo. 2015. Ajak Masyarakat Lakukan Pencegahan Osteoporosis. Dapat diakses
malalui http://jurnal.uin.ac.id/index.php/article/download/pencegahan-osteoporosis.pdf
(Diakses pada tanggal 30 September 2019 pukul 21.16 WITA)
Smeltzer, 2016. Dalam Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal Osteoporosis oleh Heryati tahun
2018. Diakses melalui link: http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/652
81/Chapter%20II.pdf
Wardhana, W. 2015. Faktor-Faktor Risiko Osteoporosis pada Pasien dengan Usia di Atas 50
Tahun. Skripsi. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Dapat diakses
melalui link http://eprints.ums.ac.id/46078/4/BAB%20I.pdf
Agustin, R.2014. Hubungan Status Gizi, Gaya Hidup dan Kebiasaan Konsumsi Kalsium dan
Vitamin D dengan Osteoporosis dan Osteopenia pada Warga ≥ 45 Tahun di Taman
Wisma Asri Bekasi Utara tahun 2009. Dapat diakses melalui
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/22611/ChapterII.pdf
Junaidi, 2015.DalamKaryaTulisIlmiah Osteoporosis oleh A Munawaroh tahun
2017. Diakses melalui link: http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/345
01/Chapter%20II.pdf
Nurma Ningsih, 2017. Dalam Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal Osteoporosis oleh Heryati tahun
2018. Diakses melalui link: http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/652
81/Chapter%20II.pdf
Rahartati, 2016. Dalam Karya Tulis Ilmiah Konsep Medis Osteoporosis oleh EA
Limbong tahun 2016. Diakses melalui link: http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/
123456789/19301/Chapter%20II.pdf
Ichramsyah, 2016. Dalam Karya Tulis Ilmiah Askep Osteoporosis oleh WPI Evianty
tahun 2015. Diakses melalui link: http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/12345678
9/34501/Chapter%20II.pdf
Widyanti, Laras. 2016. Hubungan Komposisi Tubuh dengan Kepadatan Tulang Wanita Usia
Subur di Kota Bandung. Dapat diakses malalui
http://ijhn.journal.ub.ac.id/ijhn/article/download/186-457-1-PB.pdf (Diakses pada
tanggal 30 September 2019 pukul 23.35 WITA)
Nurfitri. 2016.
Sjamsuhidarjat et,al. 2015.
Uhing 2004 : Boldt 2015.

Anda mungkin juga menyukai