Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

KONSEP DASARPENDIDIKAN MULTIKULTURAL

(PendidikanMultikultural)

Dosen Pengempu :Dr. M. KharisFadillah, M.Pd.I


Disusun Oleh
Afif Mustolih : 1886108026
M Ikbal : 1886108055

PROGRAM PASCA SARJANA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG


Jl. YuliusUsman No.20, LabuhanRatu, Kedaton,
Kota Bandar Lampung, Lampung 3513
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
RumusanMasalah

A. TujuanPenelitian
BAB II
PEMBAHASAN
A. PengertianPendidikanMultikultural
B. PendidikanMultikulturalsebagaipendekatan
C. Pentingnyamempelajaripendidikanmulticultural
D. Istilah-istilahpendidikanmulticultural

E. Teori-TeoriPendidikanMultikulturalMenurutParaAhli
Horace Kallen
Menurut pandangan Horace kallen yaitu Jika budaya suatu
bangsamemiliki banyak segi, nilai-nilai dan lain-lain; budaya itu dapat
disebut pluralisme budaya (cultural pluralism).
James A. Banks
James A. Banks di kenal sebagai perintis pendidikan multikultural. Karena
penekanan dan perhatiannya yang di fokuskan pada pendidikannya. Banks
yakin bahwa sebagian dari pendidikan lebih mengarah pada mengajari
bagaimana berpikir dari pada apa yang dipikirkan. Ia menjelaskan bahwa
siswa harus diajar memahami semua jenis pengetahuan, aktif
mendiskusikan konstruksi pengetahuan (knowledge construction) dan
interpretai yang berbeda-beda. Siswa yang baik adalah siswa yang selalu
mempelajari semua pengetahuan dan turut serta secara aktif dalam
membicarakan konstuksi pengetahuan.
Bill Martin
Dalam tulisannya yang berjudul Multiculturalism: consumerist or
transformational?, Bill Martin menulis bahwa keseluruhan isu tentang
multikulturalisme memunculkan pertanyaan tentang”perbedaan” yang
nampak sudah dilakukan berbagai teori filsafat atau teori sosial. Ebagai
agenda sosial dan politik, jika multikulturalisme lebih dari sekdar tempat
bernaung berbagai kelompok yang berbeda, maka harus benar-benar
menjadi “pertemuan” dari berbagai kelompok itu yang tujuannya untuk
membawa pengaruh radikal bagi semua mat manusia lewat pembuatan
perbedaan yang radikal (Martin,1998: 128).
Martin J. Beck Matusti
Martin J. Beck Matustik berpendapat bahwa perdebatan tentang
masyarakat multikultural dimasyarakat Barat berkaitan dengan
norma/tatanan.

F. 3 TeoriSosial: Melting Ploti, IIDan CulturalPluralism


Hal lain yang
melatarbelakangiadanyapendidikanmultikulturaladalahadanya 3 (tiga)
teorisosial yang
dapatmenjelaskanhubunganantarindividudalammasyarakatdenganberagaml
atarbelakang agama, etnik, bahasa, danbudaya. Menurut Ricardo L.
Garcia (1982: 37-42) ketigateorisosialtersebutadalah: (1) Melting Pot I:
Anglo Conformity, (2) Melting Pot II: Ethnic Synthesis, dan (3) Cultural
Pluralism: Mosaic Analogy.
Ketigateoritersebutpopulerdengansebutanteorimasyarakatmajmuk
(communal theory).

Teoripertama, Melting Pot I: Anglo Conformity,


berpandanganbahwamasyarakat yang terdiridariindividu-individu yang
beragamlatarbelakang—seperti agama, etnik, bahasa, danbudaya—
harusdisatukankedalamsatuwadah yang paling dominan.
Teoriinimelihatindividudalammasyarakatsecarahirarkis,
yaitukelompokmayoritasdanminoritas.Bilamayoritasindividudalamsuatum
asyarakatadalahpemeluk agama Islam, makaindividu lain yang memeluk
agama non-Islam harusmeleburkedalam Islam. Bila yang
mendominasisuatumasyarakatadalahindividu yang beretnikJawa,
makaindividu lain yang beretnik non-JawaharusmencairkedalametnikJawa,
dandemikianseterusnya.
Teoriinihanyamemberikanpeluangkepadakelompokmayoritasuntukmenunj
ukkanidentitasnya.Sebaliknya,
kelompokminoritassamasekalitidakmemperolehhakuntukmengekspresikan
identitasnya. Identitas di sinibisaberupa agama, etnik, bahasa,
danbudaya.Teoriinitampaksangattidakdemokratis.

