Disusun oleh:
ARIANY
461 18 082
Alih Jenjang 2019
JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
MAKASSAR
i
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata
kuliah Akuntansi Forensik. Dalam penyusunan tugas ini, tidak sedikit hambatan
yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan tugas makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan
dari semua pihak, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuan tentang
Fraud dan Korupsi. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan.
Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun
dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa/i
Politeknik Negeri Ujung Pandang. Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk
itu, kepada dosen pembimbing penulis meminta masukannya demi perbaikan
pembuatan makalah penulis di masa yang akan datang dan mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. FRAUD
1. Definidi Fraud .................................................................................... 3
2. Gejala – Gejala Fraud ......................................................................... 4
3. Bentuk – Bentuk Fraud ...................................................................... 5
4. Penyebab Kecurangan Fraud .............................................................. 6
B. KORUPSI
1. Definisi Korupsi .................................................................................. 7
2. Bentuk – Bentuk Korupsi .................................................................... 7
3. Penyebab Terjadinya Korupsi ........................................................... 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan bisnis adalah untuk mendapatkan keuntungan atau profit yang
maksimal, sehingga setiap orang maupun perusahaan saling bersaing dalam
mendapatkan keuntungan atau profit tersebut tanpa memperhatikan segala
jenis aspek yang lain. Dikarenakan, semua orang ingin mendapatkan
keuntungan sebanyak-banyaknya, terkadang hal-hal yang tidak baik pun
dilakukan untuk mewujudkan ambisi mereka semua.Terbukti banyak sekali
perusahaan yang telah melakukan tindakan kejahatan berupa KKN (korupsi,
kolusi dan nepotisme) ataupun fraud (kecurangan).
Jenis fraud yang terjadi pada berbagai negara bisa berbeda, karena dalam
hal ini praktik fraud antara lain dipengaruhi kondisi hukum di negara yang
bersangkutan. Pada negara-negara maju dengan kehidupan ekonomi yang
stabil, praktik fraud cenderung memiliki modus yang sedikit dilakukan.Adapun
pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, praktik fraud cenderung
memiliki modus banyak untuk dilakukan.Fraud dapat terjadi pada sektor
swasta maupun sektor publik. Pada sektor swasta, banyak terdapat
penyimpangan dan kesalahan yang dilakukan seseorang dalam menafsirkan
catatan keuangan. Hal itu menyebabkan banyaknya kerugian yang besar, bukan
hanya bagi orang-orang yang bekerja pada perusahaan, akan tetapi pada
investor-investor yang menanamkan dananya pada perusahaan tersebut.
Sementara itu pada sektor publik, di Indonesia korupsi telah menjadi isu
fenomenal dan menarik untuk dibahas dengan kasus-kasus yang kini tengah
berkembang dalam masyarakat.Semenjak runtuhnya jaman orde baru,
masyarakatmenjadi semakin kritis dalam mencermati kebijakan-kebijakan
pemerintah yang sarat dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme atau yang
sering dikenal dengan istilah KKN. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat
dideteksi karena para pihak bekerja sama untuk menikmati keuntungan
(simbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan yang
1
tidak sah/illegal (illegal gratuities) dan pemerasan secara ekonomi (economic
extortion)
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fraud
1. Definisi Fraud
Fraud adalah setiap tindakan illegal yang ditandai dengan tipu daya,
penyembunyian atau pelanggaran kepercayaan. Tindakan ini tidak
tergantung pada penerapan ancaman kekerasan atau kekuatan fisik.
Penipuan yang dilakukan oleh individu, dan organisasi untuk memperoleh
uang, kekayaan atau jasa untuk menghindari pembayaran atau kerugian jasa
atau untuk mengamankan keuangan bisnis pribadi (Tuanakotta, 2013)
Fraud dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang mengandung makna
suatu penyumpangan dan perbuatan melanggar hokum (illegal act), yang
dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu misalnya menipu atau
memberikan gambaran keliru (mislead) kepada pihak-pihak lain, yang
dilakukan oleh orang-orang baik dari dalam maupun dari luar organisasi.
