LP Bronkopneumonia

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan terhadap
penyakit. Salah satu penyebab terbesar kematian pada anak usia balita di dunia adalah
pneumonia. Insidensi pneumonia di dunia sebesar 1,4 juta anak atau sekitar 18% anak
< 5 tahun setiap tahunnya meninggal akibat pneumonia. Di negara-negara berkembang,
pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada anak usia balita. Tahun 2012
sebanyak 1,1 juta anak meninggal karena pneumonia yang dimana sebagian besar balita
yang meninggal berusia kurang dari 2 tahun. Setiap tahun lebih dari 2 juta anak balita
meninggal disebabkan oleh pneumonia, kejadian tersebut melebihi dari penyakit AIDS,
malaria dan TBC (WHO, 2012).
Pneumonia adalah keadaan akut pada paru yang disebabkan oleh karena infeksi
atau iritasi dari bahan kimia sehingga alveoli terisi dengan eksudat peradangan
(Murwani, 2009). Sedangkan Bronkopneumonia merupakan salah satu jenis pneumonia
yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di
sekitarnya. Di indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah
kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi
angka kematian. Penanggulangan penyakit pneumonia menjadi fokus ketiga dari
program Penanggulangan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (PPISPA).
Program ini mengupayakan agar istilah pneumonia lebih dikenal masyarakat, sehingga
memudahkan kegiatan penyuluhan penyebaran informasi tentang penanggualangan
pneumonia oleh tenaga kesehatan (Nurarif, 2015).
Penemuan kasus pneumonia balita menurut jenis kelamin Provinsi Jawa Tengah
pada tahun 2013, khususnya Kabupaten Semarang penderita pneumonia pada balita
berjenis laki-laki sejumlah 863 kasus (24,04%) dengan jumlah balita laki-laki 35.899,
dan jumlah penderita 3.590. Adapun yang berjenis kelamin perempuan ditemukan
sejumlah 827 kasus (24,04), dengan jumlah balita 34.401 dan jumlah penderita 3.440
(Dinkes jateng, 2015). Berdasarkan dari laporan 31 provinsi diindonesi, ditemukan
477.429 anak balita dengan pneumonia atau 21,52% dengan proporsi 35,02% pada usia
1
dibawah satu tahun dan 64,79% pada usia hingga 4 tahun. Jika dirata-rata sekitar 2.788
anak meninggal setiap harinya akibat pneumonia. (Depkes RI, 2009).
Penyakit Bronkopneumonia sering terjadi pada anak-anak, sehingga apabila
tidak segera ditangani akan mengakibatkan komplikasi seperti empiema, otitis media
akut, atelektasis, emfisema, dan meningitis. Selain itu juga dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Berdasarkan hal tersebut, di sini
penulis ingin membahas lebih lanjut asuhan keperawatan pada anak dengan
bronkopneumonia. Upaya yang penting dalam penyembuhan dengan perawatan yang
tepat merupakan tindakan utama dalam menghadapi pasien bronchopneumonia untuk
mencegah komplikasi yang lebih fatal dan diharapkan pasien dapat segera sembuh
kembali.
Intervensi keperawatan utama adalah mencegah ketidakefektifan jalan nafas.
Agar perawatan berjalan dengan lancar maka diperlukan kerja sama yang baik dengan
tim kesehatan yang lainnya, serta dengan melibatkan pasien dan keluarganya.
Berhubungan dengan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk memberikan Asuhan
Keperawatan pada An.H dengan Bronchopneumonia di Ruang Dahlia 1 RSUD
Wonosari.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien
An. H dengan Bronkopneumonia
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan terhadap pasien An. K dengan
Bronkopneumonia diharapkan mahasiswa dapat:
a. Melakukan pengkajian data
b. Menegakkan diagnosis keperawatan yang sesuai
c. Merencanakan suatu tindakan yang komprehensif pada pasien An. K
d. Melakukan asuhan keperawatan sesuai rencana
e. Mengevaluasi hasil pelaksanaan asuhan keperawatan.

2
C. Manfaat
1. Bagi Klien dan Masyarakat
Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat menjadi bhan masukan informasi dan
referensi kepustakaan untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai sistem
integumen khususnya asuhan keperawatan pada pasien dengan bronkopneumonia
dan inovasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi
2. Bagi Penulis
a. Untuk mendapatkan gambaran nyata tentang intensitas bronkopneumonia yang
dialami pasien
b. Untuk menambah khasanah keilmuan bagi penulis dan mengkaji permasalahan
c. Memperoleh pengalaman dalam proses penelitian dan menambah wawasan
penelitian serta dapat menerapkan apa yang telah didapat dalam perkuliahan
3. Bagi Institusi Pendidikan
a. Sebagai sumber bacaan untuk menambah wawasan bagi mahasiswa khususnya
yang terkait penerapan pasien bronkopneumonia
b. Sebagai bahan masukan dalam kegiatan belajar mengajar terutama mengenai
pelaksanaan bagi pasien dengan pbronkopneumonia
4. Bagi Institusi Rumah Sakit
Sebagai masukan bagi institusi dan meningkatkan pelayanan kesehatan untuk
menciptakan kenyamanan dan kepuasan pasien. Selain itu juga memberikan
masukan terhadap tenaga kesehatan untuk mempertahankan dan menguatkan serta
meningkatkan asuhan keperawatan secara profesional agar terhindar dari
komplikasi yang mungkin timbul.

