Liputan6.com, Jakarta Paham radikal mulai masuk ke jajaran pegawai negeri sipil
(PNS). Untuk mengatasi hal ini, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
Komjen Suhardi Alius akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB) untuk mengetatkan proses rekrutmen bagi para
PNS.
"Satu cara yang paling tepat adalah kita berkoordinasi dengan Kementrian PANRB untuk
rekrutmen itu lebih diketatkan. Semacam evaluasi tahapan-tahapan dalam rekrutmen," kata
Suhardi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 30 Mei 2018.
PNS Ditangkap di Probolinggo
Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror dan Polres Probolinggo menangkap empat terduga
teroris di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, pada Selasa, 29 Mei 2018 malam.
"Memang benar ada penangkapan terduga teroris di Kabupaten Probolinggo, namun kami
tidak bisa menyampaikan data secara detail karena kami hanya membantu mengamankan saja,"
kata Kapolres Probolinggo AKBP Fadly Samad, seperti dikutip dari Antara, Kamis (31/5/2018).
Empat orang terduga teroris itu adalah AG (54) warga Desa Sumberkedawung di
Kecamatan Leces, KL (52) warga Desa Wonorejo di Kecamatan Maron, BI (49) warga Desa
Pengalangan Kidul di Kecamatan Maron dan KS (42) warga Desa Wonorejo di Kecamatan
Maron.
Berdasarkan informasi, satu dari empat terduga teroris itu adalah pegawai negeri sipil
(PNS) penyuluh petani yang bekerja di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemkab
Probolinggo.
Reporter: Sania Mashabi
Sumber: Merdeka.com
A. Hasil Evaluasi Study Kasus Contoh Pelanggaran Akuntabilitas ASN :
Berdasarkan analisa studi kasus di atas dapat kita ketahui bahwa faham
radikalisme merupakan salah satu faham yang tidak sesuai dengan Pancasila yaitu
sila ke 2 dan ke 5 yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradap serta Persatuan
Indonesia.
Selain itu dapat kita ketahui bahwa sebagaimana yang tertuang dalam
Undang Undang Pasal 10 Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, hal
tersebut merupakan pelanggaran bagi seorang ASN. Sebab, salah satu fungsi ASN
adalah sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Untuk itu keikutsertaan dalam
kegiatan yang mengandung paham radikal itu tidak dibenarkan karena dapat
menjadi salah satu penyebab keretakan persatuan dan kesatuan bangsa. Selain itu
juga merupakan salah satu bentuk sikap mementingkan kepentingan golongan di
atas kepentingan bangsa dan masyarakat.
Sesorang PNS yang terlibat dalam konteks radikalisme juga merupakan
pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2006 tentang Konvensi
Internasional Pemberantasan Pengeboman oleh Teroris.