Kecurangan dirancang untk memanfaatkan peluang-peluang secara tidak
jujur, yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan pihak lain
(Karyono, 2013).
Secara harfiah fraud didefenisikan sebagai kecurangan, namun
pengertian ini telah dikembangkan lebih lanjut sehingga mempunyai
cakupan yang luas. Black’s Law Dictionary Fraud menguraikan
pengertian fraud mencakup segala macam yang dapat dipikirkan manusia,
dan yang diupayakan oleh seseorang, untuk mendapatkan keuntungan dari
orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan
mencakup semua cara yang tidak terduga, penuh siasat, licik, tersembunyi,
dan setiap cara yang tidak jujur yang menyebabkan orang lain tertipu.
3
Secara singkat dapat dikatakan bahwa fraud adalah perbuatan curang
(cheating) yang berkaitan dengan sejumlah uang atau properti.
Berdasarkan defenisi dari The Institute of Internal Auditor (IIA), yang
dimaksud dengan fraud adalah “An array of irregularities and illegal acts
characterized by intentional deception”: sekumpulan tindakan yang tidak
diizinkan dan melanggar hukum yang ditandai dengan adanya unsur
kecurangan yang disengaja.
Webster’s New World Dictionary mendefenisikan fraud sebagai suatu
pembohongan atau penipuan (deception) yang dilakukan demi kepentingan
pribadi, sementara International Standards of Auditing seksi 240 – The
Auditor’s Responsibility to Consider Fraud in an Audit of Financial
Statement paragraph 6 mendefenisikan fraud sebagai “…tindakan yang
disengaja oleh anggota manajemen perusahaan, pihak yang berperan
dalam governanceperusahaan, karyawan, atau pihak ketiga yang melakukan
pembohongan atau penipuan untuk memperoleh keuntungan yang tidak adil
atau illegal”.
2. Gejala – Gejala Fraud
Fraud (Kecurangan) yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit
ditemukan dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh
karena itu, perlu diketahui gejala yang menunjukkan adanya kecurangan
tersebut, adapun gejala tersebut adalah:
a. Gejala kecurangan pada manajemen:
Ketidak cocokan diantara manajemen puncak;
Moral dan motivasi karyawan rendah;
Departemen akuntansi kekurangan staf;
Tingkat komplain yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari
pihak konsumen, pemasok, atau badan otoritas;
Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi;
Penjualan/laba menurun sementara itu utang dan piutang dagang
meningkat;
4
Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka
waktu yang lama;
Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan;
b. Gejala kecurangan pada karyawan/pegawai:
Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan
tanpa perincian/penjelasan pendukung;
Pengeluaran tanpa dokumen pendukung;
Pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar;
Penghancuran, penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung
pembayaran;
Kekurangan barang yang diterima;
Kemahalan harga barang yang dibeli;
Faktur ganda;
Penggantian mutu barang.
4. Bentuk-Bentuk Fraud
Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), fraud adalah
perbuatan curang yang dilakukan dengan berbagai cara secara licik dan
bersifat menipu dan sering tidak disadari oleh korban yang dirugikan. Dan
kecurangan dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu :
a. Penyalahgunaan Aset Perusahaan (Asset Misappropriation)
Merupakan bentuk kecurangan dengan cara menggunakan atau
mengambil asset perusahaan untuk kepentingan pribadi. Seperti
mengambil uang perusahaan, barang dagang perusahaan, menggunakan
mobil dinas untuk keperluan pribadi.
b. Kecurangan Laporan Keuangan (Fraudulent Financial Statement)
Merupakan bentuk kecurangan dengan menyembunyikan informasi
keuangan, mengatur laporan keuangan dan mengubah laporan keuangan
dengan tujuan mengelabui pembaca laporan keuangan untuk kepentingan
pribadi atau perusahaan. Sepert contoh perusahaan mengatur laporan
keuangannya agar harga sahamnya meningkat.