D. Cara Pengumpulan Data


1. Wawancara
Pengumpulan data dengan tanya jawab langsung pada pasien, keluarga pasien, dan
tenaga kesehatan
2. Observasi
Pengambilan data dengan cara menilai dan memantau perkembangan klien secara
langsung
3. Studi Dokumentasi

3
Cara pengumpulan data dengan cara melihat buku rekam medik klien dan hasil
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang
4. Pemeriksaan Fisik
Data didapatkan dengan cara mengukur dan memeriksa secara langsung keadaan
klien
5. Studi Pustaka
Teori asuhan keperawatan dari buku-buku, jurnal online terpercaya, dan situs web
terpercaya yang membahas masalah asuhan keperawatan.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Bronkopneumonia merupakan suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas
sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru
melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen
sampai ke bronkus. (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan
pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga
mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang
disebabkan oleh bermacammacam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga
sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih
sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya
tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada
anak-anak dan orang dewasa (Bradley et.al., 2011).
Bronkopneumia disebut juga pneumonia loburalis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi sperti bakteri,
virus, jamur, dan benda-benda asing (Bennete, 2013).

B. Etiologi
Secara umum individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh adanya
penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme pathogen. Orang
yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ
pernafasan yang terdiri atas reflek glottis dan batuk, adanya lapisan mucus, gerakan
silia yang menggerakan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai menurut Bradley et.al (2011) adalah
sebagai berikut:
1. Faktor Infeksi
a. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV)
5
b. Pada bayi:
1) Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus
2) Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis
3) Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium
tuberculosa, Bordetella pertussis.
c. Pada anak-anak:
1) Virus: Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV
2) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia
3) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis.
d. Pada anak besar-dewasa muda:
1) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
2) Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis.
2. Faktor Non Infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi antara lain yaitu:
a. Bronkopneumonia hidrokarbon: Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan
muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan
bensin)
b. Bronkopneumonia lipoid: Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung
minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang
mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan
dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak
ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada
jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam
lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk
terjadinya bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita
penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang
pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
3. Faktor Predisposisi
a. Usia
b. Genetik.
4. Faktor Presipitasi
6
a. Gizi buruk/kurang
b. Berat badan lahir rendah (BBLR)
c. Tidak mendapatkan ASI yang memadai
d. Imunisasi yang tidak lengkap
e. Polusi udara
f. Kepadatan tempat tinggal.