Karenateoripertamatidakdemokratis, makamuncullahteorikedua, yaitu


Melting Pot II: Ethnic Synthesis. Teori yang dipopulerkanoleh Israel
Zangwill inimemandangbahwaindividu-individudalamsuatumasyarakat
yang beragamlatarbelakangnya, disatukankedalamsatuwadah,
danselanjutnyamembentukwadahbaru,
denganmemasukkansebagianunsurbudaya yang dimilikiolehmasing-
masingindividudalammasyarakattersebut. Identitas agama, etnik, bahasa,
danbudayaasliparaanggotanyameleburmenjadiidentitas yang baru,
sehinggaidentitaslamanyamenjadihilang.Biladalamsuatumasyarakatterdapa
tindividu-individu yang beretnikJawa, Sunda, danBatak, misalnya,
makaidentitasaslidariketigaetniktersebutmenjadihilang,
selanjutnyamembentukidentitasbaru.Islam Jawa di
kratondanmasyarakatsekitarnya yang merupakanperpaduanantaranilai-nilai
Islam dannilai-
nilaikejawenadalahsalahsatucontohnya.Teoriinibelumsepenuhnyademokrat
is,
karenahanyamengambilsebagianunsurbudayaasliindividudalammasyarakat
, danmembuangsebagianunsurbudaya yang lain.

Mengingatteorikeduabelumsepenuhnyademokratis,
makamuncullahteoriketiga, yaitu Cultural Pluralism: Mosaic Analogy.
Teori yang dikembangkanolehBerksoniniberpandanganbahwamasyarakat
yang terdiridariindividu-individu yang beragamlatarbelakang agama, etnik,
bahasa, danbudaya,
memilikihakuntukmengekspresikanidentitasbudayanyasecarademokratis.T
eoriinisamasekalitidakmeminggirkanidentitasbudayatertentu,
termasukidentitasbudayakelompokminoritassekalipun.
Biladalamsuatumasyarakatterdapatindividupemeluk agama Islam,
Katholik, Protestan, Hindu, Budha, danKonghucu, makasemuapemeluk
agama
diberipeluanguntukmengekspresikanidentitaskeagamaannyamasing-
masing.BilaindividudalamsuatumasyarakatberlatarbelakangbudayaJawa,
Madura, Betawi, dan Ambon, misalnya, makamasing-
masingindividuberhakmenunjukkanidentitasbudayanya,
bahkandiizinkanuntukmengembangkannya. Masyarakat yang
menganutteoriini, terdiridariindividu yang sangatpluralistik, sehingga
masing-
masingidentitasindividudankelompokdapathidupdanmembentukmosaik
yang indah.

G. Pendidikan multicultural dalam tinjauan didaktik danmetodik


Dari aspekdidaktik,
kurikulummerupakansalahsatuaspekpentingdalampendidikanmultikultural
.
Memperhatikandefinisidantujuanpendidikanmultikultural di atas,
makakurikulumpendidikanmultikulturalseharusnyaberisitentangmateri-
materi yang
dapatmenghadirkanlebihdarisatuperspektiftentangsuatufenomenakultural.
Untukmenghadirkankeragamanperspektifdalamkurikulumini, menurut
James A. Bank sebagaimanadikutipZoranMinderovic (2004: 2)
dapatdilakukandengan 4 (empat) tahapan, yaitu: (a) tahapkontribusi
(contribution level), (b) tahappenambahan (additive level), (c)
tahapperubahan (transformative level), dan (d) tahapaksisosial (social
action level).Bilapadatahapkontribusi,
kurikulummemfokuskanpadakebudayaanminoritastertentu,
makapadatahappenambahan, kurikulummemperkenalkankonsepdantema-
temabarumisalnyatema-tema yang
terkaitdenganmultikulturalismedengantanpamengubahstrukturkurikulum
yang esensial.Selanjutnya, bilapadatahapperubahan,
kurikulummemfasilitasiparasiswauntukmelihatberbagaiisudanperistiwadari
perspektifbudayaminoritas, makapadatahapaksisosial,
kurikulummengajakparasiswauntukmemecahkan problem sosial yang
disebabkanolehpersepsibudayadalamsatudimensi.
Dari aspekmetodik,
strategidanmanajemenpembelajaranmerupakanaspekpentingdalampendidi
kanmultikultural.
Harry K. Wong, penulisbuku How to be an Active Teacher the First Days
of School, sebagaimanadikutip Linda Starr (2004: 2)
mendefinisikanmanajemenpembelajaransebagai “praktikdanprosedur yang
memungkinkan guru mengajardansiswabelajar.”
Terkaitdenganpraktikdanprosedurini, Ricardo L. Garcia (1982: 146)
menyebutkan 3 (tiga) faktordalammanajemenpembelajaran, yaitu: (a)
lingkunganfisik (physical environment), (b) lingkungansosial (human
environment), dan(c) gayapengajaran guru (teaching style).
Dalampembelajaransiswamemerlukanlingkunganfisikdansosial yang
amandannyaman.Untukmenciptakanlingkunganfisik yang
amandannyaman, guru dapatmempertimbangkanaspekpencahayaan,
warna, pengaturanmejadankursi, tanaman, danmusik. Guru yang
memilikipemahamanterhadaplatarbelakangbudayasiswanya,
akanmenciptakanlingkunganfisik yang kondusifuntukbelajar.
Sementaraitu, lingkungansosial yang amandannyamandapatdiciptakanoleh
guru melaluibahasa yang dipilih, hubungansimpatikantarsiswa,
danperlakuanadilterhadapsiswa yang beragambudayanya (Linda Starr,
2004: 4).

Anda mungkin juga menyukai