5
b. Korupsi (Corruption)
Korupsi adalah salah satu bentuk kecurangan dengan menyalahgunakan
kewenangan jabatan atau kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau
orang lain.
5. Penyebab Kecurangan Fraud
Penyebab Terjadinya Kecurangan menurut J.S.R. Venables dan KW Impley
dalam buku “Internal Audit” (1988, hal 424) mengemukakan kecurangan
terjadi karena :
a. Penyebab Utama.
Penyembunyian (concealment), Kesempatan tidak terdeteksi. Pelaku
perlu menilai kemungkinan dari deteksi dan hukuman sebagai
akibatnya.
Kesempatan/Peluang (Opportunity), Pelaku perlu berada pada tempat
yang tpat, waktu yang tepat agar mendapatkan keuntungan atas
kelemahan khusus dalam system dan juga menghindari deteksi.
Motivasi (Motivation), Pelaku membutuhkan motivasi untuk
melakukan aktivitas demikian, suatu kebutuhan pribadi seperti
ketamakan/kerakusan dan motivator yang lain.
Daya tarik (Attraction), Sasaran dari kecurangan yang dipertimbangkan
perlu menarik bagi pelaku.
Keberhasilan (Success), Pelaku perlu menilai peluang berhasil, yang
dapat diukur baik menghindari penuntutan atau deteksi.
b. Penyebab Sekunder.
“A Perk”, Kurang pengendalian, mengambil keuntungan aktiva
organisasi dipertimbangkan sebagai suatu tunjangan karyawan.
Hubungan antar pemberi kerja/pekerja yang jelek, Yaitu saling
kepercayaan dan penghargaan telah gagal. Pelaku dapat
mengemukakan alasan bahwa kecurangan hanya menjadi
kewajibannya.
6
Pembalasan dendam (Revenge), Ketidaksukaan yang hebat terhadap
organisasi dapat mengakibatkan pelaku berusaha merugikan
organisasi tersebut.
Tantangan (Challenge), Karyawan yang bosan dengan lingkungan
kerja mereka dapat mencari stimulasi dengan berusaha untuk
“memukul sistem”, sehingga mendapatkan suatu arti pencapaian (a
sense of achievement), atau pembebasan frustasi (relief of frustation)
B. Corruption
1. Definisi Korupsi
Corruption atau korupsi berasal dari bahasa latin corrumpere,
corruption atau corruptus yang berarti penyimpangan dari kesucian,
tindakan tidak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran
atau kecurangan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, korupsi berarti
penyelewengan atau penggelapan (uang negara, perusahaan, dan
sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Jadi korupsi
merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi
keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara
dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya
dengan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri
sendiri. Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang
dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan
pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara
dan teman.
2. Bentuk – Bentuk Corruption
a. Suap Menyuap
Suap merupakan suatu hadiah, penghargaan, pemberian, atau
keistimewaan yang dijanjikan dengan tujuan merusak pertimbangan
atau tingkah laku, terutama dari seorang yang dianggap pejabat
publik. Pemberian uang pelicin merupakan salah satu tindakan yang
dapat dikategorikan sebagai suap. Sama seperti hadiah, uang pelicin
ini dapat berbentuk barang, jasa, potongan harga, dan sebagainya.
7
Tindakan suap ini termasuk jenis tindak pidana korupsi sesuai dengan
Pasal 5 ayat (I) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20
Tahun 2001.
Sebagai contoh, seseorang yang menjadi pedagang ponsel impor.
Ketika barang dari luar negeri telah dikirim dan sampai ke pelabuhan,
ternyata terdapat beberapa dokumen yang tidak dapat ia lengkapi.