C. Anatomi Fisiologi
Menurut Pearce (2009) anatomi fisiologi pernapasan pada manusia adalah sebagai
berikut:
1. Anatomi
Dengan bernafas setiap sel dalam tubuh menerima persediaan oksigennya dan
pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa
dengan karbon dan hydrogen dari jaringan memungkinkan setiap sel
melangsungkan sendiri proses metabolismenya, yang berarti pekerjaan selesai dan
hasil buangn dalam bentuk karbondioksida dan air dihilangkan. Pernafasan
merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas didalam jaringan atau
“pernapasan dalam” dan didalam paru-paru atau “pernapasan luar”. Udara ditarik
kedalam paru-paru pada waktu menarik napas dan didorong keluar paru-paru pada
waktu mengeluarkan napas.
Organ pernafasan berguna bagi transgportasi gas-gas dimana organ-organ
pernafasan tersebut dibedakan menjadi bagian dimana udara mengalir yaitu rongga
hidung, pharynx, larynx, trakhea, dan bagian paru-paru yang berfungsi melakukan
pertukaran gas-gas antara udara dan darah.
a. Saluran nafas bagian atas terdiri dari:
1) Hidung yang menghubungkan lubang-lubang sinus udara paranasalis yang
masuk kedalam rongga hidung dan juga lubang-lubang naso lakrimal yang
menyalurkan air mata ke dalam bagian bawah rongga nasalis kedalam
hidung
2) Parynx (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tenggorokan
sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan
krikid maka letaknya di belakang hidung (naso farynx), dibelakang
mulut(oro larynx), dan di belakang farinx (farinx laryngeal)
7
b. Saluran napas bagian bawah terdiri dari:
1) Larynx (Tenggorokan) terletak di depan bagian terendah pharnyx yang
memisahkan dari kolumna vertebra, berjalan dari farine-farine sampai
ketinggian vertebra servikalis dan masukke dalam trakhea di bawahnya
2) Trachea (Batang tenggorokan) yang kurang lebih 9 cm panjangnya trachea
berjalan dari larynx sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis ke lima
dan ditempat ini bercabang menjadi dua bronchus (bronchi)
3) Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebralis torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea
yang dilapisi oleh jenis sel yang sama. Cabang utama bronchus kanan dan
kiri tidak simetris. Bronchus kanan lebih pendek, lebih besar dan merupakan
lanjutan trachea dengan sudut lancip. Keanehan anatomis ini mempunyai
makna klinis yang penting.Tabung endotracheal terletak sedemikian rupa
sehingga terbentuk saluran udara paten yang mudah masuk kedalam cabang
bronchus kanan. Kalau udara salah jalan, makap tidak dapat masuk ke dalam
paru-paru akan kolaps (atelektasis). Tapi arah bronchus kanan yang hampir
vertical maka lebih mudah memasukkan kateter untuk melakukan
penghisapan yang dalam. Juga benda asing yang terhirup lebih mudah
tersangkut dalam percabangan bronchus kanan ke arahnya vertikal. Cabang
utma bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi segmen lobus,
kemudian menjadi segmen bronchus. Percabangan ini terusmenerus sampai
cabang terkecil yang dinamakan bronchioles terminalis yang merupakan
cabang saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveolus.Bronchiolus
terminal kurang lebih bergaris tengah 1 mm.bronchiolus tidak diperkuat
oleh cincin tulang rawan, tetapi di kelilingi oleh otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah, semua saluran udara dibawah bronchiolus
terminalis disebut saluran pengantar udara karena fungsi utamanya dalah
sebagai pengantar udara ketemapat pertukaran gas paru-paru. Di luar
bronchiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional
paru-paru, tempat pertukaran gas. Asinus terdiri bronchiolus respiratorius,
yang kadang- kadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli yang bersal
dari dinding mereka.Duktus alveolaris yang seluruhnya dibatasi oleh
alveolus dan sakus alveolaris terminalis merupakan struktur akhir paru-paru
8
4) Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam rongga
toraks atau dada. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum central
yang mengandung jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar.Setiap paru
mempunyai apeks (bagian atas paru) dan dasar. Pembuluh darah paru dan
bronchial, bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuuki tiap paru pada
bagian hilus dan membentuk akar paru.Paru kanan lebih daripada kiri,paru
kanan dibagi menjadi tiga lobus dan paru kiri dibagi menjadi dua lobus.
Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan
segmen bronchusnya. Paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru
dibagi 10 segmen.Paru kanan mempunyai 3 buah segmen pada lobus
inferior, 2 buah segmen pada lobus medialis, 5 buah pada lobus superior kiri.
Paru kiri mempunyai 5 buah segmen pada lobus inferior dan 5 buah segmen
pada lobus superior.Tiap-tiap segmen masih terbagi lagi menjadi belahan-
belahan yang bernama lobules. Di dalam lobolus, bronkhiolus ini
bercabang- cabang banyak sekali, cabang ini disebut ductus alveolus.Tiap
duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-
0,3mm. Letak paru dirongga dada dibungkus oleh selaput tipis yang
bernama selaput pleura. Pleura dibagi menjadi dua yaitu pleura visceral
(selaput dada pembungkus) adalah selaput paru yang langsung membungkus
paru dan pleura parietal adalah selaput yang melapisi rongga dada sebelah
luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum
pleura.Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa
udara)sehingga paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit
cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura),
menghindarkan gesekan antara paru dan dinding sewaktu ada gerakan
bernafas. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir,
sehingga mencegah kolpas paru kalua terserang penyakit, pleura mengalami
peradangan, atau udara atau cairan masuk ke dalam rongga pleura,
menyebabkan paru tertekan atau kolaps.
2. Fisiologi
a. Pernafasan paru (pernafasan pulmoner)
Fungsi paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida pada
pernafasan melalui paru atau pernafasan eksternal, oksigen di pungut melalui
9
hidung dan mulut, pada waktu bernafas oksigen masuk melalui trachea dan pipa
bronchial ke alveoli, dan erat hubungan dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris. Hanya satu lapisan membrane yaitu membrane alveoli kapiler,
memisahkan oksigen dari darah, darah menembus dan dipungut oleh
hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam
arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru pada tekanan oksigen
mmHg dan pada tingkatan Hb 95% jenuh oksigen. Di dalam paru,
karbondioksida salah satu buangan metabolsme menembus membrane kapiler
dan kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial dan trachea di
lepaskan keluar melalui hidung dan mulut. Empat proses yang berhubungan
dengan pernafasan pulmoner pernafasan eksterna:
1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar
2) Arus darah melaui paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh
tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk paru
3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlahnya yang
bisa dicapai untuk semua bagian
4) Difusi gas yang membrane alveoli dan kapiler, karbondioksida lebih mudah
berdifusi daripada oksigen.
b. Pernafasan jaringan (pernafasan interna)
Darah yang menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen
(oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan mencapai kapiler, dimana darah
bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk
memungkinkan oksigen berlangsung dan darah menerima sebagai gantinya
hasil buangan oksidasi yaitu karbondioksida. Perubahan-perubahan berikut
terjadi dalam komposisi udara dalam alveoli, yang disebabkan pernafasan
eksterna dan pernafasan interna atau pernafasan jaringan. Udara (atmosfer)
yang dihirup:
1) Oksigen: 20%
2) Karbondioksida: 0-0,4%.
Udara yang masuk alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfer.
Udara yang dihembuskan:
1) Nitrogen: 79%
10
2) Oksigen: 16%
3) Karbondioksida: 4-0,4%.
Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhunyang
sama dengan badan (20 persen panas badan hilang untuk pemanasan uadra yang
dikeluarkan).
c. Daya muat paru
Besarnya daya muat udara dalam paru 4500 ml- 5000 ml (4,5 – 5 liter).
Udara diproses dalam paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10% kurang lebih
500 ml disebut juga udar a pasang surut (tidal air) yaitu yang dihirup dan yang
dihembuskan pada pernafasn biasa. Pada seorang laki- laki normal (4-5 liter)
dan pada seorang perempuan (3-4 liter). Kapasitas (h) berkurang pada penyakit
paru-paru) dan pada kelemahan otot pernafasan
d. Pengendalian pernafasan
Mekanisme pernafasan diatur dan dikendalikan oleh dua faktor uatam yaitu
kimiawi dan pengendalian saraf. Adanya faktor tertentu, merangsang pusat
pernafasan yang terletak di dalam medulla oblongata, kalau dirangsang
mengeluarkan impuls yang disalurkan melalui saraf spiralis ke otot pernafasan
(otot diafragma atau interkostalis).
1) Pengendalian oleh saraf
Pusat pernafasan adalah suatu pusat otomatik dalam medulla oblongata
mengeluarkan impuls eferen ke otot pernafasan, melalui radik saraf
sevikalis diantarkan ke diafragma oleh saraf frenikus. Impuls ini
menimbulkan kontraksi ritmik pada otot diafragma dan interkostalis yang
kecepatannya kira-kira 15 kali setiap menit
2) Pengendalian secara kimia
Pengendalian dan pengaturan secara kimia meliputi frekuensi kecepatan
dan dalamnya gerakan pernafasan, pusat pernafasan dalam sumsum sangat
peka sehingga kadar alkali harus tetap dipertahankan, karbondioksida
adalah preduksi asam metabolisme dan bahan kimia yang asam ini
merangsang pusat pernafasan untuk mengirim keluar impuls saarf yang
bekerja atas otot pernafasan

11
e. Kecepatan pernafasan
Kecepatan pernafasan secara normal, ekspirasi akan menyusul inspirasi dan
kemudian istirahat, pada bayi ada kalanya terbalik, inspirasi-istirahat-ekspirasi,
disebut juga pernafasan terbalik. Kecepatan normal setiap menit berdasarkan
umur:
1) Bayi prematur: 40 – 90x/menit
2) Neonatus: 30 – 80 x/menit
3) 1 Tahun: 20- 40x/ menit
Inspirasi atau menarik nafas adalah proses aktif yang diselenggarakan oleh
kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai bawah,
yaitu vertical. Kenaikan iga-iga dan sternum, yang ditimbulkan oleh kontaksi
otot interkostalis, meluaskan rongga dada kedua sisi dari belakang ke depan.
Paru yang bersifat elastis mengembang untuk mengisi ruang yang membesar itu
dan udara ditarik masuk kedalam saluran udara, otot interkostalis eksterna
diberi peran sebagai otot tambahan hanya bila inspirasi menjadi gerak sadar.
Pada ekspirasi, udara dipaksa oleh pengendoran otot dan karena paru kempes
kembali, disebakan sifat elastis paru itu gerakan ini adalah proses pasif. Ketika
pernafasan sangat kuat, gerakan dada bertambah, otot leher dan bahu membantu
menarik iga-iga dan sternum ke atas. Otot sebelah belakang dan abdomen juga
dibawa bergerak
f. Kebutuhan tubuh akan oksigen
Dalam banyak keadaan, termasuk yang telah disebut oksigen dapat
diatur menurut keperluan orang tergantung pada oksigen untuk hidupnya, kalau
tidak mendapatkannya selama kurang lebih 4 menit dapat mengakibatkan
kerusakan pada otak yang tidak dapat perbaiki dan biasanya pasien meninggal.
Keadaan genting timbul bila misalnya seorang anak menutupi kepala dan
mukanya dengan kantong plastik menjadi lemas. Tetapi hanya penyadiaaan
oksigen berkurang, maka pasien menjadi kacau pikirannya, ia menderita anoxia
serebralis. Hal ini terjadi pada orang yang bekerja dalam ruangan sempit
tertutup seperti dalam ruang kapal, oksigen yang ada mereka habiskan dan kalau
mereka tidak diberi oksigen untuk bernafas atau tidak dipindahkan ke udara
yang normal, maka akan meninggal karena anoxemia. Istilah lain adalah
hypoxemia atau hipoksia. Bila oksigen didalam darah tidak mencukupi maka
12
warna merahnya hilang dan berubah menjadi kebiru-biruan, bibir telinga,
lengan dan kaki pasien menjadi kebiru- biruan dan keadaan itu disebut
sianosis.

D. Patofisiologi
Menurut Sudarti (2010) Sebagian besar penyebab dari brnkopneumonia ialah
mikroorganisme (jamur, bakteri, virus) dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti
hidrokarbon (bensin, minyak tanah, dan sejenisnya). Awalnya mikroorganisme masuk
melalui percikan ludah (droplet) infasi ini dapat masuk ke saluran pernafasan atas dan
menimbulkan reaksi imonologis dari tubuh. Reaksi ini menyebabkan peredangan,
dimana ketika terjadi peradangan ini tubuh dapat menyesuaikan diri maka timbulah
gejala demam pada penderita. Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan secret.
Semakin lama secret semakin menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi
semakain sempit dan pasien dapat merasa sesak. Tidak hanya terkumpul di bronkus,
lama kelamaan secret dapat sampai ke alveolus paru dan mengganggu sistem
pertukaran gas di paru.
Tidak hanya menginfeksi saluran nafas, bakteri ini juga dapat menginfeksi
saluran cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat membuat flora normal
dalam usus menjadi agen pathogen sehingga timbul masalah GI tract. Dalam keadaan
sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme. Keadaan ini
disebabkan adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru
menunjukkan adanya gangguan daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan mengakibatkan timbulnya infeksi penyakit. Masuknya
mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara
lain inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahanbahan yang ada di nasofaring dan
orofaring serta perluasan langsung dari tempattempat lain, penyebaran secara
hematogen. Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien
untuk mencegah infeksi yang terdiri dari susunan anatomis rongga hidung, jaringan
limfoid di nasofaring, bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus
respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut. Reflek batuk,
refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase
sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional. Fagositosis, aksi limfosit
dan respon imunohumoral terutama dari IgA. Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang
13
melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai anti mikroba yang non spesifik. Bila
pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke
alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan
yang meliputi empat stadium, yaitu:
1. Stadium (4–12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi
akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan
cairan diantara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbondioksida, sehingga mempengaruhi perpindahan gas dalam
darah dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen haemoglobin
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada
perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam
3. Stadium III (3–8hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena

14
berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah
tidak lagi mengalami kongesti
4. Stadium IV (7–11hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.

E. Manifestasi Klinik
Menurut Ridha (2014) Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi
traktusrespiratoris bagian atas selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak
sampai 39-40 derajat celcius dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
Anak sangat gelisah, dispenia pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping
hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang juga disertai muntah dan diare.
Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit tapi setelah beberapa hari
mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat
diagnosis dengan pemeriksaan fisik tetapi dengan adanya nafas dangkal dan cepat,
pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut dapat diduga adanya
pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung luas daerah auskultasi yang terkena,
pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya
terdengar ronchi basah nyaring halus dan sedang.
Selain itu, bronkopneumonia juga ditandai dengan menggigil mendadak,
demam yang tinggi dengan cepat dan berkeringat banyak; nyeri dada seperti ditusuk
yang diperburuk dengan pernafasan dan batuk; sakit parah dengan takipnea jelas (25 –
45/menit) dan dispnea; nadi cepat dan bersambung; bradikardia relatif ketika demam
menunjukkan infeksi virus, infeksi mycoplasma atau spesies legionella; sputum
purulen, kemerahan, bersemu darah, kental atau hijau relatif terhadap preparat
etiologis; tanda-tanda lain seperti demam, krakles, dan tanda-tanda konsolidasi lebar.