Kemudian, ia menghadap kepada petugas atau pegawai Bea Cukai
yang berwenang dan menawarkan beberapa buah ponsel dengan
balasan dokumen yang belum lengkap dianggap sudah memenuhi
syarat. Pelaku tindakan suap menyuap ini akan diganjar penjara
maksimal 5 (lima) tahun dan atau denda maksimal Rp250.000.000.
b. Kerugian Keuangan Negara
Merupakan setiap tindakan melawan hukum dengan melakukan
perbuatan penyalahgunaan wewenang atau sarana untuk memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau korporasi dan dapat merugikan
keuangan negara. Seperti yang tercantum pada pasal 2 UU No. 31
Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001, pelaku tindakan ini akan
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Pada proyek-proyek pemerintahan, banyak terjadi kasus yang
termasuk kategori merugikan keuangan negara. Misalnya pada proyek
pembangunan jalan. Pada Rencana Anggaran Biaya (RAB), terdapat
biaya penggunaan jasa konsultan konstruksi jalan sebesar
Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah). Namun pada kenyataannya,
hanya digunakan sebesar Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) saja.
c. Penggelapan Dalam Jabatan
Penggelapan merupakan suatu tindakan tidak jujur dengan
menyembunyikan barang atau harta orang lain oleh satu orang atau
lebih tanpa sepengetahuan pemilik barang dengan tujuan untuk
8
mengalih-milik, menguasai, atau digunakan untuk tujuan lain.
Penggelapan juga dapat berupa penipuan dalam hal keuangan.
Misalnya, seorang pegawai pemerintah diberikan dana agar
digunakan untuk perawatan mobil dinas sebesar Rp2.000.000 (dua
juta rupiah). Dana tersebut melebihi nilai kebutuhan perawatan,
sehingga terdapat sisa dari dana tersebut. Sesuai dengan aturan, maka
seharusnya dana tersebut dikembalikan kepada negara melalui kantor
pemerintahan. Namun, jika dana tersebut digunakan untuk
kepentingan pribadi, makapegawai tersebut sudah melakukan
penggelapan dana.
Melihat pasal 8 UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun
2001, tindak penggelapan ini dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta
pidana denda paling sedikit Rp150.000.000 (seratus lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000 (tujuh ratus lima puluh ribu
rupiah).
d. Pemerasan
Berasal dari kata “chantage” dalam bahasa Perancis, atau “extortion”
dalam bahasa Inggris, yang berarti pemerasan dengan memfitnah.
Pemerasan dapat dikatakan bentuk korupsi yang paling mendasar,
karena pelaku memiliki kekuasaan dan menggunakannya untuk
memaksa orang lain untuk memberikan atau melakukan sesuatu yang
dapat menguntungkan dirinya.
Contoh yang sering kita temui adalah saat kita ingin mengurus
pembuatan KTP (Kartu Tanda Penduduk). Ketika kita datang
menghadap kepada pegawai kelurahan, seringkali kita jumpai
pegawai tersebut meminta sejumlah uang dengan alasan sebagai uang
administrasi pembuatan KTP. Saat kita tidak memberikan, maka
pegawai pun tidak akan membuatkan KTP tersebut hingga kita
memenuhi permintaannya. Menilik dari kasus pemerasan tersebut,
menurut Pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20
9
Tahun 2001, pelaku akan dikenai sanksi pidana paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dengan denda
paling sedikit Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
e. Perbuatan Curang
Merupakan ketidakjujuran dan ketidakadilan terhadap suatu hal.
Dalam konteks bentuk korupsi ini, perbuatan curang dapat diartikan
sebagai tindakan tidak jujur seseorang terhadap apa yang seharusnya
dilakukan. Contohnya, pada proyek pembangunan gedung
perkantoran pemerintahan. Dalam akta perjanjian, tertulis bahwa
gedung tersebut akan menggunakan pondasi cakar ayam yang paling
baik untuk konstruksi gedung 4 lantai. Namun, pada praktiknya justru
menggunakan pondasi yang biasa digunakan untuk gedung 2 lantai.