F. Komplikasi
Irianto (2014) bronkopneumonia biasanya dapat obati dengan baik tanpa
menimbulkan komplikasi. Bagaimanapun, komplikasi dapat terjadi pada beberapa
pasien terutama penderita yang termasuk ke dalam kelompok resiko tinggi (faktor
risiko):

15
1. Akumulasi cairan: cairan dapat menumpuk diantara pleura dan bagian bawah
dinding dada (disebut efusi pleura) dan dapat pula terjadi empiema. Chest tube (atau
drainage secara bedah) mungkin dibutuhkan untuk mengeluarkan cairan
2. Abses: pengumpulan pus (nanah) pada area yang terinfeksi pneumonia disebut
dengan abses. Biasanya membaik dengan terapi antibiotik, namun meskipun jarang
terkadang membutuhkan tindakan bedah untuk membuangnnya
3. Bakteremia: Banteremia muncul bila infeksi menyebar dari paru masuk ke
peredaran darah. Ini merupakan komplikasi yang serius karena infeksi dapat
menyebar dengan cepat melaui peredaran darah ke organ-organ lain
4. Kematian: walaupun sebagian besar penderita dapat sembuh dari
bronkopneumonia, pada beberapa kasus dapat menjadi fatal. Kurang dari 3 %
penderita yang dirawat di rumah sakit dan kurang dari 1 % penderita yang dirawat
di rumah meninggal dunia oleh bronkopneumonia atau komplikasinya.
Secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang
b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura
c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
d. Infeksi sitemik
e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endocardial
f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

16
G. Pathway

(Sumber: www.eprints.ums.ac.id)

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Fitri dan Nita (2012) pemeriksaan penunjang dari Bronkopnemonia adalah:
1. Sinar X: mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses
luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi
(bakterial); atau penyebaran/perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia
mikoplasma sinar X dada mungkin bersih. Gambaran radiologis mempunyai
bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrate
kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering
terlihat pada lobus bawah

17
2. GDA: tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan
penyakit paru yang ada. Mungkin menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik
3. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah: diambil dengan biopsy jarum, aspirasi
transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi
organisme penyebab
4. JDL: leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi
virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bacterial
5. Infeksi virus: leukosit normal atau meningkat (tidak lebih dari 20.000/mm3 dengan
limfosit predominan) dan infeksi bakteri; leukosit meningkat 15.000-40.000/mm3
dengan neutrofil yang predominan
6. Pemeriksaan serologi: titer virus atu legionella, aglutinin dingin
7. LED: meningkat
8. Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar);
tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan complain menurun, hipoksemia
9. Elektrolit: natrium dan klorida mungkin rendah
10. Bilirubin: mungkin meningkat
11. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka: menyatakan intranuklear tipikal
dan keterlibatan sitoplasmik (CMV).

I. Penatalaksanaan
Menurut Bradley, et all (2011) Penatalaksanaan Keperawatan yang dapat
diberikan pada klien bronkopneumonia adalah:
1. Menjaga kelancaran pernapasan
2. Kebutuhan istirahat
3. Kebutuhan nutrisi dan cairan
4. Mengontrol suhu tubuh
5. Mencegah komplikasi atau gangguan rasa nyaman dan nyaman.
Sementara Penatalaksanaan medis yang dapat diberikan adalah:
a. Oksigen 2 liter/menit (sesuai kebutuhan klien)
b. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip

18
c. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk transpor muskusilier
d. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Secara rinci dinyatakan sebagai berikut:
1) Penatalaksaan Umum
a) Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2
pada analisis gas darah ≥ 60 torr
b) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit
c) Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2) Penatalaksanaan Khusus
a) Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan
pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal
b) Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
c) Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis. Pneumonia ringan diberikan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di
wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan
menjadi 80-90 mg/kgBB/hari). Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
pemilihan terapi:
(1) Kuman yang dicurigai atas dasas data kilnis, etiologis dan epidemiologis
(2) Berat ringan penyakit
(3) Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
(4) Ada tidaknya penyakit yang mendasari.
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus
dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman
yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok
usia.
(a) Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan)
• ampicillin + aminoglikosid
• amoksisillin-asam klavulanat
• amoksisillin + aminoglikosid
• sefalosporin generasi ke-3

19
(b) Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bulan-5 tahun)
• beta laktam amoksisillin
• amoksisillin asam klavulanat
• golongan sefalosporin
• kotrimoksazol
• makrolid (eritromisin)
(c) Anak usia sekolah (> 5 thn)
• amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
• tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus
dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari
ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam, ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman
penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti
empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).

J. Asuhan Keperawatan
Menurut Marni (2014) pengkajian pada pasien dengan penderita
bronkopneumonia adalah sebagai berikut:
1. Pengkajian
a. Demografi meliputi nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan
b. Keluhan utama: Saat dikaji biasanya penderita bronchopneumonia akan
mengeluh sesak nafas, disertai batuk ada secret tidak bisa keluar
c. Riwayat penyakit sekarang: penyakit bronchitis mulai dirasakan saat penderita
mengalami batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama pada
saat bangun pagi selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya
2 tahun produksi sputum (hijau, putih/kuning) dan banyak sekali. Penderita
biasanya menggunakan otot bantu pernfasan, dada terlihat hiperinflasi dengan
peninggian diameter AP, bunyi nafas krekels, warna kulit pucat dengan sianosis
bibir, dasar kuku
d. Riwayat penyakit dahulu: biasanya penderita bronchopneumonia sebelumnya
belum pernah menderita kasus yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat

20
penyakit yang dapat memicu terjadinya bronchopneumonia yaitu riwayat
merokok, terpaan polusi kima dalam jangka Panjang misalnya debu/asap
e. Riwayat penyakit keluarga: biasanya penyakit bronchopneumonia dalam
keluarga bukan merupakan faktor keturunan tetapi kebiasaan atau pola hidup
yang tidak sehat seperti merokok

f. Pola pengkajian
1) Pernafasan
Gejala: Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan batuk menetap
dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama
minimum 3 bulan berturut-turut) tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi
sputum (Hijau, putih/ kuning) dan banyak sekali. Riwayat pneumonia
berulang, biasanya terpajan pada polusi kimia/ iritan pernafasan dalam
jangka panjang (misalnya rokok sigaret), debu/asap (misalnya: asbes debu,
batubara, room katun, serbuk gergaji). Pengunaaan oksigen pada malam
hari atau terus-menerus.
Tanda: Lebih memilih posisi tiga titik (tripot) untuk bernafas, penggunaan
otot bantu pernafasan (misalnya: meninggikan bahu, retraksi
supraklatikula, melebarkan hidung)
Dada: Dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk
barel), gerakan diafragma minimal. Bunyi nafas terdengar krekels lembab,
kasar. Warna pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku abu-abu
keseluruhan
2) Sirkulasi
Gejala: Pembengkakan ekstremitas bawah
Tanda: Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi
jantung/takikardi berat, disritmia distensi vena leher (penyakit berat) edema
dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung. Bunyi jantung
redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada). Warna
kulit/membrane mukosa normal atau abu-abu/sianosis perifer. Pucat dapat
menunjukan anemia

21
3) Makanan atau Cairan
Gejala: Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema).
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan
Tanda: Turgor kulit buruk, berkeringat, palpitasi abdominal dapat
menyebabkan hepatomegali
4) Aktivitas/Istirahat
Gejala: Keletihan, keletihan, malaise, ketidakmampuan melakukan
aktifitas sehari-hari karena sulit bernafas, ketidakmampuan untuk tidur,
perlu tidur dalam posisi duduk tinggi, dispnea pada saat istirahat atau
respon terhadap aktifitas atau istirahat
Tanda: Keletihan, gelisah/insomnia, kelemahan umum/kehilangan masa
otot
5) Integritas Ego
Gejala: Peningkatan faktor resiko
Tanda: Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan, peka rangsang
6) Personal Hygiene
Gejala: Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan melakukan
aktifitas sehari- hari
Tanda: Kebersihan buruk, bau badan
7) Keamanan
Gejala: Riwayat alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan.,
adanya infeksi berulang.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Insperksi: perlu diperhatikan adanya takipnea, dypsnea, sianosis
sirkumoral, pernafasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula non
produktif menjadi produktif, serta nyeri dada waktu bernafas, adanya
retraksi dinding dada
2) Palpasi: hati mungkin akan membesar, flemitus raba mungkin meningkat
pada sisi yang sakit dan megalami peningkatan denyut nadi
3) Perkusi: suara redup pada sisi yang sakit
4) Auskultasi: pada pneumonia akan terdengar stridor suara nafas berjurang,
terdengar suara nafas tambahan atau ronchi, kadang- kadang terdengar
bising gesek pleura.
22
2. Diagnosis Keperawatan (NANDA, 2018-2020)
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus berlebihan,
terpajan asap, benda asing dalam jalan nafas, sekresi yang tertahan, perokok
pasif, perokok
b. Hambatan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar-
kapiler, ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ansietas, posisi tubuh yang
menghambat ekspansi paru, keletihan, hiperventilasi, obesitas, nyeri, keletihan
otot pernapasan
d. Intolerans aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksiegn, imobilitas, tidak pengalaman dengan suatu aktivitas, fisik
tidak bugar, gaya hidup kurang gerak, masalah sirkulasi, gangguan pernapasan
e. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi, pakaian yang tidak sesuai,
aktivitas berlebihan, iskemia, penyakit, penurunan perspirasi
f. Defisien volume cairan berhubungan dengan hambatan mengakses cairan,
asupan cairan kurang, kurang pengetahuan tentang kebutuhan cairan
g. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan diet kurang, faktor biologis, kesulitan ekonomi, ketidakmampuan
mengabsorbsi makanan, ketidakmampuan mencerna makanan,
ketidakmampuan makan, gangguan psikososial

3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosis Keperawatan NOC NIC
1 Ketidakefektifan bersihan - Respiratory status : Airway suction
jalan nafas berhubungan Ventilation - Pastikan kebutuhan
dengan mucus berlebihan, - Respiratory status : oral / tracheal
terpajan asap, benda asing Airway patency suctioning
dalam jalan nafas, sekresi - Aspiration Control - Auskultasi suara nafas
yang tertahan, perokok Kriteria Hasil: sebelum dan sesudah
pasif, perokok - Mendemonstrasikan suctioning
batuk efektif dan - Informasikan pada
suara nafas yang klien dan keluarga
bersih, tidak ada tentang suctioning
sianosis dan dyspneu - Minta klien nafas
(mampu dalam sebelum
mengeluarkan suction dilakukan.
sputum, mampu - Berikan O2 dengan
bernafas dengan menggunakan nasal
23
mudah, tidak ada untuk memfasilitasi
pursed lips) suksion nasotrakeal
- Menunjukkan jalan - Gunakan alat yang
nafas yang paten steril sitiap melakukan
(klien tidak merasa tindakan
tercekik, irama - Anjurkan pasien
nafas, frekuensi untuk istirahat dan
pernafasan dalam napas dalam setelah
rentang normal, kateter dikeluarkan
tidak ada suara nafas dari nasotrakeal
abnormal) - Monitor status
- Mampu oksigen pasien
mengidentifikasikan - Ajarkan keluarga
dan mencegah factor bagaimana cara
yang dapat melakukan suksion
menghambat jalan - Hentikan suksion dan
nafas berikan oksigen
apabila pasien
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan saturasi
O2, dll