Jika hal ini terjadi, maka kontraktor telah melakukan perbuatan curang
yang akan dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun
dan paling lama 7 (tujuh) tahun dengan denda paling sedikit
Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) sesuai dengan Pasal
7 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun
2001.
f. Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan
Pengadaan merupaka proses, cara, atau tindakan untuk menyediakan
dan mengadakan. Pada konteks ini, pengadaan yang dimaksud adalah
pengadaan barang dan jasa yang dibutuhkan untuk operasional sebuah
instansi. Dan proses pengadaan ini dapat juga melibatkan pihak ketiga
sebagai pemasok, melalui mekanisme tender. Tender merupakan
tawaran untuk mengjaukan harga, memborong pekerjaan, ataupun
menyediakan barang.
Sesuai dengan contoh kasus di atas, maka anggota KPU Daerah
tersebut sudah melakukan tindak pidana korupsi, yang akan dikenai
sanksi pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama
10
20 (dua puluh) tahun dengan denda paling seikit Rp200.000.000 (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar
rupiah), sesuai dengan isi pasal 12 huruf i UU No. 31 Tahun
1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001.
g. Gratifikasi
Gratifikasi merupakan sebuah hadiah, imbalan, atau balasan atas jasa
atau manfaat yang diberikan secara sukarela, tanpa ajakan atau janji.
Pada dasarnya, gratifikasi ini tidak mengandung unsur korupsi,
selama tindakan ini tidak menimbulkan kecurangan. Maka dari itu,
gratifikasi, dalam konteks bentuk korupsi, harus dilihat pada
perspektif kepentingan gratifikasi.
Sebagai contoh, pada saat menjelang Hari Raya Natal, seorang
pegawai instansi menerima paket yang diantarkan langsung ke
rumah oleh kurir. Paket tersebut berasal dari orang atau nasabah
yang pernah bekerjasama sebelumnya sebagai ucapan terimakasih.
Pada tahap ini, gratifikasi yang terjadi akan tergolong gratifikasi
yang positif jika pegawai penerima paket ini melaporkan paket
tersebut kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi
diterima. Namun, gratifikasi tersebut akan tergolong sebagai
gratifikasi yang negatif (suap), jika penerima paket tak kunjung
melaporkan paket tersebut kepada KPK.
Setelah ditetapkan bahwa gratifikasi tersebut adalah gratifikasi
negatif, maka penerima gratifikasi tersebut akan dikenai sanksi
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dengan denda paling sedikit Rp200.000.000 (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar
rupiah) sesuai dengan Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU
No. 20 Tahun 2001.
11
3. Penyebab Terjadinya Corruption
Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka
ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan
pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan
pribadi /kelompok /keluarga/ golongannya sendiri. Faktor-faktor secara
umum yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan korupsi antara
lain yaitu :
a. Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci
yang mampu memberi ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang
menjinakkan korupsi.
b. Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan
dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.
c. Kurangnya pendidikan, agama dan etika, serta banyaknya kemiskinan
d. Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
e. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
f. Struktur pemerintahan.
g. Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan
radikal, korupsi muncul sebagai penyakit transisional.
h. Keadaan masyarakat yang semakin majemuk.
i. Menurut Dr.Sarlito W. Sarwono, faktor penyebab seseorang melakukan
tindakan korupsi yaitu faktor dorongan dari dalam diri sendiri
(keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya) dan faktor rangsangan
dari luar (misalnya dorongan dari teman-teman, kesempatan, kurang
kontrol dan sebagainya).
12
BAB III
PENUTUP
13
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 70:
Pertimbangan atas Kecurangan dalam Audit Laporan Keuangan. Jakarta:
IAI.
Rzqnia. (2017, 06 Juni). Fraud dan Korupsi. Diperoleh 2 Oktober 2019, dari
https://rzqnia.wordpress.com/2017/06/06/fraud-dan-korupsi/
14