Airway Management
- Buka jalan nafas,
guanakan teknik chin
lift atau jaw thrust bila
perlu
- Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
- Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
- Pasang mayo bila
perlu
- Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
- Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
- Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
- Lakukan suction pada
mayo
- Berikan bronkodilator
bila perlu
24
- Berikan pelembab
udara Kassa basah
NaCl Lembab
- Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
- Monitor respirasi dan
status O2
2 Hambatan pertukaran gas - Respiratory Status : Airway Management
berhubungan dengan Gas exchang - Buka jalan nafas,
perubahan membrane - Respiratory Status : guanakan teknik chin
alveolar-kapiler, ventilation lift atau jaw thrust bila
ketidakseimbangan - Vital Sign Status perlu
ventilasi-perfusi Kriteria Hasil: - Posisikan pasien untuk
- Mendemonstrasikan memaksimalkan
peningkatan ventilasi ventilasi
dan oksigenasi yang - Identifikasi pasien
adekuat perlunya pemasangan
- Memelihara alat jalan nafas buatan
kebersihan paru paru - Pasang mayo bila perlu
dan bebas dari tanda - Lakukan fisioterapi
tanda distress dada jika perlu
pernafasan - Keluarkan sekret
- Mendemonstrasikan dengan batuk atau
batuk efektif dan suction
suara nafas yang - Auskultasi suara nafas,
bersih, tidak ada catat adanya suara
sianosis dan dyspneu tambahan
(mampu - Lakukan suction pada
mengeluarkan mayo
sputum, mampu - Berikan bronkodilator
bernafas dengan bial perlu
mudah, tidak ada - Barikan pelembab
pursed lips) udara
- Tanda tanda vital - Atur intake untuk
dalam rentang cairan mengoptimalkan
normal keseimbangan
- Monitor respirasi dan
status O2

Respiratory Monitoring
- Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan
usaha respirasi
- Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
25
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
- Monitor suara nafas,
seperti dengkur
- Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
- Catat lokasi trakea
- Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
- Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
- Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
napas utama
- Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
3 Ketidakefektifan pola - Respiratory status : Airway Management
napas berhubungan dengan Ventilation - Buka jalan nafas,
ansietas, posisi tubuh yang - Respiratory status : guanakan teknik chin
menghambat ekspansi Airway patency lift atau jaw thrust bila
paru, keletihan, - Vital sign Status perlu
hiperventilasi, obesitas, Kriteria Hasil: - Posisikan pasien untuk
nyeri, keletihan otot - Mendemonstrasikan memaksimalkan
pernapasan batuk efektif dan ventilasi
suara nafas yang - Identifikasi pasien
bersih, tidak ada perlunya pemasangan
sianosis dan alat jalan nafas buatan
dyspneu (mampu - Pasang mayo bila perlu
mengeluarkan - Lakukan fisioterapi
sputum, mampu dada jika perlu
bernafas dengan - Keluarkan sekret
mudah, tidak ada dengan batuk atau
pursed lips) suction
- Menunjukkan jalan - Auskultasi suara nafas,
nafas yang paten catat adanya suara
(klien tidak merasa tambahan
tercekik, irama - Lakukan suction pada
nafas, frekuensi mayo
pernafasan dalam
26
rentang normal, - Berikan bronkodilator
tidak ada suara nafas bila perlu
abnormal) - Berikan pelembab
- Tanda Tanda vital udara Kassa basah
dalam rentang NaCl Lembab
normal (tekanan - Atur intake untuk
darah, nadi, cairan mengoptimalkan
pernafasan) keseimbangan.
- Monitor respirasi dan
status O2

Terapi Oksigen
- Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea
- Pertahankan jalan nafas
yang paten
- Atur peralatan
oksigenasi
- Monitor aliran oksigen
- Pertahankan posisi
pasien
- Onservasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
- Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


- Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
- Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
- Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
- Monitor kualitas dari
nadi
- Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola
pernapasan abnormal
27
- Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
- Monitor sianosis perifer
- Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
- Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
4 Intolerans aktivitas - Energy conservation Energy Management
berhubungan dengan - Self Care : ADLs - Observasi adanya
ketidakseimbangan antara Kriteria Hasil: pembatasan klien
suplai dan kebutuhan - Berpartisipasi dalam dalam melakukan
oksiegn, imobilitas, tidak aktivitas fisik tanpa aktivitas
pengalaman dengan suatu disertai peningkatan - Dorong anal untuk
aktivitas, fisik tidak bugar, tekanan darah, nadi mengungkapkan
gaya hidup kurang gerak, dan RR perasaan terhadap
masalah sirkulasi, - Mampu melakukan keterbatasan
gangguan pernapasan aktivitas sehari hari - Kaji adanya factor yang
(ADLs) secara menyebabkan
mandiri kelelahan
- Monitor nutrisi dan
sumber energi
tangadekuat
- Monitor pasien akan
adanya kelelahan fisik
dan emosi secara
berlebihan
- Monitor respon
kardivaskuler terhadap
aktivitas
- Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien

Activity Therapy
- Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi
Medik
dalammerencanakan
progran terapi yang
tepat.
- Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan

28
- Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten
yangsesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan social
- Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
- Bantu untuk
mendpatkan alat
bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
- Bantu untu
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
- Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
- Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
- Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
- Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
- Monitor respon fisik,
emoi, social dan
spiritual
5 Hipertermia berhubungan - Thermoregulation Fever treatment
dengan dehidrasi, pakaian Kriteria Hasil: - Monitor suhu sesering
yang tidak sesuai, aktivitas - Suhu tubuh dalam mungkin
berlebihan, iskemia, rentang normal - Monitor IWL
penyakit, penurunan - Nadi dan RR dalam - Monitor warna dan
perspirasi rentang normal suhu kulit
- Tidak ada perubahan - Monitor tekanan
warna kulit dan tidak darah, nadi dan RR
ada pusing, merasa - Monitor penurunan
nyaman tingkat kesadaran
- Monitor WBC, Hb,
dan Hct
- Monitor intake dan
output
29
- Berikan anti piretik
- Berikan pengobatan
untuk mengatasi
penyebab demam
- Selimuti pasien
- Lakukan tapid sponge
- Berikan cairan
intravena
- Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
- Tingkatkan sirkulasi
udara
- Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil

Temperature regulation
- Monitor suhu minimal
tiap 2 jam
- Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinyu
- Monitor TD, nadi, dan
RR
- Monitor warna dan
suhu kulit
- Monitor tanda-tanda
hipertermi dan
hipotermi
- Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
- Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
- Ajarkan pada pasien
cara mencegah
keletihan akibat panas
- Diskusikan tentang
pentingnya
pengaturan suhu dan
kemungkinan efek
negatif dari
kedinginan
- Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
30
- Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
- Berikan anti piretik
jika perlu

Vital sign Monitoring


- Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
- Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
- Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
- Monitor kualitas dari
nadi
- Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola
pernapasan abnormal
- Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
- Monitor sianosis
perifer
- Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
- Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign

6 Defisien volume cairan - Fluid balance Fluid management


berhubungan dengan - Hydration - Timbang
hambatan mengakses - Nutritional Status : popok/pembalut jika
cairan, asupan cairan Food and Fluid diperlukan
kurang, kurang Intake
Kriteria Hasil:
31
pengetahuan tentang - Mempertahankan Pertahankan catatan
-
kebutuhan cairan urine output sesuai intake dan output yang
dengan usia dan BB, akurat
BJ urine normal, HT - Monitor status hidrasi
normal (kelembaban
- Tekanan darah, membran mukosa,
nadi, suhu tubuh nadi adekuat, tekanan
dalam batas normal darah ortostatik ), jika
- Tidak ada tanda diperlukan
tanda dehidrasi,
- Monitor hasil lAb
Elastisitas turgor yang sesuai dengan
kulit baik, membran retensi cairan (BUN ,
mukosa lembab, Hmt , osmolalitas
tidak ada rasa haus urin)
yang berlebihan - Monitor vital sign
- Monitor masukan
makanan / cairan dan
hitung intake kalori
harian
- Kolaborasi pemberian
cairan IV
- Monitor status nutrisi
- Berikan cairan
- Berikan diuretik
sesuai interuksi
- Berikan cairan IV
pada suhu ruangan
- Dorong masukan oral
- Berikan penggantian
nesogatrik sesuai
output
- Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan
- Tawarkan snack ( jus
buah, buah segar )
- Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul meburuk
- Atur kemungkinan
tranfusi
- Persiapan untuk
tranfusi
7 Ketidakseimbangan - Nutritional Status : Nutrition Management
nutrisi: kurang dari food and Fluid - Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh Intake makanan
berhubungan dengan Kriteria Hasil: - Kolaborasi dengan
asupan diet kurang, faktor - Adanya ahli gizi untuk
biologis, kesulitan peningkatan berat menentukan jumlah
32
ekonomi, ketidakmampuan badan sesuai kalori dan nutrisi yang
mengabsorbsi makanan, dengan tujuan dibutuhkan pasien
ketidakmampuan - Berat badan ideal - Anjurkan pasien untuk
mencerna makanan, sesuai dengan meningkatkan intake
ketidakmampuan makan, tinggi badan Fe
gangguan psikososial - Mampu - Anjurkan pasien untuk
mengidentifikasi meningkatkan protein
kebutuhan nutrisi dan vitamin C
- Tidak ada tanda - Berikan substansi gula
tanda malnutrisi - Yakinkan diet yang
- Tidak terjadi dimakan mengandung
penurunan berat tinggi serat untuk
badan yang berarti mencegah konstipasi
- Berikan makanan
yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
- Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan
harian.
- Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
- Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
- Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam batas
normal
- Monitor adanya
penurunan berat badan
- Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
- Monitor interaksi anak
atau orangtua selama
makan
- Monitor lingkungan
selama makan
- Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak selama
jam makan

33
- Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
- Monitor mual dan
muntah
- Monitor kadar
albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht
- Monitor makanan
kesukaan
- Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
- Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
- Monitor kalori dan
intake nuntrisi
- Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan
cavitas oral.
- Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet

34
Daftar Pustaka

Departemen Kesihatan RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Fitri, R.A., & Nita, N.N. 2012. Buku Pintar Asuhan Keperawatan Bayi dan Balita. Yogyakarta
: Cakrawala Ilmu.
Irianto, K. 2014. Ilmu Kesehatan Anak. Bandung : Alfabeta.
Marni, S. 2014. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Gangguan Pernapasan. Yogyakarta
: Gosyen Publising.
Murwani. 2009. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Nurarif. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-
NOC. Yogyakarta : MediAction.
Pearce, Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologis Untuk Para Medis. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Ridha, N. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Sudarti. 2010. Kelainan dan Penyakit Pada Bayi dan Anak. Yogyakarta: Medikal Books.
Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 1. Yogyakarta :
Graha Ilmu.
Bennete. 2013. Pediatric Pneumonia. (www.eprints.ums.ac.id) diakses tanggal 30 September
2019.
Bradley, J.S., et all. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and
Children Older Than 3 Months of Age: Clinical Practice Guidelines by the Pediatric
Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America, Clinical
Infectious Diseases.
WHO. 2012. Pneumonia. (http://www.who.int/en/) diakses tanggal 30 September 2019.

35

Anda mungkin juga menyukai